HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI LANSIA DENGAN ASUPAN ENERGI DI DESA RUMOONG ATAS II KECAMATAN TARERAN
Jerry Kondoj*, Nancy S.H. Malonda*, Ricky C. Sondakh*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado
ABSTRACT
Elderly population is predicted to increase rapidly in the future, especially in developing countries. Indonesia as a developing country will also experience a population explosion. Under Riset Kesehatan Dasar 2010 averaged energy consumption of the population at aged 56 years and older ranged from 79.9% - 96.5%, and as much as 37.4% of the population aged 56 years and older consume minimal energy under the requirement. This research is to identify association between characteristic of social demografi and energy intake of the Elderly in Rumoong Atas II Village, District of Tareran. This research uses an analytic survey method using cross sectional study design. The sample was 77 elderly. Research instrumental: questionnaires for elderly chracteristic and 24 hour recall questionnaires for energi intake. Analizing data using Chi-Square test with α = 0,05 and 95% confidence level. Statistically there is no correlation between age ( =0,266)., marriage status ( =0,242), level of education ( =0,693), occupational ( =0,233), living status ( =0,251), with energy intake in elderly Rumoong Atas II Village, District of Tareran. There is a correlation between sex ( =0,011) dan monthly income ( =0,000) with energy intake in elderly Rumoong Atas II District Tareran. Recommended that the government would be able to provide assistance in the form of funds or opening employment opportunities, especially for the elderly who have low economic status so that they can hold their own food well in hopes of improving their nutritional intake.
Keywords: Characteristic of Social Demography, Energi Intake, Elderly ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami ledakan jumlah penduduk. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010 rata-rata kecukupan konsumsi energi penduduk umur 56 tahun keatas berkisar antara 79,9% – 96,5 %, dan sebanyak 37,4 % penduduk umur 56 tahun keatas mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara karakteristik sosial demografi lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional study. Sampel sebesar 77 lansia. Instrumen penelitian: kuesioner untuk karakterisik lansia dan kuesioner recall 24 jam untuk mengukur asupan energi. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur ( =0,266), status perkawinan ( =0,242), pendidikan ( =0,693), pekerjaan ( =0,233), status domisili ( =0,251), dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin ( =0,011) dan pendapatan ( =0,000) dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Disarankan pemerintah desa kiranya dapat memberikan bantuan baik berupa dana ataupun membuka lapangan kerja terutama bagi lansia yang memiliki status ekonomi rendah sehingga mereka dapat mengadakan makanannya sendiri dengan baik dengan harapan dapat memperbaiki asupan gizi mereka.
PENDAHULUAN
Batasan lansia (lanjut usia) menurut WHO meliputi, usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia
(eldery) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun,
lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun (Nugroho, 2009).
Energi adalah zat yang diperlukan mahluk hidup untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Proses perubahan energi makanan ke dalam bentuk lain tidak seluruhnya efisien, sekitar 75% energi makanan dikeluarkan dalam bentuk panas. Bila penggunaan energi meningkat secara berarti, panas ekstra yang dihasilkan secara berlebihan untuk pemeliharaan tubuh sehingga dikeluarkan dalam bentuk keringat. (Cakrawati, 2012)
Lansia dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi, meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan, bahkan sebaliknya sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya. Ada baiknya bila lansia dijaga jangan sampai menjadi kegemukan, karena akan lebih mudah menderita berbagai kelainan atau penyakit gizi berhungan dengan kondisi obesitas tersebut. (Sediaoetama, 2010).
Karakteristik sosial demografi adalah ciri yang menggambarkan perbedaan antara usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis
keluarga, status pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial. (Churchill, 2005)
Standar kecukupan gizi diperlukan sebagai pedoman yang dibutuhkan oleh individu secara rata-rata dalam sehari untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Kebutuhan gizi setiap individu berbeda-beda tergantung beberapa faktor yang mempengaruhinya. Penilaian standar kecukupan gizi berpedoman pada Angka Kebutuhan Gizi (AKG). (Yuniastuti, 2008)
Energi yang dibutuhkan oleh lansia lebih rendah dibandingkan orang yang masih muda. Hal ini disebabkan karena berkurangnya massa otot dan jaringan tanpa lemak yang mengakibatkan angka metabolisme basal menurun begitu pula dengan tingkat aktifitas fisik. Berkurangnya kebutuhan energi merupakan respon terhadap bertambahnya usia tetapi hal tersebut masih dapat ditunda atau dikurangi dengan menjaga aktifitas fisik. (Thompson, 2011)..
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosial demografi lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode survei analitik dengan pendekatan cross
sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini
yaitu umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status domisili dan variabel terikat yaitu asupan
energi. Penelitian ini bertempat di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berusia 60 tahun ke atas di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran.. Sampel dalam penelitian ini ditentukan secara
purposive sampling dengan jumlah sampel 77
responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar subjek berusia 60-74 tahun (76,6%). Sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan (54,4%), status perkawinan menikah (72,7%), dan seluruh subjek menganut agama Kristen Protestan. Sebagian besar subjek memiliki tingkat pendidikan rendah atau kurang dari SMA (90,9%) dan memiliki pendapatan ≥ Rp. 1.900.000 (54,5%). Sebagian besar subjek memiliki pekerjaan kategori berat (45,5%). Sebagian besar subjek tinggal dengan keluarga (96,1%). Sebagian besar subjek memiliki masalah gigi dan mulut (59,7%).Sebagian besar subjek masih memiliki kemampuan fisik yang baik. Sebagian besar subjek tidak merokok (74,0%) dan tidak mengkonsumsi alkohol (85,7%). Untuk akses pelayanan kesehatan sebagian besar subjek mengunjungi dokter praktek (83,1%) dengan sumber biaya pengobatan dari pemerintah (62,3%).
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Karakteristik n % Usia 60-74 59 76,6 75-90 18 23,4 Jenis Kelamin Perempuan 42 54,5 Laki-laki 35 45,5 Status Perkawinan Janda/ Duda 21 27,3 Menikah 56 72,7 Agama Kristen Protestan 77 100 Pendidikan Rendah 70 90,9 Tinggi 7 9,1 Pekerjaan Ringan 12 15,5 Sedang 30 39,0 Berat 35 45,5 Penghasilan < Rp. 1.900.000 35 45,5 ≥ Rp. 1.900.000 42 54,5 Status Domisili
Tinggal seorang diri 3 3,9 Tinggal dengan keluarga 74 96,1 Kesehatan gigi dan mulut
Tidak Baik 46 59,7 Baik 31 40,3 Kemampuan Fisik Tidak Baik 9 11,7 Baik 68 88,3 Merokok Ya 20 26,0 Tidak 57 74,0 Konsumsi Alkohol Ya 11 14,3 Tidak 66 85,7 Akses Pelayanan Kesehatan
Dokter praktek 64 83,1 Puskesmas 13 16,9 Sumber Biaya Pengobatan
Biaya sendiri 29 37,7 Pemerintah 48 62,3
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Energi
Asupan Energi n % Defisit 43 55,8
Cukup 34 44,2
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar lansia mengalami defisit asupan energi sebanyak 55,8%. Hal ini dapat dikatakan masalah karena dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010 untuk asupan energi lansia tingkat nasional yang mengalami defisit hanya sebesar 37,4% (Kemenkes, 2010). Peneletian yang dilakukan oleh Tami (2014) memperoleh hasil yang hampir sama dimana 52,5% lansia di Kecamatan Tamalanrea mengalami defisit asupan energi.
Berdasarkan analisis bivariat Tabel 3 lansia yang tergolong kelompok umur lanjut usia (60-74 tahun) memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 59,3% dibandingkan dengan lansia untuk kelompok
umur (75-90 tahun) yaitu 44,4%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,266 (p > 0,05), dengan kesimpulan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Seman (2007) Kelantan Malaysia dimana diperloleh P value sebesar 0,167 yang berarti tidak ada hubungan antara usia dengan asupan energi.
.
Lansia perempuan memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 69,0% dibandingkan dengan lansia laki-laki yaitu 40,0%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,011 (p < 0,05), dengan kesimpulan terdapat Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat
Variabel Asupan Energi Total Defisit Cukup n % n % n % Usia
Lanjut usia tua (75-90) 8 44,4 10 55,6 18 100
0,266 Lanjut usia (60-74) 35 59,3 24 40,7 59 100 Jenis Kelamin Perempuan 29 69,0 13 31,0 42 100 0,011 Laki – Laki 14 40,0 21 60,0 35 100 Status Perkawinan Tidak menikah/Janda/Duda 14 66,7 7 33,3 21 100 0,242 Memiliki Pasangan 29 51,8 27 48,2 56 100 Pendidikan Rendah 40 57,1 30 42,9 70 100 0,693 Tinggi 3 42,9 4 57,1 7 100 Pekerjaan Berat 16 45,7 19 54,3 35 100 0,233 Sedang 20 66,7 10 33,3 30 100 Ringan 7 58,3 5 41,7 12 100 Penghasilan < Rp. 1.900.000 30 85,7 5 14,3 35 100 0,000 ≥ Rp. 1.900.000 13 31,0 29 69,0 42 100 Status Domosili Sendiri 3 100 0 0 3 100 0,251 Tinggal dengan keluarga 40 55,8 34 44,2 74 100
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Seman (2007) Kelantan Malaysia dimana diperloleh P value sebesar 0,016 yang berarti terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan asupan energi lansia. Perempuan pada semua usia mempunyai kebutuhan energi yang lebih rendah dari pada laki-laki karena memiliki proporsi masa lemak yang lebih tinggi dan masa tubuh tanpa lemak yang lebih rendah (Almatsier, 2011).
Hasil analisis bivariat pada Tabel 3 lansia yang sudah janda/duda memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 66,7% dibandingkan dengan lansia yang menikah yaitu 51,8%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,242 (p > 0,05), dengan kesimpulan tidak ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Penelitian Sharma (2012) pada lansia di Nagpur India menunjukan hasil yang sama yaitu tidak terdapat hubungan antara Status Perkawinan dengan Status Gizi yang diukur Mini Nutritional Assessment. Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Seman (2007) di Kelantan Malaysia dimana diperoleh p value sebesar 0,021 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan asupan energi lansia.
Lansia dengan pendidikan rendah memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 57,1% dibandingkan dengan lansia yang
memiliki pendidikan tinggi yaitu 42,9%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,693 (p > 0,05), dengan kesimpulan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Penelitian yang dilakukan oleh Seman (2007) di Kelantan Malaysia menunjukan hasil yang serupa dimana diperoleh p value sebesar 0,218 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan asupan energi lansia.
Hasil analisis bivariat pada Tabel 3 menunjukan bahwa lansia dengan kategori pekerjaan sedang memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 66,7% dibandingkan dengan lansia yang memiliki pekerjaan kategori ringan yaitu 58,3% dan lansia yang memiliki pekerjaan dengan kategori berat 45,7%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,233 (p > 0,05), dengan kesimpulan tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran.
Lansia dengan penghasilan keluarga < Rp. 1.900.000 memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 85,7% dibandingkan dengan lansia yang memiliki penghasilan keluarga ≥ Rp. 1.900.000 yaitu 31,0%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p < 0,05), dengan kesimpulan terdapat hubungan yang bermakna antara penghasilan dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Penelitian yang dilakukan oleh Seman (2007) di Kelantan Malaysia
menunjukan hasil yang berbeda yaitu tidak terdapat hubungan antara penghasilan dengan asupan energi lansia dengan p value sebesar 0,060. Keadaan finansial keluarga berpengaruh terhadap makanan yang disediakan. Keluarga dari kalangan ekonomi tinggi lebih mampu menyediakan makanan beraneka ragam seperti daging, ayam, ikan, sayur, dan buah dibandingkan dengan keluarga dari kalangan ekonomi rendah (Almatsier, 2011).
Lansia yang tinggal sendiri memiliki defisit asupan energi yang lebih besar yaitu 100% dibandingkan dengan lansia yang tinggal dengan keluarga yaitu 55,8%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,251 (p > 0,05), dengan kesimpulan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status domisili dengan asupan energi lansia di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran. Penelitian yang dilakukan Sharma (2012) menunjukan hasil yang serupa yaitu tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status domisili dengan status gizi lansia yang diukur dengan Mini Nutritional Assessmant.
Penelitian yang dilakukan oleh Locher (2005) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kehadiran orang lain dengan jumlah asupan energi lansia dengan p
value sebesar 0,009. Rata-rata asupan energi
lansia yang makan dengan kehadiran orang lain 114,0 kalori lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang makan sendiri. Orang tua sering mengalami depresi atau rasa tertekan karena merasa kesepian, kurang berharga, atau karena
berkurangnya penghasilan yang sering disertai dengan hilangnya nafsu makan dan motivasi untuk menyiapkan makanan (Almatsier, 2011).
KESIMPULAN
1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara
jenis kelamin lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan 3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara status perkawinan lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan lansia dengan asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan 7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna
asupan energi di Desa Rumoong Atas II Kecamatan Tareran Kabupaten Minahasa Selatan
SARAN
1. Pemerintah Desa kiranya dapat memberikan bantuan baik berupa dana ataupun membuka lapangan kerja terutama bagi lansia yang memiliki status ekonomi rendah sehingga mereka dapat mengadakan makanannya sendiri dengan baik dengan harapan dapat memperbaiki asupan gizi mereka.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat mengkaji lebih dalam mengenai variabel-variabel lainnya yang dapat mempengaruhi terjadinya asupan energi lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011.
Gizi Seimbang Dalam Daur
Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Cakrawati D. 2012. Bahan Pangan dan
Kesehatan. Bandung: AlfaBeta.
Churchill, G. 2005. Dasar-dasar Riset Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Kemenkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Locher J, Robinson C, Roth D, Ritchie C, dan Burgio K. 2005. The Effect of the Presence of Others on Caloric Intake in Homebound Older Adults. J Gerontol A
Biol Sci Med. 60(11): 1475-1478.
(Online)
(www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/163393 37) diakses pada tanggal 6 oktober 2014.
Nugroho H, 2009. Komunikasi Dalam
Keperawatan Gerontik. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sediaoetama A. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Seman K, Abdul H, dan Ismail R. Association between fuctional dentition with inadequate calorie intake and underweight in elderly people living in “Pondok” in Kelantan. (online) (dental.usm.my/ver2/images/stories/AOS
/Vol.../1019_functionaloral.pdf) diakses
pada 1 september 2014
Sharma R. Relationship between Mini Nutritional Assessment Scores and Socioeconomic Status of the Elderly. (online)
(www.academia.edu/.../Rekha_Sharma_
2012_Relationship) diakses pada 6
oktober 2014
Tami D, Bahar B, Najamuddin. 2014. Hubungan Antara Pola Makan, Status Gizi, Dan Interaksi Sosial dengan Kualitas Hidup Lansia di Kecamatan Tamanlanrea. (online)
(repository.unhas.ac.id/.../DESY%20RU
CTISAYANA...) diakses pada tanggal 1 oktober 2014.
Thompson J, Manore M, Vaughan L. (2011).
The Science of Nutrition, 2nd edition.
USA: Pearson
Yuniastuti A. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.