8
LANDASAN TEORI
2.1 Hotel
2.1.1 Definisi Hotel
Kata hotel memiliki pengertian atau definisi yang cukup banyak, masing – masing orang berbeda dalam menguraikannya. Berikut ini adalah beberapa pengertian hotel (Tam C., Fonny, 2008) :
1. Menurut Menteri Perhubungan, hotel adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikut makan dan minum (SK. MenHub. RI. No. PM 10/PW.391/PHB-77).
2. Menurut AHMA (American Hotel & Motel Association), hotel adalah suatu tempat dimana disediakan penginapan, makanan, dan minuman, serta pelayanan lainnya, untuk disewakan bagi para tamu atau orang – orang yang tinggal untuk sementara waktu.
3. Menurut Webster, hotel adalah suatu bangunan atau lembaga yang menyediakan kamar untuk menginap, makanan, dan minuman, serta pelayanan lainnya untuk umum.
Dengan mengacu pada pengertian di atas, dan untuk menertibkan perhotelan di Indonesia, pemerintah menurunkan peraturan yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menparpostel No. KM 37/PW.340/MPPT-86, tentang peraturan Usaha dan Penggolongan Hotel. Bab I, pasal 1, Ayat (b) dalam SK tersebut menyebutkan bahwa hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa
penginapan, makanan dan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial.
2.1.2 Pengertian Hotel Bisnis
Definisi Hotel Bisnis mengacu pada Marlina Endy dalam bukunya Panduan Perancangan Bangunan Komersial (2008, p.52), hotel bisnis merupakan hotel yang dirancang untuk mengakomodasi tamu yang mempunyai tujuan bisnis. Lokasi hotel bisnis relatif berada di pusat kota, berdekatan dengan area perkantoran atau area perdagangan. Hotel Bisnis dikenal juga dengan nama Commercial Hotel ataupun dengan nama City Hotel.
Fasilitas yang disediakan hotel bisnis akan menyediakan fasilitas lengkap yang berkaitan dan mendukung untuk kegiatan bisnis terutama untuk kegiatan Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE). Fasilitas yang tersedia antara lain ballroom, banquet room, dan business center dengan fasilitas pendukung lainnya seperti restoran, bar & café, pusat kebugaran & spa, kolam renang, dan sebagainya (Kusumo, 2012).
Ditinjau dari karakteristik tamu pada hotel bisnis relatif tinggal berkisar antara 1 – 3 malam perkunjungan. Berikut karakteristik tamu baik perseorangan maupun grup berdasarkan tujuan dan tipe kamar yang dipesan menurut buku hotel planning and design dalam jurnal Ristya Vidyatama Kusumo (2012):
Tabel 2.1. Karakter Pengunjung Hotel Jenis
Pengunjung
Karakter Pengunjung Tujuan Tipe Kamar
Perseorangan Berprofesi sebagai eksekutif muda
Memilih harga menengah keatas
Tours, Club, perkumpulan Budaya, seni, teater Berbelanja
Queen Size Adanya area makan & kerja Kamar mandi Standar
Jenis Pengunjung
Karakter Pengunjung Tujuan Tipe Kamar
Grup Menginap 2 – 4 malam
Pemilihan harga tidak masalah
Konvensi dan konferensi
Perkumpulan profesional
Rapat pelatihan dan perdagangan King, Twin, double – double size Kamar mandi memiliki area ganti pakaian Terdapat area kerja yang baik sumber :Hotel Planning and Design, Kusumo, 2012
2.1.3 Klasifikasi Hotel
Hotel dapat diklasifikasikan menurut bintang yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diperda) sesuai persyaratan fasilitas yang terdapat dalam hotel setiap tiga tahun sekali dalam bentuk sertifikat (Kusumo, 2012).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata ni. KM 3/KW 001/ MKP 02, hotel dikelelompokan dalam 5 golongan kelas (bintang) berdasarkan kelengkapan fasilitas dan kondisi bangunan, perlengkapan dan pengelolaan, serta mutu pelayanan. Kategori hotel tersebut dibagi menjadi :
• Hotel melati 1 • Hotel melati 2 • Hotel bintang 3 • Hotel bintang 4 • Hotel bintang 5
Kriteria klasifikasi hotel di Indonesia secara resmi dikeluarkan oleh peraturan pemerintah dan menurut Dirjen Pariwisata dengan SK: Kep-22/U/VI/78. Untuk mengklasifikasikan sebuah hotel, dapat ditinjau dari beberapa faktor yang satu sama lainnya ada kaitannya. Berikut adalah tabel
pembagian hotel menurut Keputusan Direktur Jendral Pariwisata (1988) berdasarkan fasilitas dan jumlah kamar hotel dalam Bernadete Monica (2012).
Tabel 2.2. Klasifikasi Hotel Berbintang
Jenis Fasilitas ***** **** *** ** *
Kamar Tidur Min. 100 Min. 50 Min. 30 Min. 20 Min. 15
Suite 4 kamar 3 kamar 2 kamar 1 kamar -
Luas kamar 20-28 m² 18-28 m² 18-26 m² 18-24 m² 18-20 m² Luas kamar
Suite 52 m² 48 m² 48 m² 44 m² 20 m²
Ruang Makan Min. 2 Min. 2 Min. 2 Min. 2 Min. 1
Restaurant &
Bar Min. 1 Min. 1 Min. 1 Min. 1
*tidak wajib Function Room Min. 1 dan pre-function room Min. 1 dan pre-function room Min. 1 dan pre-function room - - Rekreasi & Olahraga Kolam renang dan ditambah dengan 2 sarana lain Kolam renang dan dianjurkan ditambah dengan 2 sarana lain Kolam renang dan dianjurkan ditambah dengan 2 sarana lain Kolam renang dan dianjurkan ditambah dengan 2 sarana lain Min. 1 sarana Ruang yang disewakan Min. 3 ruangan Min. 3 ruangan Min. 3 ruangan Min. 3 ruangan Min. 3 ruangan
Lounge Wajib Wajib Wajib - -
Taman Wajib Wajib Wajib Wajib Wajib
2.1.4 Pembagian Area Hotel
Secara fungsional, hotel dapat dibagi menjadi 4 bagian utama yaitu area tamu, area publik, bagian administrasi (front of the house), dan back of the house dikutip dari The Architects Handbook oleh Quentin Pickard (Quentin P., 2002). Adapun area Front of The House dan Back of The House meliputi ruang (Monica B., 2012) :
1. Front of the house adalah area karyawan yang berhadapan langsung dengan tamu, yang termasuk area front of the house adalah :
• Front desk & Concierge • Area reservasi dan kasir • Room service
• Area lift • Retail • Restoran • Function room
2. Back of the house adalah area karyawan yang berada di area servis dan terpisah dengan area tamu. Yang termasuk dalam area back of the house adalah:
• Dapur dan gudang • Area bongkar muat • Area pegawai
• Laundry dan housekeeping • Mekanikal dan elektrikal
2.2 Compact City
2.2.1 Definisi Compact City
Pertumbuhan penduduk yang terjadi sekarang ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang mendorong untuk terjadinya fenomena Urban Sprawl, yaitu perpindahan penduduk ke daerah pinggiran (mungkasa, 2012). Menanggapi fenomena tersebut muncul konsep Compact City. Adapun Compact City mempunyai beberapa definisi seperti yang dikemukakan oleh J. Arbury, Compact City yaitu sebuah model pengembangan kota yang terfokus pada intensifikasi perkotaan, menetapkan batas pertumbuhan kota, mendorong pengembangan campuran (mixed use) dan mengedepankan peran angkutan umum dan kualitas desain perkotaan. Burton (2000) menjelaskannya Compact City sebagai kota dengan dimensi ‘kepadatan yang tinggi’. Dapat disimpulkan bahwa Compact City adalah suatu konsep perencanaan kota terfokus kepada kepadatan hunian yang relatif tinggi pada guna lahan campuran, lebih mengandalkan sistem transportasi umum yang efisien, termasuk aktivitas pejalan kaki dan bersepeda sehingga penggunaan kendaraan bermotor pribadi berkurang intensitasnya, penggunaan energi menurun rendah dan polusi berkurang (Mungkasa, 2012)
Sebagai sebuah tanggapan terhadap fenomena Urban Sprawl, secara umum dapat disarikan beberapa perbedaan antara Urban Sprawl dengan model Compact City, berdasarkan 12 aspek yaitu kepadatan, pola pertumbuhan, guna lahan, skala, layanan komunitas, tipe komunitas, transportasi, disain jalan, disain bangunan, ruang publik, biaya pembangunan, proses perencanaan (Roychansyah, 2006).
Menurut Burton (2001) dalam Buletin Tata Ruang dan Pertanahan edisi 2 tahun 2012, manfaat dari model Compact City adalah pengurangan konsumsi energi (fasilitas terjangkau dengan jalan kaki), pelayanan transportasi lebih baik, peningkatan aksesibilitas secara keseluruhan, regenerasi kawasan perkotaan dan vitalitas perkotaan, kualitas hidup yang lebih tinggi, preservasi ruang terbuka hijau. Menurut Jenks (2000), bentuk kota yang kompak mampu mengurangi jarak tempuh perjalanan sehingga menurunkan tingkat mobilitas penduduk. Tingkat kepadatan tinggi juga memberi keuntungan dalam penyediaan layanan dasar, transportasi umum, pengelolaan sampah, pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Dapat disimpulkan konsep Compact City menekankan pada sebuah kawasan dengan fasilitas – fasilitas yang sudah tersedia (mix use) untuk memenuhi kebutuhan penduduk di dalamnya sehingga penggunaan transportasi dapat ditekan yang berpotensi pada pengurangan ecological foot print (ruang yang diperlukan manusia untuk menghasilkan sumber daya yang mereka habiskan) (wwf.or.id) yang secara tidak langsung berdampak pada penurunan polusi akibat penggunaan kendaraan (Mungkasa, 2012).
2.2.2 Peranan Building Farming
Jika diterjemahkan, kata Building berarti bangunan. Pengertian bangunan, menurut kamus besar bahasa Indonesia bangunan mempunyai sesuatu yang didirikan atau sesuatu yang dibangun.
Kata “bangunan” juga dapat diartikan sebagai rumah, gedung ataupun segala sarana, prasarana atau infrastruktur dalam kebudayaan atau kehidupan manusia dalam membangun peradabannya seperti halnya jembatan dan
konstruksinya serta rancangannya, jalan, sarana telekomunikasi. Umumnya sebuah peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari teknik teknik bangunan maupun sarana dan prasarana yang dibuat ataupun ditinggalkan oleh manusia dalam perjalanan sejarahnya.
Jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia kata Building mempunyai arti pertanian, peternakan, dan budidaya. Jika didefinisikan Building juga dapat diartikan sebagai praktek budidaya lahan atau meningkatkan stok, usaha budidaya lahan. Building sendiri dapat dikategorikan lagi ke pertanian atau ke peternakan.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan Building Farming adalah suatu kegiatan membudidayakan tumbuhan atau hewan pada sebuah bangunan. Pada era modern ini konsep menanam secara vertikal sudah mulai dikembangkan, menurut Ken Yeang dalam bukunya yang berjudul The Skyscreaper Bioclimatically Considered menjelaskan praktik menanam secara vertikal akan membantu menciptakan iklim mikro. (Yeang, 1996). Praktik memasukan tanaman kedalam bangunan, mulai berkembang dari waktu ke waktu hingga sekarang ini praktik menanam dilakukan pada bangunan dalam bidang vertikal (Green Wall) (Canevaflor, 2013).
Praktik menanam dapat membantu menciptakan iklim mikro seperti yang diungkapkan oleh Ken Yeang juga dikemukakan oleh Sukawi (2008) dalam seminar nasional untuk tema Taman Kota dan Upaya Penurunan Suhu Lingkungan menjelaskan pada dasarnya tanaman dapat mempengaruhi iklim mikro di sekitarnya. Secara keseluruhan Building Farming berperan dalam mewujudkan Compact City, dimana dengan adanya penanaman dan produksi sayur dan buah di kota, distribusi sayur dan buah dari luar kota dapat dikurangi
sehingaa penggunaan energi dan polusi yang diakibatkan distribusi menggunakan kendaraan bermotor dapat dikurangi (Mungkasa, 2012).
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman 2.3.1 Faktor Lingkungan
Budidaya tanaman menggunakan sistem aeroponik umumnya dilakukan dalam greenhouse yang mempunyai fungsi selain untuk melindungi tanaman dari sinar matahari berlebih dan gangguan hama dan penyakit, greenhouse digunakan untuk memanipulasi iklim agar sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman yang ditanam (Suhardiyanto H., 2009). Dalam perkembangannya aeroponik dapat dilakukan di luar bangunan, hanya saja perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan persyaratan tanaman itu sendiri untuk tumbuh. Keberhasilan penanaman di luar bangunan dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Rahimah, 2010).
Berikut ini rangkuman faktor – faktor yang perlu diperhatikan agar tanaman dapat tumbuh secara optimal (Rahimah, 2010; Diansari M.,2008; Suhardiyanto 2009; Sari, 2012):
Tabel 2.3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman
No Faktor Pengaruh Manipulasi Penerapan
1 Curah Hujan Curah hujan tinggi menyebabkan lingkungan lembab sehingga tanaman mudah terserang hama dan penyakit
Melindungi tanaman dengan plastik / dalam greenhouse Sistem, melindungi tanaman dengan plastik atau naungan 2 Kelembaban (RH)
Kelembaban baik berkisar
70%. Kelembaban
mempengaruhi
evapotranspirasi. RH tinggi menyebabkan daya serah akar berkurang sehingga
Ventilasi alami atau menggunakan blower, Menyemprotkan air dengan sprinkler Sistem, dengan pemasangan sprinkler atau blower
mudah terserang penyakit, RH rendah menyebabkan daya serap tinggi, apabila kurang air tanaman layu. 3 Intensitas
Cahaya
Mempengaruhi fotosintesis, kurang cahaya tanaman menjadi kurus, pucat, dan rentan terserang penyakit. Berlebihan cahaya tanaman dapat hangus atau terbakar.
Penggunaan plastik UV Perletakan tanaman di daerah yang terkena cahaya
4 Elevasi Merupakan keberhasilan tanaman di daerah tertentu
Pemilihan jenis tanaman yang sesuai persyaratan lokasi
Pemilihan Jenis tanaman yang sesuai 5 Suhu Suhu optimal tanaman adalah
250C – 270C, suhu terlalu tinggi dapat menyebabkan proses pertumbuhan tanaman terganggu. Pada sistem hidroponik temperatur yang digunakan umumnya berkisar 280C - 300C. Penentuan lokasi, penggunaan sprinkler Pemilihan Jenis tanaman yang sesuai, sistem penggunaan sprinkler. 6 Keasaman (pH) Pengaruh pertumbuhan tanaman Penyesuaian pemberian larutan nutrisi dengan kebutuhan tanaman untuk mencapai pH yang sesuai Sistem, dengan pemberian larutan nutrisi yang sesuai
Sumber : Jurnal – Jurnal Pertanian, Rahimah, 2010; Diansari M.,2008; Suhardiyanto, 2009 Faktor yang perlu diperhatikan dalam perancangan ini adalah penentuan jenis tanaman yang digunakan yang akan dikaitkan dengan persyaratan suhu dan elevasi tanaman untuk tumbuh, jenis tanaman yang hidup pada suhu yang terlalu rendah tidak akan digunakan. Faktor peryaratan seperti intensitas cahaya yang dibutuhkan tanaman akan disesuaikan dengan zoning atau posisi letak tanaman dalam bangunan. Sedangkan pH, suhu, kelembaban dan curah hujan merupakan faktor – faktor yang dapat dimanipulasi dengan perencanaan sistem
(pemberian sprinkler, pemberian larutan nutrisi, atau pemberian naungan) (Diansari M, 2008).
2.3.2 Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Tanaman
Pada dasarnya setiap mahluk hidup membutuhkan asupan atau makanan untuk dapat melanjutkan hidupnya, begitu juga dengan tumbuhan. Tumbuhan melakukan pembentukan zat makanan atau energi dengan menggunakan zat hara, karbondioksida, air dan cahaya matahari. Proses pembentukan zat makanan oleh tumbuhan tersebut disebut fotosintesis (Juwilda, 2011).
Kebutuhan cahaya pada proses fotosintesis tumbuhan dapat dijelaskan melalui reaksi yang terjadi saat fotosintesis. reaksi fotosintesis terbagi menjadi 2 yaitu reaksi terang (membutuhkan cahaya) dan reaksi gelap (tidak membutuhkan cahaya tetapi karbondioksida). Dalam reaksi terang energi cahaya dibutuhkan untuk dikonversi menjadi energi kimia yang menghasilkan oksigen (Juwilda, 2011). Kurangnya cahaya matahari yang diterima tanaman akan berpengaruh terhadap fotosintesis tanaman sehingga dapat menjadi kurus, warna daun pucat, dan rentan terhadap penyakit (Rahimah, 2010). Untuk itu perlu diketahui persyaratan utama tanaman untuk tumbuh berupa kebutuhan cahaya matahari yang nantinya digunakan sebagai acuan dalam menentukan posisi atau lokasi penanaman tanaman pada bangunan. Penanaman sayur berdasarkan lama cahaya yang dibutuhkan secara umum dapat dibagi menjadi 3 yaitu (Shafer K, 2012).:
• Full Sun, membutuhkan paling sedikit 6 jam matahari langsung dari 8 – 12 jam cahaya matahari selama 1 hari.
• Partial Sun / Partial Shade, membutuhkan paling sedikit 3 jam matahari langsung dari 4 – 8 jam cahaya matahari selama 1 hari. Jenis tanaman dalam kelompok ini hanya sedikit membutuhkan cahaya pagi hari, tanaman dapat hidup di bawah pembayangan pada siang hari. • Full Shade, membutuhkan kurang dari 3 jam cahaya langsung
perharinya. Tanaman dalam kelompok ini membutuhkan hanya sedikit intensitas cahaya pada pagi hari atau sore hari, beberapa tanaman dapat hidup dalam pembayangan secara penuh.
Adapun lokasi perletakan tanaman akan dipengaruhi oleh cahaya matahari, pada dasarnya posisi matahari menyinari bumi akan berpindah – pindah karena bumi yang berotasi dan juga berevolusi terhadap matahari yang membentuk bidang ekliptika, hal tersebut dikenal sebagai konsep heliosentris (Purwanto A., 2011).
Gambar 2.1. Rotasi & Revolusi Bumi
Sumber : Laboratorim Falak : Laboratorium Alternatif yang Murah dan Terpadu, Purwanto, 2011
Pada bulan desember bumi berada di atas matahari, bumi berotasi dan berevolusi sehingga sejajar dengan matahari pada bulan maret, kemudian berada di bawah matahari pada bulan juni, dan kembali sejajar dengan matahari pada bulan September (Purwanto A., 2011).
Gambar 2.2. Gerak Semu Matahari
Sumber : Laboratorim Falak : Laboratorium Alternatif yang Murah dan Terpadu, Purwanto, 2011
Revolusi bumi mengelilingi matahari tersebut memberi gerak semu tahunan matahari mengitari bumi dengan posisi matahari yang berubah dari selatan ke utara secara terus menerus. Matahari akan berada pada 23,50 lintang selatan pada sekitar tanggal 21 bulan Desember, berada pada 23,50 lintang utara pada sekitar tanggal 21 Juni, dan berada pada ekuator sekitar tanggal 21 bulan Maret dan September (Purwanto A., 2011). Karena itu pemilihan lokasi perletakan tanaman perlu melihat seberapa lama cahaya matahari menyinari daerah tersebut dengan mempertimbangkan adanya gerak semu matahari.
2.3.3 Pengaruh Suhu Terhadap Tanaman
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu udara, suhu udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kelembaban lingkungan rendah akibatnya tanaman akan menjadi layu atau mengalami gosong pucuk pada tepi daun (Diansari, 2008). Adapun suhu lokasi tapak perlu diketahui sebagai salah satu acuan untuk menentukan jenis tanaman yang ditanam dapat tumbuh. Suhu udara rata – rata Jakarta menurut data dari Badan Pusat Statistik dengan data survei tahun 2011.
Tabel 2.4. Suhu Udara Rata – Rata Bulanan
No Bulan Suhu (0C)
1 Januari 27,3
2 Februari 27,4
4 April 28,6 5 Mei 28,8 6 Juni 28,7 7 Juli 28,3 8 Agustus 28,8 9 September 29,0 10 Oktober 29,2 11 November 28,9 12 Desember 28,9 Sumber : www.bps.go.id
Suhu Udara yang disurvei mewakili untuk wilayah Jakarta dengan suhu udara rata – rata berdasarkan data tersebut berkisar 280C.
2.4 Aeroponik
2.4.1 Aeroponik Dalam Hidroponik
Pada Dasarnya aeroponik merupakan turunan dari sistem hidroponik larutan nutrisi. Budidaya tanaman hidroponik merupakan budidaya dimana tanaman memperoleh unsur hara dan larutan nutrisi yang dipersiapkan secara khusus. Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik apabila memperoleh unsur hara, air, dan oksigen yang diperlukan. Berikut ini pengelompokan sistem hidroponik (Suhardiyanto, 2010).
Gambar 2.3. Skema Kategori Sistem Hidroponik
1. Kultur media tanam (menggunakan media padat berpori, dapat berupa media organik, anorganik, atau campuran keduanya). Kultur media tanam dibagi menjadi 2 kelompok :
Sub irrigation (irigasi bawah permukaan)
Passive sub irrigation system (sistem irigasi dengan prinsip kapiler)
Ebb and flow (sistem irigasi genang dan alir)
Top irrigation / drip irrigation system (irigasi permukaan / sistem irigasi tetes).
2. Kultur larutan nutrisi (menggunakan larutan nutrisi). Kultur media tanam dibagi menjadi 3 kelompok :
Continuous flow (hidroponik yang disirkulasikan)
Deep Flow Technique (DFT). Metode dengan cara tanaman ditopang menggunakan Styrofoam dan akarnya terendam dalam larutan nutrisi yang mengalir dalam bak.
Nutrisit Film Technique (NFT). Metode budidaya dimana akar tumbuh di larutan nutrisi sangat dangkal yang membentuk lapisan tipis nutrisi dan tersirkulasi
Static Flow (hidroponik larutan diam)
Unaerated Technique. Metode tanam dengan cara tanaman ditopang menggunakan Styrofoam dan akarnya terendam dalam larutan nutrisi yang tidak dialiri oksigen.
Aerated Technique. Metode tanam dengan cara tanaman ditopang menggunakan Styrofoam dan akarnya terendam dalam larutan nutrisi yang dialiri oksigen.
Aeroponik (pengkabutan). Larutan nutrisi yang disemprotkan ke akar tanaman yang menggantung dalam wadah tertutup.
2.4.2 Definisi Aeroponik
Aeroponik berasal dari kata latin yaitu aero yang berarti udara dan ponic yang artinya pekerjaan, artinya aeroponik adalah membudayakan tumbuhan di udara. (Lakkireddy K.K.R., Kasturi K., Sambasiva Rao K.R.S., 2012). Dalam Makalah ilmiah Anies Ma’rufatin mengenai respon pertumbuhan tanaman kentang dalam sistem aeroponik terhadap periode penyinaran, juga menjelaskan bahwa aeroponik merupakan media udara yang diberdayakan untuk bercocok tanam dengan metode tanaman digantung pada suatu media sehingga akar tersebut akan menggantung di udara untuk mendapatkan air dan nutrisi (Ma’rufatin, 2011). Begitu pula dengan penjelasan yang terdapat dalam makalah ilmiah teknik hidroponik untuk budidaya tanaman oleh Herry Suhardiyanto juga menjelaskan hal serupa bahwa aeroponik merupakan budidaya tanaman dengan sistem pengkabutan. Sistem pengkabutan yang dimaksud adalah penyemprotan larutan nutrisi pada akar tanaman yang menggantung di udara dalam suatu wadah tertutup pada durasi tertentu (Suhardiyanto, 2010).
2.4.3 Keuntungan Sistem Aeroponik
Jika dibandingkan dengan sistem tanam konvensional, sistem aeroponik memiliki beberapa keuntungan seperti yang dijabarkan pada tabel berikut.
Tabel 2.5. Perbandingan Aeroponik dengan Tanam Konvensional
Perbandingan Aeroponik Tanam Konvensional
Kebutuhan lahan Luasan Sempit, Kontur tidak harus datar, tidak menggunakan tanah
Luas, relative datar, perlu rotasi, produktivitas lahan tergantung jenis tanah
Musim Tidak tergantung musim Tergantung musim
Ketersediaan Barang Ada sepanjang tahun Tidak ada sepanjang tahun Kualitas Barang Bersih, sehat, renyah, aroma kurang Tidak terlalu bersih, belum
tentu sehat, relative alot, aroma kuat
Sarana & Prasarana Butuh green house & suplai listrik relatif besar
Tidak butuh sarana yang mahal
Teknologi Teknologi menengah - tinggi Teknologi sederhana Operator Sedikit, perlu mengerti teknologi Banyak, tidak perlu mengerti
teknologi
Investasi Awal Sedang – besar Kecil – sedang
Waktu Pendek (1 bulan panen), tanpa pengolahan lahan, setiap hari tanam
– setiap hari panen
Sedang – panjang (1,5 – 2 bulan panen), ada waktu untuk
pengolahan lahan, tidak bisa setiap saat tanam dan panen Kepenuhan Nutrisi Terpenuhi, karena bisa mengatur
dengan ukuran formula pasti
Tidak selalu (pemenuhan nutrisi sulit diukur dengan
tepat)
Hama & Penyakit Relatif aman, terlindung green house Beresiko karena ruang terbuka Fleksibilitas Tanaman dapat dipindah – pindah
tanpa mengganggu pertumbuhan
Tanaman tidak bisa dipindah – pindah, tanaman akan stress Kecepatan Adaptasi Saat pindah tanam, bibit bisa
langsung tumbuh tanpa aklimatisasi
Aklimatisasi lama
Penggunaan Pupuk Lebih efisien (Suhardiyanto, 2010)
Kurang efisien (Suhardiyanto, 2010) Penggunaan Air Lebih efisien 3,57% dari sistem
konvensional (Agustina, 2009)
0%
Produktivitas Lebih banyak 45% - 75% (Plant Factory by Aeroponic & LED, 2010,
NextFarm In The City Co., Ltd)
0%
Sumber : Implementasi Sistem Pertanian Aeroponik Pada Fasade Bangunan di Pusat Kota, Sylvia, 2012
Dari data tabel tersebut dapat dilihat bahwa sistem aeroponik sangat menguntungkan dibandingkan dengan sistem tanam konvensional, dimana dengan sistem aeroponik tanaman bisa ditanam dan dipanen setiap saat, tempatnya fleksibel, penggunaan air lebih efisien, waktu panen lebih cepat. Apabila dibandingkan dibandingkan dengan sistem hidroponik lainnya, sistem aeroponik memiliki beberapa keuntungan diantaranya :
1. Sistem aeroponik mampu menghasilkan produksi 70% lebih banyak tetapi dengan bobot 30% lebih rendah dalam penelitian perbandingan sistem hidroponik dan aeroponik pada tanaman kentang oleh E. Ritter (E. Ritter, et al, 2001).
2. Sistem aeroponik tidak memiliki limbah karena larutan nutrisi yang disemprotkan digunakan kembali, sedangkan sistem hidroponik fertigasi terbuka menggunakan media arang sekam menghasilkan limbah dari pupuk yang berlebih (Pemanfaat Limbah Hidroponik Sistem Fertigasi Terbuka, UNPAD, 2012 dalam youtube, diakses 30 mei 2013).
3. Sistem aeroponik tidak menggunakan media tanam, sedangkan sistem hidroponik fertigasi terbuka yang menggunakan media arang sekam tidak dapat dibuang sembarangan karena tidak lapuk dalam tanah (Pemanfaat Limbah Hidroponik Sistem Fertigasi Terbuka, UNPAD, 2012 dalam youtube, diakses 30 mei 2013).
2.4.4 Cara kerja Sistem Aeroponik
Gambar 2.4. Skematik Sistem Aeroponik Sumber : Makalah Ilmiah Herry Suhardiyanto, 2012
Pada dasarnya yang dibutuhkan untuk sistem aeroponik ini antara lain chamber, yaitu wadah tertutup tempat tumbuh akar, sprinkler untuk menyemprotkan larutan nutrisi yang disesuaikan dengan timer, tanaman yang ditopang oleh styrofoam atau kawat disesuaikan dengan berat tanaman (Suhardiyanto, 2010). Berikut ini cara kerja sistem aeroponik (Rahimah D.S., 2010; Diansari M, 2008).
• Merangkai sprinkler dengan selang plastik
• Menyiapkan media untuk meletakan tanaman menggunakan Styrofoam, kawat dapat digunakan apabila berat biomassa melebihi 3 kg/m2. • Melubangi media tanam dengan diameter dan jarak antara lubang yang
disesuaikan dengan jenis tanaman yang diatanam
• Menyiapkan timer dan mengatur interval waktu dan durasi untuk penyemprotan nutrisi ke akar. Interval waktu dan durasi disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Timer dihubungkan dengan pompa.
• Merangkai sistem pengairan dengan mencampur nutrisi yang diperlukan • Meletakan bibit tanaman dari hasil penyemaian dalam lubang Styrofoam
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan peralatan yang diperlukan dalam sistem aeroponik (Suhardiyanto, 2010; Rahimah, 2010) :
1. Chamber, wadah tertutup tempat tumbuh akar dan penyemprotan larutan nutrisi.
2. Sprinkler atau nozzle dan selang, digunakan untuk menyemprotkan larutan nutrisi ke akar tanaman.
3. Media meletakan Tanaman, biasa menggunakan styrofoam atau plastik pvc yang didesain khusus.
4. Pompa air dan timer, digunakan untuk memompa air untuk disemprotkan ke akar tanaman dan timer digunakan untuk mengatur waktu penyemprotan larutan nutrisi
5. Reservoir, digunakan untuk menampung persediaan air dan larutan nutrisi.
6. Suplai listrik, digunakan untuk menjalankan pompa (diperlukan genset untuk keadaan mati listrik karena tanaman harus disiram secara berlanjut)
7. Larutan Nutrisi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh.
Adapun proses penanaman yang dilakukan dalam sistem aeroponik pada umumnya adalah (Ma’rufatin, 2011; Agustina, 2009) :
1. Penyemaian, yaitu proses menanam benih untuk ditanam kembali di tempat lain. Proses penyemaian dimaksudkan agar tanaman lebih tahan terhadap gangguan hama atau penyakit.
2. Penanaman, merupakan proses pindah – tanam anak semai ke media aeroponik.
3. Panen, proses pengambilan (panen) hasil produk yang sudah ditanam. Dengan kemajuan teknologi di bidang pertanian sistem aeroponik dapat dilakukan secara vertikal, seperti yang dilakukan oleh Reinhold Ziegler. Sistem aeroponik yang digunakan pada dasarnya sama dengan sistem yang digunakan pada umumnya, perbedaannya adalah wadah tanaman diletakan satu sama lain secara vertikal dan di rotasikan dengan posisi tanaman muda berada di bagian paling atas karena pada dasarnya tanaman membutuhkan matahari pada fase vegetatif awal. Sedangkan nutrisi diberikan dengan cara disemprotkan ke bawah melewati tabung dimana akar tanaman tumbuh (Ziegler, 2005).
Gambar 2.5. Skema Rotasi Tanaman Ziegler Sumber : Vertical Aeroponic System, Ziegler, 2005
Gambar 2.6. Modul Vertical Aeroponic System Sumber : Vertical Aeroponic System, Ziegler, 2005
Pemberian nutrisi dilakukan dengan sirkulasi tertutup karena yang diserap tanaman terbatas jumlahnya, hal tersebut akan menghemat penggunaan air (Ziegler, 2005). Sistem aeroponik tersebut dilakukan dalam greenhouse untuk melindungi tanaman dari hujan badai dan mengontrol suhunya untuk mendapatkan hasil produksi yang optimal. Persyaratan utama untuk melakukan sistem aeroponik secara vertical ini adalah terdapat matahari, lokasi tanam tidak dibawah pembayangan bangunan, membutuhkan air dan sedikit energi listrik (Ziegler, 2005).
Gambar 2.7. Vertical Aeroponic Tomat Sumber : Vertical Aeroponic System, Ziegler, 2005
Adapun keuntungan dari sistem aeroponik secara vertikal oleh Reinhold Ziegler ini dibandingkan dengan sistem aeroponik biasa adalah kemampuan produksi dalam jumlah banyak karena disusun sebanyak 6 tingkat (Ziegler, 2005).
Inovasi lain dikembangkan menggunakan sistem aeroponik secara vertikal yaitu Tower Garden yang dikembangkan oleh Tim Blank. Sistem tersebut hampir serupa dengan yang dikembangkan oleh Ziegler, perbedaannya sistem aeroponik secara vertikal tersebut sudah dikemas dalam bentuk tower memiliki ukuran 76.2 cm x 76.2 cm dengan tinggi 152.4 cm dan dapat menampung 20 tanaman (Blank T., 2011).
Gambar 2.8. Aplikasi Tower Garden
Sumber : www.towergarden.com, Tim Blank, diakses 14 Juni 2013
Gambar 2.9. Sistem Aeroponik Tower Garden Sumber : www.towergarden.com, Tim Blank, 2012
Sistem aeroponik yang digunakan pada Tower Garden ini adalah dengan semprotan larutan nutrisi ke bagian teratas kemudian larutan nutrisi akan menetes ke bagian – bagian bawah mengenai akar tanaman yang menggantung.
Pemberian larutan nutrisi dilakukan dengan mencampurkan larutan nutrisi dengan air dalam wadah di bawahnya yang kemudian akan dipompa ke atas. Adapun jenis tanaman yang dapat dilakukan dengan sistem tersebut
Air dipompa
meliputi berbagai jenis sayur dan buah, rempah – rempahan, dan bunga (Tower Garden, Tim Blank, 2012).
Dari kedua sistem tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem aeroponik dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk yang inovatif, modifikasi bentuk tersebut tetap menerapkan sistem aeroponik yang berlaku pada umumnya yaitu dengan penyemprotan larutan nutrisi ke akar tanaman pada wadah tertutup sehingga larutan nutrisi dapat digunakan terus menerus.
2.4.5 Jenis Tanaman Aeroponik
Adapun jenis tanaman yang dapat dilakukan pada sistem hingga sekarang ini sudah sangat banyak meliputi sayuran, rempahan, buah dan bunga. Berikut ini daftar tanaman yang dapat digunakan mengikuti jenis tanaman yang dapat digunakan pada sistem aeroponik Tower Garden (Blank T, 2012) :
Tabel 2.6. Jenis Tanaman Aeroponik
No Fruits & Vegetables No Fruits & Vegetables
1 Amaranth (jenis sayuran) 22 Kolrabi
2 Arugula 23 Kamatsuna
3 Bayam 24 Daun Bawang
4 Kacang : Lima, Bush, Pole, Shell, Fava, Green
25 Selada, semua jenis
5 Brokoli 26 Mesclun Varieties
6 Brokoli Raab 27 Melon, semua jenis
7 Brussels Sprouts 28 Misome
8 Kubis 29 Mizuna
9 Couliflower (Kembang Kol) 30 Mustard Greens
10 Chard 31 Ngo Gai
11 Sawi Putih 32 Okra
12 Timun 33 Pak Choy
13 Cress 34 Perilla
14 Dandelion, italia 35 Kacang Polong, semua jenis
15 Terong, eropa & asia 36 Paprika, semua jenis
16 Andewi 37 Radicchio
17 Escarole 38 Sorrel
18 Garbanzo Beans 39 Stroberi
19 Gourds, dapat dimakan dan hias 40 Tomat, semua jenis
20 Kangkung 41 Labu
21 Kinh Gioi
No Herbs No Herbs
43 Anise Hyssop 69 Serai
44 Basil (kemangi), semua jenis 70 Lovage
45 Bee Balm 71 Marjoram
46 Borage 72 Mexican Mint marigold
47 Celendula 73 Milk Thistle
48 Catmint 74 Mint, semua varietas
49 Catnip 75 Nettle
50 Kamomil 76 Oregano
51 Cervil 77 Peterseli (jenis berdaun saja)
52 Daun Bawang 78 Passion Flower
No Herbs No Herbs
53 Cilantro (ketumbar) dan cilantro 79 Pleurisy Root
54 Citrus Basil 80 Pyrethrum
55 Jinten 81 Rosemary
56 Seledri 82 Rue
57 Dandelion 83 Sage
58 Dill 84 Salad Burnet
59 Echinacea (Coneflower) 85 Saltwort
60 Epazote 86 Savory
61 Feverfew 87 Shiso
62 Flax 88 Stevia
63 Bawang putih 89 Thyme
64 Goldenseal 90 Valerian
65 Hisop 91 Apsintus
66 Lavender 92 Mibura
67 Daun Adas
Sumber : Tower Garden, Tim Blank, 2012
2.4.6 Kebutuhan Tanaman Aeroponik di Hotel
Berkaitan dengan perancangan hotel bisnis menggunakan sistem aeroponik untuk menghasilkan sayur yang dapat dimanfaatkan untuk restoran, perlu diketahui jenis sayur atau buah yang akan digunakan pada restoran hotel. Untuk mengetahui jenis tanaman yang digunakan dalam restoran ditelusuri dengan mencari resep masakan hotel untuk mengetahui bahan yang dapat digunakan (sayur, buah, atau rempah). Berikut ini beberapa resep masakan standar yang terdapat dalam makalah ilmiah Mukhtar (2004) mengenai Usaha Pengolahan Dapur Dalam Peningkatan Kualitas Makanan Pada Hotel dan resep masakan oleh chef Jethro Ido Pasaribu yang berpengalaman sebagai chef di Novotel Bandung (2012).
Gambar 2.10. Resep Nasi Goreng & Mihun Goreng
Sumber : Usaha Pengolahan Dapur Dalam Peningkatan Kualitas Makanan Pada Hotel, Muktar, 2004
Tabel 2.7. Tanaman Aeroponik pada Makanan Hotel
Kategori Nama Masakan Porsi Kuantitas Tanaman
aeroponik
Bahan Dasar Kaldu - 100 g
Secukupnya Secukupnya Seledri Thyme Rosemary Appertizers Orange-Garlic Marinated Shrimp 1-2 2 siung 1 sdm Bwg Putih Thyme Fresh-look Salad 1-2 20 g 20 g Mentimun Paprika Toasted Baked Potatoes 2 50 g 5 g 5 g Brokoli Oregano Peterseli
Stuffed Tofu 2 1 siung Bwg Putih
Baked Home-made Bruschetta 2 150 g 5 g 30 g Tomat Ketumbar Paprika Egg Florentine 2-3 40 g 2 siung Bayam Bwg putih
Soup Broccoli Soup 2 400 g Brokoli
Shrimp Bisque 2-3 10 g 3 g 3 g Seledri Thyme Peterseli Mixed Seafood Chowder 2 200 g 3 g Tomat Thyme Red Beans &
Tomato Soup 2 30 g 1/8 sdt ¼ sdt Paprika Jintan Ketumbar
Main Course Squid Ink Spaghetti 2 ½ sdm ½ sdm 25 g
Thyme Oregano Bwg Putih
1 sdt 1 sdt 40 g Thyme Peterseli Paprika Veggie Calzone Puzza Dough 2 30 g 30 g 3 g Brokoli Terung Thyme Baked Pasta 2 1 sdm 1 g Peterseli Oregano Roasted Beef With
Lemon Sauce 1 20 g ¼ sdt ¼ sdt Terung Rosemary Thyme Steam-Stir Angry Crab 1 3 g 2 ruas Ketumbar Serai Shrimp & Broccoli
Pasta 2 1 tangkai 150 g 5 g 1/8 sdt Thyme Brokoli Peterseli Oregano Stuffed Baked Squid Pasta 1 100 g 2 siung 200 g Bayam Bwg Putih Paprika
Soy Glazed Fish 1 2 g
1 siung
Ketumbar Bwg Putih Chicken With Herb
Cheese 1 10 g 1 sdm 5 g 15 g Seledri Thyme Perterseli Paprika Baked Fish With
Grilled Tomatoes & Mustard Sauce 1 40 g 1 g Tomat Thyme Spiced Grilled Chicken 1 1 sdt 2 siung 30 g Ketumbar Bwg Putih Terung
Desserts Fruity Redish Pavlova
4-6 50 g Stroberi
Sumber : Buku Resep Makanan ala Hotel Bintang 5, Jethro Ido Pasaribu, 2012 Dari masakan tersebut didapat 19 jenis tanaman yang dapat ditanam menggunakan sistem aeroponik dan digunakan di restoran hotel, tanaman tersebut antara lain selada, tomat, timun, terung, paprika, sawi, brokoli, stroberi, bawang putih, daun bawang, serai, jintan, peterseli, oregano, thyme, rosemary, seledri, ketumbar.
2.4.7 Persyaratan Tumbuh Tanaman yang Digunakan
Berikut ini daftar tanaman yang dapat tumbuh dan juga digunakan dalam hotel dan dapat diproduksi menggunakan sistem aeroponik berikut
dengan persyaratan tanaman untuk tumbuh berupa elevasi tanaman, kebutuhan cahaya langsung, dan suhu (Jurnal Pertanian; Litbang Departemen Pertanian; Departemen Kehutanan).
Tabel 2.8. Persyaratan Tanaman Tumbuh
No Jenis Tanaman Ketinggian Kebutuhan
Direct Sun Suhu 1 Tomat (Lycopersicon esculentum) Dataran Rendah – Tinggi (0 – 1250 m) 6 jam 24 – 28 2 Selada (Lactuca sativa L.) Dataran Rendah – Tinggi (5 – 2200 m) 3 jam 22 - 27 3 Mentimun (Cucumis sativus L.) Dataran Rendah – Tinggi (0 – 1000 m) 6 jam 21 – 26 4 Seledri (Apium graveolens) Dataran Rendah – Tinggi (1000 - 1200 m) 3 jam 18 – 24 5 Paprika (Capsicum annuum L.) Dataran Menengah – Tinggi (700 – 1500 m) 6 jam (naungan) 16 – 25 6 Sawi (Brassica juncea) Dataran Rendah – Tinggi (100 – 500 m) 3 jam 22 – 33 7 Kubis (Brassica oleracea L.) Dataran Rendah – Tinggi (0 – 1200 m ) 3 jam 15 - 25 8 Terung (Solanum melongena)
Dataran Rendah - Tinggi (1 - 1200 m)
6 jam 22 - 30
9 Brokoli
(Brassica oleracea ver italica) Dataran Rendah – Tinggi (1 – 1000 m) 3 jam 15 - 24 10 Stroberi (Fragaria vesca) Dataran Tinggi (1000 – 1500 m) 6 jam 17 - 20 11 Jinten (Nigella sativa) 6 jam 5 - 25 12 Ketumbar (Coriandrum sativum) - 3 jam 15 - 23 13 Rosemary (Rosmarinus officinalis L.) - 6 jam 20 - 25 14 Peterseli (Petroselinum cripcum) Dataran Rendah – Tinggi (450 – 1100 m) 6 jam (naungan) 18 - 21 15 Oregano (Origanum vulgare L.) - 6 jam 10 - 13 16 Thyme (Thymus vulgaris) - 6 jam 21 - 24 17 Kemangi (Ocinum basilicum)
Dataran Rendah -Tinggi (1 - 1100 m) 6 jam 5 - 30 18 Bawang Putih (Allium sativum) - 3 jam 15 – 20 19 Serai (Cymbopogon Nardus) 3 jam 18 - 25