• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan publik selalu mengikuti implementasi kebijakan 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebijakan publik selalu mengikuti implementasi kebijakan 1."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Karena semakin banyak ahli berkontribusi pada gagasan implementasi kebijakan sebagai salah satu tahap dari proses kebijakan, ada juga lebih banyak diskusi tentang konsep implementasi. Wahab dan beberapa penulis menempatkan tahap implementasi kebijakan di posisi yang berbeda, tetapi pada prinsipnya, setiap kebijakan publik selalu mengikuti implementasi kebijakan1.

Implementasi dianggap sebagai bentuk utama dan tahap penentu dalam proses kebijakan. Pernyataan Edward III memperkuat pandangan bahwa keputusan tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa pembuat keputusan yang efektif. Implementasi kebijakan adalah kegiatan yang terlihat setelah kebijakan dikeluarkan dengan instruksi yang efektif, termasuk upaya untuk mengelola input untuk menghasilkan output atau hasil bagi masyarakat.2

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti, "implementasi dasar adalah kegiatan menyalurkan hasil kebijakan yang dilaksanakan oleh pelaksana ke kelompok sasaran untuk melaksanakan kebijakan.”.3

1Akib, Haedar dan Antonius Tarigan.2008, “Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif, Model dan

Kriteria Pengukurannya,” Jurnal Volume 1 Agustus 2008, Universitas Pepabari Makassar, hlm 117

2Edward III, George C (edited), Public Policy Implementing, Jai Press Inc, London-England. Goggin, Malcolm L et

al. 1990, hlm 1.

3Purwanto dan Sulistyastuti ,1991, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan, Bumi Aksara

(2)

Menurut Agustino, “implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri”.4

Kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dapat kita lihat dari pernyataan seorang ahli studi kebijakan Eugne Bardach melukiskan kerumitan dalam proses implementasi menyatakan pernyataan sebagai berikut : “Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan- slogan yang kedenganrannya mengenakan bagi telinga pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien”.5

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah serangkaian tindakan oleh serangkaian aktor untuk mendukung implementasi kebijakan dengan fasilitas berdasarkan aturan yang dirumuskan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

B. Tinjauan Tentang Mahkamah Konstitusi 1. Pengertian Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga nasional yang dibentuk setelah Amandemen Konstitusi pada tahun 1945. Dalam konteks Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi didirikan sebagai berikut: Pertama, sebagai penjaga Konstitusi, 4Agostiono, Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter dan Van Horn,http//kertyawitaradya.wordpre ss,

diakses 5 September 2018, hlm 139.

(3)

fungsinya adalah untuk menjaga keadilan kenegaraan dalam kehidupan masyarakat. Kedua, Mahkamah Konstitusi memiliki tanggung jawab memastikan bahwa Konstitusi dihormati dan dilaksanakan secara konsisten dan bertanggung jawab dengan semua komponen negara. Ketiga, dalam hubungan lemah sistem konstitusi saat ini, Mahkamah Konstitusi telah bertindak sebagai penerjemah, menjaga semangat konstitusional tetap hidup dan menambah kesinambungan negara dan masyarakat.6

Mahkamah Konstitusi terdiri dari istilah-istilah pengadilan dan konstitusi.Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat, perlu untuk memahami badan yang memutuskan kasus-kasus atau hukum gugatan (pengadilan).Konstitusi memiliki dua

makna dalam perkembangannya, yaitu:7

a. Secara umum, konstitusi mengacu pada semua peraturan dasar tertulis atau tidak tertulis atau hukum dasar.

b. Dalam arti yang sempit, konstitusi mengacu pada piagam dasar atau hukum dasar, yang merupakan dokumen lengkap tentang aturan dasar negara.

Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah organ yudisial, dan terserah pengadilan untuk memutuskan apakah hukum kasus tersebut atau apakah melanggar Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang Dasar. Dilihat dari kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945, itu bahkan dapat dilihat dengan lebih jelaskepada Mahkamah Konstitusi yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang 6 Jimmly Asshiddiqie,2010,Perkembangan dan Konsilidasi Lembaga Negara, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm.

105

7Titik Triwulan Tutik,Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Perubahan UUD

(4)

terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa antar lembaga negara, memutus terhadap pelanggaran presiden, memutus sengketa pemilu dan memutus pembubaran partai politik.

2. Sejarah Mahkamah Konstitusi

Sejarah pendirian Mahkamah Konstitusi di Indonesia dimulai ketika MPR mengadopsi gagasan Mahkamah Konstitusi dalam Amandemen Konstitusi 2001 pada tahun 2001 sesuai dengan Pasal 24 (2), Pasal 24C dan Pasal 7B. Diproduksi oleh Amandemen Ketiga yang disetujui oleh Amandemen Ketiga pada 9 November 2001. Setelah menyetujui Amandemen Ketiga untuk UUD 1945, dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, Konferensi Permusyawaratan Rakyat menetapkan bahwa Mahkamah Agung untuk sementara waktu harus melaksanakan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Transisi Konstitusi 1945 yang timbul dari Amandemen Keempat.8 Awalnya, Mahkamah Konstitusi tidak diketahui. Bahkan, dapat dikatakan bahwa pemikiran Mahkamah Konstitusi itu sendiri di dunia relatif baru. Namun, dalam demokrasi baru, terutama di negara-negara yang telah mengalami transisi dari pemberdayaan ke demokrasi dalam 25 tahun terakhir abad ke-20, gagasan untuk mendirikan pengadilan konstitusional sangat populer. Oleh karena itu, setelah Indonesia memasuki era reformasi pengadilan konstitusi, sejarah pembentukan pengadilan konstitusional dan era demokrasi saat ini, gagasan pembentukan pengadilan konstitusi diterima secara luas.9

8Bambang Sutiyoso,2010,Pembentukan Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 6, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm. 27-28

(5)

Konstitusi yang direvisi pada tahun 1945 berarti perubahan mendasar dalam sistem konstitusi Indonesia, termasuk struktur dan hubungan lembaga-lembaga negara. Perubahan ini menunjukkan bahwa Indonesia telah mengadopsi prinsip- prinsip baru dalam sistem administrasi nasional, termasuk prinsip "pemisahan kekuasaan", yang menggantikan prinsip tertinggi parlemen yang sebelumnya diadopsi.

Pembentukan Mahkamah Konstitusi konsisten dengan adopsi supremasi hukum dalam UUD 1945, dan supremasi hukum harus dipertahankan melalui pemahaman konstitusional. Ini berarti bahwa mungkin tidak ada hukum dan peraturan lain yang bertentangan dengan Hukum Dasar. Ini konsisten dengan menegaskan bahwa Konstitusi adalah hukum tertinggi di antara hukum dan peraturan Indonesia. Pemeriksaan hukum berdasarkan UUD 1945 mengharuskan pengadilan untuk mempertahankan prinsip konstitusionalitas hukum.

3. Kedudukan Mahkamah Konstitusi Dalam Negara Hukum

Status konstitusi di negara ini berubah dari waktu ke waktu. Dalam proses transisi dari monarki atau oligarki dengan kekuasaan absolut ke negara-bangsa yang demokratis, konstitusi menduduki benteng isolasi antara rakyat dan penguasa, dan kemudian secara bertahap ikut memperebutkan perebutan kekuasaan rakyat melawan kelas penguasa. Sejak itu, setelah rakyat memenangkan perjuangan, Konstitusi mengubah status dan perannya dari hanya menjadi penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat menjadi tirani kelas penguasa, menjadi peran rakyat dalam mengendalikan kekuasaan atau kelompok sepihak dalam sistem monarki dan oligarki. Senjata pamungkas, dan tata kehidupan baru telah didirikan atas dasar ini. Dengan

(6)

menggunakan berbagai ideologi, seperti individualisme, liberalisme, universalisme, demokrasi, dll., Untuk meletakkan fondasi bagi kepentingan bersama rakyat. Selain itu, status dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang menjadi dasar negara.10 Di negara-negara yang berlandaskan pada demokrasi konstitusional, Undang- Undang Dasar memiliki fungsi unik, dengan memperkecil ruang gerak kebijakan pemerintah sedemikian rupa sehingga pelaksanaan kekuasaan tidak sewenang- wenang. Bahwa menggunakan aturan distribusi daya dalam arah vertikal dan horizontal untuk membatasi daya, daya akan dibagi menjadi posisi yang sama dan seimbang dan dikendalikan satu sama lain. Keterbatasan kekuatan juga dapat dicapai dengan membagi kekuatan menjadi beberapa organ yang diatur secara vertikal. Dengan cara ini, kekuatan tidak akan terkonsentrasi di satu organ atau satu tangan yang dapat dikendalikan secara sewenang-wenang. Mahkamah Konstitusi adalah peradilan independen yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keadilan dan menjaga hukum dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi didirikan untuk memastikan bahwa Konstitusi adalah hukum tertinggi dan oleh karena itu dapat mempertahankan status tertinggi Konstitusi. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi dalam sistem konstitusi Indonesia disebut Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung memiliki kekuatan yudisial independen yang sama. Mahkamah Konstitusi juga menafsirkan Konstitusi ketika menjalankan kekuasaannya, termasuk peninjauan Undang-Undang Dasar.Karena itu, Mahkamah Konstitusi juga dikenal sebagai penafsir tunggal Konstitusi, dan menilai pengaruh kekuatan lain dalam menghadapi konfrontasi, terutama terhadap sistem.11

10Dahlan Thalib dkk, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 17. 11Ibid.

(7)

Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) disebutkan bahwa tugas dan fungsi Mahkamah Konstitusi adalah menangani perkara konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Selain itu keberadaan mahkamah juga dimaksudkan sebagai koreksi terhadap pengalaman ketatanegaraan yang ditimbulkan oleh tafsir ganda atau konstitusi.12

Dalam menjalankan kekuasaannya untuk memutuskan peninjauan kembali terhadap undang-undang UUD 1945, Mahkamah Konstitusi juga memainkan peran sebagai wali Konstitusi. Selain itu, pelaksanaan kekuasaan pengadilan lain juga didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menyelesaikan kasus- kasus yang harus diputuskan, termasuk perselisihan tentang kekuasaan lembaga negara, pembubaran partai politik, perselisihan hasil pemilu, dan posisinya selama pencabutan presiden dan wakil presiden. Dan latar belakang juga terkait dengan peran pengadilan sebagai wali dan juru bahasa konstitusi.

Dengan adanya Mahkamah Konstitusi dapat dipahami sebagai pembela negara untuk memperkuat fondasi kenegaraan dalam UUD. sehingga, Mahkamah Konstitusi memiliki batas kekuasaam dan merupakan semacam penghormatan terhadap konstitusionalisme. Batas kekuasaan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga peradilan adalah bentuk implementasi dari sistem keseimbangan kekuasaan antar lembaga negara. (checks and balances).13

12

Mahkamah Konstitusi RI, 2010, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekertariat Jendral Mahkamah konstitusi R.I, Jakarta, hlm 10.

13

(8)

Sebagai salah satu peserta dalam kekuasaan yudisial, MK diharapkan mengembalikan citra sistem peradilan Indonesia dan menjadikannya kekuatan yudisial independen yang dapat dipercaya dalam penegakan hukum dan keadilan. Dasar filosofis dari kekuasaan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah prinsip- prinsip keadilan substantif dan tata pemerintahan yang baik. Selain itu, teori hukum telah mempererat adanya MK sebagai lembaga nasional yang menjaga dan menafsirkan Konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dan semua kekuasaan dan tugasnya dianggap telah mengubah supremasi parlemen dan menggantikan supremasi konstitusi dengan supremasi konstitusi.14

4. Fungsi dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung adalah pemilik kekuasaan kehakiman Indonesia. Tetapi keduanya memiliki izin yang berbeda. Jika Mahkamah Agung berada dalam yurisdiksi pengadilan biasa, maka Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan khusus yang ruang lingkupnya adalah Konstitusi. Kelahiran Mahkamah Konstitusi sebenarnya dimulai dengan Amandemen Ketiga Konstitusi pada tahun 1945. Setelah amandemen, UU Mahkamah Konstitusi disahkan. Undang-undang ini dirancang dan disetujui sebagai UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003, dan sekarang telah diamandemen sebagai UU No. 8 Republik Indonesia tentang Mahkamah Konstitusi pada tahun 2011. Sejak itu, Mahkamah Konstitusi menjadi salah satu pilar demokrasi Indonesia.

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi disetujui oleh Pasal 24 (2), Pasal 24C dan Pasal 7B dari Amandemen Ketiga Konstitusi 1945 pada tanggal

14Mariyadi Faqih, 2010, Nilai-Nilai Filosofi Putusan Mahkamah Konstitusi yang Final dan Mengikat, dalam Jurnal Konstitusi Volume 7 Nomor 3, Sekretarian Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm. 97.

(9)

9 November 2001. kasus. Diyakini pula bahwa Mahkamah Konstitusi didirikan pada 13 Agustus 2003 bersama dengan UU No. 24 tahun 2003. Pada 16 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi dibentuk berdasarkan Konstitusi, yang merupakan kelahiran Mahkamah Konstitusi.15

Menurut ketentuan Konstitusi, tiga hakim konstitusi berasal dari proposal Republik Demokratik Rakyat, tiga hakim konstitusi berasal dari proposal Mahkamah Agung, dan tiga hakim konstitusi berasal dari proposal presiden. Gagasan mendirikan pengadilan konstitusi diusulkan melalui pembaruan gagasan di bidang hukum konstitusional di abad ke-20. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga nasional yang berasal dari konsep sistem hukum Eropa kontinental. Sebagai negara di bawah aturan hukum (Rechstaat), Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh lembaga administratif negara-negara Eropa, terutama negara-negara di mana sistem hukum Eropa daratan menganut supremasi konstitusi. Di negara-negara termasuk Eropa kontinental, Mahkamah Konstitusi adalah bentuk perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.16

Lahirnya Mahkamah Konstitusi setelah perubahan merupakan respons terhadap persyaratan penguatan mekanisme check and balance dalam sistem administrasi nasional. Pembentukan sistem konstitusi adalah hasil dari konsep supremasi hukum yang diadopsi oleh administrasi negara Indonesia. Akan ada pemisahan otomatis kekuasaan dan checks and balances antar institusi. Mahkamah Konstitusi akan melanggar undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Mahkamah Konstitusi

15Yasir Fatahillah, Fungsi dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Ketatanegaraan Indonesia,

http://fatahilla.blogspot.co.id/2011/10/fungsi-dan-kewenangan-mahkamah.html, diakses pada tanggal 1 Januari 2019

(10)

memiliki fungsi membela Konstitusi, sehingga dapat diimplementasikan dan dihormati oleh penyelenggara kekuasaan negara dan warga negara. Mahkamah Konstitusi juga merupakan juru bahasa utama Konstitusi. Di setiap negara, Mahkamah Konstitusi juga merupakan pelindung Konstitusi. Karena hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD 1945, peran perlindungan UUD dalam melindungi hak asasi manusia juga benar.17

C. Tinjauan Umum Putusan Mahkamah Konstitusi 1. Pengerian Putusan Mahkamah Konstitusi

Putusan adalah deklarasi yang dibuat secara tertulis oleh pejabat pemerintah yang diotorisasi oleh hakim dan memiliki hak untuk melakukannya, dan dikeluarkan sebelum persidangan umum atau persidangan yang tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan atau menyimpulkan kasus bagi para pihak untuk membangun kepastian dan keadilan hukum pernyataan. Satu hal yang perlu ditekankan dalam kaitannya dengan putusan MK adalah sifat putusan MK itu sendiri, menurut kewenangannya, Mahkamah Konstitusi adalah pengadilan pertama dan terakhir, dan putusan akhirnya adalah final. Ini berarti bahwa tidak ada solusi lain yang dapat diberikan terhadap putusan MK. Tidak seperti pengadilan lain yang dapat mengambil tindakan hukum terhadap putusan hakim, misalnya, litigasi terhadap hakim di pengadilan pertama, banding terhadap banding yang dibuat oleh hakim Pengadilan Tinggi, dan peninjauan kembali (PK) untuk mengesampingkan putusan semula.

Menurut pandangan yang telah kita lihat, ada berbagai jenis keputusan hakim di pengadilan. Keputusan akhir adalah keputusan untuk mengakhiri peninjauan dalam

17

Maruarar Siahaan, 2006, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 5.

(11)

persidangan, apakah telah melewati semua tahap peninjauan, belum lulus atau belum melakukan semua tahap peninjauan. Keputusan perantara adalah keputusan yang masih dalam proses peninjauan kasus dan bertujuan untuk memfasilitasi proses peninjauan. Keputusan sementara tidak akan menghentikan ujian, tetapi akan mempengaruhi arah dan proses pemeriksaan.Keputusan sementara dibuat sebagai keputusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah, tetapi hanya dicatat dalam catatan uji coba.

2. Jenis Putusan Mahkamah Konstitusi

Sengketa yang diajukan ke MK sebenarnya memiliki karakteristik sendiri, yang berbeda dengan sengketa sehari-hari yang dihadapi oleh peradilan biasa. Perselisihan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi sebenarnya memiliki karakteristik sendiri, yang berbeda dari perselisihan yang dihadapi keadilan biasa setiap hari. Permintaan pemohon dan keputusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi akan memiliki konsekuensi hukum tidak hanya untuk perorangan, tetapi jug untuk orang lain, lembaga nasional dan pejabat pemerintah atau masyarakat umum, terutama dalam kasus uji materi Undang-Undang Dasar. Dalam hal ini, kepentingan publik yang melekat akan secara jelas dibedakan dari kasus-kasus pidana, perdata dan administrasi negara, yang biasanya melibatkan kepentingan pribadi dan pribadi dan kepentingan orang lain atau pemerintah.Fitur ini akan membedakan penerapan hukum acara oleh Mahkamah Konstitusi dari penerapan hukum acara di pengadilan lainnya. Pada saat yang sama, kita harus ingat bahwa hukum adalah sistem penegakan penilaian yang terpadu, yang harus melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan esensi

(12)

putusan. Sehubungan dengan pelaksanaanya, ada beberapa jenis sifat putusan MK yaitu18:

a. Keputusan yang dapat diimplementasikan secara langsung tanpa perlu membuat peraturan atau perubahan baru. Keputusan yang dapat langsung diimplementasikan adalah keputusan yang membatalkan norma tertentu. Norma ini tidak akan mengganggu sistem normatif yang ada dan tidak memerlukan peraturan lebih lanjut..

b. Keputusan yang membutuhkan pengawasan atau implementasi lebih lanjut

membutuhkan lebih banyak aturan operasional. Artinya, putusan

membatalkan norma-norma yang memengaruhi norma-norma lain. Namun, tidak ada peraturan tindak lanjut.

Oleh karena itu, keputusan MK termasuk keputusan yang dapat langsung dilaksanakan tanpa perlu memperkenalkan peraturan atau perubahan baru, karena menghapuskan norma-norma tertentu yang tidak melanggar sistem norma yang ada. Putusan MK tidak mengurangi kekuatan mengikat sejak dibacakan. Setiap pihak terkait harus menerapkan keputusan ini. Jika peraturan yang diterapkan bertentangan dengan keputusan MK, dasar hukumnya adalah keputusan MK. Mekanismenya sama dengan pembentukan undang-undang baru sejak diundangkan dan hukumnya mengikat.

3. Asas Putusan Mahkamah Konstitusi

a. Asas putusan final

18Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,2006, SH, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang,Sekretariat Jenderal dan

(13)

Dalam putusan ini Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final (Pasal 10 Undang-Undang No 24 Tahun 2003).

b. Asas praduga rechtmatig

Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap pada saat putusan dibacakan serta tidak berlaku surut. Pernyataan tidak berlaku surut mengandung makna bahwa sebelum putusan Mahkamah Konstitusi dibacakan objek yang menjadi perkara masih tetap sah dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Konsekuensi dari hal ini hakim tersebut adalah ex nunc, yaitu dianggap ada sampai saat pembatalannya.

c. Asas pembuktian bebas

Dalam melakukan pemeriksaan hakim konstitusi menganut asas pembuktian bebas (vrij bewij). Hakim Konstitusi bebas menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian serta penilain pembuktian atau sah atau tidaknya pembuktian berdasarkan keyakinan. Asas ini diadopsi sepenuhnya dalam Mahkamah Konstitusi, untuk memberikan peluang kepada Hakim Konstitusi untuk mencari kebenaran materil melalui pembuktian bebas. Dengan demikian Hakim Konstitusi dapat leluasa untuk menentukan alat bukti, termasuk alat bukti yang tergolong baru, dikenal dalam kelaziman hukum acara, misalnya alat bukti berupa rekaman video kaset.

d. Asas keaktifan hakim

Artinya, Hakim Konstitusi cukup berperan dalam melakukan penelusuran dan eksploitasi untuk mendapatkan kebenaran, melalui alat bukti yang ada. Asas

(14)

ini tercermin salah satunya pada asas pembuktian bebas yang menunjukkan bahwa hakim konstitusi dapat mencari kebenaran materiil yang tidak terbatas untuk menentukan alat buktinya. Selain itu, asas keaktifan Hakim Konstitusi juga tercermin dalam kewenangan Hakim Konstitusi memerintahkan kepada para pihak untuk hadir sendiri dalam persidangan sekalipun telah diwakili oleh kuasa hukumnya. Ketentuan ini dimaksudkan agar hakim konstitusi dalam menemukan kebenaran materiil yang dapat diperoleh dari kesaksian dan penjelasan para pihak yang berperkara. Hal ini mencerminkan karekteristik hukum publik didalam hukum acara Mahkamah Konstitusi (Pasal 11 Undang- Undang No. 24/2003).

e. Asas putusan memiliki kekuaatan hukum mengikat

Kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang mengikat para pihak dan harus diikuti oleh siapapun. Asas ini tercermin adanya ketentuan yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundan-undangan mengatur lain. Ketentuan ini mencerminkan pula kekuatan hukum mengikat dan karena sifatnya hukum publik, maka berlaku pada siapa saja tidak hanya para pihak yang berperkara saja.

(15)

Bahwa kekuasaan kehakiman merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bermaksud mempengaruhi keobjektifan putusan pengadilan.

g. Asas Hakim aktif juga pasif dalam proses persidangan

Mekanisme constitutional control digerakan oleh pemohon dengan satu permohonan dan dalam hal demikian hakim bersifat pasif, tidak boleh secara aktif melakukan inisiatif untuk menggerakan mekanisme. MK tidak dapat memeriksa perkara tanpa adanya permohonan ,Hakim harus aktif menggali data dan keterangan yang diperlukan (Pasal 11 UU MK) .

h. Asas peradilan dilakukan secara sederhana, cepat dan biaya ringan

Sederhana adalah hukum acara yang paling mudah dipahami dan tidak berbelit- belit pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan tanpa mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. Semua biaya yang menyangkut persidanga di Mahkamah Konstitusi dibebankan pada biaya Negara. Dengan demikian, maka peradilan akan berjalan dengan waktu yang relatif cepat.

i. Asas objektifitas

Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami isteri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, atau penasihat hukum atau antara hakim dan salah satu panitera juga terdapat hubungan sebagai mana telah dikemukakan, atau hakim dan panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung.

(16)

j. Asas sosialisasi

Hasil keputusan wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat secara terbuka ke pada pihak-pihak terkait selain itu juga masyarakat dapat mengakses melalui internet dan media massa.

k. Asas erga omnes

Putusan MK merupakan putusan yang mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapa pun, putusannya langsung dapat dilaksanakan dan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan peruu-an mengatur lain.

D. Tinjauan Umum Perkawinan 1. Pengertian Perkawianan

Menurut Pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang pernikahan, pernikahan mengacu pada ikatan material dan spiritual antara pria dan wanita sebagai suami dan istri, dan tujuannya adalah untuk membangun keluarga yang bahagia dan kekal atas dasar keilahian. Menurut Pasal 2 dari "Kumpulan Hukum Islam", pernikahan adalah kontrak yang mematuhi perintah Allah dan melaksanakannya sebagai ibadah.19 2. Tujuan Perkawinan:

Tujuan pernikahan adalah untuk memenuhi instruksi agama untuk membangun keluarga yang harmonis, makmur dan bahagia. Pada saat yang sama, menurut Imam al Ghozali yang dikutip oleh Abdul Rohman Ghozali, tujuan pernikahan adalah: 20

a. Mempunyai keturunan

b. Untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk menyampaikan keinginan dan berlama-lama

19 Ibid hlm 22 20 Ibid hlm 22

(17)

c. Terlibat dalam kegiatan keagamaan dan lindungi diri Anda dari kejahatan dan kehancuran

d. Serius bertanggung jawab untuk mengambil hak dan kewajiban dan mendapatkan kekayaan halal

e. Bangun keluarga untuk membangun masyarakat yang damai berdasarkan cinta dan kasih sayang.

3. Syarat Sah Perkawinan

Hukum berarti bahwa selain tidak ada hambatan, semua kondisi dasar harus dipenuhi. Jika itu bertentangan, itu akan dihukum atau tidak berlaku sebagai fasad. Tindakan hukum yang sah memiliki makna hukum dalam bentuk hak dan kewajiban. Demikian pula perkara nikah. Perkawinan yang sah menimbulkan hak berserikat sebagai suami dan istri, hak untuk saling mewarisi, kewajiban untuk membesarkan anak dan istri, dan hak-hak lainnya.

Persyaratan hukum untuk menikah menurut UU Perkawinan diatur dalam ayat (1) dan (2) Pasal 2, yaitu : 21

a. Pernikahan adalah sah, asalkan sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

b. Setiap pernikahan dicatat sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Menurut pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa “dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut

masing-masing hukum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang

(18)

saksi”22 Maka perkawinan dianggap sah apabila dilaksanakan menurut hukum dan setiap keyakinan. Tujuan dari masing-masing agama dan kepercayaan termasuk ketentuan hukum yang berlaku dalam agama dan kepercayaan mereka, selama mereka tidak bertentangan dengan hukum ini atau tidak ditentukan lain. Menurut "Hukum Perkawinan", pernikahan yang secara otomatis melanggar peraturan agama dianggap tidak sah dan tidak memiliki konsekuensi hukum sebagai ikatan pernikahan. 23

E. Tinjauan Umum Perusahaan 1. Pengertian Perusahaan

Hukum perusahaan adalah semua peraturan hukum yang mengatur mengenai segala jenis usaha dan bentuk usaha. Rumusan pengertian perusahaan terdapat dalam Pasal1 huruf (b) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UWDP), perusahaan didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerusdan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan, dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuktujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Beberapa orang telah menyatakan konsep perusahaan, seperti yang dikutip oleh Molengraaff dan R. Soekardono, yang mengartikan perusahaan adalah perilaku keseluruhan yang berkelanjutan, yang menghasilkan uang di luar melalui transaksi, pengiriman barang, atau kesimpulan dari perjanjian perdagangan.24 Pandangan Polark

yang dikutip oleh Abdulkadir Muhammad, yang menyatakan bahwa hanya ketika

22Andi Tahir Hamid,2005,Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan Bidangnya, hlm 18

23Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan IndonesiaMenurut Perundang-Undangan,Hukum Adat, Hukum

Agama. hlm 34

(19)

perlu menghitung apa yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam buku-buku Hanya dalam hal untung rugi perusahaan dapat didirikan. Pendapat Polak ini menambahkan

elemen "pembukuan" ke elemen-elemen lain yang disebutkan oleh

Molengraaff.25Menurut peraturan adalah Tanpa gangguan dan di depan umum mengambil tindakan dan mengambil untung di posisi tertentu.26Kegiatan yang dilakukan dengan maksud untuk mencari keuntungan tersebut termasuk kegiatan ekonomi.

2. Ruang Lingkup Peusahaan

Ruang lingkup dari Hukum Perusahaan ada pada lapangan Hukum Perdata (khususnya Hukum Dagang) dan sebagian ada pada Hukum Administrasi Negara yang tercermin pada peraturan Perundang-undangan di luar KUHPerdata dan KUHDagang. Namun apabila dilihat dari obyek usaha dan tata perniagaannya, termasuk di dalam lapangan Hukum Perdata khususnya di bidang hukum harta kekayaan yang mana di dalamnya terletak hukum dagang. Sedangkan apabila dilihat dari kegiatan usahanya yang bergerak dalam kegiatan ekonomi pada umumnya, maka

hukum perusahaan ini termasuk pula dalam cakupan hukum ekonomi.27

F. Tinjauan Umum Ketenagakerjaan 1. Pengertian Ketenagakerjaan

Dalam pasal 1 UU No. 1 tentang ketenagakerjaan, pada 13 Desember 2003, disebutkan bahwa ketenagakerjaan adalah masalah yang terkait dengan tenaga kerja sebelum, selama dan setelah bekerja. Menurut Imam Sopomo, tenaga kerja

25Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan, hlm 8

26HMN Purwosutjipto,1999,Pengertian Pokok Hukum Dagang IndonesiaJilid 2, hlm 2.

27R.T. Sutantya,R. Hadhikusuma dan Sumantoro, 1995, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan, Jakarta: Rajawali

(20)

atau pekerjaan adalah seperangkat tertulis dan tidak tertulis, yang melibatkan seseorang yang bekerja untuk mendapat gaji. Menurut Molenaar, pekerjaan merupakan hasil dari semua konten yang berlaku, yang pada dasarnya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, dan antara tenaga kerja dan tenaga kerja. Menurut definisi pekerjaan, angkatan kerja akan dijelaskan di atas.

Dalam Pasal 2 UU No. 1, pada 13, beberapa orang mengatakan bahwa tenaga kerja mengacu pada siapa saja yang dapat bekerja di dalam dan di luar hubungan kerja untuk menghasilkan barang atau jasa yang memenuhi kebutuhan dan masyarakat mereka sendiri. Termasuk pekerja yang bekerja di dalam atau di luar hubungan kerja dengan alat produksi utama dalam proses produksi kerja itu sendiri (termasuk energi fisik dan mental). Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04 / MEN / 1994, Departemen Tenaga Kerja adalah orang di perusahaan mana pun yang tidak perlu berpartisipasi dalam rencana jaminan sosial tenaga kerja karena tahap partisipasi.

2. Pihak – pihak Dalam Hubungan Kerja a. Pekerja atau Buruh

Undang-Undang tentang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 1, paragraf 4, memberikan pemahaman tentang pekerja, atau semua pekerja yang menerima gaji atau upah dalam bentuk apa pun. Buruh mengacu pada siapa saja yang bekerja untuk majikan dengan menerima upah.28

b. Pengusaha atau Majikan

a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya,

(21)

b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili peruasahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.29.

3. Hubungan Kerja dan Dasar Hukumnya a. Hubungan Kerja

Hubungan kerja mengacu pada hubungan antara majikan dan pekerja atau pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang berisi unsur-unsur pekerjaan, upah dan pesanan. Oleh karena itu, jelas bahwa hubungan kerja terjadi karena perjanjian kerja antara majikan dan pekerja atau buruh. Berdasarkan pemahaman di atas, beberapa definisi perjanjian kerja, unsur-unsur perjanjian kerja, ketentuan hukum dari perjanjian kerja dan bentuk perjanjian kerja dapat diambil.

b. Pengertian Perjanjian Kerja

Menurut "Kode Sipil", perjanjian kerja adalah perjanjian di mana pihak pertama mengikatkan dirinya sesuai dengan urutan pihak lain. Majikan dapat melakukan pekerjaan dengan menerima upah dalam periode tertentu. Dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 Perjanjian kerja adalah Kesepakatan antara pekerja atau pekerja dengan majikan atau majikan, yang memuat hak dan kewajiban kerja kedua belah pihak. Menurut perjanjian kerja Imam Soepomo, itu berarti perjanjian di mana pihak pertama (pekerja) berjanji untuk bekerja keras dengan mengumpulkan upah dari satu pihak. Yang kedua adalah majikan, yang berjanji untuk merekrut pekerja dengan membayar upah.

c. Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja

(22)

Berdasarkan pengertian perjanjian di atas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja yakni:30

a) Adanya Unsur Work atau Pekerjaan

Dalam perjanjian kerja, suatu pekerjaan harus diserahkan (tujuan perjanjian), dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pekerja itu sendiri, dan hanya dengan izin dari majikan dapat memerintahkan orang lain. Ini dijelaskan dalam Pasal 1603a Hukum Perdata, yaitu sebagai berikut: “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan atau keahliaanya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

b) Adanya Unsur Perintah

Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah Pekerja yang bersangkutan harus mematuhi perintah majikan dan melaksanakan pekerjaan mereka seperti yang dijanjikan. Inilah perbedaan antara hubungan kerja dan hubungan lainnya (seperti hubungan antara dokter dan pasien, pengacara dan klien).

c) Adanya upah

Gaji memainkan peran signifikan dalam proses pekerjaan, dan juga bertujuan untuk pekerja yang bekerja untuk majikan adalah untuk mendapatkan bayaran. Karena itu, ketika tidak mendapatkan gaji, maka 30Zainal Asikin, et al. Ibib, hlm. 55

(23)

tidak berjalan baik. Sama seperti tahanan yang perlu melakukan pekerjaan tertentu, siswa yang ramah melakukan magang lapangan di hotel.

d. Syarat Sah Perjanjian Kerja

Sebagai bagian dari perjanjian, perjanjian kerja harus mematuhi persyaratan legalitas Pasal 1320 Hukum Sipil. Pasal 52, paragraf 1, UU No. 1 juga mengatur ketentuan ini. Mengenai tenaga kerja pada tanggal 13, 2003, yang menetapkan bahwa perjanjian kerja didasarkan pada:

a) Kesepakatan kedua belah pihak,

b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan,

Karya yang dijanjikan tidak akan melanggar ketertiban, universalitas, etiket, dan hukum dan peraturan yang berlaku.

Perjanjian antara kedua belah pihak, biasanya disebut perjanjian dengan orang yang mengikat, berarti bahwa kedua pihak yang menandatangani perjanjian kerja harus mencapai kesepakatan tentang hal-hal yang disepakati. Apa yang satu pihak harapkan dari yang lain. Pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan

majikan menerima pekerjaan pekerja. .

G. Teori Keadilan

1. Pengertian Keadilan

Mengenai keadilan, keadilan itu sendiri memiliki beberapa makna: keadilan yang temuat dalam kamus besar bahasa indonesia adalah tidak sewenang-wenang, adil, dan tidak memihak. Keadilan terutama berarti bahwa kebijakan berlansdkan

(24)

pada aturan obyektif, sehingga sewenang-wenang. Para ahli percaya bahwa keadilan adalah kebijakan utama dalam sistem sosial, dan begitu pula kebenaran dalam sistem ideologis. Sebuah teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, jika tidak benar, maka harus ditolak atau dimodifikasi, jika hukum dan sistemnya efektif dan rapi, maka harus ditolak atau dimodifikasi, jika tidak adil, harus ditolak atau dimodifikasi.31

Dengan ini, membenarkan hilangnya kesempatan tertentu melalui pencapaian yang lebih besar dari orang-orang tertentu. Keadilan tidak mengizinkan kepentingan mayoritas yang dinikmati oleh banyak orang untuk meningkatkan pengorbanan bagi segelintir orang. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang adil, kebebasan warga dianggap telah ditetapkan, dan hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak dihitung oleh negosiasi politik atau kepentingan sosial.32

2. Subjek Keadilan

Dikatakan bahwa banyak hal yang bukan aturan adil dan tidak adil. Tema keadilan merupakan bentuk dari perilaku masyarakat yang bertujuan demi mencapai sebuah keharmonisan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga masyarakat mendukung titik awal tertentu, terutama ketidaksetaraan yang serius. Ini tidak hanya menembus, tetapi juga mempengaruhi peluang awal manusia dalam kehidupan, tetapi tidak peduli seberapa baik atau buruknya, tidak ada cara untuk membenarkannya.

Kemudian, konsep keadilan sosial harus dianggap sebagai standar yang dengannya semua kegiatan masyarakat harus dijalankan. Akan tetapi, standar ini 31John Rawls, A Theory Of Justice, terj. Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan. Cet.1. (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2006). 3-4

(25)

tidak mengkhawatirkan dengan peraturan keuntungan , mungkin efektif, gratis atau gratis, dll., Atau mungkin adil atau tidak adil. dari. Konsep lengkap prinsip-prinsip untuk semua kebajikan struktural dasar dan beban konfliknya bukan hanya konsep keadilan, itu adalah cita-cita sosial..33

Referensi

Dokumen terkait

Dalam jurnal ini , penulis membuat sistem pengenalan wajah dengan membandingkan tingkat akurasi antara metode LNMF dan NMFsc.Dimana sistem ini dapat melakukan

Dengan kajian ini diharapkan dengan konsep arsitektur tanggap iklim dapat menjadi solusi untuk masalah – masalah lingkungan yang ada saat ini, selain itu juga bisa menjadi

Gambar tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan selama ini memiliki satu server yang dilengkapi dengan aplikasi server untuk digunakan minimal 5 user dalam mengupdate data

bahwa mendasarkan ketentuan Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pasal 13 Peraturan Daerah

Hasil analisis dapat diketahui bahwa koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,740, dengan demikian berarti bahwa produktivitas kerja karyawan bagian produksi pada

Menurut Engkos Kosasih (1985: 112) menyatakan bahwa mengoper bola dengan tangan dari bawah selain berguna untuk mengoper bola juga dapat digunakan untuk menerima bola

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi kecemasan komunikasi pada remaja: penelitian pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMA Pasundan 2

Bentuk & Kriteria Indikator Penilaian Bobot (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) gambaran umum rencana usaha, Metode pelaksanaan, Biaya dan