• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG POPULASI KUSKUS DI CAGAR ALAM PEGUNUNGAN ARFAK KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG POPULASI KUSKUS DI CAGAR ALAM PEGUNUNGAN ARFAK KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG POPULASI KUSKUS DI CAGAR ALAM

PEGUNUNGAN ARFAK KABUPATEN MANOKWARI

PROVINSI PAPUA BARAT

Anton Silas Sinery1 dan Sutedjo2

1

Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua, Manokwari. 2Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Fahutan Unmul

ABSTRACT. Studies on Population of Cuscus at Arfak Mountain Preserve, Manokwari Sub-province, West Papua Province. This research was aimed to determine the population of cuscus at Arfak Mountain Preserve area. Method used in this research was descriptive using direct and indirect observations. The research was carried out during two months. Results of the research showed that the cuscus of Arfak Mountain Preserve area were Timor Cuscus (Phalanger

orientalis), Ground Cuscus (P. gymnotis) and Spotted Cuscus (Spilocuscus maculatus). The highest individual number was P. orientalis with 39 individual

consisted of 18 males and 21 females. The second species was P. gymnotis with 10 individual and consisted of 4 males and 6 females. The lowest individual number was S. maculatus with 9 individual consisted of 4 males and 5 females. The sum of mature cuscus was 38 individual and immature was 10 individual. At least 20 species were identified as source of cuscus food at the research area. The parts of tree consumed by cuscus were fruits and outer side of younger leaves, but according to its grade of interest, the most food favored by cuscus were fresh fruits, because the fruits were sweet and contained much water, so it made easier in feeding process. P. gymnotis consumed fruits, outer side of young leaves and small insects such as grasshopper. The distribution of cuscus was from lowland until highland forests (2,900 m from sea level).

Kata kunci: kuskus, pakan, waktu aktif, Arfak, Kabupaten Manokwari, Papua Barat

Irian Jaya (Papua dan Papua Barat) sebagai bagian integral dari wilayah Indonesia memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman kehidupan yang luar biasa di Asia Tenggara. Keanekaragaman tersebut meliputi kekayaan jenis-jenis fauna seperti mamalia darat. Lebih kurang 200 jenis mamalia darat terdapat di wilayah ini dan 154 jenis di antaranya membentuk populasi besar meliputi jenis-jenis endemik maupun introduksi (Petocz, 1987).

Kekayaan tersebut merupakan penunjang kehidupan manusia, namun belum dipastikan eksistensinya, karena kurangnya informasi, distribusi yang tidak merata dan ekploitasi berlebihan. Menurut International Union for the Conservation Nature and Natural Resources (IUCN), satwa Indonesia yang terancam punah yakni 128 jenis mamalia, 104 jenis burung, 19 jenis reptil, 60 jenis ikan dan 29 jenis invertebrata (Anonim, 1988). Hubungannya dengan laju deforestasi sesuai data Greenpeace yakni 2,8 juta ha per tahunnya, maka diperkirakan akan memacu kepunahan yang makin tinggi di masa mendatang.

Kuskus merupakan mamalia berkantung (marsupial) yang bersifat arboreal, 121

(2)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 122

nokturnal dan herbivor. Menzies (1991), Flannery (1994) dan Petocz (1994) menyebutkan bahwa penyebaran kuskus meliputi pulau-pulau di Indonesia (Papua, Sulawesi, Maluku dan Timor), Papua New Guinea, New Brittain, Kepulauan Solomon, Cape York dan Queensland (Australia). Di New Guinea (PNG dan Papua) ada 11 jenis kuskus dari marga Spilocuscus (kuskus bertotol) dan marga Phalanger (kuskus tidak bertotol). Di Papua ada 7 jenis kuskus yaitu kuskus totol biasa (S.

maculatus), kuskus totol hitam (S. rufoniger), kuskus waigeo (S. papuensis), kuskus

timur (P. orientalis), kuskus tanah (P. gymnotis), kuskus rambut sutera (P. vestitus) dan kuskus hutan perbukitan (P. permixtio).

Kuskus dilindungi melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian No. 247/KPTS/UM/4/1979 dan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Hewan serta secara global terdaftar dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Cagar Alam Pegunungan Arfak merupakan salah satu kawasan konservasi di wilayah Papua Barat yang memiliki wilayah seluas 68.325 ha sesuai SK Menhut No. 783/Kpts-II/1992 dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi (Anonim, 1993). Eksplorasi Lesson (18241827), d’Albertis dan Beccari (18721873) menemukan sedikitnya 320 jenis burung, 350 jenis kupu-kupu dan 110 jenis mamalia. Selain sebagai pusat keanekaragaman kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera spp.), juga merupakan habitat berbagai tumbuhan seperti matoa, nyatoh, gaharu, rotan, bambu, berbagai jenis anggrek dan sejumlah satwa endemik seperti Amblyornis innornatus, cenderawasih, kanguru pohon, landak, kuskus dan berbagai jenis lainnya (Laksono dkk., 2001).

Berdasarkan peta distribusi kuskus di Papua dan Papua New Guinea, pegunungan Arfak merupakan wilayah distribusi kuskus bertotol (Menzies, 1991). Petocz (1994) menyebutkan, bahwa kuskus tidak bertotol memiliki populasi besar, sehingga penyebarannya diduga hampir di semua daratan New Guinea termasuk kawasan ini. Hasil wawancara dengan salah satu staf Seksi Konservasi Wilayah I dan beberapa masyarakat di sekitar cagar alam pegunungan Arfak diketahui, bahwa sedikitnya terdapat tiga jenis kuskus di kawasan ini. Diketahui juga kuskus sering diburu masyarakat di sekitar kawasan ini sebagai sumber pangan hewani, namun secara ilmiah tentang keberadaan satwa ini belum banyak diketahui.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi kuskus di Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak. Hasil penelitian diharapkan sebagai salah satu informasi dan pertimbangan bagi semua pihak dalam upaya pengelolaan satwa liar kuskus secara in situ dan eks situ serta pengembangan kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak di masa mendatang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik observasi secara langsung dan tidak langsung serta wawancara.

(3)

123 Sinery dan Sutedjo (2009). Studi Tentang Populasi Kuskus

Waktu penelitian adalah selama 2 bulan, dimulai pada bulan Juli sampai Agustus 2007 dengan tahapan penelitian terdiri atas persiapan, penentuan plot penelitian dan pengumpulan data.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah Global Positioning System (GPS), binokuler, diseccting set, thermohygrometer, clinometer, haga meter, kompas, timbangan, meteran, phi band, gunting stek, sarung tangan, senter, timer, stop watch, parang, sangkar/karung plastik, gelang plastik, tally sheet, kunci identifikasi jenis kuskus, peralatan kemah, peta lokasi (skala 1 : 350.000) dan Citra Landsat 2004.

Bahan yang digunakan terdiri atas kloroform/dietil eter, kapas, alkohol 70% dan tali rafia.

Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan yang meliputi melakukan koordinasi dengan aparat desa/kampung dan masyarakat setempat serta instansi terkait yaitu BKSDA, WWF dan Dinas Kehutanan setempat guna menunjang pelaksanaan penelitian.

Plot penelitian ditentukan secara purposif sesuai keberadaan kuskus yang diketahui melalui hasil survei awal, informasi tokoh adat, aparat kampung dan masyarakat yang biasa berburu kuskus (informan kunci). Penelitian dilakukan di wilayah utara Cagar Alam Pegungan Arfak (berbatasan dengan kampung Anggresi). Luas lokasi penelitian adalah 420 ha dengan arah baseline sejajar garis pantai (memotong kontur) dan arah transek sejajar kontur (tegak lurus baseline).

Penelitian diawali dengan membuat baseline yaitu membuat rintisan sepanjang 1.200 m sejajar garis pantai (memotong kontur). Selanjutnya baseline dibagi dalam 6 titik transek tegak lurus baseline dan secara proporsional transek-transek tersebut diletakkan pada jarak antara 01.200 m dengan jarak 200 m antar transek. Masing-masing transek berukuran panjang 3.500 m, sehingga panjang transek adalah 21.000 m dan lebarnya sesuai jarak pandang minimal (50 m).

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer yaitu data hasil pengamatan dan wawancara serta data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait. Data primer yang dikumpulkan terdiri atas: jumlah populasi kuskus (deskripsi jenis kuskus dan populasi kuskus), pakan, habitat dan waktu aktif kuskus. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data iklim dan keadaan umum lokasi penelitian yang diperoleh dari instansi terkait.

Data morfologi kuskus dianalisis secara tabulasi dan digunakan untuk identifikasi jenis kuskus. Populasi kuskus hasil pengamatan digunakan persamaan menurut Sugianto (1994) sebagai berikut:

N = {n (2n-1) A} / {2Lr}

N = kepadatan populasi. n = jumlah individu yang dijumpai. A= luas kawasan (plot pengamatan). L = panjang jalur/transek, ∑r = jarak titik ditemukannya kuskus dengan jalur/transek

Untuk menentukan keanekaragaman jenis pakan kuskus sebagai indikator daya dukung habitat terhadap keberadaan kuskus digunakan indeks keanekaragaman jenis (H) dengan formula menurut Shanon dan Wiener (1949) dalam Odum (1993): H =  (ni/N) log (ni/N)

(4)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 124

H = indeks keanekaragaman jenis (Indeks Shanon). ni = jumlah individu tiap jenis. N = jumlah individu seluruh jenis.

Untuk menentukan individu-individu lebih terpusatkan pada satu atau beberapa jenis pada lokasi penelitian, digunakan Indeks Dominasi (D) dengan formula menurut Simpson (1949) dalam Odum (1993) sebagai berikut:

C = (ni/N)2

C = indeks dominasi. ni = jumlah individu tiap jenis. N = jumlah individu seluruh jenis.

Penentuan distribusi individu masing-masing jenis di dalam kawasan digunakan Indeks Kemerataan (e) Pielou (1966) dalam Odum (1993) dengan formula sebagai berikut: e = H/log S. e = indeks kemerataan. H = indeks keanekaragaman jenis. S = jumlah jenis yang hadir.

Data yang terkait dengan keadaan umum lokasi penelitian yang terdiri atas data kondisi iklim lokasi penelitian meliputi curah hujan, temperatur dan kelembapan udara dianalisis secara tabulasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak

Sesuai hasil laporan dan penelitian yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah tentang keberadaan kawasan Pegunungan Arfak, maka pada tahun 1957 kawasan ini secara resmi ditetapkan sebagai kawasan konservasi berstatus Cagar Alam melalui SK Gubernur Irian Jaya No. 158/GIB/1957 seluas 10.000 ha. Tahun 1982 diterbitkan SK Menteri Pertanian No. 820/KPTS/UM/1982 tentang Perubahan Luas Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak yakni seluas 45.000 ha. Pada tahun 1992 diterbitkan SK Menteri Kehutanan No. 783/KPTS–II/1992 tanggal 11 Agustus 1992 tentang perubahan luas kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak yakni seluas 68.325 ha (Anonim, 2006).

Letak dan Luas Kawasan

Secara geografis kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak terletak antara 133°53’–134°13’ BT dan 01°–01°28’ LS, membentang sepanjang ±243.376 km. Kawasan konservasi ini berada ±35 km di sebelah tenggara ibukota Provinsi Papua Barat (Manokwari). Cagar Alam Pegunungan Arfak berada dalam 5 wilayah pemerintahan kecamatan yaitu Kecamatan Manokwari, Warmare, Oransbari, Ransiki dan Kecamatan Anggi Kabupaten Manokwari. Kelima kecamatan tersebut terdiri atas lebih dari 50 kampung dan 25 kampung di antaranya berada di dalam dan atau berbatasan dengan kawasan ini.

Iklim

Berdasarkan data yang diperoleh dari BMG Wilayah V Stasiun Meteorologi Kelas III Manokwari, maka temperatur tahunan berkisar antara 24,7–27,4oC dengan rataan 26,8oC/tahun. Curah hujan berkisar antara 1.469–3.336 mm/tahun dengan

(5)

125 Sinery dan Sutedjo (2009). Studi Tentang Populasi Kuskus

rataan 2.404,9 mm/tahun (200 mm/bulan). Tingginya curah hujan ini disertai dengan kejadian hujan yang dikenal dengan hari hujan dengan kisaran antara 144 sampai 203 hari hujan/tahun (12–17 hari hujan/bulan) dan rataan 181 hari hujan/ tahun (15 hari hujan/bulan).

Topografi dan Hidrologi

Cagar Alam Pegunungan Arfak meliputi daerah dataran rendah sampai pegunungan yang mempunyai ketinggian dari 50–2.940 m dpl. Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak sebagian besar arealnya merupakan daerah pegunungan yang membentang dari arah utara sampai selatan. Terdapat kurang lebih 10 gunung di kawasan ini dan gunung Mebo (Gunung Humeibou) merupakan puncak tertinggi yaitu mencapai 2.940 m dpl.

Geologi dan Tanah

Cagar Alam Pegunungan Arfak terdiri dari batuan Neogen dan Basa menengah. Pada daerah ketinggian yaitu pada bagian tengah terdiri atas batuan Kluton asam kersik. Jenis-jenis tanah yang terdapat di kawasan ini adalah aluvial, latosol, mediteran, podsolik merah kuning, podsolik abu-abu, tanah kompleks, dengan kadalaman tanah yang relatif dangkal sampai sedang.

Flora dan Fauna

Berdasarkan hasil pengamatan dan laporan para peneliti sebelumnya, diketahui bahwa Cagar Alam Pegunungan Arfak merupakan habitat berbagai kehidupan. Vegetasi yang terdapat di kawasan ini meliputi vegetasi hutan dataran rendah dan vegetasi pegunungan. Cagar Alam Pegunungan Arfak terdiri atas ribuan jenis tumbuhan. Beberapa jenis tumbuhan tersebut banyak yang dimanfaatkan kuskus sebagai sumber pakan, tempat berlindung dan melakukan aktivitasnya. Selain vegetasi tumbuhan berkayu terdapat berbagai jenis tumbuhan hutan lainnya seperti rotan, palem, murbei, berbagai jenis anggrek. Diketahui bahwa dari 819 spesies anggrek yang tumbuh di wilayah Papua dan Papua Barat, sebagian di antaranya terdapat di Cagar Alam Pegunungan Arfak seperti jenis Dendrobium sp.

Jenis-jenis satwa yang terdapat di Cagar Alam Pegunungan Arfak sama halnya dengan daerah lainnya di Papua. Beberapa jenis di antaranya dilindungi seperti Burung Cendrawasih, Burung Kakatua Hitam, Burung Mambruk, Burung Nuri, Kuskus, Kanguru, Walabi, Landak Moncong Panjang dan berbagai jenis lainnya. Selain beberapa jenis satwa tersebut, terdapat pula berbagai jenis kupu-kupu yang sangat menarik dan beraneka warna hidup di kawasan ini.

Jenis-jenis satwa liar yang terdapat di Cagar Alam Pegunungan Arfak tidak terlalu berpengaruh terhadap populasi kuskus. Hal ini karena dari jenis-jenis yang ada tidak satu pun sebagai predator utama kuskus di kawasan ini. Namun demikian satwa ini kadang sebagai incaran ular terutama fase anak dan remaja.

(6)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 126 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk

Penduduk asli yang bermukim di Cagar Alam Pegunungan Arfak yang dikenal sebagai masyarakat Arfak merupakan masyarakat asli yang mendiami kawasan ini. Suku Arfak yang mendiami kawasan konservasi ini terdiri atas 4 suku besar, yaitu suku Hatam, Sougb, Moule dan Meyakh. Keempat suku tersebut mendiami kurang lebih 25 kampung dengan jumlah penduduk sebanyak 12 ribu jiwa (2400 kepala keluarga). Sebaran kepala keluarga bersifat tidak tetap karena dalam setiap rumah dapat dihuni 1 sampai 2 keluarga atau bahkan satu keluarga memiliki lebih dari satu rumah. Ekonomi masyarakat Arfak umumnya masih subsisten. Kebutuhan pangan dipenuhi dari berladang, berburu dan mengambil hasil hutan. Secara adat masyarakat diperbolehkan mengambil berbagai produk hutan seperti kayu, kulit kayu dan daun untuk membangun rumah serta kayu bakar. Masyarakat Arfak secara adat telah memiliki konsep pengelolaan kawasan yang dikenal dengan “Igya Ser Hanjop”. Implementasi sistem ini adalah masyarakat menyepakati batas-batas kawasan yang menjadi wilayah-wilayah konservasi melalui penetapan zona-zona. Terdapat 3 kawasan yang dikenal dan disepakati dalam kawasan sistem konservasi ini yaitu zona Bahamti (daerah konservasi), Nimahanti (daerah wisata terbatas/daerah penyangga) dan Susti (daerah pemanfaatan). Konsep inilah yang dicoba diangkat kembali, sebagai dasar pengelolaan keanekaragaman hayati yang bertumpu pada masyarakat di Cagar Alam Pegunungan Arfak (Laksono dkk., 2001).

Populasi Kuskus

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa terdapat 3 jenis kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak yaitu Kuskus Timor (P. orientalis), Kuskus Tanah (P. gymnotis) dan Kuskus Totol Biasa (S. maculatus). Kuskus oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Pegunungan Arak dikelompokkan dalam beberapa spesies tersendiri berdasarkan karakter morfologi yang dimiliki seperti warna bulu, ukuran tubuh dan tempat hidup (habitat). Masyarakat suku Hatam yang merupakan kaum mayoritas di Cagar Alam Pegunungan Arfak mengenal 3 jenis kuskus yang ada di wilayah ini, yaitu “Mengrep” (Kuskus Coklat Biasa = P. orientalis), “Minyam” (Kuskus Tanah

= P. gymnotis) dan “Mbrat” dan “Mifan” (Kuskus Totol Biasa jantan dan betina = S. maculatus).

Deskripsi Jenis dan Jumlah Individu Kuskus

Hasil identifikasi terhadap 3 contoh P. orientalis asal kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak menunjukkan, bahwa jantan kuskus jenis ini memiliki panjang dan berat tubuh berkisar antara 400445 mm dan 2.2002.800 g. Ukuran tubuh betina lebih kecil dibanding jantannya yaitu panjang dan berat tubuh berkisar antara 385425 mm dan 2.0002.500 g. P. orientalis jantan dan betina memiliki bulu yang mirip dan didominasi warna coklat disertai strip tengah dorsal yang menjulur dari pangkal hidung (anterior) melalui interparietal bone, dorsal dan ke arah belakang (posterior) sampai pangkal ekor berbulu. Warna bulu betina lebih gelap (coklat kehitamam) bila dibandingkan dengan jantannya yang memiliki bulu lebih terang

(7)

127 Sinery dan Sutedjo (2009). Studi Tentang Populasi Kuskus

(coklat keabu-abuan). Kepala keduanya lebih panjang dengan kondisi telinga yang menonjol keluar.

Hasil identifikasi terhadap 3 contoh P. gymnotis jantan dan betina dewasa asal Cagar Alam Pegunungan Arfak menunjukkan, bahwa jantan jenis ini memiliki panjang dan berat tubuh berkisar antara 40546 mm dan 2.2002.800 g. Ukuran panjang dan berat tubuh betina berkisar antara 385425 mm dan 2.0002.500 g.

P. gymnotis jantan dan betina memiliki bulu yang lebih tebal warna coklat

kelabu, mirip wool dan disertai strip tengah dorsal yang terlihat di pangkal hidung (anterior) ke arah belakang (posterior) sampai pangkal ekor berbulu. Kepala keduanya lebih panjang dengan kondisi telinga yang lebih menonjol keluar. Terdapat bercak putih di belakang telinga dan pina telinga jelas terlihat karena tidak tertutup bulu di dalamnya. Warna bagian dorsal jantan kuskus ini seperti warna kepalanya yaitu coklat disertai efek keperakan pada bagian ujung bulu. Bulu lebih halus mirip wool menyebar dari bagian dorsal menuju ventral dan berakhir pada sisi luar pergelangan tangan dan kaki.

Berdasarkan hasil pegamatan, S. maculatus di Cagar Alam Pegunungan Arfak terdiri atas 2 variasi, yaitu yang berwarna putih atau disertai totol coklat. Hasil identifikasi menunjukkan, bahwa jantan S. maculatus asal wilayah ini memiliki panjang dan berat tubuh berkisar antara 515555 mm dan 4.0004.800 g. Ukuran panjang dan berat tubuh betina berkisar antara 485525 mm dan 3.0004.100 g. Bagian kepala jantan berwarna coklat muda kekuningan dan menyebar dari pangkal hidung melalui interparietal bone ke arah belakang (posterior). Bulu bagian dorsal disertai totol coklat muda kekuningan dari pangkal kepala ke arah belakang dengan warna totol semakin gelap (coklat tua). Warna ini menyebar ke arah samping badan sampai bagian luar kaki dan tangan dan batas ventral.

Estimasi Populasi Kuskus

Berdasarkan hasil monitoring, diketahui bahwa pada luas 1478 m2 (1,4 ha) terdapat sebanyak 58 individu. Dari jumlah tersebut, 39 individu (67,2%) merupakan jenis Kuskus Timor (P. orientalis) dengan jumlah individu tertinggi di antara kedua jenis kuskus lainnya yang terdapat di lokasi penelitian. Kuskus tanah (P. gymnotis) terdiri atas 10 individu (17,2%) dan S. maculatus terdiri atas 9 individu (15,5%). P. orientalis memiliki populasi yang lebih besar sehingga diperkirakan eksistensi jenis kuskus ini akan dapat terus berlangsung bahkan ditingkatkan di masa mendatang bila dibandingkan dengan P. gymnotis dan S.

maculatus. Hal ini karena P. orientalis merupakan jenis kuskus yang memiliki

kemampuan reproduksi yang lebih besar dibandingkan dengan kedua jenis lainnya. Namun hal ini tidak berlaku secara umum, karena sampai saat ini tentang populasinya di alam belum banyak diketahui.

Berdasarkan jumlah anak yang dihasilkan setiap kali fase reproduksi, dari 3 sampel dijumpai 2 di antaranya masing-masing memiliki 2 dan 1 anak berusia sekitar 13 di dalam kantong/sarung bayi. Ukuran panjang tubuh anak kuskus tersebut berkisar antara 5085 mm. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah anak yang dihasilkan oleh P. orientalis lebih dari satu dalam setiap kali fase beranak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menzies

(8)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 128

(1991) yang menyebutkan bahwa marga Phalanger biasanya menghasilkan lebih dari satu anak setiap kali beranak sehingga jenis ini mempunyai populasi besar dibandingkan dengan marga Spilocuscus. Namun dalam pernyataan tersebut tidak disebutkan berapa jumlah individu kuskus yang terdapat dalam skala luasan tertentu.

Kuskus yang berumur kurang dari seminggu sebagian besar tubuhnya belum ditumbuhi bulu. Sebaliknya kuskus yang baru mengakhiri masa menyusui berukuran panjang tubuh berkisar antara 100125 mm dan pada bagian organ tubuhnya sudah ditumbuhi bulu secara merata baik pada bagian dorsal, ventral dan kepala serta tangan dan kaki.

Dari jumlah individu yang didokumentasikan, 44,83% berjenis kelamin jantan dan 55,17% berjenis kelamin betina. Ketersediaan jumlah kuskus jantan dan betina adalah hampir seimbang walaupun jumlah individu betina sedikit lebih banyak dibandingkan jantannya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah individu kuskus betina mencukupi untuk proses regenerasi dalam hubungannya dengan jumlah jantan di lokasi penelitian. Keseimbangan tersebut akan menghasilkan populasi yang semakin meningkat melalui proses reproduksi di masa mendatang.

Tabel 1. Kepadatan Populasi Kuskus Menurut Jenis Kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak

Jenis kuskus Jumlah individu (ni)

Jarak kuskus dengan transek (r) Kepadatan populasi (N) Phalanger orientalis 39 1131 67 Phalanger gymnotis 10 276 17 Spilocuscus maculatus 9 341 11 Jumlah 58 1748 95 K Keetteerraannggaann::rr==mm22..PPaannjjaannggttrraannsseekk ((LL))==2211000000mm..LLuuaassttrraannsseekk((AA))==110055hhaa

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa jumlah populasi kuskus pada luas 105 ha adalah 95 individu. Penyebaran populasi berdasarkan jenis kuskus mulai dari yang tertinggi berturut-turut adalah P. orientalis sebanyak 67 individu, selanjutnya diikuti P. gymnotis sebanyak 17 individu dan S. maculatus 11 individu.

Pendugaan populasi kuskus pada lokasi penelitian adalah 317 individu/420 ha atau sedikitnya terdapat 1 individu dalam setiap ha. Dengan demikian populasi kuskus potensial untuk diupayakan sebagai salah satu objek dalam pengembangan kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak. Hal ini karena populasi kuskus di kawasan ini dari aspek kelestariannya dapat dipertahankan di masa mendatang. Hasil tabulasi menunjukkan bahwa ukuran populasi kuskus efektif untuk dapat dikelola, karena dengan kapadatan populasi yang mencapai 317 individu jika dibagi untuk masing-masing, maka diperoleh 105 ekor per jenis. Angka 317 tersebut dinilai telah memenuhi ukuran populasi efektif terhadap kepunahan lokal yaitu di bagian utara Cagar Alam Pegunungan Arfak. Menurut Franklin (1980) dalam Maturbongs (1999), setidaknya diperlukan 50 individu untuk mempertahankan keanekaragaman genetik dalam penangkaran. Angka tersebut ditetapkan sesuai hasil pengalaman yaitu bahwa stock hewan tangkaran dapat dipertahankan bila kehilangan kearagaman terjadi sebanyak 23% per tahun, sementara untuk 50 individu hanya akan kehilangan 1% keanekaragaman genetik.

(9)

129 Sinery dan Sutedjo (2009). Studi Tentang Populasi Kuskus

Berdasarkan asumsi tersebut maka untuk ukuran populasi di alam yang bersifat terbuka habitatnya seperti populasi kuskus Cagar Alam Pegunungan Arfak keberadaannya dinilai tetap eksis di masa mendatang. Karena di alam bebas kuskus leluasa melakukan semua aktivitasnya seperti makan, kawin dan aktivitas lainnya. Di sisi lain ketersediaan sumber pakan di kawasan ini menjadi faktor pendukung pertumbuhan populasi. Hasil estimasi tersebut bila dihubungkan dengan daya jelajah (home range) kuskus untuk menilai daya dukung habitat, maka diperoleh nilai sebagai berikut: rataan daerah jelajah (home range) minimal setiap individu kuskus adalah 1.225 m222 dan maksimal 2.400 m2, sehingga 317 individu yang terdapat pada lokasi tersebut membutuhkan luas areal minimal 388.325 m2 (38 ha) dan maksimal 760.800 m2 (78 ha). Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa daya dukung habitat kuskus pada lokasi penelitian ini adalah memadai karena kuskus di kawasan ini memiliki areal efektif yang lebih luas dibandingkan dengan jumlah populasinya.

Pakan Kuskus

Jenis-jenis vegetasi yang umumnya dimanfaatkan kuskus sebagai bahan pakan di Cagar Alam Pegunungan Arfak cukup bervariasi. Di alam bebas kuskus umumnya mengkonsumsi berbagai jenis buah, daun dari jenis-jenis vegetasi hutan, namun dalam penangkaran jenis-jenis pakan yang dikonsumsi kuskus asal kawasan ini sangat bervariasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat sekitar 17 jenis vegetasi hutan yang dimanfaatkan kuskus sebagai pakan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada vegetasi tingkat tiang memiliki jumlah individu terbanyak yaitu 87 individu dan terdiri atas 16 jenis. Vegetasi tingkat pohon memiliki jumlah individu sebanyak 81 individu dan terdiri atas 15 jenis.

Analisis tingkat keanekeragaman jenis, dominasi dan kemerataan menunjukkan, bahwa Indeks Keanekaragaman adalah 0,301. Kriteria Indeks Keanekaragaman jenis menurut Shannon dalam Sugianto (1994) bahwa keanekaragaman jenis dikatakan tinggi bila H>3, sedangkan bila 1<H<3 dikategorikan dalam tingkat sedang dan bila H<1 maka keanekaragaman jenis berada pada tingkat rendah. Dengan demikian Cagar Alam Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman jenis vegetasi pakan kuskus yang dikategorikan rendah (H<1). Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies dan jika hanya sedikit saja jenis yang dominan, maka keanekaragaman jenisnya adalah rendah. Hal tersebut tampak dengan semakin besarnya dominasi suatu jenis maka makin besar pula pengaruh penguasaan jenis tersebut dan menunjukkan lebih terpusatkan pada satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan. Analisis tingkat dominasi menunjukkan, bahwa indeks dominasi vegetasi pakan kuskus di lokasi penelitian adalah 0,501. Kondisi ini menggambarkan bahwa distribusi vegetasi pakan kuskus menurut masing-masing jenis adalah rendah. Sebaran individu masing-masing jenis adalah tidak seimbang dan beberapa jenis saja yang memiliki jumlah individu dominan.

Analisis tingkat kemerataan menunjukkan bahwa Indeks Kemerataan vegetasi pakan kuskus di lokasi penelitian adalah 0,253. Nilai ini menggambarkan bahwa

(10)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 130

distribusi vegetasi pakan kuskus menurut jenis adalah tidak merata. Menurut Santosa (1995) bahwa Indeks Kemerataan menunjukkan ukuran proporsi jumlah individu pada setiap spesies yang dijumpai pada suatu komunitas tertentu. Bila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut memiliki Indeks Kemerataan maksimum. Kisaran nilai kemerataan jenis menurut Krebs (1989) dalam Sugianto (1994) yaitu berkisar antara 0 sampai 1.

Estimasi ketersediaan pakan kuskus sebagai gambaran daya dukung habitat adalah sebagai berikut: asumsi dasar bahwa rataan kebutuhan makan kuskus adalah 0,5–1 kg/ekor/hari. Kepadatan individu kuskus adalah 1 ekor per ha. Bila dalam 1 pohon (Ficus septica atau Syzygium sp.) sesuai hasil pengukuran menghasilkan buah sebanyak 30–50 kg/musim dengan frekuensi minimal 2 kali setahun, maka diperkirakan ketersediaan pakan di lokasi penelitian adalah melimpah untuk populasi kuskus di kawasan ini.

Habitat Kuskus

Secara umum kuskus lebih banyak dijumpai di wilayah dataran rendah, hal ini karena jumlah vegetasi pakan yang tersedia lebih banyak di daerah ini dibandingkan dengan daerah pegunungan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 17 jenis vegetasi pakan kuskus, 30% terdapat di daerah pegunungan dan 70% terdapat di wilayah dataran rendah. Selain jumlah jenis yang semakin berkurang, juga jumlah individu. Kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak memiliki wilayah penyebaran yang tidak terbatas, namun terdapat beberapa wilayah yang merupakan lokasi terkonsentrasinya kuskus sebagaimana terlihat pada sketsa penyebaran kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak .

Hasil pengamatan menunjukan, bahwa S. maculatus dan P. orientalis memiliki lokasi-lokasi penyebaran yang hampir sama. Namun P. orientalis lebih mengarah pada daerah di luar kawasan cagar alam. Hal ini sebagai upaya mencari pakan alternatif seperti tanaman perkebunan yang terdapat di luar kawasan, sedangkan S.

maculatus, memiliki wilayah penyebaran yang lebih luas, namun mengarah ke arah

kawasan cagar alam yaitu semakin menjauh dari wilayah pemukiman. Di bagian tengah kawasan terutama pada daerah gunung Nebo jarang dijumpai kuskus, kalaupun ada hanya terbatas di wilayah yang lebih rendah, hal ini karena adapatasinya terhadap sumber pakan, sehingga wilayah hutan yang masih baik di bagian tengah kawasan dimanfaatkan kuskus sebagai wilayah untuk beraktivitas seperti tidur. Namun dalam mencari makan pada saat tidak musim buah, kuskus mengarah ke wilayah yang lebih rendah di bagian timur, utara dan selatan kawasan ini.

Kuskus mulai beraktivitas dari jam 19.00 sampai jam 04.30 walaupun demikian kadang dijumpai masih beraktivitas sampai jam 5 pagi dengan rataan suhu udara berkisar antara 24–29°C dan kelembapan 92–100%. Kuskus adalah satwa nokturnal yang bersifat soliter arboreal yaitu merupakan satwa yang beraktivitas pada malam hari yang umumnya hidup dan beradaptasi pada tajuk-tajuk pepohonan yang lebat dan cenderung terpisah dari populasi yang besar serta jauh dari aktivitas manusia. Jenis-jenis kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak umumnya hidup pada jenis-jenis vegetasi hutan yang bertajuk lebat seperti Pometia sp., Myristica sp., Pandanus

(11)

131 Sinery dan Sutedjo (2009). Studi Tentang Populasi Kuskus

sp., Eugenia sp., Ficus sp., Intsia sp. dan berbagai jenis liana seperti Merremia

peltata. Pada malam hari satwa ini cenderung dijumpai pada tajuk-tajuk pepohonan

yang umumnya dikonsumsi sebagai pakan oleh kuskus karena satwa ini diketahui biasanya melakukan aktivitas kawin, makan, bermain bahkan berlindung/beristirahat di tajuk-tajuk jenis vegetasi pakannya.

Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa tidak ada predator atau musuh alami yang mempengaruhi populasi kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak. Walaupun demikian, kadang satwa ini menjadi incaran ular terutama fase pertumbuhan anak. Selain itu, kuskus kadang diburu penduduk yang berasal dari luar kawasan ini untuk berbagai tujuan. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa masyarakat pendatang yang berasal dari luar kawasan ini sering memburu jenis satwa ini untuk dijual, dikonsumsi, untuk hiasan dan karya kerajinan lainnya serta untuk dipelihara. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan petugas Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) dan lembaga adat. Karena bila diketahui, maka akan disita secara paksa untuk selanjutnya menjalani proses pembinaan sesuai undang-udang yang berlaku. Demikian pula secara adat akan diputuskan melalui sidang adat yang berakhir dengan ganti rugi terhadap sumberdaya alam yang diambil.

Waktu Aktif Kuskus

Secara umum waktu aktif kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak yaitu waktu di mana kuskus mulai beraktivitas sampai kembali beristirahat/bersembunyi yaitu mulai pukul 20.00–05.00 WIT dengan frekuensi aktivitas tertinggi adalah makan (digesti) diikuti selanjutnya urinasi dan defakasi.

Secara umum kuskus memiliki daerah jelajah (home range) yang tidak terlalu luas. Demikian pula dengan wilayah kekuasaan (teritory area), satwa ini tidak memiliki wilayah kekuasaan yang besar. Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa setiap individu biasanya menghuni 1 pohon, namun saat makan kadang dijumpai 2 individu dalam 1 pohon. Kuskus bersifat soliter sehingga dalam 1 pohon hanya dijumpai 1 individu saja terutama saat tidur.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari 7 jenis kuskus yang terdapat di wilayah Papua dan Papua Barat, 3 jenis di antaranya dijumpai di Cagar Alam Pegunungan Arfak, yaitu Kuskus Coklat Biasa/Kuskus Timor (P. orientalis) dan Kuskus Tanah/Kuskus Gigi Besar (P.

gymnotis) dan Kuskus Totol Biasa (S. maculatus).

Jumlah individu kuskus yang dijumpai selama periode penelitian adalah 58 individu dengan estimasi kepadatan individu 95 ekor/105 ha sehingga per hektar diprediksi akan dijumpai hanya 1 ekor kuskus; P. orientalis memiliki jumlah individu terbanyak dengan tingkat dominasi tertinggi dibandingkan dengan kedua jenis lainnya, karena jenis kuskus ini memiliki kemampuan reproduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis lainnya.

Terdapat 17 jenis vegetasi hutan yang dimanfaatkan kuskus sebagai sumber pakan yang terdiri atas 16 jenis vegetasi tingkat tiang dan 15 jenis tingkat pohon;

(12)

JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 2 (2), OKTOBER 2009 132

secara kualitas jumlah pakan yang tersedia melimpah untuk kebutuhan kuskus di kawasan ini.

Kuskus di Cagar Alam Pegunungan Arfak memiliki wilayah penyebaran yang meliputi hutan dataran rendah sampai pegunungan dengan kondisi suhu berkisar antara 24–29ºC, kelembapan berkisar antara 92–100%.

Aktivitas kuskus dimulai jam 19.00 sampai 05.00 dan dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti hujan dan bulan.

Saran

Perlu pengelolaan secara baik terhadap populasi kuskus yang terdapat di Cagar Alam Pegunungan Arfak, terutama untuk Kuskus Tanah dan Kuskus Bertotol Biasa karena kedua jenis ini memiliki jumlah individu yang rendah.

Perlu dilakukan pendampingan terhadap masyarakat di sekitar Cagar Alam Pegunungan Arfak terutama dalam pengetahuan tentang pelestarian kuskus dan sumber-sumber pakan satwa ini.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui korelasi antara populasi kuskus dan daya dukung habitat terutama ketersediaan pakan di bagian selatan dan barat kawasan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1988. IUCN Red List of Threatened Animals. International Union for the Conservation Nature and Natural Resources (IUCN), Cambridge.

Anonim. 1993. Mengenal Cagar Alam Pegunungan Arfak. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Manokwari Irian Jaya.

Anonim. 2006. Kawasan Pegunungan Arfak. Yayasan Pengembangan Masyarakat dan Konservasi Sumberdaya Alam. Perdu, Manokwari.

Flannery, T. 1994. Possums of the World. A Monograph of the Phalangeroidea. Geo Production Pty. Ltd., Australia. 249 h.

Laksono, P.M.; A. Rianti; A.B. Hendrijani; Gunawan; A. Mandacan dan N. Mansoara. 2001. Igya Ser Hanjop Masyarakat Arfak dan Konsep Konservasi. Studi Antropologi Ekologi di Pegunungan Arfak Irian Jaya. Yogyakarta.

Maturbongs, R.A. 1999. Konservasi Flora dan Fauna. Buku Ajar. Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih, Manokwari. 103 h.

Menzies, J.I. 1991. A Handbook of New Guinea’s Marsupials and Monotremes. Kristen Press Inc. Papua New Guinea, Madang.

Odum, P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta. Petocz, R.G. 1987. Konservasi Alam dan Pembangunan di Irian Jaya. Pustaka Grafitipers,

Jakarta.

Petocz, R.G. 1994. Mamalia Darat Irian Jaya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 163 h. Santosa, Y. 1995. Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwa Liar. Konservasi Sumberdaya

Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. 60 h.

Sugianto. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional, Surabaya. 173 h.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Saat total luasan lahan Indonesia yang menjadi landbank dari 25 grup bisnis yang dikendalikan oleh taipan ini sama dengan 51% dari total area yang ditanami kelapa sawit di

Terangkan dan sediakan gambarajah-gambarajah yang diperlukan untuk semua proses pemindahan haba dan keseimbangan tenaga secara keseluruhan yang berlaku pada satelit di angkasa... [a]

Kepemimpinan bisa diartikan sebagai suatu perilaku yang memiliki tujuan tertentu dengan mempengaruhi aktivitas para anggota dan atau grup dalam rangka mencapai

Selain etika berdagang yang dipegang kuat oleh etnik Tionghoa, mereka juga menguasai bahasa Minang bahkan lebih dari 90% dari mereka yang menetap di Sumatera

Dengan pertimbangan hal-hal tersebut maka ITL Trisakti melalui PPMI menetapkan standar kemahasiswaan yang akan menjadi pedoman dan tolok ukur bagi pimpinan

Salah satu wadah untuk menampung karya tulis Pejabat Fungsional Teknisi Litkayasa (PTL) adalah Buletin Teknik Pertanian, yang diterbitkan sejak tahun 1996 dan sudah diakui oleh

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Taman Hutan Kenali Kota Jambi, ditemukan 11 jenis paku terestrial yang termasuk ke dalam 8 famili yaitu: