• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM KELURAHAN BATU PUTUK KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM KELURAHAN BATU PUTUK KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM KELURAHAN BATU PUTUK

KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG ( Skripsi )

Oleh

Santi Naumi Simangunsong

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(2)

ABSTRAK

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM KELURAHAN BATU PUTUK

KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG

Oleh

Santi Naumi Simangunsong

Phytotelmata merupakan golongan tumbuhan yang dapat menampung air pada bagian tubuhnya. Genangan air yang terdapat pada phytotelmata digunakan oleh berbagai jenis organisme sebagai habitat termasuk serangga. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui keanekaragaman jenis phytotelmata dan serangga yang menempati genangan air phytotelmata di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung yang dilaksanakan pada bulan April-Juni 2016 di pemukiman dan kebun. Identifikasi phytotelmata dan larva serangga di lakukan di Laboratorium Botani dan Zoologi Universitas Lampung. Hasil penelitian menunjukan bahwa di pemukiman ditemukan 14 jenis dan enam tipe phytotelmata dengan 11 jenis larva serangga, dan di kebun ditemukan delapan jenis dan enam tipe phytotelmata dengan sembilan jenis larva serangga. Nilai indeks keanekaragaman phytotelmata di pemukiman dan kebun masuk dalam kategori sedang dengan nilai 1<H’<3 dan dominansi tinggi dengan nilai 0,61-1,0. Nilai indeks keanekaragaman serangga di pemukiman masuk dalam kategori sedang, namun pada kebun memiliki kategori yang berbeda yaitu pada bulan juni yang masuk dalam kategori rendah sedangkan nilai indeks dominansi pemukiman dan kebun masuk dalam kategori dominansi tinggi.

(3)

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM KELURAHAN BATU PUTUK

KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT BANDAR LAMPUNG

Oleh

Santi Naumi Simangunsong

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di DSN Padmosari pada 25 April 1994 dari pasangan Bapak Bahara Simangunsong dan Sumarni Siahaan sebagai putri sulung tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 1 Haduyang Natar Lampung Selatan pada Tahun 2000-2001. Di lanjutkan dengan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Yayasan Abdi Karya (YADIKA) Natar pada tahun 2006-2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Yayasan Abdi Karya (YADIKA) Natar Pada tahun 2009-2010. Penulis diterima di Universitas Lampung pada tahun 2012 di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi.

Selama menjadi mahasiswi, penulis pernah menjadi asisten Pengenalan Alat Laboratorium. Selain itu juga penulis aktif dalam berorganisasi dan menjadi anggota Bidang Keilmuan di HIMBIO (Himpunan Mahasiswa Biologi) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

(7)

Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Bandar Dewa, Kecamatan Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat selama 60 hari dan melaksanakan Kerja Praktik di Taman Kupu-Kupu Gita Persada Bandar Lampung selama 40 hari dengan judul “Populasi Larva dan Penangkaran Papilio peranthus (Kupu-kupu Hijau Biru) di Taman Kupu-kupu Gita Persada Kemiling Bandar Lampung” pada periode Oktober-November 2016.

(8)

Karya ilmiah ini ku

persembahkan kepada

papa dan mama ku

tercinta, adik-adikku dan

keluarga besarku tercinta,

sahabat terbaikku serta

Almamaterku tercinta.

(9)

Motto

“Sebuah tantangan akan selalu menjadi beban,

jika itu hanya dipikirkan. Sebuah cita-cita

juga adalah beban, jika itu hanya

angan-angan”

“Do the best, be good, then you will be the best”

Amsal 10:4

“Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi

tangan orang rajin menjadikan kaya”

Amsal 1:7

“Takut akan TUHAN adalah permulaan

pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina

(10)

“Life is like riding a bicycle to keep your

balance, you must keep moving”

-Albert

Einstein-“Learn from yesterday, live for today, and

hope for tomorrow”

-Albert

Einstein-“Pendidikan merupakan senjata yang paling

mematikan di dunia, karena dengan

pendidikan mampu mengubah dunia”

-Nelson

(11)

Mandela-SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia Nya sehingga skripsi dengan judul “KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA

DAN SERANGGA YANG MENDIAMINYA DI SUKAHARUM

KELURAHAN BATU PUTUK KECAMATAN TELUK BETUNG BARAT, BANDAR LAMPUNG” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Dengan terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed., sebagai Pembimbing 1 yang telah dengan sabar membimbing, menasehati, memberi saran, kritik, serta kepercayaan bagi penulis.

2. Bapak Drs. Suratman , M.Sc., sebagai pembimbing II yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk setiap nasihat,

saran, dan motivasi yang membangun bagi penulis.

3. Ibu Dra. Sri Murwani, M. Sc., sebagai Pembahas yang telah memberikan kritik dan saran, serta nasihat yang membantu penulis dalam membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

(12)

4. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

5. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., sebagai Ketua Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Ibu Dra. Tundjung T. Handayani, M. S. sebagai Pembimbing Akademik yang

telah memberikan masukan dan saran selama ini.

7. Bapak dan ibu Dosen Jurusan Biologi FMIPA Unila terimakasih atas ilmu, bimbingan dan bantuannya kepada penulis.

8. Kepala Laboratorium Zoologi yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian ini.

9. Karyawan dan staff Laboran Jurusan Biologi serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

10. Kedua orangtua tercinta, Bapak (Bahara Simangunsong), Mama (Sumarni), adik-adikku tersayang (Sinta Taruli .S dan Jekli Yohanes .S), dan keluarga besarku terima kasih yang teramat dalam atas doa, kasih sayang, kesabaran, semangat, dan nasehat-nasehatnnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat terbaiku Ayung Musthafa Gumelar terima kasih telah setia menemani dan memberi dukungan dari awal hingga akhir.

(13)

12. Sahabat-sahabat dekatku Amanda Amalia Putri, Erika Oktavia Gindhi, Welmi Nopia Ningsih, dan Putri Minggar Oktaviani atas kebersamaan, canda tawa, dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi.

13. Teman-teman Biologi angkatan 2012, Afrisa, Dewi, Arum, Amal, Catur, Nike, Etika, Faizatin, Puty, Putri Rahayu, Sheila, Choirunisa, Emil, Dwi, Wina, Jevica, Mustika, Pepty, Bebi, Laras, Aida, Yelbi, Lutfi, Nora, Lia, Mita, Indi, Meri, Khorik, Popy, Heny, Linda, Agustina, Huda, Sabrina, Aska Niken, Agung, Olin, Rahma, Ambar, Reni, Nindya, Marli, Sayu, Riza, Dela, Aulia, Kadek, Apri, Propal, Luna, terima kasih atas dukungan, bantuan, saran, kritik, canda tawa, dan kebersamaannya untuk penulis.

14. Kakak tingkat 2008, 2009, 2010, adik-adik tingkat 2012, 2013, 2014, 2015, 2016 dan seluruh Wadya Ballad HIMBIO yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih kebersamaan dan pembelajaran yang sangat berarti bagi penulis.

15. Mang Udin beserta Keluarga terima kasih telah membantu dan memberi semangat bagi penulis.

16. Warga Lingkungan Sukaharum beserta Perangkat Desa yang Telah memberikan izin bagi penulis.

17. Seluruh pihak yang telah membantu dan mempermudah penulis dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian studi program sarjana. 18. Almamater Tercinta.

(14)

Semoga Tuhan selalu memberikan berkat kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penyusunan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar harapan semoga hasil tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 20 Januari 2017 Penulis,

(15)

i DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 4 C. Manfaat Penelitian ... 4 D. Kerangka Pemikiran... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Phytotelmata... 7

B. Tipe-tipe Phytotelmata ... 9 1. Lubang Buah ... 9 2. Ketiak Daun ... 9 3. Kelopak Bunga... 10 4. Lubang Buah ... 10 5. Akar Pohon ... 11

6. Bagian Tanaman yang Gugur ... 11

7. Tanaman Kendi ... 11

C. Sistematika dan Gambaran Umum Serangga ... 12

1. Sistematika Serangga ... 12

2. Gambaran Umum Serangga ... 12

3. Morfologi Serangga ... 14

4. Keanekaragaman Serangga Air... 15

(16)

ii

a. Suhu ... 17

b. Derajat Keasaman (pH) ... 18

6. Peranan Serangga ... 19

D. Gambaran Singkat Lingkungan Sukaharum Kelurahan Batu Putuk Teluk Betung Barat Bandar Lampung ... 20

III. METODE KERJA A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja ... 21

1. Penentuan Transek Pengamatan ... 21

2. Pengambilan Sampel... 22

3. Pengukuran Faktor Lingkungan... 22

4. Identifikasi Sampel Serangga... 23

C. Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis-jenis Phytotelmata yang Ditemukan di Lingkungan Sukaharum Kelurahan Batu Putuk,Teluk Betung Barat ... 26

B. Keanekaragaman dan Dominansi Phytotelmata... 32

C. Larva Serangga yang Mendiami Phytotelmata di Pemukiman dan Kebun Sukaharum Kelurahan Batu Putuk Teluk Betung Barat ... 34

D. Keanekaragaman dan Dominansi Larva Serangga ... 40

E. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Larva Serangga pada Phytotelmata ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN... 51

A. Lampiran 1. Perhitungan Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Phytotelmata... 51

B. Lampiran 2. Perhitungan Indeks keanekaragaman dan Dominansi Serangga... 53

C. Lampiran 3. Data Curah Hujan BMKG Kemiling, Bandar Lampung ... 55

(17)

iii

D. Lampiran 4. Alat dan Bahan ... 56 E. Lampiran 5. Transek Lokasi Pemukiman... 60 F. Lampiran 6. Transek Lokasi Perkebunan ... 65

(18)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Tipe – tipe Phytotelmata ... 8

Gambar 2. Diagram alir penelitian ... 24

Gambar 3. Jenis-jenis phytotelmata yang ditemukan di pemukiman Sukaharum Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung ... 28

Gambar 4. Jenis-jenis phytotelmata yang ditemukan di Kebun Sukaharum Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung ... 29

Gambar 5. Tipe phytotelmata yang ditemukan di Sukaharum, Kelurahan Batu Putuk,Teluk Betung Barat, Bandar Lampung ... 31

Gambar 6. Jenis Larva Serangga yang ditemukan pada phytotelmata di Pemukiman dan Kebun Sukaharum Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat,Bandar Lampung ... 38

Gambar 7. Alat dan Bahan ... 59

Gambar 8. Lokasi Transek Pemukiman ... 62

(19)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jenis – jenis phytotelmata yang ditemukan di Sukaharum

Kelurahan Batu Putuk Teluk Betung Barat ... 26 Tabel 2. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Dominansi

Phytotelmata ... 32 Tabel 3. Larva Serangga yang Mendiami Phytotelmata

di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk,Teluk Betung Barat,

Bandar Lampung... 34 Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Dominansi

Serangga... 40 Tabel 5. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Phytotelmata di Pemukiman Bulan Mei ... 51 Tabel 6. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Phytotelmata di Pemukiman Bulan Juni ... 51 Tabel 7. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Phytotelmata di Kebun Bulan Mei... 52 Tabel 8. PerhitunganKeanekaragaman dan Dominansi

Phytotelmata di Kebun Bulan Juni ... 52 Tabel 9. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Serangga di Pemukiman Bulan Mei ... 53 Tabel 10. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Serangga di Pemukiman Bulan Juni ... 53 Tabel 11. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

Serangga di Kebun Bulan Mei... 54 Tabel 12. Perhitungan Keanekaragaman dan Dominansi

(20)

vi

(21)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia terletak di daerah tropis dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Sumarno, 2006). Keadaan alam Indonesia dengan iklim tropis menjadi habitat yang cocok bagi kehidupan flora dan fauna (Sutra dkk, 2012). Beberapa struktur tumbuhan seperti daun, batang, dan bunga memiliki kemampuan untuk menampung dan menyimpan air hujan, menciptakan mikrokosmos air alami yang disebut phytotelmata (Fish, 1983; Kitching, 2000).

Phytotelmata merupakan kelompok flora yang beranekaragam di alam. Menurut Varga (1928) dan Greeney (2001) phytotelmata merupakan golongan tumbuhan yang dapat menampung air pada bagian tubuhnya. Phytotelmata ditemukan pada batang pohon yang berlobang (tree hole), tunggul bambu (bamboo stump), pada tumbuhan berkantong atau

tumbuhan berbentuk kendi (pitcher plant), dan tumbuhan nanas-nanasan (Bromeliad) serta tanaman yang struktur daunnya membesar sehingga dapat menampung genangan air (William and Blair, 1992; Sota, 1996).

(22)

2

Kitcing (1971) menjelaskan bahwa genangan air yang terdapat pada bagian phytotelmata digunakan oleh bermacam-macam organisme sebagai habitat dan tempat perkembangbiakan alami termasuk serangga. Menurut Frank (1983) dan Kitching (2000), kekayaan, kelimpahan, dan komposisi spesies sangat tergantung pada tempat perindukannya. Menurut Buosai (2014) phytotelmata dapat menjadi sumber nutrisi dan tempat

perlindungan serta membentuk interaksi jaring makanan yang kompleks.

Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan dari segi populasi dan keanekaragaman spesiesnya dengan jumlah hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia, sebagian bersifat predator, parasitoid, atau musuh alami (Christian and Gotisberger, 2000)

(Kalshoven, 1981). Dominansi serangga ini disebabkan oleh daya tahan tubuhnya yang kuat, cepatnya menyesuaikan diri dengan lingkungannya, kemampuan reproduksi yang tinggi, habitat yang beragam dan penyebaran yang sangat luas yaitu mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub (Hadi, 2010).

Serangga yang habitat serta aktivitasnya dilakukan di air dikenal sebagai serangga air. Serangga air merupakan kelompok serangga yang sebagian hidupnya berada di badan air seperti pada genangan air yang terdapat pada phytotelmata. Serangga yang hidup di air sebagian merupakan makanan

(23)

3

bagi hewan air dan sebagian menularkan penyakit bagi manusia dan hewan. Serangga air juga merupakan indikator yang baik bagi kualitas air. Beberapa dari serangga air sensitif terhadap polusi sedangkan yang lain dapat hidup dan berkembang biak pada air yang terganggu dan terkena polusi (Popoola and Otalekor, 2011).

Penelitian ini dilakukan di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk yang berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 400 m (dari permukaan laut) dpl dengan curah hujan sebesar lebih kurang dari 1.106 mm/thn dan

berbatasan dengan kawasan Gunung Betung bagian Barat dan terdiri dari tiga kondisi habitat yang berbeda yaitu pekarangan penduduk, kebun, dan hutan kawasan (Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, 2006). Kondisi geografis dan tumbuhan yang di tanam oleh masyarakat yang diduga ditanam sesuai kebutuhan mendukung keberadaan phytotelmata. Informasi tentang keanekaragaman phytotelmata dan serangga yang mendiaminya masih baru. Untuk itu diperlukan penelitian di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk.

(24)

4

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui keanekaragaman jenis phytotelmata yang tumbuh di Sukaharum, Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat.

2. Mengetahui keanekaragaman jenis serangga yang menempati phytotelmata di Sukaharum, Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat.

C. Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang keanekaragaman phytotelmata dan jenis serangga yang mendiaminya di Sukaharum, Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. 2. Sebagai informasi tambahan bagi instansi dan pemerhati kesehatan

terkait upaya pengendalian nyamuk melalui pengenalan tempat perindukan vektor.

(25)

5

D. Kerangka pemikiran

Sebagian besar phytotelmata hidup pada iklim tropis, namun ada juga yang hidup pada iklim subtropis. Phytotelmata merupakan kelompok tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai perindukan alami oleh serangga yang sebagian hidupnya berada di air.

Phytotelmata adalah kelompok tumbuhan yang mampu menampung air dari curah hujan pada bagian tubuhnya seperti pada daun, ketiak daun, pelepah daun, bunga, buah, lubang batang, lubang akar dan tunggul bambu. Air yang tergenang di phytotelmata dimanfaatkan oleh serangga salah satunya nyamuk. Keberadaan nyamuk erat kaitannya dengan tempat perindukan alami yang mendukung bagi kehidupannya. Semakin

beranekaragam phytotelmata maka kemungkinan semakin beragam pula larva serangga yang ditemukan mendiami phytotelmata tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman phytotelmata dan larva serangga yang mendiami phytotelmata tersebut.

Sukaharum merupakan daerah pegunungan yang berbatasan dengan gunung betung bagian barat. Sukaharum terdiri dari pemukiman, kebun campuran, dan hutan kawasan. Wilayah ini memiliki kondisi yang mendukung untuk bercocok tanam sehingga digunakan sebagai area perkebunan kakao, karet, dan pisang. Kondisi lingkungan sebagai pemukiman, kebun dan hutan kawasan memungkinkan tumbuhnya

(26)

6

phytotelmata yang beragam. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis phytotelmata dan serangga yang mendiami phytotelmata di area yang berbeda di Sukaharum, Kelurahan Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar Lampung.

(27)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Phytotelmata

Phytotelmata adalah golongan tumbuhan yang dapat menampung genangan air pada bagian tubuhnya. Habitat air tersembunyi sangat mendukung kehidupan fauna akuatik yang didominasi oleh invertebrata. Phytotelmata dapat menampung air berkisar 30 ml hingga 200 ml, air yang tertampung oleh phytotelmata berasal dari curah hujan (Yule and Yong, 2012).

Genangan air yang terdapat pada bagian tubuh phytotelata dapat digunakan oleh beragam organisme sebagai habitat dan tempat berkembangbiak salah satunya oleh serangga (Fish, 1983). Phytotelmata sangat berperan dalam membangun komunitas organisme yang terdapat pada genangan air yang ada (Kitching, 1987; Greeney, 2001). Kitcing (2009) melaporkan lebih kurang 25 jenis famili tumbuhan yang termasuk dalam phytotelmata, famili-famili tumbuhan tersebut diantaranya adalah Bromeliaceae, Nepenthaceae,

Sarraceniaceae, Chepalotaceae, Raflesiaceae, Costaceae, Marataceae, Strelitziaceae, Zingiberaceae, Euphorbiaceae, Umbelliferae, Gesneraceae, Campanulaceae, Dipsaceae, Compositae, Commelinaceae, Eriocaulaceae, Flagellariaceae, Graminae, Cyperaceae, Typhaceae, Cannaceae, Musaceae, Palmae, Pandanaceae, Araceae, Amaryllidaceae, Liliaceae,

(28)

8

Caesalpinioideae, dan Bambusaceae. Kitcing (1971) mengklasifikasikan

tanaman phytotelmata menjadi tujuh tipe yaitu tipe, kulit buah, lobang pohon, ketiak daun, lubang akar, kelopak bunga, bagian pohon yang gugur seperti daun, kulit buah yang gugur atau yang masih melekat pada pohon, dan tanaman yang berbentuk kendi (Gambar 1).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

Gambar 1. Tipe-tipe Phytotelmata (a).Tipe lubang buah (b). Tipe ketiak daun , (c). Tipe lubang akar , (d). Tipe tunggul bambu, (e) Tipe lubang

pohon, (f) Tipe tanaman berkendi, (g) Tipe kelopak bunga (Rosa, 2012 ; Kurniawan, 2015).

(29)

9

B. Tipe-tipe Phytotelmata 1. Lubang Pohon

Lubang pohon merupakan tumbuhan yang memiliki rongga pada bagian tubuhnya. Tipe ini dibagi menjadi dua yaitu tipe yang dapat menampung air pada lapisan kulit yang tak terputus dan tipe yang melewati lapisan kulit dan menembus kedalam bagian kayu pohon.

Lubang pohon banyak ditemukan di bambu, famili Graminae. Bambu ini merupakan habitat yang dibentuk ketika bambu patah dan serangga dapat masuk melalui lubang di bambu. Walaupun secara morfologi bambu yang tidak mirip dengan lubang pohon, namun menurut Greeney (2001),

tunggul bambu dimasukkan ke dalam kategori ini.

2. Ketiak Daun

Tipe ini mengakumulasi air pada bagian ketiak daun yang kedap air. Habitat yang terbentuk di dalam genangan air pada phytotelmata tipe ini berukuran kecil dan terdiri dari komunitas akuatik yang sederhana (Kitching, 2000). Ketiak daun merupakan tipe phytotelmata yang sering ditemukan (Greeney, 2001). Ada 24 famili tanaman yang dapat

menampung air seperti famili dari Agavaceae, Amaryllidaceae, Araceae,

(30)

10

3. Kelopak Bunga

Salah satu bagian bunga adalah braktea atau yang biasa disebut seludang bunga. Seludang bunga merupakan bagian bunga yang terletak di bagian bawah bunga dan memiliki ukuran yang lebih besar dan tampilannya lebih menarik dari pada bunga. Pada bagian seludang bunga dapat menampung air dan bisa menjadi tempat hidup larva dari serangga (Mogi, 1983).

Phytotelmata tipe seludang bunga termasuk tipe yang sering ditemukan. Pada penelitian Rosa, dkk (2012), ditemukan dua jenis tumbuhan dengan tipe seludang bunga yaitu Curcuma domestica dan Coleus speciosus dengan jumlah sebanyak 22 individu dari total 52 jenis phytotelmata yang ditemukan pada area pemukiman di Sumatera Barat.

4. Lubang Buah

Tipe phytotelmata ini terdapat pada buah-buah tropik yang terlepas dari batangnya dan bagian tersebut dapat menampung genangan air atau disebut create small pockets yang menampung air dan materi-materi tumbuhan yang busuk. Namun tidak hanya pada batok kelapa saja akan tetapi buah-buahan. Penelitian Rosa, dkk (2012), ditemukan dua jenis tipe lubang buah yaitu, Theobroma cacao dan Cocos nucifera di lokasi

(31)

11

5. Akar Pohon

Tipe phytotelmata ini masuk dalam kategori yang jarang ditemukan. Pada akar pohon yang terdapat pada hutan Papua Guinea ditemukan adanya spesies dari Tripteroides yang merupakan predator dalam rantai makanan yang berlangsung dalam genangan air yang tertampung (Kitching, 2000). Pada penelitian Rosa, dkk (2012) ditemukan dua jenis phytotelmata tipe akar pohon yaitu, Delonyx regia dan Pterocarpus indicus yang ditemukan di provinsi Sumatera Barat.

6. Bagian Tanaman yang Gugur

Beberapa famili tanaman yang termasuk dalam tipe ini yaitu Musaceae,

Marantaceae, Sterculiaceae, Palmae, dan Araceae. Pada tanaman jenis Palmae juga memiliki seludang. Seludang yang jatuh akan dapat

menampung air ketika hujan turun.

7. Tanaman Kendi

Pada jenis tumbuhan seperti dari famili Nepenthaceae dan

Sarraceniaceae memiliki ujung sulur daun yang termodifikasi menjadi

kantung yang mampu menampung genangan air dan genangan tersebut dimanfaatkan oleh serangga air sebagai tempat perkembangbiakan. Komunitas yang terdapat dalam tanaman berbentuk kendi merupakan habitat akuatik yang kaya akan bahan organik sehingga menjadi sumber makanan pada habitat ini yang berasal dari tubuh serangga yang

(32)

12

Kekayaan organik yang ditemukan dalam tanaman Nepenthes telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber makanan berbagai spesies seperti tungau, rotifer, nyamuk, capung, bahkan katak. Phytotelmata lain dari famili

Cephalotaceae jenis Cephalotus follicularis banyak didiami oleh berbagai

makrofauna seperti copepoda, tungau dan larva dua spesies lalat,

Ceratopogonidae dan Micropezidae (Kitching, 2000 ; Clarke, 1985, 1992).

C. Sistematika dan Gambaran Umum Serangga 1. Sistematika Serangga

Serangga termasuk dalam kingdom dari animalia dan filum arthropoda, sub filum mandibulata dari kelas insekta. Kelas insekta terdiri dari 32 ordo, sebagian besar nama ordo berakhiran ptera. Terdapat lebih dari 1.000 famili serangga, nama famili berakhiran idae dan Subfamili

semuanya berakhiran inae (Suputa, 2000). Terdapat 751.000 spesies yang termasuk dalam golongan serangga, sekitar 250.000 spesies serangga terdapat di Indonesia (Christian and Gotisberger, 2000).

2. Gambaran Umum Serangga

Menurut Kasholven (1981) serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80% dari jumlah total hewan lainnya di bumi. Sebagian besar spesies serangga memiliki manfaat bagi manusia. Tingginya jumlah serangga dikarenakan serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat

(33)

13

yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror dkk, 1992).

Serangga merupakan kelompok hewan yang jumlahnya paling banyak. Kebanyakan serangga bersifat terestrial (hidup di darat), dan ditemukan di tempat-tempat seperti pohon, semak, bunga, batu, kayu, tanah, bangunan, dan kebun. Ada juga berbagai jenis serangga yang hidup di air disebut serangga air, dan mereka sering menjelajahi tempat-tempat seperti

genangan air, kolam, danau, selokan, sungai, dan danau. Ada banyak jenis serangga air dan hampir setiap jenis serangga yang hidup di lingkungan air tawar (Voshell, 2009).

Serangga air adalah serangga yang sebagian dari stadium hidupnya berada di dalam air, baik yang hidup di bawah permukaan atau di atas air.

Menurut Voshell (2009), ada dua tipe utama metamorfosis pada serangga air yaitu incomplete metemorphosis (hemimetabola) dan complete

metemorphosis (holometabola). Pertumbuhan serangga biasanya melewati

empat tahap bentuk hidup yaitu telur, larva/nimfa, pupa, dan imago. Telur diletakkan secara tunggal atau dalam kelompok di dalam atau di atas permukaan air atau bagian tanaman. Embrio di dalam telur berkembang menjadi larva atau nimfa (tergantung macam metamorfosis atau

perkembangan) yang keluar dari telur dan menetas. Larva atau nimfa memiliki tahapan perkembangan (instar), yang setiap tahapannnya melalui proses pergantian kulit (ecdysis), karena setiap peningkatan ukuran tubuh

(34)

14

pada setiap instar ke instar berikutnya memerlukan integumen baru yang lebih besar (Tarumingkeng, 2001).

Serangga air dapat hidup pada habitat yang beragam. Serangga air dapat hidup di semua badan air. Air yang terlampau dingin atau panas, keruh atau berlumpur dengan kadar oksigen yang rendah, arus yang deras, atau tempat yang banyak polusi untuk beberapa jenis serangga air dapat hidup di sana. Hidup serangga air terbatas pada perairan asin seperti pada laut namun ada juga serangga air yang dapat hidup di habitat batu karang muara sungai (Voshell, 2009).

3. Morfologi Serangga

Tubuh serangga terbagi atas tiga bagian yaitu : Kepala (caput), dada (torak), dan perut (abdomen). Serangga terdiri tidak kurang dari 20 segmen. Enam ruas yang membentuk kepala, tiga ruas membentuk torak, dan sebelas ruas membentuk abdomen (Hadi dkk, 2009).

Menurut Sastrodihardjo (1979), pada serangga terjadi tiga pengelompokan segmen, yaitu kepala, dada dan perut. Secara umum satu daerah kesatuan ini disebut tagma. Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak

bersegmen) bersatu dengan kepala sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak bersegmen) bersatu dengan perut. Pada kepala terdapat satu pasang antena. Dada terdiri dari tiga ruas, dan pada dada tersebut terdapat tiga pasang kaki yang beruas-ruas.

(35)

15

Pada umumnya sayap terdapat dua pasang yang terletak di bagian dada, ruas kedua dan ruas ketiga. Perut terdiri atas 6 sampai 11 ruas (ruas belakang posterior digunakan sebagai alat reproduksi). Serangga memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya (eksoskeleton). Rangka luar tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi pelindung tubuh. Eksoskeleton serangga tidak tumbuh secara terus-menerus, pada tahap pertumbuhan serangga eksoskeleton harus ditanggalkan untuk

menumbuhkan eksokeleton baru yang lebih besar (Hadi, 2009).

Pada bagian depan (frontal) apabila terlihat dari samping (lateral) dapat ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk, mata tunggal (ocelli), postgena, dan antena, sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak. Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada umumunya serangga mempunyai dua pasang sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan metatorak. Pada sayap terdapat pola tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi (Borror dkk, 1992).

4. Keanekaragaman Serangga Air

Sekitar 10% serangga menempati yang habitat perairan tergabung dalam Ordo Ephemeroptera, Odonata, Plecoptera, Trichoptera, Coleoptera,

Lepidoptera, Hymenoptera, Hemiptera, Diptera, Megaloptera,

Neuroptera, Orthoptera, dan Collembola. Semua ordo ini menempati

habitat yang bervariasi mulai dari kolam, sungai dan danau yang meliputi baik ekosistem lentik dan ekosistem lotik merupakan tempat hidup dan

(36)

16

berkembang bagi serangga air (McCafferty, 1981; Merrit & Cummins, 1996).

5. Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga Air

Kehidupan serangga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik. Faktor abiotik seperti iklim adalah salah satu faktor paling penting dalam kehidupan serangga, karena iklim dapat

mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan kelimpahan serangga. Iklim juga dapat mempengaruhi angka kematian langsung atau tidak langsung yang menyebabkan perubahan jumlah serangga (Rosa, et. al., 2014).

Iklim terdiri dari beberapa elemen seperti suhu, curah hujan, dan

kelembaban. Setiap elemen memiliki efek yang berbeda pada daerah yang berbeda. Suhu adalah unsur yang paling dominan di negara dengan iklim sedang, sementara curah hujan merupakan unsur utama dari iklim di daerah tropis. Iklim dapat berubah dari waktu ke waktu, perubahan iklim dan gangguan habitat akan mempengaruhi populasi serangga yang selalu berfluktuasi sepanjang waktu (Rosa, et. al., 2014). Kehidupan suatu organisme sangat bergantung pada faktor lingkungan. Setiap jenis

organisme di permukaan bumi selalu dan terus berusaha untuk tumbuh dan berkembangbiak dengan baik, dalam hal ini mereka akan mencari daerah yang lingkungannya optimum bagi pertumbuhan dan

(37)

17

a. Suhu

Pengukuran suhu air merupakan hal mutlak yang dilakukan, kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu air merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme perairan (Giller and Malmqvist, 2003). Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktifitas fisiologis (seperti respirasi) dari organisme sebesar 2 - 3 kali lipat. Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Barus, 2004).

Batas toleransi hewan terhadap suhu tergantung pada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 300C dapat menekan populasi hewan bentos

(Nybakken, 1992). Peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan dapat mempercepat perkembangbiakan organisme air (Izmiarti, 2004). Setiap spesies mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi metabolisme, nafsu makan, reproduksi dan distribusi organisme perairan. Selain itu suhu juga dapat mempengaruhi kelarutan oksigen di dalam air. Pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan

sebaliknya pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Dengan demikian pada sungai yang mempunyai suhu rendah sering

(38)

18

mempunyai kandungan oksigen terlarut yang lebih tinggi dari pada sungai dengan suhu yang lebih tinggi (Goldman and Horne, 1983).

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam lingkungan perairan. Konsentrai ion hidrogen tersebut dapat mempengaruhi reaksi kimia dan terhadap biota yang ada pada lingkungan perairan. pH ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik dan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Beberapa jenis insekta dalam ordo

Coleoptera mempunyai toleransi yang luas terhadap pH. Pada

subfamili Chironomidae ordo Diptera masih dapat hidup di sungai yang mempunyai pH diatas 8,5 sedangkan pada pH di bawah 4,5 jarang ditemukan. Beberapa jenis Plecoptera dan Tricoptera mampu

(39)

19

mentolerir pH tinggi dan jenis-jenis lainnya terhadap pH rendah (James and Evison, 1979).

6. Peranan serangga

Serangga memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Serangga selalu diidentikkan dengan hama di bidang pertanian sebab banyak serangga yang bersifat merugikan, seperti walang sangit, wereng, ulat grayak, dan lainnya selain itu serangga juga dapat menjadi sumber vektor penyakit pada manusia. Namun, tidak semua serangga bersifat sebagai hama atau vektor penyakit. Jenis serangga dari kelompok lain seperti lebah, ulat sutera, kumbang macan, dan semut dapat menguntungkan manusia (Metcalfe and William, 1975).

Serangga juga sangat berperan dalam menjaga daur hidup rantai dan jaring - jaring makanan di suatu ekosistem. Sebagai contoh apabila benthos (larva serangga yang hidup di perairan) jumlahnya sedikit, secara langsung akan mempengaruhi kehidupan ikan dan komunitas hidup organisme lainnya di suatu ekosistem sungai atau danau. Di bidang pertanian, apabila serangga penyerbuk tidak ditemukan maka keberhasilan proses penyerbukan akan terhambat (Nazaruddin, 1993).

Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi serangga air dapat

dijadikan sebagai bioindikator kondisi fisik dan kimia yang terdapat di dalam habitat. Ketika lingkungan habitatnya bersih atau tercemar,

(40)

20

keanekaragaman dan kelimpahan serangga air di dalamnya dapat menjelaskan hal tersebut. Beberapa spesies diketahui memiliki hubungan khusus berhubungan dengan nutrisi dan kadar oksigen. Kehadiran spesies tertentu dalam suatu habitat mengidentifikasikan bahwa parameter fisika dan kimia tersebut berada pada batas toleransi untuk setiap spesies di dalamnya (Salmah, 1999).

D. Gambaran Singkat Sukaharum Kelurahan Batu Putuk

Sukaharum secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Batu Putuk, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota Bandar Lampung, Propinsi Lampung. Sukaharum terletak di sebelah Timur Kota Bandar Lampung dari pusat Kota Bandar Lampung. Waktu tempuh yang digunakan kira-kira 25 menit untuk sampai di Sukaharum. Sukaharum merupakan lingkungan 3 yang ada di Kelurahan Batu Putuk yang terdiri dari RT 007, RT 008, dan RT 009. Sukaharum terdiri dari 206 Kepala Keluarga. Luas wilayah Sukaharum berdasarkan peta Kelurahan Batu Putuk kurang lebih 313 Ha. Kelurahan Batu Putuk memiliki kemiringan lereng 20 % sampai 45 % curam. Batas wilayah Kelurahan Batu Putuk sebelah utara berbatasan dengan

Sukadanaham, sebelah selatan berbatasan dengan Sukarame II, sebelah timur berbatasan dengan Kedaung, dan sebelah barat berbatasan dengan Sukarame II. Kelurahan Batu putuk sebagian besar terdapat pada dataran tinggi dengan ketinggian berkisar antara 400-761 m dari permukaan laut (dpl), dengan curah hujan berkisar antara 200-300 mm/tahun.

(41)

21

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2016. Pengambilan sampel dilakukan di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat Bandar Lampung. Identifikasi phytotelmata dilakukan di Laboratorium Botani dan identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Zoologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja 1. Penentuan Transek Pengamatan

Penentuan lokasi pengambilan sampel dengan metode Purposive sampling di pemukiman dan kebun di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk, Teluk Betung Barat, Bandar Lampung. Untuk mengetahui jenis-jenis

phytotelmata dan jenis serangga yang mendiami phytotelmata dilakukan

sampling menggunakan transek garis dengan panjang 110 m yang diukur

menggunakan meteran gulung yang dibagi menjadi 4 plot berukuran 20 x 20 m. Lokasi sampling adalah pekarangan penduduk dan kebun. Pada tiap lokasi pengamatan diletakkan 5 transek garis.

(42)

22

2. Pengambilan Sampel

Pengambil sampel phytotelmata dilakukan secara langsung, sedangkan sampel air yang tergenang di bagian tubuh phytotelmata disedot menggunakan pipet/sedotan. Air yang diperoleh dimasukkan kedalam botol sampel berukuran 100 ml dan diberi label(Rosa dkk, 2012). Sampel phytotelmata yang langsung dapat diketahui jenisnya dicatat dalam lembar pengamatan dan dipotret menggunakan kamera Nikon L310, sedangkan phytotelmata yang belum diketahui jenisnya diambil bagian tubuhnya seperti daun, bunga, dan buahnya yang dipotong menggunakan pisau

cutter dan dimasukkan kedalam kantong plastik untuk keperluan

identifikasi di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

3. Pengukuran Faktor Lingkungan

Pengukuran faktor lingkungan yaitu suhu diukur menggunakan

termometer dan kelembaban udara yang diukur menggunakan higrometer. Air sampel yang ada di bagian tubuh phytotelmata diukur kedalamannya mengunakan kayu yang kemudian batas air pada kayu diukur

menggunakan penggaris. Air dimasukan ke gelas ukur 100 ml agar diketahui volumenya dan pH airnya diukur dengan kertas pH standar dan suhu air diukur dengan termometer. Hasil pengukuran dicatat dalam tabel data yang sudah disediakan.

(43)

23

4. Identifikasi Sampel

Sampel phytotelmata yang belum diketahui jenisnya diidentifikasi menggunakan buku “Identifikasi Tumbuhan “ oleh van Steenis, 1981; Cronquist A,1981; dan Keng Hsuan, 1982 dan difoto menggunakan kamera Nikon Coolpix L310. Identifikasi sampel phytotelmata dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Sampel air yang diperoleh di bawa ke Laboratorium Zoologi kemudian dipisahkan dari seresah atau kotoran kasar yang ikut terbawa menggunakan pinset, larva yang terbawa dipisahkan dari air kemudian dimasukkan kedalam petridish dan diberi alkohol 70% menggunakan pipet tetes. Larva serangga yang ditemukan diidentifikasi dibawah mikroskop Nikon Olympus CH 20 kemudian dipisahkan sesuai famili, dan diidentifikasi menggunakan “ Kunci

Identifikasi Aedes Jentik dan Dewasa di Jawa” menurut Departemen

Kesehatan Indonesia (1989), O’Comnor C. T. dan A. Soepanto (1999) ; Lam-Phua Sai Gek et al., 2008 dan 2010.

C. Analisis Data

Hasil identifikasi dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Sedangkan keanekaragaman dan dominansi

dianalisis menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, dan indeks dominansi Simpson’s ( Magurran, 2004 ).

(44)

24

1. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener ( H’) = -∑ ( Pi Ln Pi )

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Pi = ni/N

ni = Jumlah individu suatu spesies N = Jumlah total seluruh spesies

Dimana Kriteria Indeks Keanekaragaman dibagi ketiga kategori, yaitu :

H’ < 1 = Keanekaragaman rendah 1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi 2. Indeks Dominasi Simpson’s

( D ) = ∑ ( Pi )2

Keterangan = D = Indeks dominasi Pi = ni/N

Keterangan = Pi = ni/N

ni = Jumlah individu suatu jenis N = jumlah seluruh individu

Untuk mengetahui kriteria indeks dominansi dibagi dalam 3 kategori yaitu: 0,01 - 0,30 = Dominansi rendah

0,31 – 0,60 = Dominansi sedang 0,61 – 1,0 = Dominansi tinggi

(45)

25

D. Diagram Alir Penelitian

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Pengambilan Sampel

Tumbuhan Larva Serangga

Mengetahui jenis/type phytotelmata yang ditemukan Analisis Keanekaragaman dan Dominansi - Phytotelmata - Larva Serangga

Mengetahui jenis dan jumlah larva yang

ditemukan

Identifikasi Phytotelmata dan

Larva Serangga

Data disajikan dalam bentuk tabel dan foto

(46)

44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai keanekaragaman phytotelmata dan serangga yang mendiaminya di Sukaharum Kelurahan Batu Putuk Teluk Betung Barat,Bandar Lampung dapat disimpulkan :

1. Phytotelmata di pemukiman dan kebun ditemukan sebanyak 14 jenis yaitu: T. cacao, C. robusta, M. paradisiaca, C. esculenta, C. nucifera, A.

pinnata, R. regia, A. comosus, D. fragrans, Bambusa sp, C. domestica, C. indica, H. brasiliensis, dan C. papaya yang termasuk dalam enam tipe

yaitu lubang pohon, lubang buah, ketiak daun, tunggul bambu/pohon, bagian tanaman yang gugur, dan kelopak bunga.

2. Larva yang ditemukan mendiami phytotelmata di pemukiman dan kebun sebanyak 12 jenis yaitu : Ae. albopictus, Ae. aegypti, Ae. chrysolineatus,

Cx. quenquefasciatus, Cx. fragilis, Cx. lophoceraomyia, Tripteroides, Anopheles sp, Toxoryncites sp, Armigeres sp, Chironomus sp, dan Psychoda sp. Jenis serangga yang paling banyak ditemukan pada habitat

(47)

45

B. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kandungan fisik dan kimia air yang tergenang di dalam phytotelmata dan analisis serangga yang bersifat patogen.

(48)

46

DAFTAR PUSTAKA

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press. Medan.

Borror, D. J., C. A. Triplehorn, dan N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran

Serangga Edisi Keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

BMKG. Badan Metorologi dan Geofisika Provinsi Lampung. 2016. Data Hujan Harian Kemiling Bandar Lampung 2016. BMKG Masgar Lampung BPS. Badan Pusat Statistik. 2015. Lampung Dalam Angka 2015. Badan Pusat

Statistik. Lampung

Buosai, P.L.B. 2014. Rainfall influence on species composition of the ciliate community inhabiting bromeliad phytotelmata. Research Article

Zoological Studies. Volume 53, No. 32.

Christian, W., and G. Gotisberger. 2000. Diversity Preys in Crop Pollination.

Crop Science 40 (5): 1209-1222.

Clarke, S.A. 1985. Demographic Aspects of the Pitcher of Cephalotus follicularis

(Labill.) and Development of the Contained Comunity. PhD Thesis.

University of Western Australia, Perth.

Clarke, C.M. 1992. The Ecology of Metazoan Communities in Nepenthes Pitcher

Plants in Borneo, with Special Reference to Nepenthes bicalcarata. F.PhD

Thesis. University of New England. Armidale.

Dinas Kehutanan Propinsi Lampung. 2006. Rencana Pengelolahan Tahunan

(RKT) Tahura Wan Abdul Rachman Propinsi Lampung. Bandar Lampung

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Produksi Sayuran di Indonesia.[Internet]. Terdapat pada : http://hortikultura.pertanian.go.id diakses pada 17 Oktober 2016.

(49)

47

Phua Sai Gek., D. Lu, P.A. Bah ., F. S. Yoong., N. L. Ching. 2008. Some Common

Mosquito Larvae in Singapore. Published by ; Environmental Health

Institute. National Environment Agency

Phua Sai Gek., D. Lu, P.A. Bah ., F. S. Yoong., N. L. Ching. 2010. Some Common

Mosquito Larvae in Singapore. Published by ; Environmental Health

Institute. National Environment Agency

Fakhira, G. 2011. Fauna nyamuk di Pemukiman Warga Desa Babakan di

Kabupaten Ciamis. Laporan Kerja Praktik Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam., Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Fish, D. 1983. Phytotelmata Flora and Fauna in : Phytotelmata Terestrial Plants

as Host of Aquatic Insect Communicaties ( Eds, J. H. Frank & L. P.

Lounibos), Plexus, Medford, 161-190.

Frank, J. H. 1983. Bromeliad phytotelmata and their biota, especially musquitoes

in: Phytotelmata Terresterial Plants as Hosts of Aquatic Insect Communities (eds. J.H. Frank & L.P. Lounibos), Plexus. Medford.

101-128.

Giller, P. S. and B. Malmqvist. 2003. Biology of Streams and Rivers: Biology of

Habitats. Oxford University Press. Great Britain.

Goldman, C. R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. Mc Graw Hill. Intenational Book Company. New York.

Greeney, H. F. 2001.The Insects of Plants Held Waters: A Review and

Bibliography, Department of Entomology. Journal of Tropical Ecology 17, 241-260.

Hadi, M., U. Tarwotjo., dan Rahadian. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hadi, U. K. 2010. Pengenalan Arthropoda dan Biologi Serangga. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hoedojo, R. 1993. Parasitologi Kedokteran Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hoedojo, R dan S. Zulhasril. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Badan Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Izmiarti. 2004. Komunitas Makrozoobentos di Situ Lengkong dan Situ Kubang

(50)

48

James, A. and L. Evison. 1979. Biological Indicator of Water Quality. Jhon Willey and Sons. Chichester. New York.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crop in Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve.

Kitching, R. L. 1971. An Ecology study of water filled tree-holes and their position in the woodland ecosystem. Journal of Animal Ecology 40, 281-302.

Kitching, R.L. 2000. Food Webs and Container Habitats; The natural history and

ecology of Phytotelmata.Cambridge University Press.Cambridge.

Magurran, A.E. 2004. Measuring Biological Diversity. Wiley-Blackwell. McCafferty, W. Patrick. 1981. Aquatic Entomology. The Fishemen’s and

Ecologist Illustrated Guide to Insect and Their Relatives. Jones and

Bartlett Publishers, Inc.Boston.

Merrit, R.W., and K.W. Cummins,. 1996. An Introduction to The Aquatic Insect

of North America. Third Ed. Hunt Pub. Comp.

Metcalfe, RL and HL. William. 1975. Introduction to Insect Pest Management. John Willey and Sons, New York. 106p.

MTI, Mosquito Taxonomic Inventory. 2015. Aedini: Hulecoeteomyia. [Internet]. Terdapat pada : mosquito-taxonomic-infentory-info-html. Diakses pada : 12 Oktober 2016.

Mogi, M. and H. Suzuki. 1983. The Biotic Community in the water – Filled Internode of Bamboos in Nagasaki Japan, with special references to Mosquito. Japananese Journal of Ecology 33, 271-279

Murtiningsih, Pekerti dan Hasani. 1989. Karakteristik Pisang Ambon Pada Beberapa Umur Petik. Hortikultura. No.25. Hal. 24-26

Munirathinam, A., R. Krishnamoorthi, G. Baskaran, Govindarajam, A. Venkatesh and B.K. Tyagi. 2014. Mosquito Species Biodiversity in Phytotelmata from Western Ghats, South India. HALTERES. Vol. 5:56-63.

Nazaruddin. 1993. Seri Komoditi Eksport Pertanian, Perikanan dan Peternakan. hlm. 24-25.

Nurmaini. 2003. Mentifikasi Vektor dan Pengendalian Nyamuk Anopheles

aconitus Secara Sederhana. [Internet]. Terdapat pada: Digilibusu.ac.id.

(51)

49

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta (Penerjemah H. Muhammad Eidman).

O’ Connor, C.T., dan Soepanto, A. 1999. Kunci Bergambar Jentik Anopheles

Dewasa di Indonesia. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit

Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta

Popoola and A. Otalekor . 2011. Analysis of Aquatic Insects’ Communities of

Awba Reservoir and its Physico-Chemical Properties. Department of

Zoology, University of Ibadan, Oyo State, Nigeria. P : 67

Rinanto, J. 2010. Manfaat Nyamuk. [Internet]. Terdapat pada:m.kompasiana.com. Diakses pada: 20 Oktober 2016

Rosa, E. 2007. Studi Tempat Perindukan Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue di Dalam dan di Luar Rumah Di Rajabasa Bandar Lampung.

Jurnal Sains MIPA. 13 (1): 57-60.

Rosa, E., S. Salmah., Dahelmi dan Syamsuardi. 2012. Jenis dan tipe phytotelmata sebagai tempat perindukan alami nyamuk di beberapa lokasi di Sumatera Barat. Prosiding SNSMAIP III 2012 : 149-153.

Rosa, E., Dahelmi, S. Salmah., Syamsuardi. 2014. Fluctuation of Diptera Larvae in Phytotelmata and Relation with Climate Variation in West Sumatra Indonesia. Pakistan Journal of Biological Sciences.Asian

Rosa, E., Dahelmi, S. Salmah., Syamsuardi. 2016a. Density of different larvae inhabiting phytotelmata from some locations of Wes Sumatera,

Indonesia. American Journal of Zoological Reseach. 4(1) : 13-16. Rosa, E., Dahelmi, S. Salmah., Syamsuardi. 2016b. Some factors in water

chemistry and physics that determines the density of diptera larvae on phytotelmata in endemic area’s of dengue hemorragic fever. ARPN

Journal of Agricultural and Biological Science. 11(2) : 76-81.

Salmah, C. R. M. 1999. Macroinvertebrates of Kedah And Pinang Rivers. School of Biologycal Scince, University Sains Malaysia.

Sastrodihardjo, S. 1979. Pengantar Entomologi Terapan. Penerbit ITB. Bandung. Sota, T. 1996. Effect of Capacity on Resource Input an Aquatic Metazona

Community Structur in Phytotelmata. Researches Population Ecology vol.38, 65-73

(52)

50

Suin, N. 2003. Ekologi Populasi. Andalas University Press. Padang Sumarno, A. S. 2006. Penerapan dan Pemanfaatan Taksonomi Untuk

Pendayagunaan Fauna. Naturindo. Bogor

Suputa. 2000. Bahan ajar :Tatanama Serangga Faperta UGM [Internet] Tersedia

http://www.faperta.ugm.ac.id/perlintan2005/puta_files/attach/SUPUTA_U GM-2000%20Sistem%20Penamaan%20Serangga.pdf

diakses 09 maret 2016

Sutra, N.S.M., Dahelmi, dan S. Salmah,. 2012. Species Kupu-kupu (Rhopalocera) Di Tanjung Balai Karimun Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal

Biologi Universitas Andalas. 1(1): 35-44.

Tarumingkeng, R. C. 2001. Biologi dan perilaku Rayap [Internet] Tersedia Pada.

http://tumoutou.net/biologi perilaku rayap.html diakses 27 Januari 2016

Varga, L. 1928. Ein Interesseater Biotop der Bioconose von Wasserorganismen.

Biologisches Zentalblatt. 41 (2): 143-162

Voshell, JR. 2009. Aquatic Insect Biodiversity and Conservation. Virginia Tech.420-531

Werdiningsih, H. 2007. Kajian Penggunaan Tanaman Sebagai Alternatif Pagar Rumah. Jurnal Ilmiah Perencanaan Kota dan Pemukiman. 6 (1): 32-36. Williams, D. D., and W. F. Blair. 1992. Aquatic Insect, Red Wood Perss Ltd.

Melksham.

Yule, M., and H. S., Yong. 2012. Phytotelmata [Internet] Tersedia

https://www.researchgate.net/publication/233727086_2_Phytotelmata.

Gambar

Gambar 1. Tipe-tipe Phytotelmata (a).Tipe lubang buah (b). Tipe ketiak daun , (c). Tipe lubang akar , (d)
Gambar 2. Diagram Alir PenelitianPengambilan Sampel

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi selama survei, konsumen yang memiliki selera dan pemahaman tentang batik yang baik serta budget yang tinggi, lebih banyak memilih batik tulis

Dalam kasus kereta cepat Jakarta-Bandung, dari data-data terkait, keputusan Indonesia lebih memilih Tiongkok dibandingkan dengan Jepang sebagai mitra proyeknya, dapat

Pola usaha peternakan kambing di wilayah Eks-Karesidenan Banyumas diklasifikasikan menjadi tiga tipologi (model) berdasarkan tujuan pemeliharaan: (i) Tipologi usaha

Figure 3 shows five windows for HSV color filtering in street mark detection that are Hue Filter as shown in Figure 3.a, Saturation Filter as shown in Figure 3.b, Value Filter

Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Agus Hariyanto (2012) yang menyatakan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif dan

Menyusun daftar pertanyaan atas hal-hal yang belum dapat dipahami dari kegiatan mengmati dan membaca yang akan diajukan kepada guru berkaitan dengan materi Karakteristik

[r]

Dispesifikasikan dalam sub- genre sosial-ilmu pengetahuan karena isi film ini tidak mengupas secara dalam mengenai ilmu astronomi, namun bercerita tentang kegiatan