• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba 2011 dan sistematika dari penyajiannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba 2011 dan sistematika dari penyajiannya."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Sistem informasi kesehatan saat ini disadari masih jauh dari kondisi ideal,yaitu belum mampu menyediakan data dan informasi kesehatan yang evidence based sehingga belum mampu menjadi alat manajemen kesehatan yang efektif. Berbagai masalah klasik masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan. Diantaranya adalah kegiatan pengelolaan data dan informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dalam satu mekanisme kerjasama yang baik. Adanya “overlapping” kegiatan dalam pengumpulan dan pengolahan data, di mana masing-masing unit mengumpulkan datanya sendiri-sendiri dengan berbagai instrumennya di setiap unit kerja baik di pusat maupun di daerah. Penyelenggaraan system informasi kesehatan itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, masih terjadi redundant data, duplikasi kegiatan, dan tidak efisiennya penggunaan sumber daya. Hal ini sebagai akibat dari masih terfragmentasinya sistem informasi kesehatan.

Situasi tersebut menimbulkan tersendatnya pendistribusian informasi terutama dari sumber data di unit pelayanan kesehatan di setiap kecamatan ke kabupaten dan provinsi atau bahkan ke pusat yang mengakibatkan terjadinya krisis informasi di berbagai unit teknis di pusat. Di samping itu, terhambatnya aliran komunikasi data baik dari sumber data di daerah ke pengguna di pusat atau sebaliknya, serta terhambatnya aliran komunikasi data antar pengguna atau bahkan tertutupnya sumber informasi untuk diakses oleh pengguna lain sehingga menyebabkan sulitnya memperoleh informasi yang memadai (lack of informations). Situasi yang demikian pada akhirnya menyulitkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan evidence based.

Namun demikian sebagai upaya penyiapan informasi kesehatan, Profil Kesehatan Kabupaten diterbitkan setiap tahunnya. Dalam setiap terbitan Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba memuat berbagai data tentang kesehatan dan data

(2)

2 pendukung lain yang berhubungan dengan kesehatan seperti data kependudukan dan keluarga. Data dianalisis secara sederhana dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

Tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba 2011 ini adalah dalam rangka menyediakan sarana sebagai alat ukur capaian indikator pembangunan kesehatan kabupaten dibandingkan target nasional bahkan target MDG’s (Millenium Development Goal’s). Jelasnya sistematika penyajian Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba 2011 ini adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan diterbitkannya Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba 2011 dan sistematika dari penyajiannya.

Bab 2 : Situasi Umum dan Perilaku Penduduk

Bab ini menyajikan tentang gambaran umum Kabupaten Bulukumba. Selain uraian tentang letak geografis dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lain yang bersama-sama dengan kesehatan menentukan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Diantaranya faktor-faktor kependudukan, kondisi ekonomi, perkembangan pendidikan, dan lingkungan fisik serta perilaku penduduk yang terkait dengan kesehatan.

Bab 3 : Situasi Derajat Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang hasil-hasil pembangunan kesehatan pada tahun 2011 yang mencakup tentang angka kematian, angka kesakitan, umur harapan hidup, dan status gizi masyarakat.

(3)

3 Bab 4 : Situasi Upaya Kesehatan

Dalam bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan yang diuraikan dalam bab ini juga mengakomodir indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan serta upaya pelayanan kesehatan lainnya yang diselenggarakan di Kabupaten Bulukumba.

Bab 5 : Situasi Sumber Daya Kesehatan

Bab ini menguraikan tentang sumber daya pembangunan bidang kesehatan tahun 2011. Gambaran tentang keadaan sumber daya mencakup tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.

Bab 6 : Penutup

Bab ini diisi dengan sajian tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan Kabupaten Bulukumba Tahun 2011. Selain keberhasilan-keberhasilan yang perlu dicatat, bab ini juga mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Lampiran

Pada lampiran ini berisi resume/angka pencapaian bidang kesehatan Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011 yang disajikan dalam 79 tabel.

(4)

4

SITUASI UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5o20’’ sampai 0,5o40’’ lintang selatan dan antara 119o58’’ sampai 120o28’’ bujur timur dengan batas administratif yakni sebelah utara dengan Kabupaten Sinjai, sebelah timur dengan teluk Bone, sebelah selatan dengan laut Flores dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bantaeng. Secara Administrasi Pemerintahan terdiri dari 10 Kecamatan dan 126 Desa/Kelurahan.

Kabupaten Bulukumba berada pada ketinggian antara 0 – 800 m diatas permukaan laut (dpl) yang terdiri dari beberapa wilayah berbukit atau dataran tinggi dengan kemiringan 0 – 40 %. Wilayah dataran rendah berada pada sebagian besar pesisir pantai yaitu sebagian wilayah Kecamatan Ujung Bulu, Gantarang, Ujung Loe dan Bonto Bahari. Khusus Kota Bulukumba merupakan tanah datar dengan ketinggian 0,5 – 2,5 m dari permukaan laut sehingga pada musim hujan sangat mudah tergenang air, sehingga kualitas lingkungan di beberapa tempat tersebut kurang baik bila ditinjau dari segi Kesehatan maupun aspek sosial ekonomi masyarakat.

Di Kabupaten Bulukumba terdapat 26 aliran sungai dengan aliran sungai sepanjang 552 Km yang diharapkan mampu mengaliri sawah seluas 22.145 Ha. Berdasarkan pencatatan klimatologi didapatkan data curah hujan yang cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 1000 mm/ tahun dengan rata-rata hari hujan sebanyak 8 hari / bulan. Luas wilayah Kabupaten Bulukumba adalah 1.154,67 Km2 dengan kecamatan terluas terdapat pada Kecamatan Gantarang, Bulukumpa dan Kecamatan Kindang dengan luas wilayah masing-masing berturut-turut adalah 173,51 Km2 , 171,33 Km2, dan 148,76 Km2. Jika dibandingkan dengan luas Sulawesi Selatan maka luas wilayah Bulukumba adalah 1,85 % dari luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan.

(5)

5 383,870 386,239 390,543 394,746 394,757 398,531 375,000 380,000 385,000 390,000 395,000 400,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 A. KEADAAN PENDUDUK

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Bulukumba sebesar 398.531 jiwa yang terdiri dari 187.440 jiwa laki-laki dan 211.091 jiwa perempuan yang tersebar di 10 Kecamatan. Jumlah penduduk terbesar yakni 71.741 jiwa mendiami Kecamatan Gantarang (Tabel 1). Berikut gambaran jumlah penduduk Kabupaten Bulukumba dalam 5 (lima) tahun terakhir :

GAMBAR II.1

JUMLAH PENDUDUK DI KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 S/D 2011

Sumber: BPS Kab.Bulukumba

Secara keseluruhan, jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin laki-laki, hal ini tercermin dari angka rasio jenis kelamin yang lebih kecil dari 100 yaitu 88 yang berarti jika terdapat 100 orang penduduk perempuan terdapat 88 orang penduduk laki-laki. Data terinci pada lampiran tabel 2.

Laju pertumbuhan penduduk di Kab. Bulukumba pada tahun 2011 sebesar 0,96%, meningkat dari laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 yang tercatat sebesar 0,002%. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2006-2011 dapat dilihat pada tabel II.1 berikut :

(6)

6 TABEL II.1

JUMLAH DAN LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK DI KABUPATEN BULUKUMBA, TAHUN 2006 – 2011

Tahun Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk 1 2 3 2006 383.870 1.18% 2007 386.239 1,15 % 2008 390.543 1,11% 2009 394.746 1,07% 2010 394.757 0,002% 2011 398.531 0,96% Sumber: BPS Kab.Bulukumba

Komposisi penduduk menurut kelompok umur dapat menggambarkan tinggi/rendahnya tingkat kelahiran. Selain itu komposisi penduduk juga mencerminkan angka beban tanggungan yaitu perbandingan antara jumlah penduduk produktif (umur 15 – 64 tahun) dengan umur tidak produktif (umur 0 – 14 tahun dan umur 65 tahun ke atas).

Perbandingan penduduk menurut klasifikasi anak-anak dan dewasa pada tahun 2011, dimana jumlah penduduk Bulukumba sebesar 398.531 Jiwa yang terdiri dari 251.245 Jiwa penduduk dewasa, 121.045 Jiwa penduduk anak-anak dan 26.241 Jiwa penduduk lanjut usia ( > 65 Tahun ). Penduduk anak-anak dan lanjut usia merupakan beban dalam masyarakat karena tidak produktif, saat ini mencapai 147.286 Jiwa dengan Dependency Ratio 58,6 % (tabel 2), hal ini memberi gambaran terhadap besarnya beban tanggungan ekonomi suatu keluarga dalam masyarakat.

Berikut ini gambar komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin serta gambar jumlah penduduk per Kecamatan Kabupaten Bulukumba :

(7)

7 laki-laki 0 5000 10000 15000 20000 25000 0-4 10-14 20-24 30-34 40-44 50-54 60-64 perempuan - 1514 6 - 2 18 14 - 2 3 2 3 2 - 2 12 2 8 - 18 58 2 - 2 0 2 56 - 16 8 8 7 - 15515 - 12 12 7 - 10 78 3 - 8 52 3 - 6 72 3 - 6 18 9 - 14 0 8 6 -25000 -20000 -15000 -10000 -5000 0 GAMBAR II.2

KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN DI KAB. BULUKUMBA TAHUN 2011

GAMBAR II. 3

JUMLAH PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2011 Sumber: BPS Kab.Bulukumba 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 Bt.Bahari Herlang Bt.Tiro Kindang Rilau Ale U.Loe U.Bulu Kajang Bulukumpa Gantarang 23,004 47,467 24,332 48,519 30,057 24,179 39,859 51,521 38,122 71,741

(8)

8 B. KEADAAN EKONOMI

1. PDRB Kabupaten Bulukumba

Kondisi perekonomian suatu daerah sangat tergantung pada potensi dan sumber daya yang dimiliki serta kemampuan daerah yang bersangkutan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, berbagai kebijaksanaan, langkah dan upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Bulukumba untuk meningkatkan perekonomian daerah ini.

Semua kebijaksanaan dan upaya pembangunan yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB yang berhasil diciptakan dari tahun ke tahun terus meningkat. Total PDRB Kabupaten Bulukumba Tahun 2010 mencapai nilai sebesar 3.763.053,25 (Juta Rupiah). Kontribusi PDRB Kabupaten Bulukumba terhadap PDRB Sulawesi Selatan pada tahun yang sama sebesar 3,19 persen. Berikut disajikan gambaran perkembangan PDRB Kabupaten Bulukumba dan Sulawesi Selatan dalam 5 (lima) tahun terakhir.

TABEL II.2

PERKEMBANGAN PDRB KAB.BULUKUMBA & SUL-SEL ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2006 – 2010

TAHUN PDRB SUL-SEL ( JUTA Rp ) PDRB BULUKUMBA ( JUTA Rp ) % PDRB BULUKUMBA THDP PDRB SUL-SEL 2006 2007 2008 2009 2010 60.902.823,83 69.271.924,56 85.143.191,27 99.904.658,31 117.830.270,49 1.976.249,22 2.201.346,39 2.711.096,80 3.255.210,15 3.763.053,25 3,24 3,18 3,18 3,26 3,19 Rata – rata 3,21 Sumber : BPS Kab.Bulukumba

Kontribusi PDRB Kab.Bulukumba selama periode Tahun 2006 – 2010 relatif sama yaitu rata-rata sekitar 3,21% pertahun. Hal ini menunjukkan bahwa

(9)

9 perkembangan perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode tersebut konsisten dengan perkembangan perekonomian Sul-Sel.

2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB yang berhasil diciptakan pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Di mana nilai PDRB yang dibandingkan itu adalah nilai PDRB atas dasar harga konstan. Penggunaan nilai atas dasar harga konstan ini karena telah dikeluarkannya pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan ekonomi. Di bawah ini disajikan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba Tahun 2006 s/d 2010 dalam dua versi yaitu berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. Pertumbuhan PDRB menurut harga konstan dapat dikatakan sebagai pertumbuhan ekonomi secara riil.

TABEL II.3

PERSENTASE PERTUMBUHAN PDRB KAB.BULUKUMBA TAHUN 2006 – 2010 TAHUN HARGA BERLAKU

(%) HARGA KONSTAN 2000 (%) 2006 2007 2008 2009 2010 13,58 11,39 23,16 20,07 15,60 6,38 5,36 8,06 6,47 6,27 Rata-rata 16,76 6,51 Sumber : BPS Kab.Bulukumba

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba tahun 2010 sebesar 6,27%. Meskipun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba tahun 2010 dibandingkan tahun 2009, terlihat di bawah sekitar 0,20 poin, tetapi masih dikatakan tumbuh positif, namun pertumbuhannya lamban.

(10)

10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata 6.38 5.36 8.06 6.47 6,27 6.51 GAMBAR II.4

GRAFIK PERSENTASE PERTUMBUHAN EKONOMI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2006 - 2010

Sumber : BPS Kab.Bulukumba

3. PDRB Perkapita

Untuk mengetahui tingkat kemakmuran Kabupaten Bulukumba, salah satu indikator yang dapat dipakai adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

Dari Statistik Daerah Kabupaten Bulukumba 2011 tercatat PDRB per kapita penduduk Sulawesi Selatan pada tahun 2010 mencapai Rp. 14.665.034,9,- Sementara PDRB per kapita penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun yang sama sebesar Rp. 9.537.341,- menempati urutan ke-17 dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

C. KEADAAN PENDIDIKAN

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu pencetus yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.

Uraian tentang keadaan pendidikan berikut ini diambil dari buku Statistik Daerah Kabupaten Bulukumba 2010 dan buku Bulukumba dalam Angka 2010 terbitan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba.

(11)

11 1. Kemampuan Baca Tulis

Kemampuan membaca dan menulis atau baca tulis merupakan keterampilan minimum yang dibutuhkan oleh penduduk untuk mencapai kesejahteraannya. Kemampuan baca tulis tercermin dari Angka Melek Huruf (AMH). AMH merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari.

Penggunaan AMH adalah untuk (1) mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan di Indonesia dimana masih tinggi jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD, (2) menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media, (3) menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Sehingga AMH dapat mencerminkan potensi perkembangan intelektual sekaligus kontribusi terhadap pembangunan daerah.

Secara nasional Angka Melek Huruf tahun 2009 sebesar 92,58% dan Sulawesi Selatan sebesar 87,02%. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba mencatat AMH pada tahun 2010 untuk penduduk laki-laki sebesar 87,53% dan penduduk perempuan sebesar 86,01% dengan rata-rata lama sekolah penduduk adalah 6,97 tahun.

2. Partisipasi Pendidikan

Di Kabupaten Bulukumba pada Tahun 2009 jumlah lulusan SD adalah sebanyak 7.408 murid dimana Kecamatan Gantarang merupakan kecamatan dengan jumlah lulusan terbanyak yakni 11.176 murid. Sementara untuk SMP diluluskan sebanyak 4.355 siswa dan untuk SMA termasuk SMK diluluskan sebanyak 2.451 siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

(12)

12 TABEL II. 4

JUMLAH LULUSAN SD, SMP, SMA MENURUT KECAMATAN DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2009 KECAMATAN SD SMP SMA Gantarang Ujung Bulu Ujung Loe Bonto Bahari Bonto Tiro Herlang Kajang Bulukumpa Rilau Ale Kindang 1.176 886 750 442 519 615 837 886 728 569 600 758 303 472 295 423 467 809 118 110 140 1.010 185 181 143 171 227 232 162 0 Kab. Bulukumba 7.408 4.355 2.451 Sumber : BPS Kab.Bulukumba

3. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Di Kabupaten Bulukumba, pada Tahun 2010 persentase penduduk yang hanya tamat SD yaitu sekitar 27,64 % untuk penduduk laki-laki dan 31,08 % untuk perempuan sedangkan yang tidak pernah sekolah sekitar 12,22 % laki-laki dan 13,46 % perempuan. Tabel berikut akan menggambarkan lebih jelas tentang penduduk Kab.Bulukumba usia 10 Tahun ke atas yang ditamatkan menurut jenis kelamin Tahun 2010.

(13)

13 TABEL II. 5

PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KELAMIN & JENJANG PENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN

DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2010

Pendidikan Laki-laki Perempuan

Jml % Jml %

Belum/Tidak Pernah Sekolah Belum/Tdk Tamat SD SD SLTP SMU/SMK AK/DIPLOMA UNIVERSITAS 17.971 32.659 40.650 20.765 27.847 2.199 4.992 12,22 22,20 27,64 14,12 18,93 1,50 3,39 23.368 33.957 53.965 30.685 23.634 2.582 5.424 13,46 19,56 31,08 17,67 13,61 1,50 3,12 Jumlah 147.083 100,00 173.615 100,00 Sumber: BPS Kab.Bulukumba

Demikian gambaran umum Kabupaten Bulukumba Tahun 2010-2011 secara ringkas. Gambaran yang ditonjolkan memang dibatasi pada aspek-aspek kependudukan, perekonomian dan pendidikan, bersama-sama dengan kesehatan menentukan besar/kecilnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) baik untuk Provinsi Sulawesi Selatan maupun Indonesia. IPM merupakan salah satu ukuran yang dipandang dapat mempresentasikan kualitas manusia.

Dengan melihat perkembangan angka IPM tiap tahun, tampaknya kemajuan yang dicapai Bulukumba dalam pembangunan manusia tidak terlalu signifikan. Angka IPM Bulukumba hanya mengalami sedikit peningkatan dari 70,55 pada tahun 2009 menjadi 71,19 pada tahun 2010.

Untuk peringkat IPM tingkat propinsi, pada tahun 2009 Bulukumba berada pada posisi 13, sedangkan pada tahun 2010 berada pada posisi 12 diapit oleh Kab. Tanah Toraja (11) dan Kab. Maros (13). Sedangkan peringkat pertama sampai ketiga ditempati oleh Kota Makassar, Kota Pare-Pare, dan Kota Palopo.

(14)

14 D. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan menentukan baik buruknya status derajat kesehatan masyarakat.

Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator seperti : akses terhadap air bersih dan air minum yang aman, akses terhadap sanitasi dasar, tempat umum dan pengolahan makanan (TUPM) sehat, institusi dibina kesehatan lingkungannya, rumah sehat serta rumah/bangunan yang diperiksa dan bebas jentik nyamuk Aedes.

1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum yang Aman

Secara nasional, jenis sarana air bersih yang digunakan keluarga dengan persentase tertinggi adalah sumur gali (45,41%), diikuti air ledeng (27,36%), sumur pompa tangan (10,11%), penampungan air hujan (3,49%), air kemasan (2,29%), serta lain-lain (11,30%). Rincian persentase keluarga menurut jenis sarana air bersih yang digunakan di Kabupaten Bulukumba tahun 2011 dapat dilihat dalam lampiran tabel 64.

GAMBAR II. 5

CAKUPAN AIR BERSIH DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2003– 2011

Sumber: Bidang PMPL Dinkes Kab.Bulukumba 64.5 65 66.8 62.7 65.2 69.6 69.3 76.9 77.2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 p e rs e n c ak u p an Tahun

(15)

15 Proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap sarana air minum yang aman secara nasional adalah 47,71%, sedangkan menurut wilayah, akses air minum yang aman di perkotaan 49,82% dan di pedesaan 45,72%. Rincian persentase keluarga menurut akses terhadap sarana air minum yang aman di Kabupaten Bulukumba tahun 2010 dapat dilihat dalam lampiran tabel 65.

2. Sarana dan Akses terhadap Sanitasi Dasar

Persentase tertinggi akses keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar secara nasional adalah kepemilikan terhadap jamban (81,03%), kepemilikan pengelolaan air limbah (73,37%), serta kepemilikan tempat sampah (72,55%). Dari seluruh sarana sanitasi dasar tersebut yang memiliki kriteria jamban sehat 55,72%, pengelolaan air limbah sehat 55,30%, dan tempat sampah sehat 53,46%. Rincian persentase keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar dan sehat di Kabupaten Bulukumba tahun 2011 dapat dilihat dalam lampiran tabel 66.

3. Rumah Sehat

Di Kabupaten Bulukumba, berdasarkan laporan Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kab.Bulukumba pada tahun 2010 dilaporkan jumlah rumah sehat yang ada adalah 18.485 rumah (55,3 %), hal ini berarti masih terus dibutuhkan upaya-upaya yang mengarah kepada tercapainya rumah sehat (lampiran tabel 62). Cakupan rumah sehat di Kabupaten Bulukumba dalam periode tahun 2005 – 2011 sebagai berikut :

GAMBAR II.6

CAKUPAN RUMAH SEHAT DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2005 S/D 2011

Sumber: Bidang PMPL Dinkes Kab.Bulukumba 52.00% 54.00% 56.00% 58.00% 60.00% 62.00% 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 58.30% 57.10% 59.40% 55.25%55.25% 55.32% 60.10%

(16)

16 4. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM) Sehat

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kab.Bulukumba tahun 2011, bahwa persentase rata-rata tempat-tempat umum yang sehat baru mencapai 30,55% yang meliputi Hotel (90%), Restoran/R-Makan (50,76%), Pasar (24,19%), Tempat Umum & Pengelolaan Makanan (TUPM = 26,86%) dimana TUPM ini terdiri dari jasa boga, makanan jajanan, industri makanan minuman, desa pengrajin makanan, rumah ibadah, RS, industri kecil RT, dan terminal angkutan darat. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel 67.

5. Institusi Dibina Kesehatan Lingkungannya

Institusi sarana pelayanan kesehatan, instalasi pengolahan air minum, sarana pendidikan, sarana perkantoran, sarana ibadah, dan beberapa jenis sarana lainnya merupakan institusi yang diharapkan dapat diberikan pembinaan kesehatan lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kab.Bulukumba tahun 2011, seluruh institusi yang ada telah dilakukan pembinaan terhadap kesehatan lingkungannya (100%). Pembinaan institusi ini meliputi pembninaan terhadap sarana pelayanan kesehatan, instalasi pengolahan air minum, sarana pendidikan, sarana ibadah, perkantoran dan sarana lainnya. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 68.

6. Rumah/Bangunan yang Diperiksa dan Bebas Jentik Nyamuk Aedes

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kab.Bulukumba tahun 2011, dari keseluruhan jumlah rumah/bangunan yang diperiksa terdapat 60,25% yang dinyatakan bebas jentik nyamuk Aedes. Persentase rumah/bangunan yang diperiksa dan bebas jentik nyamuk Aedes menurut puskesmas di Kabupaten Bulukumba secara rinci disajikan dalam lampiran tabel 63.

E. KEADAAN PERILAKU MASYARAKAT

Komponen perilaku dan lingkungan sehat merupakan garapan utama promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah upaya untuk memampukan atau memberdayakan masyarakat agar dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (WHO). Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan bukanlah pekerjaan

(17)

17 yang mudah, karena menyangkut aspek perilaku yang erat kaitannya dengan sikap, kebiasaan, kemampuan, potensi dan faktor budaya pada umumnya.

Keadaan perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan digambarkan melalui indikator-indikator persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, persentase posyandu purnama dan mandiri.

1. Rumah Tangga ber-PHBS

Perilaku yang menunjang kesehatan adalah adanya rumah tangga yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di Kabupaten Bulukumba berdasarkan hasil pengumpulan data oleh Seksi Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat Tahun 2011 diperoleh data rumah tangga yang ber-PHBS sebesar 43.477 rumah tangga (46,5%) dari 93.489 yang dipantau pada 10 Kecamatan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan dari 56,73% rumah tangga yang ber-PHBS pada tahun 2011, masih sangat diperlukan upaya-upaya yang lebih optimal untuk meningkatkan cakupan rumah tangga ber-PHBS. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel 61.

2. Posyandu Purnama dan Mandiri

Peran serta masyarakat di bidang kesehatan sangat besar. Wujud nyata bentuk peran serta masyarakat antara lain muncul dan berkembangnya upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM), misalnya Posyandu.

Sebagai indikator peran aktif masyarakat melalui pengembangan UKBM digunakan persentase desa yang memiliki Posyandu. Posyandu merupakan wahana kesehatan bersumberdaya masyarakat yang memberikan layanan 5 kegiatan utama (KIA, KB, Gizi, Imunisasi dan P2 Diare) dilakukan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat.

Di Kabupaten Bulukumba, jumlah posyandu yang tercatat untuk tahun 2011 sebanyak 490 buah posyandu dengan rasio posyandu/desa sebesar 3,0. Meskipun terjadi peningkatan namun situasi ini tetap perlu mendapat perhatian bila ingin meningkatkan kualitas posyandu menuju posyandu mandiri.

Adapun jumlah posyandu purnama dan mandiri di Kabupaten Bulukumba Tahun 2011 masing-masing 16,17% dan 0,79 % (lampiran tabel 72). Peran serta dari seluruh komponen lintas sektor serta partisipasi aktif segenap lapisan masyarakat sangat diperlukan sebagai modal utama dalam peningkatan peran serta masyarakat yang lebih optimal. Berikut gambar proporsi Posyandu menurut strata :

(18)

18 GAMBAR II.7

PROPORSI POSYANDU MENURUT STRATA DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2011

Sumber: Bidang PMPL Dinkes Kab.Bulukumba

Demikian uraian situasi umum dan perilaku penduduk di Kabupaten Bulukumba sampai pada tahun 2011.

۩۩۩ Pratama, 28.99% Madya, 54.04% Purnama, 0.16 Mandiri, 0.79%

(19)

19 SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya.

Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka morbiditas, mortalitas dan status gizi. Pada bab berikut ini situasi derajat kesehatan di Kab. Bulukumba digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), dan Angka Morbiditas beberapa penyakit.

A. MORTALITAS

Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, dan AKI.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat.

Badan Pusat Statistik mengestimasikan Angka Kematian Bayi pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan AKB tahun 2002-2003 yang sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup.

Kecenderungan penurunan AKB dapat dipengaruhi oleh pemeratan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berperan melalui perbaikan gizi yang pada gilirannya mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

(20)

20 Untuk Sulawesi Selatan, hasil Surkesnas/ Susenas 2002-2003 menunjukkan AKB di Sulawesi Selatan sebesar 47 per 1000 Kelahiran Hidup sedangkan hasil Susenas 2006 menunjukkan AKB di Sulsel pada tahun 2005 sebesar 36 per 1000 kelahiran hidup sedangkan hasil SDKI 2007 menunjukkan angka 41 per 1.000 kelahiran hidup. Fluktuasi ini biasa terjadi oleh karena perbedaan besar sampel yang diteliti. sementara itu data proyeksi yang dikeluarkan Depkes RI bahwa AKB di Sulsel pada tahun 2007 sebesar 27,52 per kelahiran hidup. Dari Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tercatat jumlah kematian bayi pada tahun 2008 sebesar 570 atau 3,89 per 1.000 kelahiran hidup.

Di Kabupaten Bulukumba angka kematian bayi tahun 2011 tercatat 12 kasus kematian bayi atau 1,7 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kasus dari tahun 2010 yaitu sebanyak 9 kasus kematian bayi. Angka kematian Bayi tersebut diperoleh melalui laporan Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Bulukumba.

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan melalui upaya pemerintah untuk mendekatkan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan dengan masyarakat, hal tersebut bertujuan untuk mengatasi peningkatan kasus kematian bayi.

GAMBAR III. 1

ANGKA KEMATIAN BAYI DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2003 - 2008

Sumber: Profil Kesehatan Prop. Sul-Sel 2008 47 44 34 41 1.55 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2003 2004 2005 2007 2008

(21)

21 2. Angka Kematian Balita (AKABA)

Angka Kematian Balita (1 - 4 tahun) adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran anak. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan kecelakaan, indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam arti besar dan tingkat kemiskinan penduduk.

Estimasi Angka Kematian Balita di Indonesia (menurut hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2007) diperkirakan sebesar 44 per 1.000 kelahiran hidup, sementara untuk Sulawesi Selatan, pada tahun yang sama berada diatas rata-rata nasional yakni sebesar 53 per 1.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan Pencatatan dari Unit Pelayanan Kesehatan yang ada di Wilayah Bulukumba, khusus angka kematian Anak balita ( 1-4 Tahun ) pada tahun 2011 jumlah kematian balita adalah 6 kasus kematian atau 0,9 per 1.000 kelahiran hidup.

3. Angka Kematian Ibu (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu ibu melahirkan dan masa nifas. Untuk mengantisipasi masalah ini maka diperlukan terobosan-terobosan dengan mengurangi peran dukun dan meningkatkan peran Bidan. Harapan kita agar Bidan di Desa benar-benar sebagai ujung tombak dalam upaya penurunan AKB (IMR) dan AKI (MMR).

AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. SDKI 2007 menyebutkan bahwa AKI untuk periode tahun 2003-2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.

Pada tahun 2006, 2007, dan 2008 AKI di Sulawesi Selatan dilaporkan masing-masing sebesar 101,56 ; 92,98 ; 82,67 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus menurun.

(22)

22 Jumlah kematian ibu yang dilaporkan Seksi Kesehatan Keluarga/KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011 sebanyak 9 orang terdiri dari kematian ibu bersalin 5 orang dan ibu nifas 4 orang (Lihat Lampiran Tabel 8).

4. Umur Hararan Hidup Waktu Lahir (Life Expactancy of Birth)

Penurunan Angka Kematian Bayi sangat berpengaruh pada kenaikan Umur Harapan Hidup (UHH) waktu lahir. Angka kematian bayi sangat peka terhadap perubahan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perbaikan derajat kesehatan tercermin pada penurunan AKB dan kenaikan Umur Harapan Hidup pada waktu lahir. Meningkatnya Umur Harapan Hidup waktu lahir ini secara tidak langsung juga memberikan gambaran kepada kita tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat.

Dari estimasi hasil penelitian yang dilakukan oleh BPS, Umur Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) penduduk Indonesia secara Nasional mengalami peningkatan dari 45,73 tahun pada tahun 1967 menjadi 67,97 tahun pada tahun 2000. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000 – 2025, maka dapat diestimasi angka harapan hidup sebesar 67,8 tahun 2000-2025, meningkat menjadi 69,8 pada tahun 2005-2010 dan menjadi 73,6 pada tahun 2010-2025. Sementara itu rata-rata Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada gambar berikut :

GAMBAR III.2

UMUR HARAPAN HIDUP WAKTU LAHIR (Eo) DI SULSEL TAHUN 2003 - 2008

Sumber : Susenas, SDKI 2007 dan Proyeksi

68.5 68.7 68.7 69.2 69.4 70.3 67.5 68 68.5 69 69.5 70 70.5 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(23)

23 Angka Harapan Hidup penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan terus meningkat dari 43 pada tahun 1971 meningkat menjadi 52 tahun 1980, kemudian 10 tahun kemudian meningkat lagi menjadi 60 tahun 1990 dan turun menjadi 63,64 dan 68 pada tahun 1996, 1998 dan tahun 2001. Menurut daerah kabupaten/kota Angka Harapan Hidup tahun 2003 relatif sama antar kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu berkisar antara 63 – 73 tahun. ). Sedangkan data proyeksi AHH yang dikeluarkan Depkes RI untuk Sulawesi Selatan pada tahun 2007 sebesar 68,55 tahun, tetapi berdasarkan SDKI 2007 sebesar 69,4, dan proyeksi AHH yang dikeluarkan Depkes RI untuk Sulawesi Selatan pada tahun 2008 sebesar 70,28 tahun, lebih tinggi dibanding AHH nasional yaitu 69,09 tahun.

B. MORBIDITAS

Morbiditas diartikan sebagai angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Angka kesakitan penduduk diperoleh dari data yang berasal dari masyarakat melalui hasil pelaporan dan pencatatan sarana pelayanan kesehatan (facility based data). Gambaran 10 (sepuluh) penyakit terbanyak untuk semua golongan umur di Kab.Bulukumba Tahun 2011 dapat disajikan pada tabel berikut :

.

TABEL III. 1

POLA 10 PENYAKIT TERBANYAK UNTUK SEMUA GOL UMUR DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2011

Sumber : SP2TP Dinas Kesehatan Kab.Bulukumba, 2011

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Dermatitis dan eksim Influensa

Infeksi akut lain saluran nafas atas Hipertensi esensial (primer) Gastritis

Artritis lainnya Batuk

Diare dan gastroentritis

Gangguan Jaringan Lunak lainnya Demam yang tidak diketahui sebabnya

21.880 20.853 20.373 18.481 14.733 13.200 12,214 10.749 8.122 7.480 14,78 14,08 13,76 12,48 9,95 8,91 8,25 7,26 5,48 5,05 JUMLAH 148.085 100

(24)

24 1. PENYAKIT MENULAR

a. Malaria

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Global Millenium Development Goals. Malaria disebabkan oleh hewan yang bersel satu (protozoa) Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat terhadap kebiasaan hidup sehat.

Menurut hasil pemantauan program dikatakan sebesar 35% penduduk Indonesia tinggal di daerah endemis Malaria. Perkembangan penyakit Malaria pada beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan di semua wilayah. Di Jawa-Bali kenaikan tersebut ditandai dengan meningkatnya API sedangkan di luar Jawa-Bali ditandai dengan peningkatan AMI.

Data WHO menyebutkan tahun 2010 terdapat 544. 470 kasus malaria di Indonesia. API nasional pada tahun 2010 adalah 1,96 per 1.000 penduduk cenderung mengalami peningkatan dari API tahun 2009 yakni 1,85 per 1.000 penduduk dengan kisaran propinsi 0,02-27,66 per 1.000 penduduk. Angka ini jauh menurun dibandingkan API tahun 1990 yaitu 4,68 per 1.000 penduduk. Dihubungkan dengan target pencapaian MDGs, angka API sejak tahun 2009 sudah memenuhi target.

Kasus Malaria klinis tahun 2009 di Indonesia dilaporkan sebanyak 1.143.024 kasus. Sebesar 75,5% dari kasus tersebut diperiksa sediaan darahnya, dan dihasilkan 23,1% sediaan darah yang positif. Relatif tingginya cakupan pemeriksaan sediaan darah di laboratorium tersebut merupakan pelaksanaan kebijakan pengendalian Malaria dalam mencapai eliminasi malaria, yaitu semua kasus Malaria klinis harus dikonfirmasi laboratorium.

Jumlah penderita Malaria di Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2009 yang dikonfirmasi laboratorium dengan hasil positif terbesar di Kabupaten Selayar, Enrekang, dan Luwu Utara atau API sebesar 0,15 per 1.000 penduduk. Sementara itu, data dari Global Fan Komponen Malaria Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011 tercatat 4.454 penderita Malaria ditemukan dengan 112 dinyatakan positif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 24.

(25)

25 Untuk menekan angka kesakitan Malaria telah dilakukan upaya-upaya pengendalian vektor di daerah endemis, pencegahan penyakit dengan memakai kelambu berinsektisida, sosialisasi obat Malaria VCT, penemuan dan pengobatan penderita (active dan passive), pengamatan vektor penyakit serta upaya integrasi dengan program lain seperti KIA dan Imunisai.

b. TB Paru

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar malalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. TB merupakan salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan menetapkan target CDR minimal pada tahun 2009 sebesar 70%.

Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 % (melebihi target global 70%). Selain itu, angka keberhasilan pengobatan sebesar 90.29%, bila dibandingkan dengan target RPJMN untuk angka keberhasilan pengobatan di tahun 2011 adalah sebesar 86%, maka sudah tercapai. Di Sulsel, penemuan kasus TB terbilang meningkat setahun terakhir, dimana pada 2009 lalu hanya 38,7 persen, naik menjadi 48 persen di 2010. Jumlah ini masih jauh dari target nasional, sebesar Rp70 persen.

Untuk mengukur keberhasilan pengobatan TB digunakan Angka Keberhasilan Pengobatan (SR=Success Rate) yang mengindikasikan persentase pasien TB Paru BTA Positif yang menyelesaikan pengobatan, baik yang sembuh maupun yang menjalani pengobatan lengkap diantara pasien TB Paru BTA Positif yang tercatat. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kabupaten Bulukumba mencatat SR pada tahun 2011 mencapai 66,57%. Gambaran kasus TB dan keberhasilan pengobatannya dapat dilihat dalam Tabel 11 dan 12.

c. HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS)

HIV dan AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam

(26)

26 penyakit lain. Penyakit ini ditularkan melalui cairan tubuh penderita yang terjadi melalui proses hubungan seksual, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian, dan penularan dari ibu ke anak dalam kandungan melalui plasenta dan kegiatan menyusui.

Penyakit yang kemunculannya seperti fenomena gunung es (iceberg fenomona) yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah penderita yang sebenarnya, ini sudah menyebar di sebagian besar propinsi di Indonesia.Hal ini berarti bahwa jumlah pengidap infeksi HIV/AIDS yang sebenarnya di Indonesia masih sangat sulit diukur dan belum diketahui secara pasti.

Meskipun demikian, data dari Ditjen PP-PL Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus kumulatif AIDS sampai dengan Desember 2009 mencapai 19.973 kasus. Perkembangan kasus AIDS dan inveksi HIV di Kab.Bulukumba dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Jumlah kasus yang ditemukan selama tahun 2009 adalah 72 orang penderita HIV/AIDS dengan jumlah kematian tercatat sebanyak 27 orang.

Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah mencatat jumlah penderita HIV pada tahun 2011 sebanyak 13 orang, sedangkan penderita AIDS tidak ditemukan, tercatat tidak ada kematian akibat HIV/AIDS dan penderita Infeksi Menular Seksual lainnya 9 orang. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 14.

Bila dilihat dari kelompok sasaran yang resti maka Bulukumba termasuk daerah yang beresiko tinggi karena selain merupakan daerah tujuan wisata, terdapat pula beberapa kelompok waria dan banyak pelaut antar pulau, sehingga tidak tertutup kemungkinan kasus tersebut sudah ada, namun masih terselubung dalam masyarakat. Selain itu, adanya daerah wisata memberi peluang terjadinya penyalahgunaan perilaku seks yang merupakan salah satu sumber penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.

d. Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

(27)

27 Secara nasional, pada tahun 2009 cakupan penemuan Pneumonia pada balita sebesar 22,18% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 390.319 kasus. Di tingkat Propinsi Sulawesi Selatan ditemukan sebanyak 3.907 kasus (5,38%). Di Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011 ditemukan 706 kasus pneumoni pada anak balita atau 20,5% (lampiran tabel 13). Hal ini berarti terjadi penurunan kasus pneumonia berturut-turut sejak tahun 2009 yang dilaporkan berjumlah 1.128 kasus, dan tahun 2010 tercatat 849 kasus. Berikut ini tabel hasil penemuan penderita Pneumonia di Kab. Bulukumba dalam Sembilan tahun terakhir :

GAMBAR III. 3

HASIL PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA DI KAB. BULUKUMBA TAHUN 2003 – 2011

Sumber: SP2TP, Dinkes Kab.Bulukumba

e. Kusta

Kusta merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan Kusta yang progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. 3151 1720 1334 1293 1086 648 1128 849 706 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 2002 2004 2006 2008 2010 2012

(28)

28 Diagnosa Kusta dapat ditegakkan dengan adanya kondisi sebagai berikut : a. Kelainan pada kulit (bercak) putih atau kemerahan disertai mati rasa

b. Penebalan saraf tepi yang dosertai gangguan fungsi saraf berupa mati rasa dan kelemahan/kelumpuhan otot.

c. Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif)

Secara Nasional, pada tahun 2010 ditemukan 17.012 kasus baru dan 1.822 atau 10,71% di antaranya, ditemukan sudah dalam keadaan cacat tingkat 2 (cacat yang tampak), dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 7,49 per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan kecenderungan penurunan kasus dari tahun 2005 dengan NCDR sebesar 8,99 per 100.000 penduduk.

Di Kabupaten Bulukumba, pada tahun 2011 Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mencatat penemuan kasus baru penderita dengan tipe MB sebanyak 110 kasus dan tipe PB sebanyak 4 kasus. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 17.

Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan di masyarakat digunakan indicator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru. Pada tahun 2011, proporsi cacat tingkat II sebesar 14,91%. Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 18.

2. PENYAKIT MENULAR YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) a. Difteri

Penyakit ini termasuk penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang bersarang dan berkembang biak dalam tenggorokan dengan toksin yang sangat kuat sehingga menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit Difteri memiliki gejala sakit leher, demam ringan, dan sakit tekak, juga kerap ditandai dengan tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernapasan.

Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah. Rendahnya kasus Difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Namun demikian, secara nasional pada tahun 2009 tercatat 189 kasus Difteri dengan Incidence Rate per 10.000 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan umur < 1 tahun memiliki IR sebesar 0,01; umur 1-4 tahun sebesar 0,02; dan umur 5-14 tahun sebesar

(29)

29 0,02. Di Propinsi Sulawesi Selatan sebanyak 10 kasus Difteri, sementara itu, Di Kabupaten Bulukumba selama kurun waktu tahun 2002 s/d tahun 2011 tidak ditemukan adanya kasus diptheri.

b. Pertusis

Penyakit ini banyak menyerang anak-anak terutama bagi anak yang belum diimunisasi namun jumlah kasusnya relatif rendah. Pada tahun 2011 di Kabupaten Bulukumba tidak ditemukan penderita penyakit ini.

c. Tetanus Neonatorum

Tetanus Neonatorum (TN) disebabkan oleh basil Clostridium tetani, yang masuk ke tubuh melalui luka. Penyakit ini menginfeksi bayi baru lahir yang salah satu penyebabnya adalah pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Kasus TN banyak ditemukan di Negara berkembang khusunya dengan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang rendah.

Secara nasional pada tahun 2009 dilaporkan terdapat 158 kasus dengan jumlah meninggal 76 (CFR=48,1%). Di Kab. Bulukumba pada tahun 2009 dan 2010 tidak ditemukan kasus Tetanus Neonatorum sedangkan pada tahun 2011 tercatat 1 kasus Tetanus Neonatorum, Kasus ini ditemukan di Kecamatan Gantarang. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi TT pada ibu hamil.

d. Campak

Campak merupakan salah satu penyakit PD3I yang disebabkan oleh virus campak yang sebagian besar kasusnya menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh sekret orang yang telah terinfeksi.

Pada tahun 2009 secara nasional dilaporkan terdapat 18.055 kasus campak dengan Incidence Rate sebesar 0,77 per 10.000 penduduk. Di tingkat Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun yang sama dilaporkan sebanyak 990 kasus dengan IR sebesar 1,25 per 10.000 penduduk. Di Kabupaten Bulukumba terjadi peningkatan kasus dari 23 kasus pada tahun 2010 menjadi 69 kasus pada tahun 2011(lampiran tabel 22).

(30)

30 e. Polio

Polio merupakan salah satu penyakit menular yang termasuk ke dalam PD3I yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem saraf hingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya menyerang anak berumur 0-3 tahun ini daitandai dengan munculnya demam, lelah, sakit kepala, mual, kaku di leher dan sakit di tungkai dan lengan.

Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi Polio. Upaya ini juga ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilens epidemiologi secara aktif terhadap kasus-kasus Acute Flaccid Paralysis (AFP) kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk mencari kemungkinan adanya virus Polio liar yang berkembang di masyarakat dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai.

Penemuan kasus Polio di Kabupaten Bulukumba selama tahun 2011 berdasarkan hasil pelacakan ditemukan 1 penderita di Kecamatan Rilau Ale (lihat lampiran tabel 22)

f. Hepatitis

Penyakit Hepatitis merupakan salah satu masalah Kesehatan Masyarakat yang dapat menyerang semua golongan umur. Pada tahun 2009 dalam Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan tercatat 195 kasus, terjadi di Kota Pare-pare 121 kasus, Kabupaten Tator 32 kasus, Maros 21 kasus, Takalar 20 kasus, dan Enrekang 1 kasus. Sementara di Kab.Bulukumba dalam kurun waktu 2004-2009 tidak dilaporkan adanya kasus penyakit Hepatitis. Namun pada tahun 2010 tercatat 18 kasus penyakit Hepatitis terjadi di Kecamatan Gantarang (17 kasus) dan Kindang (1 kasus). Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus menjadi 6 kasus yang tersebar di kecamatan Gantarang (2 kasus), Kindang (1 Kasus), Kajang (1 Kasus), dan Bulukumpa (2 kasus). Data selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran tabel 22.

3. PENYAKIT POTENSIAL KLB/WABAH a. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menerang orang dewasa.

(31)

31 Pola perkembangan DBD pada tahun 2009 secara nasional menunjukkan terjadinya peningkatan kasus dan kematian karena DBD dibandingkan tahun 2008. Puncak peningkatan kasus tahun 2009 terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret, kemudian kasus menurun kembali setelah bulan Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September, namun terjadi peningkatan sedikit pada bulan November dan Desember.

Pada tahun 2010, terdapat 150.912 kasus dengan jumlah kematian 1.317 orang dan CFR sebesar 0,87% per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,86%.

Di Kabupaten Bulukumba berdasarkan laporan dari unit sarana pelayanan kesehatan selama Tahun 2011, dilaporkan adanya kejadian penyakit DBD sebanyak 143 penderita. Hal ini menunjukkan adanya penurunan jumlah penderita dari tahun 2010 yang tercatat sebanyak 679 penderita. Jumlah penderita DBD terbanyak ditemukan pada Kec. Ujung Bulu dengan jumlah kasus sebanyak 73 penderita (51,05%). Data selengkapnya lihat lampiran tabel 23.

Kegiatan penanggulangan yang dilakukan antara lain pengasapan, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), abatesasi dan penyuluhan. Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kab. Bulukumba pada tahun 2011 mencapai 60,25% (lihat lampiran tabel 63),., setelah pada tahun 2010 ABJ dilaporkan hanya mencapai 42,18%.

b. Diare

Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak tidak berdarah dalam waktu 24 jam.

Penyakit Diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan kematian Diare yang dilaporkan sarana pelayanandan kader kesehatan mengalami penurunan namun penyakit ini masih sering menimbulkan KLB yang cukup banyak dan bahkan menimbulkan kematian.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009 menyebutkan terjadi KLB Diare di 15 propinsi di Indonesia dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang dengan jumlah kematian sebanyak 100 orang (CFR = 1,74%).

(32)

32 Sementara pada tahun 2011 data yang dihimpun Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kab. Bulukumba mencatat jumlah penderita Diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 12.378 kasus (76,3%) yang tersebar di seluruh kecamatan (Lihat lampiran tabel 16). Terjadi penurunan kasus sejak 3 tahun terakhir, dimana pada tahun 2009 yang tercatat sebanyak 7.817 orang penderita diare dan tahun 2010 tercatat 2.658 kasus.

C. STATUS GIZI

Berikut akan disajikan gambaran mengenai indikator-indikator status gizi, antara lain bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur Kurang Energi Kronis (KEK), Anemia gizi besi pada ibu dan pekerja wanita, dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), sebagaimana diuraikan berikut ini.

a. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).

Berat Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu: BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intra uterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil.

Sementara itu data BBLR di Dinas Kesehatan Kab.Bulukumba pada tahun 2010 memberikan gambaran bahwa persentase bayi lahir hidup dengan BBLR di Kabupaten Bulukumba adalah 1,6 % dimana terdapat 108 bayi BBLR dari 6.780 bayi lahir yang ditimbang (lihat lampiran tabel 26). Gambaran bayi dengan BBLR dalam kurun waktu tahun 2005 – 2011 disajikan dalam gambar berikut :

(33)

33 GAMBAR III.4

PERSENTASE BAYI DENGAN BBLR DI KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2005 S/D 2011

Sumber : Dinas Kesehatan Kab.Bulukumba

b. Status Gizi Balita

Status gizi Balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara penilaian status gizi Balita adalah dengan anthropometri yang menggunakan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U). Kategori yang digunakan adalah: gizi lebih (z-score > +2 SD); gizi baik (z-score –2 SD sampai +2 SD); gizi kurang (z-score < -2 SD sampai –3 SD); gizi buruk (z-score < -3SD).

Dari laporan dan pencatatan Dinas Kesehatan Bulukumba dapat disajikan status gizi balita pada Tahun 2006 sampai 2011 seperti tampak pada tabel berikut ini :

TABEL III. 2

STATUS GIZI BALITA DI KAB. BULUKUMBA TAHUN 2006 S/D 2011 Balita 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah 34.592 36.494 38.600 36.257 35.349 34.358 Ditimbang 17.331 16.171 18.563 23.585 20.115 24.187 BB Naik 11.582 12.106 13.868 18.406 16.074 18.290 BGM 338 364 422 442 462 422 Gizi Buruk 33 29 21 29 19 9

Sumber: Seksi Gizi Dinkes Kab.Bulukumba 1.2 0.8 0.8 0.8 1.3 1.2 1.6 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(34)

34 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Gantarang Kindang Ujung Bulu Ujung Loe Bt.Bahari Bt.Tiro Herlang Kajang Bulukumpa Rilau Ale 3 0 3 2 1 0 0 0 0 0 GAMBAR III. 5

JUMLAH BALITA STATUS GIZI BURUK PER KECAMATAN DI KAB.BULUKUMBA TAHUN 2011

Sumber: Seksi Gizi Dinkes Kab.Bulukumba

3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)

Salah satu cara untuk mengetahui status gizi wanita usia subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan standar lingkar lengan atas (LILA) <23,5cm. Data dan informasi tentang status gizi wanita usia subur yang kurang energi kronik belum diperoleh di daerah ini.

4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan pertumbuhan fisik meliputi pembesaran kelenjar tiroid (gondok), kretin (badan kerdil), gangguan motorik (kesulitan berdiri atau berjalan normal), bisu, tuli, dan mata juling. Sedangkan keterbelakangan mental termasuk berkurangnya tingkat kecerdasan anak.

Persentase desa/kelurahan menurut kecamatan di Kabupaten Bulukumba yang dilaporkan dengan garam beryodium yang baik pada Tahun 2011 dapat dilihat pada gambar berikut :

(35)

35 Gantarang Kindang Ujung Bulu Ujung Loe Bt.Bahari Bt.Tiro Herlang Kajang Bulukumpa Rilau Ale 40.0% 33.3% 33.3% 16.7% 0.0% 58.3% 25.0% 47.4% 18.8% 0.0% GAMBAR III. 6

PERSENTASE DESA/KEL MENURUT KECAMATAN DENGAN GARAM BERYODIUM BAIK DI KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2011

Sumber: Seksi Gizi Dinkes Kab.Bulukumba

Demikian gambaran singkat situasi derajat kesehatan di Kabupaten Bulukumba sampai dengan tahun 2011.

(36)

36 SITUASI UPAYA KESEHATAN

Upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan merupakan 2 (dua) unsur utama upaya kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan yang dilakukan 0leh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Upaya kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.

Berikut ini diuraikan situasi upaya kesehatan di Kabupaten Bulukumba selama beberapa tahun terakhir, khususnya tahun 2011.

A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar secara tepat dancepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (K1 dan K4)

Masa kehamilan merupakan masa rawan kesehatan, baik kesehatan ibuyang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur. Hal ini dilakukan guna menghindari gangguan sedini mungkin dari segala sesuatu yang membahayakan terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya.

Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Sedangkan tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan palayanan antenatal

(37)

37 kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis, kebidanan, dokter, bidan, dan perawat. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.

Cakupan K1 atau disebut juga akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.

Secara nasional cakupan K1 selama tahun 2004-2009 terus mengalami peningkatan dari 88,09% menjadi 94,51%. Sedangkan cakupan K4 pada 2004–2008 cenderung meningkat, namun pada tahun 2009 sedikit menurun dari 86,04% pada tahun 2008 menjadi 85,45% pada tahun 2009.

Sementara itu, pada tahun 2009 cakupan K1 di Propinsi Sulawesi Selatan dilaporkan sebesar 90,21% dan cakupan K4 sebesar 78,95%. Terjadi penurunan dari tahun sebelumnya yang tercatat Cakupan K1 dan K4 masing-masing sebesar 93,55% dan 93,45%.

Bidang Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Kabupaten Bulukumba melaporkan cakupan K1 dan K4 pada tahun 2011 masing-masing sebesar 97,3% dan 89,1% (lihat lampiran tabel 28). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara cakupan K1 dan K4. Kesenjangan tersebut menunjukkan angka drop-out K1-K4; artinya jika kesenjangan K1 dan K4 kecil maka hampir semua ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama pelayanan antenatal meneruskan hingga kunjungan keempat pada trimester ketiga, sehingga kehamilannya dapat terus dipantau oleh petugas kesehatan. 2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi

Kebidanan (Pn)

Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap Angka Kematian Ibu di Indonesia. Kematian saat bersalin dan satu minggu pertama diperkirakan 60% dari seluruh kematian ibu. Hal ini antara laian disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (profesional).

Secara nasional cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sejak tahun 2004 sampai tahun 2010 cenderung meningkat. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 84,38%. Sementara itu, di tingkat Propinsi Sulawesi Selatan gambaran cakupan persalinan oleh tenaga

(38)

38 kesehatan tahun 2004 sampai tahun 2008 terjadi fluktuasi rata-rata mengalami peningkatan dari tahun 2004-2006, tetapi turun pada tahun 2007 (72,68%) kemudian meningkat lagi di tahun 2008 (82,55%), dan menurun lagi pada tahun 2009 (72,06%). Bidang Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Kabupaten Bulukumba melaporkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2011 sebesar 86,1% (lihat lampiran tabel 28). Terjadi peningkatan sejak tahun 2009 dan tahun 2010 masing-masing 76,7% dan 84,7%.

3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas (KF3)

Pelayanan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sam 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan distribusi waktu : (1) kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; (2) kunjungan nifas ke-2 (KF2) dilakukan pada minggu ke-2 setelah persalinan; (3) kunjungan nifas ke-3 (KF3) dilakukan minggu ke-6 setelah persalinan. Diupayakan kunjungan nifas ini dilakukan pada saat dilaksanakannya kegiatan di posyandu dan dilakukan bersamaan pada kunjungan bayi.

Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi : (1) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu; (2) pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya; (3) pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan; (4) pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali (2 x 24 jam); dan (5) pelayanan KB pasca persalinan.

Secara nasional cakupan kunjungan ibu nifas rata-rata pada tahun 2009 adalah 71,54%. Sulawesi Selatan baru mencapai 51,29% di tahun yang sama. Sementara itu, di Kabupaten Bulukumba dilaporkan pada tahun 2011 cakupan kunjungan ibu nifas sebesar 88,6% (lihat lampiran tabel 28).

4. Penanganan Komplikasi Obstetri dan Neonatal

Dalam memberikan pelayanan khususnya oleh tenaga bidan di desa dan puskesmas, ibu hamil yang memiliki risiko tinggi (risti) dan memerlukan pelayanan kesehatan, karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai.

Risti/Komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb < 8 g%, tekanan darah tinggi (sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, perdarahan per vaginam,ketuban pecah dini, letak

(39)

39 lintang pada usia kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, dan persalinan prematur.

Cakupan penanganan komplikasi kebidanan secara nasional pada tahun 2009 baru mencapai 42,50%, masih sangat jauh dari 80% target yang ditetapkan. Di Sulawesi Selatan dilaporkan sebanyak 21.438 ibu hamil risti/komplikasi (11,86% dari ibu hamil) dan hanya 49,12% yang tertangani. Pada tahun 2011 di Kabupaten Bulukumba tercatat cakupan penanganan komplikasi kebidanan sudah mencapai 51,8% (lihat lampiran tabel 31).

Neonatus risti/komplikasi meliputi asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat Badan Lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal. Neonatus risti/komplikasi yang ditangani adalah neonatus risti/komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih yaitu dokter dan bidan di polindes, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit.

Secara nasional cakupan penanganan neonatal komplikasi pada tahun 2009 dilaporkan sebesar 23,8%. Di Sulawesi Selatan dilaporkan sebanyak 4.509 orang neonatal risti/komplikasi (3,14% dari jumlah neonatal) dan tertangani sebanyak 78,51%. Pada tahun 2011 di Kabupaten Bulukumba tercatat cakupan penanganan neonatal komplikasi sebesar 36,4% (lihat lampiran tabel 31).

5. Kunjungan Neonatal

Bayi sampai umur 28 hari merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal tiga kali, yaitu pada 6 jam – 48 jam setelah lahir; pada hari ke- 3 – 7 hari, dan hari ke- 8 – 28 hari.

Dalam melaksanakan pelayanan neonatal, petugas kesehatan di samping melakukan pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit, dan pemberian imunisasi); pemberian Vitamin K; Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM); dan penyuluhan perawatan neonatus di rumah menggunakan buku KIA.

Pencapaian target pelayanan kesehatan bayi di Kabupaten Bulukumba berdasarkan laporan rutin tahun 2011 , yaitu cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) sebesar 100%, sementara cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN3) sebesar 87,7% (lihat lampiran tabel 36).

Gambar

GAMBAR II.1
GAMBAR II. 3
TABEL II.2
TABEL  II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kode bahasa C sifatnya adalah portable Aplikasi yang ditulis dengan bahasa. C untuk suatu komputer tertentu dapat digunakan di komputer lain

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa berkat kasih karuniaNya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek Anti Inflamasi Ekstrak Etanol Akar

Hal ini dibuktikan dengan adanya 14% (kategori tinggi) penggunaan instagram dan 17% (kategori tinggi) pengaruh dakwah akun @fuadbakh pada responden penelitian dan

Meskipun sinyal yang didapat dari domain waktu tidak dapat secara langsung menunjukkan gejala kerusakan elemen suatu mesin, dikarenakan beberapa data yang saling berhimpitan,

Pratiknyo, M.Si selaku pembimbing II atas bimbingan dan arahan dalam proses. penyusunan skripsi, dan Dra.Trisnowati Budi A., M.Si selaku ketua

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menunjukkkan kemurahan, hikmat, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tanggung jawab

 Kedua, keahlian keahlian literasi literasi digital  digital  : literasi media baru dan literasi . Sis+a abad %1 adalah : literasi media baru dan literasi . Sis+a

Penyusun skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA)