• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 148 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 148 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

NOMOR 148 TAHUN 2004

TENTANG

PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah diperlukan perangkat kelembagaan, yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup:

b. bahwa sebagai dasar pembentukan perangkat kelembagaan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;

c. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a dan b di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tertang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);

5. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;

6. Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/SKB/M.PAN/2003 dan Nomor: 17 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil;

(2)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : MENTERI NEGARA L1NGKUNGAN HIDUP TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN L1NGKUNGAN HIDUP DAERAH.

Pasal 1

(1) Dalam melaksanakan kewenangan di bidang lingkungan hidup daerah diperlukan Lembaga Lingkungan Hidup yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan daerah.

(2) Lembaga Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di setiap Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

(3) Lembaga lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berbentuk Dinas atau Badan.

(4) Lembaga lingkungan hidup daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dibentuk berdasarkan pertimbangan dan Kriteria Faktor Teknis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 2

Lembaga lingkungan hidup Daerah Provinsi mempunyai tugas merumuskan kebijakan teknis dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup yang bersifat lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Lembaga Lingkungan Hidup Daerah Provinsi menyelenggarakan fungsi pokok :

a. perumusan kebijakan teknis pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup;

b. pengkoordinasian dalam penyusunan program, pengawasan, pemantauan dan evaluasi di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup lintas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota;

c. pengkoordinasian dalam penyusunan program, pengawasan, pemantauan dan evaluasi di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup lintas sektor; d. fasilitasi Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan

pengendalian dampak lingkungan hidup;

e. fasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup;

f. peningkatan kesadaran masyarakat di bidang lingkungan hidup; g. pengembangan sistem informasi lingkungan hidup;

h. pelaksanaan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4

Lembaga Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai tugas merumuskan kebijakan teknis dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

(3)

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Lembaga Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten dan Daerah Kota menyelenggarakan fungsi pokok :

a. perumusan kebijakan teknis pengelolaan lingkungan rudup dan pengendalian dampak lingkungan hidup;

b. pengkoordinasian dalam penyusunan program, pengawasan, pemantauan dan evaluasi di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup lintas sektor; c. penyelenggaraan perizinan di bidang lingkungan hidup yang meliputi: izin pembuangan air limbah

ke sumber air, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah; d. fasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan hidup;

e. peningkatan kesadaran masyarakat di bidang lingkungan hidup; f. pengembangan sistem informasi lingkungan hidup;

g. pelaksanaan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 6

Untuk harmonisasi, integrasi dan sinkronisasi antar unit kerja maupun antar instansi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Lembaga Lingkungan Hidup Daerah perlu menyusun mekanisme hubungan kerja antar unit kerja maupun mekanisme hubunqan kerja antar instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup di daerah.

Pasal 7 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal : 6 September 2004. Menteri Negara

Lingkungan Hidup, ttd

NABIEL MAKARIM, MPA, MSM. Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi I MENLH

Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,

ttd Hoetomo, MPA.

(4)

Lampiran I : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : 148 Tahun 2004 Tentang : Pedoman Pembentukan

Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah.

Tanggal : 6 September 2004 PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH A. Dasar Pertimbangan.

1. Pemanfaatan sumber daya alam harus dijamin keberlanjutannya tidak hanya untuk kebutuhan generasi saat ini tetapi juga generasi yang akan datang dengan menggunakan pendekatan prinsip kehati-hatian (Pre-cautionary principles) karena mencegah lebih mudah apabila dibandingkan dengan menanggulangi. Untuk itu dalam pemanfaatan sumber daya alam harus dilaksanakan secara serasi dengan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang akan memberikan daya dukung dan daya tampung bagi keberlanjutan pembangunan sebagaimana hasil KTT Johannesburg, dimana Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk secara aktif menjalankan pembangunan disertai kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian secara kelembagaan, Indonesia juga harus memiliki lembaga yang memadai untuk mewadahi kepentingan pencapaian komitmen tersebut baik di tingkat nasional maupun lokal.

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah meletakkan kerangka landasan bagi bidanglingkungan hidup merupakan salah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Peletakan otonomi daerah di bidang lingkungan hidup tersebut perlu dicermati sebagai peluang untuk mempertegas komitmen Pemerintah Daerah dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerahnya. Konsekuensi dari komitmen tersebut adalah dalam pemanfaatan sumber daya alam yang harus diarahkan guna memberikan manfaat yang sebesar-besamya bagi kepentingan/ kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestariannya. Dengan demikian otonomi daerah di bidang lingkungan hidup memberikan konsekuensi berupa kewajiban dan tanggung jawab bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kewenangan bidang lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pelaksanaan mandat peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang menyatakan antara lain bahwa Komisi AMDAL dan UKL/UPL, pejabat pengawas lingkungan hidup daerah, penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup daerah, perizinan pembuangan air limbah ke sumber air, pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah, dan lernbaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan berkedudukan di instansi yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan atau pengendalian dampak lingkungan hidup daerah.

4. Pelaksanan Peraturan Pernerintah Nornor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah jo Surat Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Dalam Negeri Nornor:0l/SKB/M.PAN/4/2003 dan Nomor:17 Tahun 2003 tanggal 24 April 2003

(5)

masih menimbulkan berbagai interpretasi, sehingga penataan kelembagaan lingkungan hidup di daerah menghasilkan bentuk yang beraneka ragam, antara lain Badan, Dinas, Kantor dan sebagainya, bahkan ada diantaranya yang digabung dengan bidang lain sehingga kurang kondusif untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup di daerah.

5. Pembentukan lembaga lingkungan hidup daerah sebaiknya tidak semata-rnata hanya didasarkan pada hasil penilaian sesuai kriteria faktor teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003, melainkan perlu dipertimbangkan berbagai aspek yang telah dikemukakan di atas, disamping melakukan ka jian secara menda lam dan pertim ban gan sec ara kom prehen sif den gan tet ap mempertimbangkan pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah. Hal ini sangat diperlukan karena pembentukan lembaga lingkungan daerah yang hanya didasarkan pada hasil penilaian sesuai kriteria faktor teknis tersebut dapat diasumsikan bahwa keberadaannya baru diperlukan jika kondisi lingkungan hidup di daerah telah mengalami pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. Hal ini bertentangan dengan penggunaan prinsip kehati-hatian (Pre-cautionary Principle) dalam pengelolaan lingkungan hidup.

6. Berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut di atas, maka sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam membentuk atau menata kembali kelembagaan lingkungan hidup daerah, Menteri Negara Lingkungan Hidup berwenang menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkung Hidup tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah,

B. Bentuk Kelembagaan.

Dalam membentuk kelembagaan yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup daerah, perlu dilakukan pengkajian dan pertimbangan secara komperhensif. Hal ini penting karena keberadaannya akan menjadi penyeimbang dalam mendorong peningkatan ekonomi disatu pihak dan ketersediaan sumber daya alam di lain pihak. Kegiatan pembangunan tidak dapat berkelanjutan tanpa didukung oleh ketersediaan sumber daya alam dan keberlangsungan fungsi lingkungan hidup guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Mengingat penting dan strategisnya keberadaan lembaga lingkungan hidup daerah, maka di setiap Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota wajib untuk dibentuk lembaga yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup. Bentuk lembaga tersebut hendaknya dapat mengintegrasikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan) sebagai satu pendekatan pembangunan yang tidak terpisah-pisah, mampu mewadahi partisipasi dan aspirasi pemangku kepentingan serta mampu melaksanakan peran penegakan hukum secara efektif. Disamping itu, lembaga lingkungan hidup daerah harus efektif dan mampu bertindak efisien serta memiliki kredibilitas di mata publik, sehingga dalam pembinaan personel lembaga ini dituntut untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi. Oleh karena itu, elemen-elemen tata pemerintahan yang baik seperti transparansi, partisipasi dan akuntabilitas perlu menjadi dasar bagi pengembangan kelembagaan lingkungan hidup daerah.

Mengingat permasalahan lingkungan hidup bersifat multi dimensi maka diperlukan bentuk lembaga yang mampu mengkoordinasikan dan mensinergiskan pelaku pembangunan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat). Bentuk lembaga yang sesuai dengan tuntutan tersebut adalah Badan atau Dinas yang tidak digabungkan dengan bidang lain seperti pemanfaat sumber daya alam.

(6)

Perlu dihindari adanya benturan tugas pokok dan fungsi antara bidang lingkungan hidup dengan bidang lain untuk mencegah konflik kepentingan yang dapat berakibat pada dikesampingkannya pertimbangan bidang lingkungan hidup. Sebagai contoh Dinas Lingkungan Hidup digabung dengan Dinas Pertambangan menjadi Dinas Lingkungan Hidup dan Pertambangan.

C. Nomenklatur Kelembagaan.

Nomenklatur lembaga yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota saat ini pada umumnya “…………Pengendalian Dampak Lingkungan” yang terkandung di dalamnya unsur pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan. Nomenklatur tersebut sejalan dengan Kriteria Faktor Teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yaitu “ Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan”. Nomenklatur seperti itu tidak menjamin dilaksanakannya tugas dan fungsi di luar pengendalian dampak lingkungan, seperti penataan ruang dan pelestarianj konservasi.

Kriteria Faktor Teknis lampiran XIV PP. Nomor 8 Tahun 2003 pada dasarnya hanya merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota antara lain “ bidang lingkungan hidup”, Dalam UU. Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa: “lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”

Untuk menyelenggarakan kewenangan bidang lingkungan hidup tersebut, Pemerintah Daerah wajib melakukan “pengelolaan lingkungan hidup yaitu upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup” (Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 1997). Dalam definisi tersebut mengandung 2 (dua) esensial yaitu pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup.

Mengingat PP. Nomor 8 Tahun 2003 dari segi tata urutan peraturan perundang-undangan tingkatannya lebih rendah dibandingkan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, maka harus dipahami bahwa pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan kewenangan bidang lingkungan hidup. Oleh karena itu, meskipun lembaga lingkungan hidup daerah nomenklaturnya menggunakan “Pengendalian Dampak lingkungan Hidup” atau “lingkungan Hidup” atau “Pengelolaan lingkungan Hidup” atau “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak lingkungan Hidup” tetapi yang terpenting dalam uraian tugas dan fungsinya harus mencakup pengelolaan lingkungan hidup secara keseluruhan yang di dalamnya meliputi “pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup”.

Disamping itu, nomenklatur struktur organisasi pada setiap jenjang jabatan struktural harus didasarkan pada karakteristik (tipologi) dan permasalahan lingkungan hidup daerah. Misalnya suatu daerah dengan karakteristik pesisir dan laut, maka dalam nomenklatur struktur organisasi harus terdapat unit “Pengendalian Pencemaran dan atau Kerusakan Pesisir Laut”. Untuk itu, identifikasi masalah lingkungan hidup di daerah sangat diperlukan, disamping untuk menentukan bentuk organisasi, juga dapat digunakan sebagai bahan penyusunan nomenklatur pada struktur organisasi setiap jenjang jabatan struktural dan penyusunan program pengelolaan lingkung m hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup daerah.

(7)

D. Kualifikasi Pirnpinan,

Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga lingkungan hidup daerah, keberadaan sumber daya manusia lingkungan hidup menjadi pentiing. Dalam merencanakan dan menentukan pimpinan pada lembaga lingkungan hidup daerah, Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan persyaratan teknis yang memadai agar yang bersangkutan dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan hidup di daerah . Untuk itu, perlu diperhatikan jenis, sifat dan beban pekerjaan serta perlu dipertimbangkan kesesuaian antara dasar pengetahuan dan pendidikan yang bersangkutan dengan rencana pelaksanaan tugas dan beban kerja.

Dalam pengisian formasi pada lembaga lingkungan hidup daerah, persyaratan utama yang perlu menjadi dasar untuk dapat menempatkan scseorang pada level pimpinan harus dipertimbangkan persyaratan administratif dan kualifikasi teknis akademis.

Persyaratan administratif untuk pengangkatan pimpinan lembaga lingkungan hidup daerah mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian yang berlaku. Sedangkan kualifikasi teknis akademis untuk pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Provinsi ditetapkan sebagai berikut:, a. Berpendidikan minamal Sarjana dengan latar belakang pendidikan lingkungan atau;

b. Berpendidikan minimal Sarjana dan mempunyai sertifikat pendidikan dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup terpadu yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan.yang telah mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup;

c. Kualifikasi teknis lainnya sesuai dengan karakteristik dan kondisi pemasalahan lingkungan hidup di Daerah Provinsi.

Kualifikasi teknis akademis untuk pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Kabupaten dan Daerah Kota berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

a. Berpendidikan minimal Diploma III atau sederajad dengan latar belakang pendidikan lingkungan; atau

b. Berpendidikan minimal Diploma III atau sederajad dan mempunyai sertifikat pendidikan dan pelatihan pengelolaan lingkungan hidup terpadu yang diselenggarakan oleh lernbaga pendidikan dan pelatihan yang telah mendapat rekomendasi dari Kernenterian Lingkungan Hidup; c. Kualifikasi teknis lainnya sesuai dengan karakteristik dan kondisi permasalahan lingkungan

hidup di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

Di samping kualifikasi teknis akademis, pimpinan lembaga lingkungan hidup Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota harus memenuhi kualifikasi karakteristik yang meliputi: kepemimpinan, motivasi, dan integritas.

Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd

Salinan sesuai dengan aslinya Nabiel Makarim,MPA,MSM.

Deputi I MENLH

Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,

(8)

Lampiran II : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : 148 Tahun 2004 Tentang : Pedoman Pembentukan

Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah.

Tanggal : 6 September 2004 KRITERIA FAKTOR TEKNIS BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN INDIKATOR Jumlah sarana pengolahan limbah. < 3 3-6 > 6 No. 1. Skala Nilai 400 700 1000 Bobot 10 Skor 40 Skor 70 Skor 100 Skor PENJELASAN

a. Limbah merupakan sisa suatu usaha dan dan atau kegiatan;

b. Jenis limbah dapat berbentuk cair (contoh:air limbah pabrik, air limbah rumah sakit, air limbah rumah tangga, dll), gas (contoh: emisi dari cerobong pabrik, dll) dan limbah padat (contoh: sampah, sludge, dll);

c. Sarana pengolahan limbah merupakan tempat/instalasi/ sekumpulan peralatan yg berfungsi sebagai perubah Karakteristik/ sifat limbah menjadi karakteristik/ sifat limbah yg aman terhadap manusia dan makluk hidup lain serta lingkungan, yang dapat berupa antara lain :

• lnstalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri atau Unit Pengolahan Limbah (UPL);

• Tempat Pengolahan Akhir (TPA Sampah);

• lnsinerator;

• Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT);

• Sarana pengolahan Limbah B3;

• Sarana pengolahan limbah cair domestik perkotaan dan tinja secara terpadu; • Unit komposter;

• Unit pendaur-ulang limbah. d. Sarana pengolahan limbah dapat

merupakan milik Pemerintah Daerah swasta, atau setiap usaha dan atau kegiatan (badan usaha atau individu).

(9)

INDIKATOR

No. Skala

Nilai

Bobot Skor

a. Jumlah perusahaaan dimaksud merupakan jumlah usaha dan yang atau kegiatan yg telah ada memerlukan maupun sedang direncanakan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, atau yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001; b. Lokasi usaha dan atau kegiatan berada di

Kabupaten/Kota atau Propinsi yang bersangkutan.

a. Laboratorium lingkungan yang Laboratorium mempunyai kemampuan dan Lingkungan kewenangan untuk menguji parameter lingkungan kimia, fisika, biologi sesuai per-aturan perundang-undangan yang berlaku; b. Laboratorium di daerah yang mempunyai

kemampuan untuk menganalisa beberapa parameter lingkungan.

a. Sumber air yang dipakai untuk Pencemaran mengukur tingkat pencemaran air antara lain sungai, danau, air tanah, rawa. b. Dalam menghitung tingkat pencemaran air

maka dilakukan perhitungan dengan membandingkan antara kualitas hulu dengan kualitas hilir pada sumber air di dalam batas wilayah administrasi.

c. Pengertian 20% dari tingkat pencemaran air adalah terjadinya penurunan kualitas air pada sumber air akibat kenaikan salah satu parameter pencemar (misalnya: BOD, COD, E-coli, dsb.) sebesar 20 % pada hilir dibandingkan dengan kualitas pada hulu. Contoh: BOD pada hulu 100 ppm dan BOD pada hilir 125 ppm maxa tingkat

pencemaran air tinggi. PENJELASAN Jumlah perusahaan yang memerlukan AMDAL Jumlah Laboratorium Lingjungan < 2 2 - 3 > 3 Tingkat Pencemaran Air (%) Rendah (<5) Sedang (5-20) Tinggi (>20) < 5 5 – 10 > 10 400 700 1000 400 700 1000 400 700 1000 10 10 40 Skor 70 Skor 100 Skor 40 Skor 70 Skor 100 Skor 40 Skor 70 Skor 100 Skor 2. 3. 4.

(10)

INDIKATOR

No. Skala

Nilai

Bobot Skor PENJELASAN

d. Jumlah titik sampling yang dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan tingkat pencemaran air minimal dilakukan terhadap 2 (dua) titik sampling hulu dan hilir pada wilayah administrasi.

e. Tingkat pencemaran air dilakukan untuk setiap sumber-sumber air, sehingga dapat diketahui kualitas air rata-rata di daerah secara keseluruhan (total).

a. Pencemaran udara dimaksud ditujukan pada kualitas udara ambien.

b. Untuk mengetahui tingkat pencemaran udara harus dilakukan uji terhadap kualitas udara ambien di lokasi yang padat aktifitas (permukiman, jalan raya dan industri) dengan membandingkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan atau pengukuran parameter terbatas (CO/ 03/ 502/ N02 dan PM-10 yang dinyatakan dalam ISPU terdapat dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45/ MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara atau Keputusan Gubernur.

c. Hasil pengukuran ISPU sebagaimana dimaksud pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45/MENLH/10/ 1997 dikelompokkan sebagai berikut : 1. Baik ( 0-50 ) dinyatakan tercemar

ringan=( <5 )

2. Sedang ( 50-100 ) dinyatakan tercemar sedang = ( 5-20 )

3. Berbahaya ( >100, ) dinyatakan tercemar berat = ( > 20 )

d. Tingkat pencemaran udara dimaksud merupakan hasil pengukuran minimal di satu titik sampling kualitas udara ambien dari lokasi padat aktifitas di Daerah. Tingkat Pencemaran Udara (%). Rendah(<5) Sedang (5-20) Tinggi (>20) 400 700 1000 10 40 Skor 70 Skor 100 Skor 5.

(11)

INDIKATOR

No. Skala

Nilai

Bobot Skor PENJELASAN

a. Kerusakan laut/pantai meliputi kerusakan terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan berkurangnya sempadan pantai (abrasi pantai);

b. Untuk mengetahui tingkat Pencemaran pantai/laut harus dilakukan pengukuran minimal satu titik sampling dengan membandingkan Baku Mutu Air Laut dalam Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan;

c. Untuk mengetahui tingkat kerusakan terumbu karang harus dilakukan pengukuran, minimal satu titik sampling dengan membandingkan yang ditetapkan dalam lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04/MENLH/02/ 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang;

d. Tingkat kerusakan hutan bakau (mangrove) disempadan pantai sesuai Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

e. Tingkat pencemaran dan kerusakan laut/ pantai adalah hasil evaluasi dari presentase tingkat pencemaran dan kerusakan yang ada dari titik sampling yang mewakili (representatif).

a. Pencemaran tanah yang berlangsung secara terus menerus akan mengakibatkan

kerusakan tanah;

b. Kerusakan tanah meliputi lahan kering akibat air, lahan basah dan lahan kering (sesuai lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa) Pencemaran tanah di lahan pertanian akibat dari pemanfaatan limbah (land aplication) atau penggunaan pupuk pestisida; 400 700 1000 400 700 1000 10 10 40 Skor 70 Skor 100 Skor 40 Skor 70 Skor 100 Skor 6. 7. Tingkat Pencemaran dan Kerusakan Laut/ Pantai(%) Rendah (<5) Sedang (5-20) Tinggi (>20) Tingkat Pencemaran Tanah (%). Rendah (<5) Sedang (5-20) Tinggi (>20)

(12)

INDIKATOR

No. Skala

Nilai

Bobot Skor PENJELASAN

c. Pencemaran tanah disekitar lokasi usaha dan atau kegiatan berasal dari kegiatan penghasil, pengumpul, penimbun, pemanfaat, dan pengolah Limbah B3 yang tidak memenuhi persyaratan teknis; d. Untuk mengetahui tingkat pencemaran

tanah yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, perlu dilakukan uji kualitas tanah minimal satu titik sampling yang mewakili lokasi usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menyebabkan pencemaran tanah;

e. Tingkat kerusakan tanah dimaksud merupakan hasil rata, rata dari uji kualitas tanah sesuai lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000.

Besaran Limbah B3 yang dihasilkan dari seluruh aktifitas yang menghasilkan limbah B3 setiap tahunnya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Produksi Limbah B3/ tahun (ton). > 1 1- 5 > 5 400 700 1000 10 40 Skor 70 Skor 100 Skor 8. Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd

NABIEL MAKARIM, MPA, MSM. Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi I MENLH

Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,

ttd Hoetomo, MPA.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan microcam dan mikroskop cahaya terhadap keterampilan proses sains dan minat belajar siswa mengenai materi

Namun demikian, dengan pertimbangan effisiensi dalam perhitungan nilai- nilai bobot akhir, bentuk arsitektur yang lebih sederhana, dan waktu prediksi dari sistem

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dengan hasil belajar biologi siswa kelas XI,

Pendidikan Pencegahan Dadah murid supaya dapat Pendidikan Pencegahan Dadah murid supaya dapat mengelakkan diri daripada terjebak dengan dadah. mengelakkan diri daripada terjebak

Halaman ini digunakan untuk membandingkan nilai transaksi ekspor per Negara dari negara lain atau negara yang sama dan periode yang diinginkan dengan cara

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu laporan yang berkenaan dengan motorik anak-anak POS PAUD TERATAI dengan melakukan tes awal

Evaluasi dokumen penawaran dilakukan dengan metode evaluasi sistem Gugur, dimana setiap tahapan evaluasi terhadap dokumen penawaran yang tidak memenuhi ketentuan

Pada intinya, globalisasi pada aspek sosial budaya dapat diartikan sebagai fenomena sosial dimana praktik-praktik kebudayaan yang dilakukan individu bukan hanya dipengaruhi oleh