• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. direncanakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, sehingga siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. direncanakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, sehingga siswa"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran

a. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah rangkaian yang sudah terkonsep dan direncanakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, sehingga siswa mampu menguasai materi yang diberikan oleh guru, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Joyce dan Weil dalam Maolani (2017: 53) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi, pelajaran dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelas dalam setting pengajaran maupun setting lainnya. Sementara Maolani (2017: 54) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pola yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi belajar dikelas yang merupakan pengejawantahan dari penyusunan kurikulum, pengaturan materi, serta pemberian petunjuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam pembelajaran.

Soekamto dalam Shoimin (2014: 23) lebih menekankan bahwa model pembelajaran adalah kerangka koseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam proses pembelajaran.

(2)

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana terkonsep yang digunakan pendidik untuk melakukan kegiatan pembelajaran serta evaluasi belajar menciptakan suasana belajar aktif. Dalam menentukan model pembelajaran yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan materi pembelajaran. Model pembelajaran yang akan dikembangkan guru pada dasarnya memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami dan menguasai suatu pengetahuan atau pelajaran tertentu. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran yang menjadikan kelas aktif.

Menurut Kardi dan Nur dalam Shoimin (2014: 24), model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1) Teori yang rasional dan logis telah disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar bertujuan siswa akan belajar dengan baik.

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Dalam interaksi belajar mengajar, model pembelajaran merupakan salah satu komponen untuk mencapai tujuan pengajaran yang ingin dicapai, semakin baik memilih dan menggunakan model pembelajaran maka

(3)

semakin berhasillah pencapaian tujuan yang diharapkan. Model pembelajaran yang digunakan peneliti dalam penelitian eksperimen yaitu model pembelajaran take and give yang berarti siswa akan saling menerima dan memberi materi yang diketahuinya.

b. Hakikat Model Pembelajaran Take and Give

Model pembelajaran take and give merupakan salah satu model pembelajaran yang membantu siswa untuk saling menerima dan memberi informasi sehingga siswa akan aktif dikelas, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang dapat membangun pengetahuan yang diketahuinya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Slavin dalam Shoimin (2014: 195) model pembelajaran take and give pada dasarnya mengacu konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang dapat membuat siswa itu sendiri aktif dan membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya.

Berdasarkan pendapat Slavin tersebut, penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran menerima dan memberi (take and give) merupakan metode pembelajaran menuntut peserta didik mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru dan teman sebayanya (peserta didik lain). Pembelajaran take and give merupakan proses pembelajaran yang berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Take and Give

Menurut Shoimin (2014: 195) dalam melakukan model pembelajaran take and give ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pendidik

(4)

dalam pembelajaran di kelas. Adapun langkah-langkah model pembelajaran take and give yaitu:

1) Siapkan media yang terbuat dari kartu. 2) Menjelaskan materi.

3) Untuk memantapkan penguasaan peserta didik, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk dipelajari (dihafal) kurang lebih 5 menit, dan tiap kartu diberi sub materi yang berbeda dengan kartu lainnya.

4) Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasi. Kemudian tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu.

5) Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing.

6) Strategi ini dapat dimodifikasi sesuai keadaan.

7) Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).

8) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan.

9) Kesimpulan.

Dari langkah-langkah model pembelajaran take and give penulis memodifikasi langkah-langkah tersebut, karena disesuaikan dengan keadaan dikelas dan materi yang akan dipelajari. Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

(5)

1) Guru menyiapkan media kartu yang didalam kartu tersebut telah diisi dengan materi yang berbeda-beda.

2) Guru menjelaskan materi.

3) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok, setiap kelompok 1 dan 2 siswa perorangnya diberi nama yang sama dengan kelompok lain. 4) Untuk memantapkan penguasaan peserta didik, tiap kelompok diberi

media kartu untuk dipelajari (dihafal) kurang lebih 5 menit. Tiap kartu diberi sub materi yang berbeda dengan kartu lainnya.

5) Setelah dipelajari dan dihafal, siswa melakukan kegiatan take and give secara berpasang-pasangan.

6) Semua kelompok harus berdiri dan saling bertatap muka kelompok 1 dengan kelompok 2 dan lari mencari pasangan yang sesuai dengan namanya untuk saling menginformasikan.

7) Demikian seterusnya sampai tiap siswa saling menerima dan memberi materi masing-masing.

8) Selanjutnya siswa mencari teman untuk berpasang-pasangan tetapi tidak boleh sama dengan namanya sendiri, dan melakukan kegiatan take and give.

9) Setelah melakukan kegiatan take and give, siswa kembali pada kelompoknya masing-masing.

10) Setiap siswa diminta bergiliran untuk menjelaskan materi yang telah dihafal.

(6)

11) Guru mengevaluasi keberhasilan, memberikan siswa pertanyaan yang tak sesuai dengan kartunya.

12) Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman dan memberikan penguatan dengan diselipkan media pembelajaran konkrit yang sesuai dengan materi.

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Take and Give

Menurut Shoimin (2014: 197) model pembelajaran take and give terdapat kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut:

1) Kelebihan Model Pembelajaran Take and Give

a) Peserta didik akan lebih cepat memahami penguasaan materi dan informasi karena mendapatkan informasi dari guru dan peserta didik yang lain.

b) Dapat menghemat waktu dalam pemahaman dan penguasaan peserta didik akan informasi.

c) Meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dan bersosialisasi. d) Melatih kepekaan diri, empati melalui bermacam perbedaan sikap tingkah laku selama bekerja sama.

e) Upaya mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri.

f) Meningkatkan motivasi belajar (partisipasi dan minat), harga diri dan sikap tingkah laku yang positif serta meningkatkan prestasi belajarnya.

(7)

2) Kekurangan Model Pembelajaran Take and Give

a) Jika informasi yang disampaikan peserta didik kurang tepat/salah, informasi yang diterima peserta didik lain pun akan kurang tepat. b) Terlalu banyak langkah dan strategi.

2. Prestasi Belajar a. Hakikat Prestasi

Prestasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dengan hasil yang baik, sehingga prestasi yang dicapaipun akan baik. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Djamarah (2017: 19) bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan, hanya dengan keuletan dan percaya dirilah yang dapat membantu seseorang mencapai prestasi yang baik. Banyak kegiatan yang bisa mencapai prestasi.

Adapun menurut beberapa para ahli dalam Djamarah (2017: 20-21) prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan. Dimana hasil yang dimaksud adalah hasil yang memiliki ukuran atau nilai. Dibawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli dalam memahami kata “prestasi” yaitu:

1) Poerdaminta dalam Djamarah (2017: 20), menyatakan bahwa “prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan lain sebagainya)”.

(8)

2) Qodar dalam Djamarah (2017: 20), menyatakan bahwa “prestasi adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”.

3) Harahap dkk dalam Djamarah (2017: 21), menyatakan bahwa “prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum”.

4) Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli tersebut terlihat perbedaan kata-kata, namun intinya sama yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan berupa penilaian terhadap proses yang telah dilalui. Dimana didalam pendidikan, prestasi merupakan hasil dari pemahaman yang didapat serta penguasaan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, sehingga prestasi dapat diukur dengan nilai yang didapat dari pengadaan tes maupun evaluasi belajar.

b. Hakikat Belajar

Hamalik dalam Djamarah (2017: 10) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Sementara itu Purwanto dalam Djamarah (2017: 11) yang dikemukakan oleh Whiterington menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada interaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,

(9)

kepandaian, atau suatu pengertian. Lebih lanjut lagi Nasution dalam Djamarah (2017: 11) menganggap pengertian belajar sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Sardiman dalam Djamarah (2017: 21) lebih menekankan bahwa belajar sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan baik kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari pengalaman seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar juga dapat dikatakan perubahan seluruh tingkah laku individu yang didapat dari sesuatu yang baru. Tujuan dalam belajar adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Setiap individu yang melakukan aktivitas belajar, akan ada yang berhasil dan tidak berhasil. Maksudnya, individu yang telah melakukan aktivitas belajar tetapi tidak ada perubahan dalam dirinya maka itu adalah aktivitas yang sangat sia-sia. Ini artinya aktivitas belajar tidak mampu dicapai. Sedangkan aktivitas belajar yang dapat dikatakan berhasil yaitu pembelajaran yang diajarkan atau diketahui oleh individu tetap tersimpan dalam otak dan sewaktu-waktu bila diperlukan akan ingat.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kata prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari aktivitas. Sedangkan belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan yang mengakibatkan perubahan

(10)

dalam diri individu yaitu perubahan tingkah laku. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan diri individu sebagai hasil dari aktivitas belajar. Prestasi belajar siswa dapat dilihat dari hasil penilaian/evaluasi yang dilakukan guru. Dengan adanya penialain/evaluasi dalam prestasi belajar maka guru dapat dengan mudah menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar siswa.

Azwar (2016: 11) menyatakan bahwa “tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Tes-tes tersebut dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, Tes-tes formatif, atau Tes-tes sumatif”.

Dalam melakukan tes prestasi belajar, penulis menggunakan tes sumatif. Karena penggunaan hasil dari prestasi belajar tes surmatif dilihat sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan penggunaan tes sumatif guru dapat memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Pengukuran tes sumatif dilakukan diakhir suatu program yang hasilnya dipakai untuk menentukan siswa dinyatakan mampu atau tidak mampu memahami materi yang diberikan.

3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Darmojo dalam Samatowa (2016: 2) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang

(11)

alam semesta dengan segala isinya. Sementara Nash dalam Samatowa (2016: 3) menyatakan bahwa IPA adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antar suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya. Lebih lanjut lagi Winaputra dalam Samatowa (2016: 3) menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisiten. Carin and Sund dalam Wisudawati dan Sulistyo (2017: 24) lebih menekankan bahwa IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

Dari pengertian IPA tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu tentang alam semesta dan segala isinya dan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar mengembangkan aktivitas siswa untuk mencari tahu tentang materi IPA melalui penemuan, sehingga bermanfaat bagi kehidupan

(12)

manusia khususnya, umumnya semua aspek hidup dan kehidupan. IPA di Sekolah Dasar tidak hanya menguasai kumpulan pengetahuan berupa konsep, atau prinsip saja tetapi suatu proses penemuan. Penemuan disini dimaksudkan siswa Sekolah Dasar dapat menemukan/membuktikan sendiri benar atau salahnya pengetahuan yang didapat saat belajar disekolah.

Menurut Baseet et. al. dalam Agustiana dan Tika (2013: 275), secara umum ciri siswa SD adalah sebagai berikut:

1) Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri.

2) Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira.

3) Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi situasi, dan mencobakan berbagai upaya baru.

4) Mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi serta tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan. 5) Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan

situasi yang terjadi.

6) Mereka belajar dengan cara bekerja, mengamati, berinisiatif, dan mengajari anak-anak lainnya.

Proses pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari ciri siswa tersebut, karena dalam perkembangan proses berpikir, siswa menempuh berbagai tingkat pengetahuan. Oleh karena itu, peneliti mengambil tema 6 subtema 3 pembelajaran ke 1, 2, dan 5 tentang panas dan perpindahannya, tujuannya agar siswa dapat menjelaskan, mengamati, berpikir ilmiah, dan dapat

(13)

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Serta dalam penyampaianpun pendidik harus bisa menyesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa sesuai dengan ciri siswa SD tersebut.

Adapun tujuan pembelajaran IPA dalam Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006) pada buku Sutanto (2015: 171) dimaksudkan untuk:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hati. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antar IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkunga alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanyya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

(14)

Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengajaran pendidikan ilmu pengetahuan alam di Sekolah Dasar ditekankan terhadap pengembangan keterampilan proses melalui pembelajaran tentang alam dan lingkungan. Sehingga pada akhirnya siswa dapat memecahkan masalah dan membuat keputusan didalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran IPA akan berhasil bila dalam prosesnya melibatkan interaksi. Interaksi tersebut meliputi interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, juga interaksi siswa dengan lingkungannya. Selain itu, tujuan pembelajaran IPA akan berhasil bila ditunjang oleh suasana kondusif, yaitu suasana yang dapat memfasilitasi keberhasilan proses kegiatan pembelajaran, sehingga mampu membangkitkan minat siswa dari ketidaktahuan menjadi keingintahuan.

b. Materi Pembelajaran IPA Tentang Panas dan Perpindahannya

Dalam materi pembelajaran IPA tentang panas dan perpindahannya, pada subtema 3 kebanyakan membahas mengenai kalor. Maka dari itu dapat dilihat dibawah ini materi yang akan diajarkan kepada siswa pada Tema 6 Panas dan Perpindahannya, Subtema 3 Pengaruh Kalor Terhadap Kehidupan.

1) Sumber Kalor

Energi panas disebut juga dengan kalor. Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda tersebut berubah suhu atau wujudnya. Kalor dihasilkan oleh sumber kalor. Matahari merupakan salah satu contoh sumber kalor. Kalor yang bersumber dari matahari

(15)

bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya untuk mengeringkan baju dan menghangatkan tubuh.

a) Matahari

Matahari merupakan sumber kalor utama di bumi. Matahari memberikan panas yang diperlukan oleh seluruh makhluk hidup di bumi. Misalnya untuk mengeringkan baju, mengeringkan padi, dan membuat garam.

Selain memberikan kalor, matahari juga memberikan cahaya. Cahaya matahari diperlukan tumbuhan hijau untuk melakukan fotosintesis. Hasil fotosintesis yang berupa oksigen diperlukan manusia untuk bernapas serta hasil fotosintesis berupa cadangan makanan digunakan oleh manusia sebagai sumber energi.

b) Api

Api juga merupakan sumber kalor. Api dapat memberikan panas dan cahaya. Panas dari api dimanfaatkan untuk memasak makanan dan menghangatkan badan di musim dingin. Sedangkan cahaya api dapat dimanfaatkan untuk penerangan di malam hari.

c) Gesekan Benda

Sebelum korek api ditemukan, orang-orang pada zaman dahulu menggunakan batu untuk membuat api. Dua batu yang saling digosokkan dapat menimbulkan percikan api. Kedua telapak tangan yang digosokkan juga akan menimbulkan panas. Contohnya seperti pipimu akan terasa panas setelah kamu menggosokkan kedua telapak

(16)

tanganmu dan menempelkannya dipipi. Oleh sebab itu, orang kedinginan akan terasa hangat jika menggosokkan kedua telapak tangannya.

2) Perubahan Kalor

Kalor merupakan energi panas yang tersimpan pada suatu benda. Sama seperti energi lain, kalor tidak dapat dilihat tetapi dapat dibuktikan dan dirasakan keberadaannya. Misalnya saat kamu melakukan upacara bendera di lapangan atau halaman sekolah, maka tubuhmu menjadi hangat dan lama kelamaan akan terasa panas. Hal tersebut membuktikan bahwa kalor dapat berpindah. Kalor dapat berpindah dengan 3 macam cara yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.

a) Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi terjadi apabila kalor berpindah melalui zat perantara, sedangkan zat perantara tersebut tidak ikut berpindah. Contohnya kalor dari air panas berpindah melalui ujung sendok yang tercelup air panas menuju ujung yang tidak tercelup air panas. Hal ini menunjukkan kalor dapat berpindah melalui zat perantara (sendok) tanpa disertai perpindahan zat perantara tersebut.

Berdasarkan kemampuan menghantarkan kalor, zat dapat dikelompokkan menjadi 2, yakni konduktor dan isolator. Konduktor adalah zat yang mudah menghantarkan kalor (penghantar yang baik). Contoh benda yang termasuk konduktor adalah benda yang terbuat

(17)

dari logam (baja, besi, alumunium, emas, dan perak). Isolator adalah zat yang sulit menghantarkan kalor (penghantar yang buruk). Contoh isolator yaitu kayu, plastik, dan kain wol.

b) Konveksi

Konveksi terjadi apabila kalor berpindah melalui zat perantara dengan diikuti perpindahan zat perantara tersebut. Contoh konverksi terjadi pada air yang direbus. Saat air direbus, maka air bagian bawah akan panas terlebih dahulu, sehingga air akan bergerak ke atas. Dengan demikian air yang berada diatas akan terdorong bergerak ke bawah, begitu seterusnya. Akibatnya terjadilah gerakan air yang berputar naik turun.

c) Radiasi

Perpindahan kalor juga dapat terjadi melalui zat perantara. Perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara ini disebut dengan radiasi. Radiasi terjadi dengan memancarkan kalor secara langsung. Contoh radiasi yaitu panas matahari yang kita rasakan saat upacara atau berada di luar ruangan pada siang hari. Api juga dapat memancarkan kalor secara radiasi, misalnya saat kita berada didekat api unggun (suhu tinggi) maka tubuh (suhu lebih rendah) akan merasa hangat.

(18)

3) Pemanfaatan Konduktor dan Isolator Panas a) Termos

Dalam keseharian, kita menggunakan termos untuk menyimpan air panas, air tersebut akan tetap panas meskipun disimpan selama beberapa waktu. Bagaimana termos dapat menjaga air tetap panas?

Kalian telah mengetahui bahwa panas dapat mengalir. Panas mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah. Nah, termos seperti sebuah bendungan. Termos membendung dan menahan aliran panas. Panas dari dalam termos tidak dapat mengalir keluar. Panas dari luarpun tidak dapat masuk ke dalam termos. Dengan begitu, termos dapat berfungsi sebagai isolator.

b) Baju

Apa yang kalian lakukan saat udara dingin? Salah satunya tentu memakai baju hangat. Contohnya jaket dan sweter. Baju hangat merupakan isolator panas. Baju hangat dapat mencegah panas dari tubuh mengalir keluar. Tubuh menjadi hangat dan tidak kedinginan. c) Alat Masak

Pemanfaatan konduktor banyak kita temui dalam alat masak. Contohnya panci, cerek, wajan. Ketiganya terbuat dari alumunium. Alumunium termasuk penghantar panas yang baik. Karena itu, panas yang dihantarkannya dapat mematangkan masakan.

Sekarang perhatikan gagang panci atau wajan. Gagang tersebut biasanya dilapisi plastik atau kayu. Plastik dan kayu merupakan

(19)

isolator panas. Jadi, kalian tidak perlu takut kepanasan saat mengangkat panci dan kompor.

d) Setrika

Alas setrika terbuat dari logam agar cepat panas. Panas ini digunakan untuk menghaluskan dan merapikan pakaian. Gagang setrika biasanya terbuat dari plastic. Meskipun alas setrika panas, gagangnya tidak ikut panas. Kita dapat menyetikanya dengan nyaman. e) Logam

Logam memeiliki sifat mudah menghantarkan panas. Jadi logam merupakan konduktor panas. Hal itu bisa dibuktikan dengan memasukkan sendok dan paku ke dalam air panas. Tak lama kemudian, sendok dan paku terasa panas. Karena keras dan bersifat konduktor panas, maka logam digunakan untuk membuat setrika, wajan, dan ceret. Dengan menggunakan logam maka benda-benda ini dapat menghantarkan panas yang berasal dari api atau listrik dengan cepat. Selanjutnya, panas dari listrik dihantarkan oleh setrika ke pakaian. Panas dari api juga dihantarkan panci atau wajan ke air atau makanan yang dimasak.

f) Kayu dan Plastik

Kayu dan plastik merupakan bahan yang lambat menghantarkan panas. Dengan kata lain, kayu dan plastik tergolong isolator panas. Karena bersifat isolator panas, maka kayu dan plastik digunakna sebagai bahan untuk membuat pegangan (gagang) payung, gagang

(20)

setrika, gagang wajan, tatakan gelas, dan tatakan piring. Gagang payung terbuat dari bahan kayu atau plastik sehingga tidak mudah menghantarkan panas yang berasal dari sinar matahari. Gagang setrika dan gagang wajan biasanya terbuat dari kayu atau plastik. Karena terbuat dari bahan isolator panas, maka gagang strika dan wajan bisa kita pegang langsung dengan tangan atnpa melukai. Demikian pula tataka mangkuk dan tatakan gelas. Kedua benda ini digunakan untuk mencegah panas berpindah dari gelas atau mangkuk yang berisi air panas ke meja. Dengan demikian, meja bisa terhindar dari kerusakan. g) Kertas

Kertas merupakan bahan yang sulit atau lambat menghantarkan panas. Oleh karena itu kertas digolongkan sebagai isolator panas.

Sifat isolator panas pada kertas dimanfaatkan antara lain untuk membuat gelas kertas. Kertas tersebut dilapisi bahan yang tidak menyerap air, yaitu plastik. Gelas kertas banyak digunakan di restoran siap saji. Gelas kertas itu dapat digunakan untuk wadah teh panas. Orang yang memegang gelas kertas itu tidak akan kepanasan seperti saat memegang gelas kaca.

h) Kain (Bahan Sandang)

Kain merupakan isolator panas. Oleh karena itu, bahan ini digunakan untuk membuat cempal, yiatu pelapis atau pelindung tangan saat mengangkat panci atau penggorengan panas. Panas dan

(21)

panci dapat ditahan oleh kain sehingga tidak berpindah ke tangan. Jadi, tangan tidak melepuh kepanasan.

Dalam materi pembelajaran tentang panas dan perpindahannya mata pelajaran IPA pada Tema 6 Subtema 3 ada 3 pembelajaran IPA yaitu pembelajaran ke 1, 2 dan 5. Adapun Kompetensi Dasar IPA pembelajaran ke 1, 2, dan 5 dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1.

Kompetensi Dasar IPA pada Pembelajaran Ke 1

No Kompetensi Dasar Indikator

1. 3.6 Menerapkan konsep perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari. 3.6.1 Mengidentifikasi sumber panas. 2. 4.6 Melaporkan hasil pengamatan tentang perpindahan kalor.

4.6.1 Melaporkan hasil pengamatan tentang sumber panas

Tabel 2.

Kompetensi Dasar IPA pada Pembelajaran Ke 2

No Kompetensi Dasar Indikator

1. 3.6 Menerapkan konsep perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.

3.6.1 Mengetahui peristiwa

perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2. 4.6 Melaporkan hasil

pengamatan tentang perpindahan kalor.

4.6.1 Menjabarkan hasil

pengamatan terhadap sifat hantaran benda dengan kegunaannya.

(22)

Tabel 3.

Kompetensi Dasar IPA pada Pembelajaran Ke 5

No Kompetensi Dasar Indikator

1. 3.6 Menerapkan konsep perpindahan kalor dalam kehidupan sehari-hari.

3.6.1 Mengidentifikasi pemanfaatan panas pada benda-benda sekitar.

2. 4.6 Melaporkan hasil

pengamatan tentang perpindahan kalor.

4.6.1 Menuliskan bahan-bahan yang temasuk konduktor dan isolator disekitar kita.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain: 1. Hasil Penelitian Ermawan dan Sari (2017: 135)

Hasil penelitian Ermawan dan Sari (2017), yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Take and Give terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis peserta Didik”, menujukkan bahwa model pembelajaran take and give berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Persamaan penelitian diatas dengan penelitian penulis yaitu menerapkan model pembelajaran take and give dan saling bertukar pikiran. Adapun perbedaan penelitiannya, Ermawan dan Sari mengukur kemampuan memecahkan masalah matematis peserta didik, sedangkan peneliti mengukur prestasi belajar siswa dalam model pembelajaran take and give.

Hasil dari penelitian ini yaitu data tentang kemampuan pemecahan masalah matematis pada peserta didik kelas eksperimen dan kelas control diperoleh setelah melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran

(23)

trigonometri sesuai dengan langkah-langkah pada model pembelajaran take and give dan memberikan tes kemampuan pemecahan masalah matematis berbentuk soal essay sebanyak 5 butir soal. Pelaksanaan tes ini diikuti oleh 30 orang peserta didik disebabkan 11 peserta didik berhalangan hadir. Berikut adalan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian.

a. Guru menyiapkan peserta didik dan menyampaikan tujuan pembelajaran b. Guru menjelaskan materi sesuai dengan indikator pembelajaran

c. Peserta didik diberi satu kartu yang berisikan materi trigonometri untuk dipelajari (dihapal) lebih kurang 5 menit.

d. Semua peserta didik diminta berdiri dan mencari pasangan untuk saling memberi informasi. Setiap peserta didik harus mencatat nama pasangannya pada kartu.

e. Guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik sesuai dengan materi yang dipelajari sebagai evaluasi.

f. Pada pertemuan selanjutnya guru memberikan postes sebanyak 5 butir soal untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran take and give dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil postes yang didapat peserta didik yaitu sebanyak 24 peserta didik mendapat nilai ≥ 75, sebanyak 6 peserta didik mendapat nilai

(24)

< 75 dan nilai rata-rata 30 peserta didik yang mencapai 80,00 sehingga melebihi 75 (KKM).

2. Hasil Penelitian Rizky N.P, Erna Y, dan Kuncahyono (2017: 750-757) Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh Rizky N.P, Erna Y, dan Kuncahyono (2017) yang berjudul “Pengaruh Media LKS Berbasis Model Take and Give Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Jabung 01 Kec. Jabung Kab. Malang”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan LKS berbasis model pembelajaran take and give dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Persamaan penelitian ini dengan peneliti terletak pada model pembelajaran dan mata pelajarannya. Perbedaannya terletak pada penerapan media, dan dalam penelitian ini ingin meningkatkan hasil belajar siswa, sedangkan peneliti ingin meningkatkan prestasi belajar siswa.

Hasil observasi awal yang dikemukakan oleh jurnal Rizky N.P, Erna Y, dan Kuncahyono (2017) bahwa hasil belajar IPA rendah, akan tetapi dengan dibuatnya media LKS berbasis model take and give, terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan nilai siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang sangat berbeda. Nilai rata-rata yang didapatkan pada kelas eksperimen adalah 78,22 sedangkan untuk kelas kontrol mendapatkan nilai rata-rata sebesar 67,33 dengan Sig.(2-tailed) pada uji hipotesis adalah sebesar 0,032 yang artinya nilai tersebut kurang dari 0,05 dengan taraf kepercayaan sebesar

(25)

95%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS berbasis model take and give berpengaruh baik terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V.

3. Hasil Penelitian I. A. G. Sri Udayanti, dan P. Nanci Riastini (2017: 51-56) Penelitian yang relevan telah dilakukan oleh I. A. G. Sri Udayanti, dan P. Nanci Riastini (2017), yang berjudul “Penerapan Metode Take and Give Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa kelas IV A”, menunjukkan bahwa penelitian menggunakan metode take and give pada materi IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV A. Persamaan penelitian ini dengan peneliti terletak pada model pembelajaran dan mata pelajarannya. Perbedaannya terletak pada variabel terikat. Variabel terikat yang dilakukan oleh I. A. G. Sri Udayanti dan P. Nanci Riastini adalah meningkatkan hasil belajar siswa, sedangkan peneliti ingin meningkatkan prestasi belajar siswa. Jenis penelitian dalam jurnal ini dengan peneliti juga berbeda, jenis penelitian ini yaitu menggunakan jenis penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui 2 siklus. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu jenis penelitian eksperimen.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa penggunaan metode pembelajaran take and give dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Peningkatan persentase pada rata-rata dari pra siklus hingga siklus II dapat terjadi karena pertama, pembelajaran yang menerapkan metode take and give dapat mengubah pembelajaran yang awalnya hanya berpusat kepada guru menjadi pembelajaran berpusat siswa. Penerapan metode pembelajaran take and give mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IVA di SD Nomor 2 Sempidi,

(26)

metode take and give dapat menjadikan pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa akan lebih aktif dan mampu membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya. Selain itu, siswa akan lebih cepat memahami penguasaan materi dan informasi karena mendapatkan informasi dari guru dan temannya. Hal ini membuat siswa belajar bermakna sehingga berdampak terhadap perolehan hasil belajar siswa.

Keberhasilan penerapan metode take and give dalam penelitian ini, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiantari (2016), “ Penerapan Metode pembelajaran Take and Give berbantuan media Mind Mapping membantu meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar IPA kelas IV SDN 2 Banjar Tegal Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil penelitian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pra siklus sebesar 31,82%. Pada siklus I, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa meningkat menjadi 67,41% dan pada siklus II meningkat menjadi 81,25 %. Persentase rata-rata hasil belajar IPA siswa pra siklus sebesar 46,67%. Pada siklus I, persentase rata-rata hasil belajar IPA meningkat menjadi 67,75 % dan pada siklus II meningkat menjadi 80,75 %.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Osok (2014), dengan judul “Penerapan Metode Take and Give Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Mengenal Bagian-bagian Utama Tubuh Pada Siswa kelas II SD Negeri Teluk Dore Tahun Ajaran 2013/2014 “. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukannya, setelah menerapkan metode pembelajaran take and give, hasil belajar IPA pada siswa kelas II SD Negeri Teluk Dore mengalami

(27)

peningkatan. Sebelum diberikan tindakan penelitian, rata-rata hasil belajar siswa hanya sebesar 45,68%. Pada siklus I, rata-rata belajar IPA 71,43% dan pada siklus II meningkat menjadi 82,22 %.

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sugiantari dan Osok yang menyatakan keberhasilannya dalam menerapkan metode take and give, peneliti juga mendapatkan hasil yang baik dengan menerapkan metode pembelajaran yang sama. Berdasarkan paparan diatas, dengan metode pembelajaran take and give memberikan hasil yang positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa baik dari ranah kognitif khususnya. Ini berarti hipotesis yang diajukan peneliti yaitu penerapan metode take and give untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV A SD Negeri 2 sempidi kecamatan mengawi tahun pelajaran 2016/2017 “ dapat diterima.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan metode take and give dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IVA Semester ganjil SD Nomor 2 Sempidi Tahun Pembelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan persentase rata-rata hasil belajar yang diperoleh. Pada siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 70,9% yang berada pada kriteria ”sedang”. Pada siklus II diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 81,4% berada pada kriteria “Tinggi”.

C. Kerangka Pikir

Proses pembelajaran saat ini masih mengandalkan model pembelajaran konvensional sebagai salah satu model yang biasa diterapkan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran konvensional dianggap lebih mudah dan tidak

(28)

membutuhkan persiapan yang panjang sehingga metode ini sangat diminati oleh guru. namun dengan penggunaan metode konvensional, guru menjadi kurang kreatif dan pembelajaran menjadi monoton sehingga siswa todak memperhatikan guur, melakukan kegiatan diluar pembelajaran karena pada model pembelajaran konvensional guru menjadi lebih sering melakukan kegiatan sendiri sehingga siswa menjadi sulit menyerap pembelajaran yang disampaikan guru dan berdampak prestasi belajar siswa pada aspek kognitif rendah. Maka perlu adanya kreatifitas guru dalam menyampaikan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD.

Dalam mencipatakan pembelajaran aktif dan menarik minat siswa adalah dengan penggunaan model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan pada siswa SD yaitu model pembelajaran take and give karena model ini adalah model pembelajaran yang saling menerima dan memberi informasi yang dapat membuat siswa aktif, sehingga memudahkan guru menyampaikan materi pembelajaran. Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan pada gambar berikut:

(29)

Gambar 1.

Kerangka Pemikiran Pembelajaran menjadi

monoton

Siswa melakukan kegiatan diluar proses pembelajaran

Prestasi belajar siswa mata pelajaran IPA materi panas dan perpindahannya menjadi

rendah

Model pembelajaran take and give

Siswa menjadi berpartisifasi Pembelajaran dilakukan

secara berkelompok

Prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi panas dan perpindahannyan mengalami

peningkatan dengan menggunakan model pembelajaran take and give

Guru menggunakan model pembelajaran

konvensional

Pembelajaran dilakukan dengan saling menerima dan

memberi materi

Proses pembelajaran menjadikan siswa aktif

(30)

D. Hipotesis Penelitian

Hadi dalam Widodo (2017: 58) menyatakan bahwa “hipotesis adalah dugaan yang bersifat sementara yang masih memerlukan pembuktian”. Ada dua jenis hipotesis penelitian, yaitu hipotesis nihil (Hₒ) dan hipotesis alternatif (Hₐ). Hipotesis nihil (Hₒ) adalah dugaan yang menyatakan kesamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih tentang suatu perkara yang dipersoalkan. Sedangkan hipotesis alternatif (Hₐ) terkait dengan dugaan yang menyatakan ketidaksamaan atau perbedaan.

Dalam penelitian ini, untuk mencari tahu pengaruh model pembelajaran take and give terhadap prestasi belajar siswa tentang materi panas dan perpindahannya, yaitu dengan membandingkan nilai rata-rata yang diperoleh siswa berdasarkan hasil pretest dan posttest. Berdasarkan pemikiran tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Hipotesis Nihil (Hₒ)

Tidak terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran take and give pada rata-rata nilai pretest dan posttest prestasi belajar siswa tentang materi panas dan perpindahannya.

2. Hipotesis Alternatif (Hₐ)

Terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran take and give pada rata-rata nilai pretest dan posttest prestasi belajar siswa tentang materi panas dan perpindahannya.

Referensi

Dokumen terkait

(patuh) dan heterodoxy (menolak), yang menghasilkan doxa (kebenaran komunal yang tidak perlu dipertanyakan lagi) 8. Sepak bola sebagai olah raga terpopuler di Indonesia

Bukit Sampah dan Ladang Laweh. Sim Parameter Lahan Lereng B. Pada lahan di Siduali tekstur tanahnya lempung berpasir dan termasuk Sedangkan untuk pembatas N total dan P 2 O 5

Investasi dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki untuk periode tertentu dimana akan dijual dalam rangka

Kemudian bukalapak sendiri memiliki sekitar 2 juta mitra atau agen yang tersebar di 477 kota dan kabupaten dan jumlah pelapak yang tergabung (sebutan untuk orang

Tipe data yang telah didefinisikan terdiri dari 4-valued logic types (01XZ), bit/logic vector, arbitrary precision integer, fixed point dan tipe- tipe lain yang

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, peneliti bersama guru mitra dalam pelaksanaan proses pembelajaran masih terdapat kelemahan-kelemahan yaitu guru

Adapun yang dimaksud dengan kalimat “paradigma kontekstual” dalam pembahasan ini adalah sebuah kecenderungan dari sekelompok umat Islam, yang dalam merumuskan hukum

Analisis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Analisis Curah Hujan Andalan, Analisis Evapotranspirasi, Analisis Kebutuhan Air Irigasi, Analisis Pasang