• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. 2"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbicara mengenai perdagangan maka tidak terlepas dari produksi barang dan jasa. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.1 Jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang diperdagangkan oleh satu pihak ke pihak lain dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.2

Sistem perdagangan awalnya dikenal dan dimaknai sebatas pertukaran barang antar negara tanpa mendapatkan hambatan atau kesulitan disepanjang perjalanan. Dalam perkembangannya, didorong oleh kepentingan negara-negara besar dan perusahaan-perusahaan multinasional serta diikuti oleh lembaga-lembaga internasional seperti WTO (World Trade Organization), IMF dan World Bank, sehingga sistem perdagangan semakin diperluas, dan dirumuskan kedalam empat pilar utama yaitu free flow of goods, free flow of investment, free flow of service,

dan free flow of labour.3

1 Standardisasi Bidang Perdagangan, Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8, Regulasi Kementerian Perdagangan, hal 5. Diakses pada tanggal 9 Maret 2016 dari

http://www.kemendag.go.id/id/news/2016/05/23/standardisasi-bidang-perdagangan 2 Ibid.

3 Edy Burmansyah, Rezim Baru Asean: Memahami Rantai Pasokan dan Masyarakat Ekonomi Asean, Yogyakarta: Pustaka Sempu, 2014 hal 2.

(2)

Berdasarkan prinsip tersebut diatas, perdagangan mendapatkan pengertian baru yang berporos pada “perdagangan, investasi dan jasa”. Perdagangan tidak hanya menyangkut pertukaran barang, namun keterkaitan antara perdagangan barang, investasi internasional dalam fasilitas produksi, pelatihan, teknologi dan hubungan bisnis jangka panjang, dan penggunaan jasa-jasa infrastruktur untuk mengkordinasikan produksi yang tersebar dimana-mana, seperti telekomunikasi, internet, pengiriman barang, keuangan terkait perdagangan, dan lain sebagainya.4

Akibat dari regulasi tersebut, peran negara dalam perdagangan semakin kecil, dan akhirnya kekuasaan berada di tangan Multi National Corporation (MNC). Hal ini yang menandai dimulainya era baru perdagangan bebas. Perdagangan bebas diikat dengan melalui perjanjian baik bersifat multilateral seperti WTO, maupun bersifat bilateral dan kawasan (regional) yang dikenal dengan nama BFTA

(Bilateral Free Trade Agreement) dan RTA (Regional Trade Agreement).5

Melalui perjanjian perdagangan bebas, seluruh strategi pembangunan ekonomi sebuah negara merujuk kepada kesepakatan tersebut, dan negara Indonesia adalah salah satu negara yang ikut berpartisipasi dalam perdagangan bebas, diantaranya adalah Indonesia-Jepang (IJ-EPA), China, ASEAN-FTA (CEPT-AASEAN-FTA), ASEAN-Korea, ASEAN-India dan ASEAN-Australia-New Zealand.

4 Edy Burmansyah, Rezim Baru Asean: Memahami Rantai Pasokan dan Masyarakat Ekonomi Asean, Yogyakarta: Pustaka Sempu, 2014 hal 2.

(3)

Perdagangan bebas sudah menjadi kebutuhan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap negara termasuk Indonesia. Dan masing-masing negara memiliki strategi yang berbeda-beda pula yang disusun berdasarkan kultur budaya, pertumbuhan ekonomi serta situasi politik dan stabilitas negara masing-masing. Terlepas dari itu semua perdagangan bebas telah menjadikan setiap negara bebas melakukan perdagangan ke negara yang menjadi tujuan produk tersebut dipasarkan.

Selain perdagangan bebas yang disebutkan diatas, Indonesia juga saat ini sudah memasuki Masyarakat Ekonomi Asean, dimana semua negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Asean bebas memasarkan produk yang menjadi unggulannya.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang sudah dimulai pada akhir tahun 2015. Tujuan utama dari MEA adalah menjadikan Asean sebagai pasar tunggal dan basis produksi, dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.6 Keterlibatan semua pihak di seluruh negara anggota ASEAN mutlak diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat bagi seluruh negara ASEAN.

6 Peluang dan Tantangan Indonesia: Pasar Bebas ASEAN. (2015, 8 Januari). Warta Ekspor Ditjen PEN/WRT/04/I/2015 edisi Januari. Diakses pada tanggal 23 Juli 2016 dari

(4)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tantangan baru bagi Indonesia karena homogenitas komoditas yang diperjual belikan, terutama untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008).7 Dalam hal ini, competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia. Ini, tentu saja, akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk luar negeri yang jauh lebih berkualitas.

Untuk menghadapi perdagangan bebas Asean atau Masyarakat Ekonomi ASEAN, pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2014 tentang peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun 2011 tentang pelaksanaan komitmen Cetak Biru MEA.

Dalam cetak biru MEA, terdapat 12 sektor prioritas yang akan diintegrasikan oleh pemerintah. Sektor tersebut terdiri dari tujuh sektor barang, yaitu industri agro, otomotif, elektronik, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Kemudian, sisanya berasal dari lima sektor jasa, yaitu transportasi udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan teknologi informasi. Sektor-sektor tersebut pada era MEA akan terimplementasi dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja.

7 Peluang dan Tantangan Indonesia: Pasar Bebas ASEAN. (2015, 8 Januari). Warta Ekspor Ditjen PEN/WRT/04/I/2015 edisi Januari. Diakses pada tanggal 23 Juli 2016 dari

(5)

Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia untuk meningkatkan daya saing nasional diantaranya berdasarkan Kajian Kebijakan Perdagangan dalam Menghadapi MEA tahun 2015 yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan disebutkan bahwa pertumbuhan ekspor Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga komoditas dunia (World Bank, 2012)8. Defisit neraca perdagangan Indonesia lebih di disebabkan oleh penurunan permintaan dunia terhadap komoditas Indonesia. Ekspor Indonesia akan meningkat apabila harga komoditas meningkat drastis. Pergerakan harga komoditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan ekspor Indonesia. World Bank (2013)9 menjelaskan bahwa kuartal I tahun 2013 telah terjadi penurunan drastis terhadap pendapatan ekspor Indonesia yang disebabkan oleh penurunan harga daripada perubahan pada kuantitas. Sementara dominasi impor bahan baku dan bahan penolong serta barang modal menunjukkan bahwa Indonesia masih belum dapat memproduksi barang-barang tersebut didalam negeri.

Kondisi diatas juga tercermin pada perdagangan Indonesia dengan ASEAN.

Gross Domestic Product (GDP) Indonesia merupakan 50% dari GDP ASEAN,

sehingga Indonesia sangat memiliki peran sentral dalam mempengaruhi ASEAN. Namun peran sentral tersebut belum tercermin dalam perdagangan. Indonesia dengan negara-negara ASEAN masih mengalami defisit neraca perdagangan.

8Kajian Kebijakan Perdagangan dalam Menghadapi MEA 2015, Kementerian Perdagangan 9 Ibid.

(6)

Indonesia masih mengekspor sebagian besar bahan mentah ke ASEAN, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia hanya merupakan pemasok (supplier) bahan mentah bagi produksi manufaktur negara-negara ASEAN lainnya untuk membangun basis produksi. Indonesia terjebak sebagai pasar ASEAN bukan sebagai basis produksi untuk ASEAN.

Berdasarkan World Economic Forum (2013)10 Indonesia menempati posisi ke-5 dalam Global Competitiveness Index, setelah Singapore, Malaysia, Brunei dan Thailand. Indonesia masih memiliki daya saing yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tersebut.

Tabel 1.1. Global Competitiveness Index (GCI) 2013-2014

No Country / Economy GCI 2013-2014 GCI 2012-2013

Rank Score Rank Change

1 Switzerland 1 5.67 1 0 2 Singapore 2 5.61 2 0 3 Malaysia 24 5.03 25 1 4 Korea Republic 25 5.01 19 -6 5 Brunei Darussalam 26 4.95 28 2 6 Thailand 37 4.54 38 1 7 Indonesia 38 4.53 50 12 8 Philippines 59 4.29 65 6 9 India 60 4.28 59 -1 10 Vietnam 70 4.18 75 5

11 Lao PDR 81 4.08 n/a n/a

12 Tunisia 83 4.06 n/a n/a

13 Cambodia 88 4.01 85 -3

14 Myanmar 139 3.23 n/a n/a

Sumber: World Economic Forum (2013)

(7)

Jika dilihat dari sisi peluang, perdagangan bebas maupun Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) keduanya memberikan peluang yang sangat besar bagi Indonesia diantaranya adalah menjadi pasar potensi dunia dan peningkatan daya saing produk dan jasa. Dan hal ini adalah tugas dan tanggung jawab Kementerian Perdagangan, yang didasari oleh Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2014 tentang peningkatan daya saing nasional dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Tugas dan fungsi Kementerian Perdagangan yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, yang salah satu butirnya adalah melakukan promosi dan pengembangan perdagangan untuk menghadapi perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini menjadi alasan utama peneliti untuk melakukan penelitian di Kementerian Perdagangan.

Sejauh ini langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN dalam upaya peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional, adalah fasilitasi pendampingan disainer

(designer dispatch services), adaptasi produk, pengembangan merek (rebranding),

dan pengamatan produk di negara pesaing atau identifikasi potensi ekspor, fasilitasi hak kekayaan intelektual, serta penyediaan layanan Indonesia Design Development

(8)

Disamping itu juga, berdasarkan rencana strategis pemerintah untuk menghadapi MEA/AEC, diantaranya adalah penguatan daya saing ekonomi, program ACI (Aku Cinta Indonesia), yang merupakan salah satu gerakan “Nation

Branding” bagian dari pengembangan ekonomi kreatif dan penguatan sektor

UMKM.

Salah satu kegiatan yang disebutkan diatas yaitu pengembangan merek

(rebranding) menjadi kajian utama dalam penelitian ini. Kementerian Perdagangan

secara konsisten memfasilitasi pelaku usaha untuk meningkatkan ekspor dengan fokus pada pengembangan identitas merek (brand identity). Menciptakan identitas merek (brand identity) yang kuat ditengah gempuran produk-produk negara lain di kancah perdagangan bebas dan global menjadi strategi utama Kementerian Perdagangan dalam pengembangan produk. Menurut Menteri Perdagangan Ibu Arlina, 11 merek merupakan identitas sebuah produk, dimana tidak hanya mengandalkan kualitas dan desain yang bagus saja, namun merek yang kreatif dan inovatif akan memperoleh positioning yang bagus dan memperkuat product

awareness dibenak konsumen. Untuk dapat benar-benar bersaing dengan produk

luar dibutuhkan merek sebagai identitas.

David Aaker (dalam Amin Wijaja (2005:10) mengatakan bahwa merek adalah sebuah nama ataupun simbol yang bertujuan untuk membedakan dan

11 Kemendag Rebranding Lebih dari 300 Produk Potensi Ekspor, Siaran Pers. 7 September 2016. Diakses pada tanggal 30 November 2016 dari

http://www.kemendag.go.id/id/news/2016/09/07/kemendag-rebranding-lebih-dari-300-produk-potensi-ekspor

(9)

mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu penjual ataupun sekelompok penjual yang merupakan pesaing mereka. Selain itu sebuah merek juga dapat menjadi sebuah sinyal bagi pelanggan atas sebuah produk, dan melindungi baik pelanggan maupun produsen dari pesaing yang akan berusaha untuk menyediakan produk identik yang akan muncul. Brand (merek) adalah landasan bagi keberhasilan masa depan dan menciptakan nilai berkelanjutan untuk organisasi12. Oleh karena itu menurut David Aaker dalam bukunya yang berjudul Aaker on Branding mengatakan, “membangun merek (brand building) adalah upaya strategis dan sangat berbeda dari upaya taktis untuk merangsang penjualan”.13

Produk barang dan jasa membutuhkan merek sebagai identitas untuk diperkenalkan kepada pasar dan konsumen. Dengan menggunakan merek sebagai identitas, akan membantu dalam kompetisi. Michael E Porter (1994) memandang merek sebagai salah satu faktor pembentuk keunggulan dalam bersaing

(competitive advantage).14

Agar merek dikenal dan diterima oleh pasar terutama para konsumen maka merek tersebut harus dibangun, dengan cara menanamkan nilai kedalam benak konsumen. Membangun merek semestinya sudah menjadi tanggung jawab para

12 David Aaker. Aaker on Branding: 20 Prinsip Esensial Mengelola dan Mengembangkan Brand, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2014 hal xix.

13Ibid.

14 Hamdani Surachman, Guido Benny, (2014, 19 Nopember). Apresiasi Konsumen Terhadap Merek Dalam Negeri, Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan Vol. II, No. 02 Th. 2008, hal 162. Diakses pada tanggal 23 Juli 2016 dari http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/11/19/-1416393808.pdf

(10)

pelaku usaha atau pemilik usaha. Dari hasil wawancara dengan Ibu Hikmah Fitria mengatakan, banyak para pelaku usaha di Indonesia masih fokus pada sisi trading (berjualan) dan melupakan sisi branding, Selain itu juga, para pelaku usaha cepat merasa puas karena merasa kondisinya sekarang sudah cukup baik. Selain itu juga minimnya pengetahuan akan ilmu pemasaran dan branding (pemerekan), tertutup akan ide-ide baru, serta kurangnya keberanian dan kepercayaan diri untuk bersaing dipasar, berikut kutipan wawancaranya.

“kita membuka mindset mereka akan pentingnya merek. Banyak pelaku usaha masih fokus pada trading atau berjualan, branding nya diabaikan. Bukan itu saja mereka cepat merasa puas dengan kondisinya yang sekarang. Kemudian minimnya pengetahuan mereka akan branding dan pemasaran, tertutup dengan ide-ide baru serta kurang berani dan kurang percaya diri untuk bersaing di pasar” Untuk itu Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) melakukan upaya untuk menyadarkan mereka (para pelaku usaha) untuk mau membangun dan mengembangkan merek mereka, agar dapat bersaing dengan merek-merek asing, melalui kegiatan pengembangan merek dengan menargetkan 75 merek pelaku usaha UKM lokal tercipta setiap tahunnya.15 Upaya ini disebut dengan program pengembangan merek (rebranding) produk Indonesia, yang bekerjasama dengan pakar rebranding.

15 Membangun Merek Indonesia, Antaranews. Diakses pada tanggal 9 Maret 2016 dari http://www.antaranews.com/print/140611/membangun-merek-indonesia

(11)

Dalam program pengembangan merek (rebranding) ini ada perubahan sosial yang terjadi, dimana para pelaku usaha yang sebelumnya tidak memahami akan pentingnya branding akhirnya mau dan menjadi pelaku branding. Perubahan sikap dan perilaku para pelaku usaha, melalui proses penyampaian ide-ide yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, mampu mempengaruhi, meyakinkan dan mengajak para pelaku usaha untuk menerima dan ikut mengimplementasikan program pengembangan merek tersebut. Hal ini dibuktikan dengan terealisasikannya lebih dari 300 merek atau brand identity di beberapa provinsi di Indonesia, sejak tahun 2011.16

Dengan dukungan dan bantuan semua pihak baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kepentingan dan terutama para pelaku usaha itu sendiri serta seluruh masyarakat Indonesia, Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN dan Dinas Perindustrian & Perdagangan (Disperindag) daerah setempat bekerjasama dengan pakar rebranding telah melakukan perubahan sikap (attitude) dan perilaku (behavior) para pelaku usaha untuk mau dan terlibat dalam membangun merek melalui proses program pengembangan merek (rebranding) produk Indonesia.

Perubahan perilaku disini adalah perubahan dari yang tidak mengetahui tentang branding menjadi tahu dan mau menjalankannnya sesuai dengan produk

16Husen Miftahudin (2016, 8 September). Kemendag Rebranding Produk Potensi Ekspor. Metronews. Diakses pada tanggal 30 November 2016 dari

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2016/09/08/580350/kemendag-rebranding-produk-potensi-ekspor

(12)

yang dimilikinya, dan kemudian dengan pengetahuannya melakukan upaya dan usaha untuk membangun mereknya hingga akhirnya mampu meningkatkan nilai jual dan bersaing dengan merek-merek luar di pasar internasional.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, fokus penelitian yang akan diteliti adalah “Bagaimana sosialisasi program pengembangan merek-merek lokal yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dalam membangun dan mengembangkan merek-merek lokal untuk menghadapi perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?”

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan tentang apa yang ingin dicapai melalui sebuah kegiatan yang konsisten (penelitian), yang mengarah pada penyelesaian masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Tujuan penelitian memuat uraian yang menyebutkan secara spesifik maksud atau tujuan yang hendak dicapai dari penelitian yang dilakukan dengan merujuk pada rumusan masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya (Kerlinger FN and Lee, HB, 2009).17

17 Tehubijuluw, Sugiarto, Metodologi Penelitian: Cara Mudah Membuat Makalah, Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Matana Bina Utama, 2014 hal 33.

(13)

Tujuan penelitian adalah pengembangan teori dan pemecahan masalah. Berdasarkan kedua tujuan tersebut, penelitian dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok (Cresswell, JW, 2007)18, yaitu:

1. Penelitian Dasar (basic, pure, fundamental research); yaitu merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori dan mengevaluasi konsep-konsep teoritis. Temuan penelitian dasar diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori. Penelitian dasar ini akan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan masalah-masalah teoritis yang memerlukan penelitian untuk menjelaskan suatu fenomena dan memerlukan jawaban empiris.

2. Penelitian Terapan (applied research)

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Temuan penelitian diperlukan untuk dasar pengambilan keputusan dalam memecahkan masalah pragmatis atau melakukan pembenahan kinerja organisasi. Jadi penelitian terapan ini dapat digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang ada saat ini disuatu lingkungan organisasi yang memerlukan solusi atau area-area tertentu dalam suatu organisasi yang memerlukan perbaikan.

Sesuai dengan pembagian kelompok penelitian diatas, penelitian ini adalah penelitian yang termasuk kedalam kelompok penelitian terapan dengan tujuan

18 Tehubijuluw, Sugiarto, Metodologi Penelitian: Cara Mudah Membuat Makalah, Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Matana Bina Utama, 2014 hal 33.

(14)

“penelitian dan pengembangan”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh informasi mengenai sosialisasi program pengembangan merek-merek lokal yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan dalam menghadapi perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis / Akademis

Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai wawasan baru serta menjadi sumbangan atau kontribusi bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya bidang advertising & marketing communication yang berhubungan dengan pengembangan merek (rebranding).

b. Manfaat Praktis

Manfaat praktis bagi peneliti adalah sebagai panduan maupun motivasi untuk ikut serta dalam membangun merek lokal untuk dapat bersaing dengan merek-merek luar dalam menghadapi perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sedangkan manfaat praktis bagi perusahaan (Kementerian Perdagangan) adalah sebagai data informasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman maupun standardisasi dalam membangun merek lokal untuk bersaing dengan merek asing atau merek luar, karena persaingan semakin ketat dan tidak mungkin untuk dihindari.

(15)

Manfaat lainnya adalah membantu perusahaan dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan untuk ikut menyebarluaskan informasi akan manfaat identitas merek bagi usaha dan pelaku usaha, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran para pelaku usaha untuk mau membangun merek usahanya agar dapat berkompetisi dalam perdagangan bebas dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

c. Manfaat Sosial

Manfaat sosial dari penelitian ini adalah sebagai informasi yang dapat dijadikan sebagai panduan dan referensi yang signifikan untuk menginspirasi dan mengajak semua masyarakat, stakeholder untuk terlibat langsung dalam membangun dan mengembangkan merek-merek lokal baik sebagai konsultan merek maupun sebagai pelaku usaha atau pemilik usaha. Tidak hanya sadar akan manfaat merek namun ikut serta dan aktif dalam membangun dan mengembangkan merek Indonesia.

1.5. Kendala

Kendala yang dihadapi selama melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya regulasi dari Kementerian Perdagangan yang tidak memperbolehkan untuk mempublikasikan data berupa buku program pengembangan merek (rebranding) masing-masing pelaku usaha yang isinya mengenai strategi pengembangan merek (rebranding).

(16)

2. Waktu yang sangat terbatas untuk melakukan wawancara kepada nara sumber, karena kesibukan kerja yang seringkali harus keluar kota dan mendampingi tugas Dirjen PEN.

3. Tidak diperbolehkan untuk menggunakan alat rekam pada saat melakukan wawancara

Gambar

Tabel 1.1. Global Competitiveness Index (GCI) 2013-2014

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh gambaran hasil penelitian dimana sebagian besar peserta menunjukan tingkat kepuasan sangat tinggi terhadap pelatihan yang diadakan oleh pusdiklat

Sama seperti proses pengisian nilai, proses ini membutuhkan pencarian data detail terlebih dahulu, praja mana dan nilai yang mana yang akan dilakukan perbaikan nilainya, dengan

Dukungan dari Kementrian Koperasi dan UKM RI serta Direktorat Jenderal Pajak berupa keluarnya aturan baru yang meringankan anggota koperasi akan lebih memberikan

3. Penelitian akan dilakukan di wilayah kerja Desa Tesabela Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang, setelah mendapat persetujuan dari dari pembibing.

Pada kasus gadai mobil sewa tersebut sebagai pelaku adalah M. Ubaidillah Effendi dan Agus Sumaryanto yang berposisi sebagai penyewa mobil milik Cycilia Cyntia

Selanjutnya, dapat melakukan deteksi wilayah pada obyek daun mangga yang terpapar cahaya dalam intensitas tinggi, selanjutnya wilayah tersebut dipisahkan dari citra agar

Alhasil jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasinya adalah mahasiswa menghafal teknik (urutan cara) menjawab soal, bukan memahami inti persoalan, materi, dan

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif teknik kartu arisan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama di dalam suatu