• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Penyebaran Virus Avian influenza Subtipe H5N1 pada Burung Air Liar dan Unggas Peliharaan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mekanisme Penyebaran Virus Avian influenza Subtipe H5N1 pada Burung Air Liar dan Unggas Peliharaan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Mei 2015 Vol. 1 No. 2, p 93-97

ISSN: 2442-2622

Mekanisme Penyebaran Virus Avian influenza Subtipe H5N1 pada Burung Air

Liar dan Unggas Peliharaan di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang

Dewi Elfidasari

1,4

, Agrydzadana Frisa

1

, Edwinata

1

, Retno D Soejoedono

2

,

Sri Murtini

2

, Dedy D Solihin

3

1

Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Al Azhar Indonesia

2

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian

3

Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian

4

Email : dewielfidasari@yahoo.com

Paparan Virus Avian Infnluenza (VAI) subtipe H5N1 pada burung-burung air liar dan unggas peliharaan di kawasan Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) telah berhasil dideteksi melalui analisa serologi dan imunologi yang dilakukan pada tahun 2007-2013. Hal ini membuktikan bahwa VAI subtipe H5N1 telah menyebar di kawasan CAPD, Serang Propinsi Banten. Akan tetapi hingga saat ini informasi yang menjelaskan mekanisme penyebaran VAI subtipe H5N1 antar spesies dan intra spesies di kawasan CAPD masih terbatas. Untuk itu dilakukan analisa terhadap proses penyebaran VAI subtipe H5N1 di kawasan tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme penyebaran VAI subtipe H5N1 di kawasan CAPD diebabkan karena adanya transmisi VAI subtipe H5N1 yang terjadi melalui secara langsung maupun tidak langsung. Transmisi langsung VAI subtipe H5N1 dapat terjadi apabila virus tersebut menginfeksi unggas air atau hewan lain melalui kontak langsung dan tanpa melalui suatu media. Transmisi tidak langsung terjadi melalui media seperti air yang menjadi sumber minum bagi burung air liar maupun unggas peliharaan dan telah tercemar virus AI subtipe H5N1. Mekanisme tidak langsung juga terjadi pada saat adanya pemanfaatan sumber bahan pakan yang sama di lokasi yang sama.

Kata kunci : Virus Avian Influenza (VAI) subtipe H5N1, burung air liar, unggas peliharaan, CAPD, mekanisme penyebaran, interaksi

PENDAHULUAN

Virus Avian Influenza (VAI) subtipe H5N1 sejak tahun 1959 sudah mulai mewabah di berbagai belahan dunia. Unggas-unggas pada sejumlah negara di benua Asia, Afrika, Amerika, Australia bahkan Eropa dalam kurun waktu yang panjang telah terinfeksi V AI tersebut sehingga menyebabkan kerugian besar (FAO 2008). Virus ini pertama kali menyerang unggas jenis ayam. Pada tahun 1959 dilaporkan bahwa dua kelompok ayam terindikasi terkena VAI di Skotlandia serta puluhan ribu kalkun ditemukan mati di sekitar Inggris dan Kanada. Wabah inisemakin meluas pada jenis unggas lainnya termasuk angsa, itik, burung puyuh bahkan burung liar (European Commission 2000).

Tahun 2003 VAI subtipe H5N1 mulai mewabah di Indonesia. Pada tahun 2004, wabah

Avian Influenza terjadi di Kabupaten Pekalongan dan Tangerang. Wabah ini menyerang ayam ras petelur dan pedaging, burung puyuh, ayam kampung dan itik. Angka mortalitas dalam kasus ini sangat tinggi yaitu 90% (Anies 2005). Berdasarkan data Office International des Epizooties (OIE) tahun 2005, Indonesia termasuk ke dalam negara endemik VAI pada unggas, selain Mesir dan Nigeria (Kamps et al. 2006).

Meskipun belum ada pembuktian, terdapat beragam pendapat berkaitan dengan mekanisme penularan VAI dari unggas ke manusia. Secara garis besar Mulyadi dan Prihatini (2005) membagi tiga kemungkinan mekanisme penularan VAI subtipe H5N1 dari unggas ke manusia. Ketiga mekanisme tersebut menjelaskan bahwa sumber VAI berasal dari burung liar yang disebarkan kepada hewan lain seperti unggas peliharaan.

(2)

Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan daerah lahan basah yang telah ditetapkan sebagai wilayah utama bagi konservasi burung-burung air pada tahun 1937, berdasarkan keputusan Gubenur Jenderal Hindia Belanda tanggal 30 Juli 1937 No. 21 Stbl 474 (Milton dan Marhadi 1985; Partomihardjo 1986). Penelitian yang dilakukan tahun 2007-2011 di kawasan CAPD memberi informasi bahwa burung-burung air penghuni tetap di kawasan CAPD telah terpapar VAI subtipe H5NI. Hasil penelitian pada tahun 2012-2013 terhadap unggas peliharaan masyarakat di sekitar kawasan CAPD yang dipelihara dengan sistem pekarangan juga menunjukkan adanya paparan VAI subtipe H5N1.

Meskipun secara serologis terpapar virus AI subtipe H5N1, tetapi burung-burung air liar dan unggas air peliharaan masyarakat tersebut tidak menunjukkan gejala-gejala terserang penyakit. Keadaan ini diduga berkaitan dengan pola penyebaran VAI subtipe H5N1 dan kemampuan daya tahan tubuh burung air liar. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa mekanisme penyebaran VAI subtipe H5N1 pada burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat di sekitar kawasan CAPD berdasarkan hasil uji serologi yang diperoleh. Hasil penelitian ini diharapkan m a m p u memberikan informasi m e n g e n a i m e k a n i s m e p e n y e b a r a n V AI subtipe H5N1 di sekitar kawasan CAPD.

METODOLOGI PENELITIAN Objek dan Lokasi Penelitian

Objek yang diteliti adalah burung-burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat (ayam, itik dan mentok) di sekitar kawasan CAPD dan hasil uji serologi terhadap serum darah burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat tersebut.

Seluruh sampel berasal dari kawasan CAPD yang terletak di Teluk Banten, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Kawasan tersebut kira-kira 4 Km ke arah timur laut Pelabuhan Karang Hantu (Rusila-Noor et al. 2000). Secara geografik, CAPD terletak antara 06o01’LS dan 106o12’BT

dan merupakan dataran rendah dengan luas ± 30 ha.

Vegetasi yang terdapat pada CAPD meliputi 60% Rhizopora apiculata di bagian selatan pulau

dan Avicenia marina pada bagian timur. Kawasan ini merupakan lokasi perlindungan bagi burung-burung air liar penetap. Terdapat 12 spesies burung-burung air yang menjadi penetap pada kawasan tersebut,

Anhinga melanogaster,Threskiornis

melanocephalus, Plegadis falcinellus,

Casmerodius albus, Egretta intermedia, Egretta garzetta, Bubulcus ibis, Nycticorax nycticorax, Ardeola speciosa, Phalacrocorax sp, Ardea cinerea, Ardea purpurea (Rusila-Noor 1996). Kawasan CAPD juga merupakan kawasan singgah bagi burung-burung migran pada masa migrasi.

Metode pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap hasil analisa serologi yang dilakukan dengan menggunakan metode hemaglutination inhibition assay (uji HI) dan diperoleh dari serosurveilans pada tahun 2007-2013. Pengamatan di lapangan dilakukan terhadap interaksi yang dilakukan oleh burung -burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat di sekitar kawasan CAPD

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan surveilans melalui uji serologi yang telah dilakukan sejak tahun 2007-2013 diperoleh informasi bahwa burung-burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat di sekitar kawasan CAPD menunjukkan respon atau hasil uji positif terbentuk antibodi VAI subtipe H5N1. Hal tersebut menunjukkan bahwa burung-burung air liar dan unggas domestik pernah terpapar virus AI subtipe H5N1. Paparan VAI diduga berasal dari burung atau unggas yang terinfeksi VAI dan menyebarkan virus tersebut di sekitar kawasan CAPD.

Hasil uji serologi yang dilakukan terhadap burung air liar dan unggas peliharaan masyarakat menunjukkan bahwa burung air liar memiliki nilai rataan (GMT) berada di bawah titer protektif (24)

yaitu Ardea sp 22, Casmerodius albus 20,35,

Nycticorax nycticorax 20,28, Egretta garzetta 20,22,

Egretta intermedia 20,20, Bubulcus ibis 20,15. Pada

unggas peliharaan menunjukkan hal yang berbeda yaitu memiliki nilai di atas titer protektif, yaitu 28,9

untuk mentok, 24,6 untuk itik dan 27,7 untuk ayam

(Tabel 1).

Tabel 1. Hasil uji serologi burung liar penetap dan unggas peliharaan di kawasan CAPD

Jenis Burung Nama Spesies ∑ Sampel Jenis Nilai GMT

liar Peliharaan

Cangak Ardea sp 5 Ѵ 22

Kowak maling Nycticorax nycticorax 63 Ѵ 20,28

(3)

Kuntul sedang Egretta intermedia 36 Ѵ 20,20

Kuntul kerbau Bubulcus ibis 84 Ѵ 20,15

Kuntul besar Casmerodius albus 20 Ѵ 20,35

Blekok sawah Ardeola speciosa 16 Ѵ 0

Pecuk Phalacrocoras sp 5 Ѵ 0

Roko-roko Plegadis falcinellus 1 Ѵ 0

Ayam Gallus gallus 20 Ѵ 27,7

Entok Cairina sp 15 Ѵ 26,9

Itik Anas sp 15 Ѵ 24,6

Total 314

Seluruh sampel burung air liar dan unggas peliharaan yang diuji secara serologi tidak menunjukkan gejala klinis infeksi VAI. Akan tetapi hasi uji HI yang positif menandakan bahwa dalam tubuh hewan terdapat antibodi yang menunjukkan telah terjadi infeksi atau paparan VAI subtipe H5N1 pada tubuh hewan. Hal ini mungkin karena burung air liar dan unggas domestik terpapar sedikit demi sedikit sehingga paparan ini mampu menstimulasi timbulnya antibodi anti H5N1 tetapi tidak cukup untuk menimbulkan gejala secara klinis (Subbarao & Katz 2000).

Tingginya seroprevalensi dan titer antibodi pada unggas domestik backyard milik masyarakat di kawasan sekitar CAPD menunjukkan bahwa daerah ini telah endemis VAI subtipe H5N1. Pemeliharaan sistem backyard dengan biosecurity yang rendah merupakan kendala penanganan VAI di Asia, termasuk Indonesia (WHO 2005). Sebanyak 10.000 ekor itik yang dipelihara dalam kandang tertutup dengan tingkat biosecurity yang tinggi, tidak satupun terinfeksi VAI subtipe H5N1 baik secara serologis maupun biologis. Itik backyard menunjukkan tingkat prevalensi VAI paling tinggi (47%) dibanding itik yang digembalakan di ladang pertanian (45,9%) dan itik yang dipelihara dalam kandang terbuka (23,5%) (Songserm, et.al. 2006).

Penyebaran VAI subtipe H5N1 yang pada umumnya terjadi pada unggas peliharaan disebabkan kontak dengan burung liar yang terinfeksi (Monke & Corn 2007). Jenis burung liar yang menyebarkan VAI subtipe H5N1 adalah burung air liar bermigrasi. Burung-burung liar migran akan bermigrasi dari negara-negara subtropis yang memasuki musim dingin ke negara tropis atau yang berada dalam musim panas dengan menempuh jarak ribuan kilometer (Fouchier et al. 2007; Webster et al. 2007). Burung-burung tersebut umumnya berpindah dari belahan bumi bagian utara ke belahan bumi bagian selatan, atau sebaliknya melalui Indonesia.

Adanya pemanfaatan sumber bahan pakan yang sama inilah yang menyebabkan terjadinya interaksi antara burung-burung air liar dengan unggas air

domestik peliharaan penduduk di sekitar CAPD. Jenis interaksi pada saat mencari pakan meliputi interaksi intraspesifik dan interspesifik. Jenis interaksi yang terjadi antara burung-burung air liar penetap di CAPD dengan unggas domestik seperti ayam (Gallus domesticus) dan bebek (Anas indicus) pada saat melakukan aktivitas pencarian pakan merupakan jenis interaksi interspesifik. Interaksi ini dapat terjadi karena adanya sumber bahan pakan yang sama antara burung-burung air liar tersebut dengan unggas domestik (Elfidasari 2007).

Pada siang hari unggas peliharaan masyarakat berkeliaran di daerah sawah dan tambak yang juga menjadi salah satu tempat mencari makan bagi unggas liar di kawasan CAPD. Jarak antara pemukiman penduduk dari habitat burung liar di kawasan CAPD hanya 500 meter (Busami 2011). Hal ini yang dapat menyebabkan adanya kontak antar spesies burung dan unggas di sekitar kawasan.

Unggas domestik dapat terinfeksi VAI subtipe H5N1 dari unggas liar atau sebaliknya pada saat mencari pakan di lokasi yang sama. Penularan terjadi bersamaan dengan kontak antar spesies unggas atau dengan permukaan atau materi di lahan basah tempat mereka bersama-sama mencari makan yang telah terkontaminasi VAI. Virus tersebut dikeluarkan bersama feses, air liur, cairan pernafasan atau ekskresi mata dari unggas yang terinfeksi VAI (Monke & Corn 2007). Sumber makanan bagi kedua burung air liar dan unggas domestik tersebut dapat tercemar VAI. Hal ini dapat menyebabkan penularan melalui sistem rantai makanan. Siklus penularan tidak langsung antar unggas yang terjadi melalui rantai makanan yang tercemar VAI dari feses ke mulut atau dari mulut ke feses disebut penularan rantai oral-fecal (Nazarudin 2008).

Siklus penularan tidak langsung dapat terjadi melalui rantai makanan yang tercemar VAI subtipe H5N1 dari feses ke mulut atau dari mulut ke feses (Nazarudin 2008). Ayam peliharaan masyarakat di sekitar kawasan CAPD biasa meminum air di kubangan air bersama-sama dengan burung air liar (Kurniawati 2011; Elfidasari 2007). Berdasarkan

(4)

observasi Ramirez et al. (2004) pada air minum di kandang itik terinfeksi ditemukan VAI subtipe H5N1 dalam jumlah tinggi yang menyebabkan terjadinya penularan.

Kontaminasi VAI dapat terjadi pada air permukaan (kolam, sungai, danau), air tanah, dan tampungan air hujan. Keseluruhan sumber air tersebut mempunyai potensi lebih tinggi terkontaminasi VAI. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan virus di air sangat tergantung pada suhu, pH dan salinitas. Umumnya viabilitas virus Avian Influenza menurun jika salinitas meningkat dan pH di bawah netral (WHO 2006).

Penyebaran VAI dalam unggas peliharaan masyarakat tergantung bentuk pemeliharaannya. Pada kelompok yang dilepas di tempat kotor dan terjadi hubungan langsung serta percampuran dengan hewan lain, penyebaran virus akan berlangsung lebih cepat daripada yang dipelihara dalam kandang. Penularan sempurna dapat terjadi dalam beberapa hari (Kamps et al. 2006).

KESIMPULAN

Mekanisme penyebaran VAI subtipe H5N1 di kawasan CAPD disebabkan karena adanya transmisi VAI subtipe H5N1 yang terjadi melalui secara langsung maupun tidak langsung. Transmisi langsung VAI subtipe H5N1 dapat terjadi apabila virus tersebut menginfeksi unggas air atau hewan lain melalui kontak langsung dan tanpa melalui suatu media. Transmisi tidak langsung terjadi melalui media seperti air sumber minum bagi burung air liar maupun unggas peliharaan yang telah tercemar VAI subtipe H5N1 dan pada saat adanya pemanfaatan sumber bahan pakan yang sama di lokasi yang sama.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Al Azhar Indonesia.atas bantuan dana dari Grant Seminar Domestik 2014-2015 sehingga pelaksanaan keikutsertaan makalah ini dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2005. Cegah Avian Influenza pada Manusia.

www.suaramerdeka.com/harian/0507/3/opi0 4.htm [12 April 014]

Bustami E. 2011. Seroprevalensi Avian Influenzasubtipe H5N1 pada Nycticorax nycticorax di Kawasan Cagar Alam Pulau

Dua [Skripsi]. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia. Jakarta.

Elfidasari D. 2007. Jenis interaksi intraspesifik dan interspesifik pada tiga jenis kuntul saat mencari makan di sekitar Cagar Alam Pulau Dua Serang, Propinsi Banten. Biodiversitas 8:266-269

European Commission. 2000. The Definition of Avian Influenza – The use of Vaccination

AgainstAvian Influenza. European

Commission– Health & Consumer Protection Directorate – General – Sanco. FAO. 2008. Burung liar dan Avian Influenza:

Pengantar riset lapangan terapan dan tehnik pengambilan sampel penyakit. Di dalam: Whitworth D, Newman SH, Mundkur T, Harris P. Panduan Produksidan Kesehatan Hewan FAO, No. 5. Food and Agriculture Organization of the United Nations &

WetlandsInternational - Indonesia

Programme, Jakarta: United Nations & Wetlands International.

Fouchier RAM, Munster V, Keawcharoen J, Osterhaus ADME, Kuiken T. 2007. Virology of avian influenza in relation to wild birds. J of Wildlife Dis. 43:S7-S14 Kamps S, Hoffman C, Preiser W.2006. Influenza

report 2006. Flying Publisher : Paris, , Cagliari, Wuppertal, Sevilla.

Kurniawati LM. 2011. Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5N1 pada Ketiga Spesies Burung Kuntul (Casmerodius albus, Egretta intermedia dan E. garzetta) di Kawasan Cagar Alam Pulau Dua Serang, Banten [Skripsi]. Jakarta:Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia. Jakarta.

Milton R, Marhadi A. 1985. The bird life of the Nature Reserve Pulau Dua. Kukila 2: 32-41 Monke J, Corn ML. 2007. CRS Report for

Congress: Avian Influenza in Poultry and

Wild Birds. Congressional Research

Services.

Mulyadi B, Prihatini 2005. Diagnosis laboratorik flu burung (H5N1).[Telaah Pustaka]. Ind J of Clin Path and Med Lab. 12:71-81

Nazarudin W. 2008. Avian Influenza pada Unggas. Jurnal Pusat Kesehatan Hewan. [diunduh 2010 Okt 26]. Tersedia pada: http://www.vet-klinik.com

Partomihardjo, T. 1986. Formasi vegetasi di Cagar Alam Pulau Dua Serang, Jawa Barat. Media Konservasi 2 :10-15

Ramirez KMS, Ellis T, Bousfiels B, Bissett L, Dyrting K, Rehg JE, Poon L, Guan Y, Peiris M, Webster RG. 2004. Reemerging

(5)

H5N1 Influenza Viruses in Hong Kong in 2002 Are Highly Pathogenic to Duck. J. Virol. 78(9):4892-4901

Rusila-Noor Y, Andalusi, Umar, Madsahi. 1996. Penghitungan burung air di Pulau Dua dan Pulau Pamujan Besar, Teluk Banten Jawa Barat. Bogor : PHPA/ Wetland International-Indonesia Programme.

Rusila-Noor Y, Sartono D, Dana S. 2000. Paparan potensi dan nilai penting Cagar Wetland International

Songserm T, Amonsin A, Jam-on R, Sae-Heng N, Meemak N, Pariyothorn N, Payungporn S, Theamboolers A, Poovorawan Y. 2006. Avian Influenza H5N1 in Naturally Infected Domestic Cats. EID 12:681-683. [diunduh 2011 Nov 4]. Tersedia pada: http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/12/4/pdfs/0 5-1396.pdf

Subbarao K,Katz J. 2000. Avian Influenza Infecting Humans (Review). Cell Molecular Life Sci.57:1770-84.

Webster RG, Krauss S, Hulse-Post D, Sturm-Ramirez K. 2007. Evolution of influenza A viruses in wild birds. J of Wildlife Dis. 43:S1-S6

WHO. 2005. Evolution of H5N1 Avian Influenza Viruses in Asia. The World Health Organization Global Influenza Program Surveillance Network. Emer. Inf. Dis 11(10): 1515-1520.

WHO. 2006.Questions and Answers on Avian Influenza a Selection of Frequently Asked Questions on Animals, Food and Water. WHO: Geneva.

Referensi

Dokumen terkait

Dihadapkan pada fakta yang sangat jelas ini, yang pertama-tama harus dilakukan adalah melihat aksi-aksi kekerasan atas nama agama dalam konteks yang lebih luas, untuk

Dalam stability of consociational settlement yang akan disinggung dalam pembahasan konflik di Irlandia Utara ini meliputi agenda kebijakan politik dan kebijakan

Analisis dari tabel diatas yaitu, semakin besar ukuran perusahaan akan lebih untuk mendapatkan hutang dalam jumlah yang lebih besar dengan cost of debt yang lebih rendah,

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin,

Sebuah bahasa memiliki aliansi gramatikal yang disebut sistem akusatif secara sintaksis adalah apabila argumen satu-satunya pada klausa intransitif (S) bahasa tersebut

Melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring, dan pengendalian terhadap risiko kepatuhan dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai Penerapan Manajemen Risiko

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN.. TAHUN