• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyaki jamur parasitik pada jagung dapat dikelompokkan. Kendali Genetik Ketahanan Jagung terhadap Patogen Bulai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyaki jamur parasitik pada jagung dapat dikelompokkan. Kendali Genetik Ketahanan Jagung terhadap Patogen Bulai"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Kendali Genetik Ketahanan Jagung terhadap Patogen Bulai

Andi Takdir M.1, R. Neni Iriany M.1, Marsum M. Dahlan1, Achmad Baihaki2,

Neni Rostini2, dan Subandi3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros 2 Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung

3 Pemulia Jagung

ABSTRACT. Resistance Control of Corn Genetic to Downy Mildew Pathogen. Downy mildew (DM) caused by Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw. Is an important disease in maize. A set of population consisting F1, F2 BC1.1, and BC1.2 derived from crosses of three

resistant and three susceptible maize inbred lines and their parents (P1, P2) was evaluated under highly DM infected nursery in Bogor. The

resistant lines were Ki3, Nei9008, dan AMATL-9-1-1-1-1-1-2-B, the susceptible ones were CML357, CML270, dan CML358. The objective was to determine the inheritance nature of the population to the pathogen. High pressure of downy mildew was induced by artificially inoculating the tested materials and spreader rows susceptible plants. Related genetical parameters were calculated. Downy mildew re-action on BC1.1 and BC1.2 were included in the analysis. The result

suggested that resistance to Java downy mildew was controlled by incomplete partially dominant single or two genes. This result confirmed that the backcross method was an effective way to transfer resistance gene into susceptible ones.

Key words: Inheritance, downy mildew, maize.

ABSTRAK. Penyakit bulai (Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw. merupakan salah satu penyakit penting pada jagung. Populasi jagung F1, F2, BC1.1, dan BC1.2 hasil persilangan antara tiga tetua galur murni

tahan dan tiga tetua galur murni peka serta tetuanya (P1 dan P2) yang

dievaluasi pada tingkat infeksi bulai cukup tinggi dilaksanakan di kebun percobaan di Bogor. Ketiga galur tahan adalah Ki3, Nei9008, dan AMATL-9-1-1-1-1-1-2-B, sedang ketiga galur rentan adalah CML357, CML270, dan CML358. Metode inokulasi dengan me- nyemprot sumber inokulum dan materi uji. Pengamatan dilakukan pada umur tanaman 22, 29, dan 36 hari setelah tanam. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketahanan genotipe jagung terhadap penyakit bulai dikendalikan oleh gen sederhana oleh satu atau dua gen, dengan aksi gen parsial dominan positif tidak sempurna. Di- rekomendasikan metode pemuliaan ketahanan jagung terhadap pe- nyakit bulai dengan metode silang baik (backcross).

Kata kunci: Pewarisan, bulai, jagung.

P

enyaki jamur parasitik pada jagung dapat di-kelompokkan menjadi penyakit daun, batang, tongkol, biji, bibit, dan akar. Salah satu jenis pe-nyakit penting pada tanaman jagung adalah pepe-nyakit bulai (downy mildew) yang disebabkan oleh cenda-wan Peronosclerospora maydis. Penyakit bulai dapat menimbulkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh bagian tanaman, dan dapat pula menimbulkan gejala lokal. Gejala sistemik hanya terjadi bila jamur dari daun yang terinfeksi dapat mencapai titik tumbuh, sehingga menginfeksi semua daun yang terbentuk oleh titik tumbuh tersebut.

Kerugian akibat penyakit bulai pada jagung sangat bervariasi. Intensitas penularan penyakit ini dapat mencapai 90% (Semangun 1996). Di Lampung pada tahun 1996 kehilangan hasil jagung akibat terinfeksi bulai bahkan mencapai 100% (Subandi et al. 1996). Hal ini serupa juga dilaporkan juga oleh Wasmo dan Said Kontong (2000).

Pengendalian penyakit bulai perlu dilakukan se-cara terpadu, yang mencakup penanaman serentak, pencabutan tanaman sakit diikuti pembakaran atau pembenaman ke dalam tanah, pengaturan pola tanam, pemakaian fungisida, penggunaan varietas tahan.

Varietas tahan bulai dapat diperoleh melalui seleksi plasmanutfah yang ada atau melalui persilangan antara tetua terpilih. Evaluasi ketahanan varietas/galur jagung terhadap penyakit bulai telah dilakukan di Balai Pene- litian Tanaman Sereal, Maros. Sejauh ini belum banyak dilaporkan hasil studi pewarisan ketahanan jagung ter- hadap penyakit bulai.

Informasi tentang pewarisan suatu karakter mem-punyai arti penting dalam menentukan strategi pe-muliaan tanaman agar program pepe-muliaan untuk per-baikan karakter yang diinginkan menjadi efektif. Infor-masi tentang pewarisan ketahanan tanaman jagung terhadap penyakit bulai sampai saat ini tidak konsisten, bergantung pada populasi yang diteliti. Chang (1972), dan Chang serta Cheng (1968) melaporkan bahwa ta-naman tebu (P. sacchari) terhadap bulai dikendalikan oleh gen tunggal dominan DMR, yang terletak pada lengan pendek kromosom 2. Handoo et al. (1970) melaporkan pula bahwa aksi gen aditif dan nonaditif berperan penting dalam kendali ketahanan terhadap bulai strip coklat dan tingkat dominansi berada dalam kisaran dominan parsial.

Di Indonesia, penelitian pola pewarisan ketahanan terhadap penyakit bulai pada jagung belum banyak dilakukan sekalipun karakter tersebut memiliki arti cu-kup penting untuk mengurangi kerugian akibat infeksi jamur P. maydis. Berdasarkan hal tersebut dilaksana-kan penelitian untuk memperoleh informasi pola pe-warisan penyakit bulai pada tanaman jagung.

(2)

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Instalasi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Tanaman Cimanggu, Bogor, Jawa Barat, pada bulan Maret-Juli 2002. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 240 m dari permukaan laut, jenis tanah Entisol dan tipe curah hujan A menurut Schmidt dan Ferguson. Materi yang dievaluasi meliputi populasi P1, P2, F1, F2, BC1.1, dan BC1.2.

Sebagai bahan percobaan dipilih dua kelompok galur introduksi yang digunakan sebagai tetua, yaitu tiga pasangan persilangan Ki3 x CML357, Nei9008 x CML270, dan AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML358, serta kultivar Antasena sebagai sumber inokulum yang ditanam sebagai tanaman baris penyebar (spreader row). Inokulasi dilakukan dengan cara menyemprot-kan suspensi spora pada tanaman berumur 7, 9, dan 11 HST, baik pada tanaman baris penyebar maupun ma- teri evaluasi. Populasi F2 tersusun atas tanaman yang berasal dari 10 tongkol F1 dan dilakukan penanaman sebanyak tiga kali. Untuk dapat digabung menjadi satu populasi, terlebih dahulu dilakukan uji Chi-kuadrat (χ2) untuk masing-masing populasi F2, kemudian dilakukan uji keheterogenitasan χ2 mengikuti metode Burhnam (1961).

Bahan yang digunakan adalah pupuk urea, SP36, dan KCl, serta pestisida carbofuran 3%. Peralatan tanam meliputi traktor, cangkul, tugal, timbangan mekanik, ajir, patok label, handsprayer, plastik hitam, ember, tali rapia, spidol, pensil, dan buku catatan lapangan.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung in-tensitas penularan penyakit bulai pada saat tanaman berumur 22, 29, dan 36 HST, dengan cara mencabut tanaman yang tertular bulai, kemudian dipersentase-kan terhadap jumlah seluruh tanaman per genotipe.

Derajat dominansi diukur berdasarkan nilai tengah kedua tetua (P1 dan P2) dan famili F1 menggunakan rumus pendugaan nilai potensi rasio (hp) yang di-gunakan oleh Griffing (1950):

(F1 - MP)

hp = 1/2 (HP - LP)

dimana:

hp = Nilai rasio potensi, HP= Nilai rata-rata tetua tinggi, LP = Nilai rata-rata tetua rendah, MP= Nilai rata-rata kedua tetua.

Dari nilai rasio potensi tersebut derajat dominansi dapat diduga dari gen yang bersangkutan sebagai be-rikut:

hp = 0, = aksi gen yang terjadi aditif (tidak ada dominan), -1 = hp = +1 = dominan sempurna,

-1 < hp < 0, = dominan negatif tidak sempurna, 0 < hp <1, = dominan positif tidak sempurna, -1 < hp < 1, = dominan lebih (over dominan).

Untuk mempelajari pola segregasi pada fenotipe F2

digunakan uji Chi-kuadrat (Little and Hill 1978): (Oi - Ei)2

χ2 = Ei

di mana:

Oi = Jumlah fenotipe ke-i menurut hasil

pengamatan,

Ei = Jumlah fenotipe ke-i yang diharapkan ber- dasarkan hipotesis, dengan kriteria keputusan rasio sesuai dengan hipotesis apabila χ2 hitung < χ2 tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai potensi rasio karakter indeks penyakit pada persilangan Ki3 x CML357, Nei9008 x CML270, dan AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML358 disajikan pada Tabel 1. Tingkat penularan penyakit pada famili F1

ber-ada di antara nilai tengah tetua dengan nilai tetua tahan. Secara skematis, posisi relatif nilai rata-rata F1

terhadap kedua tetuanya dapat dilihat pada Gambar 1. Ekspresi gejala ringan pada tetua tahan adalah dominan terhadap ekspresi gejala berat pada tetua rentan.

Pendekatan nilai potensi rasio (hp) pada kisaran -1 dan 0 menunjukkan bahwa ekspresi tahan adalah dominan tidak sempurna terhadap ekspresi rentan. Gen dominan tersebut berada pada tetua tahan, Pada tetua rentan, allel dalam kondisi resesif. Famili F1 yang

merupakan hasil persilangan antara tetua tahan de-ngan tetua rentan, memperlihatkan respons tahan yang relatif seragam.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gomes et al. (1963), Chang dan Cheng (1968), dan Aday (1974) bahwa ketahanan terhadap penyakit bulai pada jagung dikendalikan oleh sedikit gen yang bersifat parsial dominan. Hal yang sama juga diperoleh Pamin (1980) bahwa ketahanan terhadap penyakit bulai di-kendalikan oleh gen-gen yang tidak banyak jumlahnya serta memiliki derajat dominasi yang berada dalam selang parsial dominan. Tetapi penelitian lainnya me-nunjukkan bahwa ketahanan penyakit bulai dikendali-kan oleh gen dominan sempurna (Asnani and Bhusan 1970; Hakim and Dahlan 1972; Mochizuki 1974).

(3)

Estimasi derajat kecocokan nisbah segregasi pada populasi F2 terhadap beberapa nisbah hipotetik

disaji-kan pada Tabel 2. Hasil uji heterogenitas χ2 menunjuk-kan bahwa masing-masing nilai Chi-kuadrat F2 ho-mogen, sehingga hasil pengamatan antarpopulasi F2 dapat digabungkan sebagai satu data. Pola segregasi pada populasi F2 memberikan indikasi bahwa karakter ketahanan memperlihatkan pola pewarisan genetik yang sederhana dan mengikuti pola segregasi hukum Mendel (Tabel 2).

Uji Chi-kuadrat (χ2) gabungan untuk derajat ke-cocokan nisbah segregasi populasi F2 terhadap ber-bagai nisbah hipotetik berdasarkan dua kelas ketahan-an menunjukkketahan-an bahwa pola segregasi dari ketiga po-pulasi F2 cocok terhadap nisbah 3:1. Pada persilangan Ki3 x CML357, nilai χ2 = 0,0027 dengan nilai peluang (P) 0,98-0,95. Pada persilangan Nei9008 x CML270, nilai χ2 = 0,0306 dengan nilai peluang (P) 0,90-0,80. Pada pasangan persilangan AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML358 nilai χ2 = 0,0319 dengan nilai peluang (P) 0,90-0,80.

Pada populasi F2 yang sesuai dengan nisbah uji 3:1,

pola tersebut dominan sempurna. Hal ini ditunjang oleh hasil uji Chi-kuadrat untuk derajat kecocokan rasio segregasi BC1.1 dan BC1.2 (Tabel 3).

Uji Chi-kuadrat terhadap pola segregasi populasi BC1.1 dan BC1.2 untuk masing-masing pasangan

per-silangan dan uji heterogenitas memperlihatkan bahwa hasil dari semua waktu tanam homogen pada taraf uji 0,05 maka semua data tersebut dapat digabungkan.

Analisis populasi silang balik (BC1.1 dan BC1.2)

memperlihatkan bahwa persilangan Ki3 x CML357, Nei9008 x CML270, dan AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML358, silang balik ke tetua jantan (tahan) BC1.1 dan

silang balik ke tetua betina (rentan) BC1.2 memiliki nilai

χ2 yang sesuai dengan nisbah 1:1 pada taraf uji 0,05. Populasi BC1.1 yang berasal dari persilangan antara

F1 dengan P1 (tetua tahan), mendekati tetua tahan.

Sebaliknya, populasi BC1.2 yang berasal dari persilangan

F1 dengan P2 (tetua rentan) mendekati tetua rentan.

Kenyataan ini sejalan dengan Hukum Mendel I bahwa pada pembentukan gamet-gamet ke dua gen yang

me-Ki3 x CML357 AMATL-CoHS-9-1-1--1-1-1-2-B x CML358 Nei9008 x CML270 P1 F1 MP P2 22,67 26,75 41,66 60,65 P1 F1 MP P2 16,42 18,56 50,89 85,37 P1 F1 MP P2 19,81 21,82 42,41 65,02

Gambar 1. Skema posisi tingkat penularan penyakit bulai pada famili F1 secara relatif terhadap nilai rata-rata tetua tahan (P1) dan tetua rentan (P2), serta nilai tengah kedua tetua (MP). Bogor, 2002.

Tabel 1. Tingkat penularan penyakit bulai pada tetua (P1 dan P2) dan famili F1, serta nilai potensi rasio (hp). Bogor, 2002. Tingkat penularan Family Ki 3 x CML 357 Nei 9008 x CML 270 AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML 358 P1 22,667 16,415 19,807 P2 60,654 85,372 65,020 F1 26,749 18,561 21,822 hp -0,785 -0,938 -0,911

(4)

rupakan pasangan akan disegregasikan ke dalam dua sel anak (Cowder 1997).

Hal tersebut juga menggambarkan tidak ada faktor lain di luar kromosom yang mempengaruhi ketahanan penyakit bulai. Uji χ2 pada BC1.1 dan BC1.2 sesuai nis-bah 1:1. Interaksi yang demikian dalam pewarisan

karak-ter ketahanan karak-terhadap penyakit bulai menunjukkan bahwa karakter tersebut bukan tipe general resistance atau horisontal resistance, melainkan tipe ketahanan race specific atau vertical resistance. Dengan demikian ketahanan tersebut akan mampu bertahan pada satu ras patogen saja.

Tabel 2. Nilai Chi-kuadrat rata-rata untuk derajat kecocokan nisbah segregasi populasi F2 terhadap beberapa nisbah hipotetik. Bogor, 2002. Tanaman tertular

Persilangan Nisbah Observasi Expected*) χ2 (P) yang diuji

Sehat Bulai Sehat Bulai

Ki3 x CML357 3:1 57 32 67,00 22,00 0,0027 0,98-0,95 15:1 57 32 63,80 25,33 2,2894 0,20-0,10 13:3 57 32 59,47 29,67 0,2241 0,70-0,50 9:7 57 32 49,80 39,33 2,6078 0,20-0,10 Nei9008 x CML270 3:1 43 48 68,62 22,38 0,0306 0,90-0,80 15:1 43 48 70,28 20,72 46,5060 < 0,05 13:3 43 48 45,62 45,67 0,2057 0,70-0,50 9:7 43 48 32,95 58,33 5,2360 0,05-0,02 AMATL-CoHS-9-1-1-1-1-1-2-B x CML368 3:1 47 47 71,00 23,00 0,0319 0,90-0,80 15:1 47 47 53,00 41,33 1,4821 0,30-0,20 13:3 47 47 49,67 44,67 0,2729 0,70-0,50 9:7 47 47 43,33 51,00 0,6164 0,50-0,30 χ2 .05 = 3,841 dan χ2 .01 = 6,635.

*) Nilai expected merupakan nilai terkoreksi terhadap besarnya tingkat serangan pada masing-masing tetuanya (PResisten dan PRentan) contoh berikut: Diketahui: P1 = A1A1 = tahan, Observed bulai = 13,71

P2 = A2A2 = rentan, Observed bulai = 44,00 F1 = A1A2 = tahan, Expected bulai = 13,71 A1A1,A1A2 A2A2

F2 = Expected bulai = 21,2825 tahan Rentan

Exp.Bulai = (0,75 x 13,71) + (0,25 x 44,00) = 21,2825 Exp.Sehat = ΣTan.-Exp. Bulai

Tabel 3. Nilai Chi-kuadrat rata-rata untuk derajat kecocokan segregasi populasi BC1.1 dan BC1.2 terhadap nisbah dipotetik model dominan monogenik untuk persilangan F1 dengan parental P1 tahan dan P2 rentan. Bogor, 2002.

Jumlah tanaman terserang

Persilangan Nisbah Observasi Expected*) χ2 (P) diuji

Sehat Bulai Sehat Bulai

Ki3 x CML357 BC1.1 1:1 69 23 68,98 23,00 0,0019 0,98-,095 BC1.2 1:1 52 41 51,50 41,60 0,0287 0,90-0,80 Nei9008 x CML270 BC1.1 1:1 73 17 74,00 16,00 0,0265 0,90-0,80 BC1.2 1:1 35 60 34,00 61,00 0,0623 0,80 AMATL-CoHS-9-1-1- BC1.1 1:1 70 21 71,00 20,00 0,0160 0,90 1-1-1-2-B x CML358 BC1.2 1:1 39 53 39,60 52,67 0,0018 0,95-0,90 χ2 .05 = 3,841 dan χ2 .01 = 6,635.

*) Nilai expected merupakan nilai terkoreksi terhadap besarnya tingkat serangan pada masing-masing tetuanya (PResisten dan PRentan) contoh berikut: Diketahui: P1 = A1A1 = tahan, Observed bulai = 13,71

P2 = A2A2 = rentan, Observed bulai = 44,00 F1 = A1A2 = tahan, Expected bulai = 13,71 BC1.1 = A1A1, A1A2 = tahan, Expected bulai = 13,71 A1A2, A2A2

BC1.2 = Expected bulai = 28,85 Resistan Rentan

Exp.Bulai = (0,50 x 13,71) + (0,50 x 44,00) = 28,85 Exp.Sehat = ΣTan.-Exp. Bulai

(5)

Uji Chi-kuadrat untuk derajat kecocokan nisbah segregasi populasi F2 dan BC1.1 dari tiga kombinasi

persilangan memperlihatkan bahwa pola pewarisan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai pada enam galur jagung identik satu sama lain. Adanya ke-samaan pada pola pewarisan belum berarti terdapat-nya kesamaan di dalam gen-genterdapat-nya. Hal ini masih perlu ditelaah lebih lanjut, mengingat pentingnya arti keragaman genetik bagi pemuliaan tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pola pewarisan ketahanan genetik jagung terhadap penyakit bulai mengikuti pola segregasi 3:1 dengan nilai derajat dominansi antara -1 dan 0, dengan aksi gennya adalah dominan positif tidak sempurna.

Metode pemuliaan ketahanan jagung terhadap penyakit bulai yang direkomendasikan adalah metode silang balik (backcross) yang sesuai dan efektif untuk transfer gen ketahanan terhadap penyakit bulai dari tetua tahan ke tetua rentan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ketua kelti Pemulian Tanaman Balai Penelitian Tanaman Sereal di Maros beserta staf, dan Kepala Instalasi Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Per-tanian di Bogor beserta staf, yang telah banyak mem-bantu penulis dalam persiapan dan pelaksanaan pe-nelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aday, B. A. 1974. The Philippine program in breeding for resistance to downy mildew of maize. Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Tokyo. Agric. Res., Series No.8:207-244.

Asnani, V. L. and B. Bhusan. 1970. Inheritance study on the brown stripe downy mildew of maize. Indian Phytopathol. 23:220-230. Burhnam, C. R. 1961. Methods in Plant Genetics. University of

Minnesota. Minneapols. 267p. (unpublish).

Chang, S. C. 1972. Breeding for sugarcane downy mildew resistance in corn in Taiwan. The Eighth Inter-Asian Corn Improvement Workshop Proceedings. 114-115.

Chang, S. C. and C. P. Cheng. 1968. Inheritance of resistance to Sclerospora sacchari Miyaki in corn. The Fifth Inter-Asian Corn Improvement Workshop Proceedings. 105-109.

Gomez, A. A., F. A. Aqualisan, R. M. Payson, and A. G. Calub. 1963. Preliminary studies on the inheritance of the reaction of corn to downy mildew disease. The Philippines Agriculturist. 47: 113-116.

Griffing., B. 1950. An analysis of quantitative gene actions by constant parent regression and related techniques. Genetics (35): 303-321.

Hakim,R., and M. Dahlan. 1972. Segregating behavior of Sclerospora maydis of corn. Paper presented at Southeast Asia Regional Symposium on plant disease in the tropics. Yogyakarta, Sept. 11-15, 1972.

Handoo, M. I., B. L. Renfro, and M. M. Payak. 1970. On the inheritance of resistance to Sclerophthora rayssiae var. zeae in maize. Indian Phytopathol. 23:231-249.

Little, T. M., and F. J. Hills. 1978. Agricultural experimentation design and analysis. John Wiley and Sons. New York. 349p. Mochizuki, N. 1974. Inheritance of host resistance to downy mildew

disease of maize. Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Tokyo. Agric. Res., Series No.8:179-193.

Pamin, K. 1980. Pendugaan parameter-parameter genetik dan evaluasi kemajuan seleksi galur S1 dan S2 pada suatu varietas jagung komposit. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 90p. Semangun. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah

Mada University Press. p. 32-33, 411-424.

Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan Hasil Pe-mantauan Penyakit Bulai dan Benih pada Pertanaman Jagung Hibrida. 5 p.

Wasmo Wakman dan M. Said Kontong. 2000. Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dengan varietas tahan dan aplikasi fungisida metalaksil. Penelitian Pertanian. 19 (2): 38-42.

Gambar

Gambar 1.   Skema posisi tingkat penularan penyakit bulai pada famili F 1  secara relatif terhadap nilai rata-rata tetua tahan (P 1 ) dan tetua rentan (P 2 ), serta nilai tengah kedua tetua (MP)

Referensi

Dokumen terkait

Kandidiasis oral atau sering disebut sebagai moniliasis merupakan suatu infeksi yang paling sering dijumpai dalam rongga mulut manusia, dengan prevalensi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun bintaro ( Cerbera odollam ) terhadap perkembangan ulat grayak ( S. litura F.) dan berapa konsentrasi

Tindakan anestesi dengan posisi telungkup yang dilakukan pada berbagai prosedur bedah, harus dilaksanakan secara aman yang didasarkan pada pemahaman yang mendalam

Berdasarkan situasi tersebut, David Shambaugh berpendapat bahwa struktur kekuatan dan parameter interaksi yang telah menjadi ciri hubungan internasional di kawasan Asia di abad 21

Sedangkan pengujian dua rata-rata pada data gain diperlukan untuk menjawab hipotesis penelitian apakah peningkatan hasil belajar matematik mahasiswa setelah

Pemberdayaan sendiri dipengaruhi oleh karakteristik individu (Frymier et al, 1996 dalam Houser, M.L.. Karakteristik sosial ekonomi dan demografi berpengaruh signifikan