• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Hukum Waris di Lingkungan Keraton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Hukum Waris di Lingkungan Keraton"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ix

D. Jalannya Penelitian ... 86

E. Analisis Data ... 88

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 89

A. Pelaksanaan Hukum Waris di Lingkungan Keraton Yogyakarta pada Masa Pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX yang Masih Menggunakan Hukum Waris Adat . 89 1. Hasil Penelitian ... 89

2. Pembahasan ... 111

a. Pengertian Kewarisan Menurut Kraton Kesultanan Yogyakarta ... 111

b. Sistem Kewarisan Kraton Kesultanan Yogyakarta .... 112

c. Pewaris Kraton Kesultanan Yogyakarta ... 118

d. Ahli Waris Kraton Kesultanan Yogyakarta... 119

e. Harta Kekayaan Kraton Kesultanan Yogyakarta ... 127

B. Penyelesaian Menurut Hukum Waris Adat Keraton Apabila Terdapat Suatu Perselisihan Dalam Masalah Pewarisan ... 129

1. Hasil Penelitian ... 129 2. Pembahasan ... 132 BAB V PENUTUP ... 146 A. Kesimpulan ... 146 B. Saran ... 147 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(2)

1 A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki beraneka ragam kebudayaan masyarakat di seluruh nusantara. Hal ini terbentuk dari masyarakat yang hidup dan bergaul bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, dan masyarakat tersebut merupakan bagian dari suatu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem kehidupan bersama yang menghasilkan kebudayaan.

Sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia dimasa kini dan masa akan datang di dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka untuk penyusunan hukum nasional diperlukan adanya konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat.1

Hukum adat adalah hukum non statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum adat itupun mencakup hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan, di mana ia memutuskan perkara. Hukum adar berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

1

Hilman Hadikusuma, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, hlm 1.

(3)

Hukum adat perdata berlaku bagi bangsa Indonesia dalam hal-hal, di mana hukum perdata tidak diganti dengan peraturan undang-undang. Orang-orang Eropa dan Orang-orang-Orang-orang Tionghoa, yang menjadi warga negara Indonesia semenjak penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda kepada Republik Indonesia, tunduk kepada hukum-hukum Perdata Eropa. Dualisme dari sistem hukum Indonesia adalah warisan dari pemerintahan kolonial Belanda kepada Republik Indonesia, tunduk kepada hukum-hukum perdata Eropa. Dualisme dalam lapangan penting dari sistem hukum Indonesia adalah warisan dari pemerintahan kolonial Belanda, dan sampai sekarang masih berlaku. Hukum adat pidana dan hukum adat acara berlaku dalam hal-hal, di mana hukum adat itu belum diganti dengan peraturan undang-undang di daerah-daerah Indonesia, di mana masih bertugas apa yang dinamakan ”pengadilan adat” (inheemse rechtpraak).

Di dalam hukum adat terdapat beberapa corak dan akan mengalami perubahan-perubahan seperti:

1. Hukum adat mengandung sifat yang sangat tradisional di mana pada mulanya di mata rakyat bahwa hukum adat dan juga adat berpangkal pada kehendak nenek moyang yang bersendikan kepada kehendak dewa.

2. Hukum adat dapat berubah

Perubahan terjadi bukan karena menghapuskan dan menggantikan peraturan-peraturan akan tetapi terjadi karena pengaruh dan perkembangan yang ada di dalam masyarakat.

3. Kesanggupan hukum adat untuk menyesuaikan diri. Karena dalam hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan maka hukum adat harus memperhatikan kesanggupan untuk menyesuaikan diri secara luas.2

2

R. Van Dijk diterjemahkan oleh Mr. A Soekardi, 1960, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Sumur Bandung Dlh Mij Vorkink Van Hoeve, Bandung, hlm. 7.

(4)

Pemahaman kebudayaan masyarakat nusantara, termasuk para priayi Kesultanan Yogyakarta dapat dilihat melalui hukum yang mereka gunakan dan yang dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat, sistem religi dan bahkan dalam khazanah antropologi, hukum merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sistem kebudayaan.3

Islam sebagai sebuah sistem religi memiliki hukum sebagai salah satu aspek ajarannya. Hukum dalam terminologi Islam sering disebut dengan fiqh dan fiqh menjadi salah satu sumber hukum Islam. Di samping itu, hukum Islam memiliki berbagai cabang dan cabang-cabang hukum Islam tersebut mengatur berbagai aspek kehidupan manusia.4

Salah satu aspek kehidupan yang diatur dalam hukum Islam, yaitu meliputi bidang ibadat dan bidang muamalat. Hukum ibadat ditujukan untuk mengatur relasi manusia dengan Tuhan, dan hukum muamalat mengatur perikatan, sanksi hukum dan aturan selain yang diatur dalam fiqh ibadat. Hukum muamalat (fiqh muamalat) bertujuan untuk mengatur hubungan para pelaku hukum baik secara individu maupun secara komunal. Hukum-hukum yang diklasifikasikan ke dalam fiqh ibadat, yakni:

1. hukum keluarga (ahkam al-ahwal al-syakhsiyyah). Hukum keluarga adalah hukum yang berkaitan dengan keluarga dan pembentukannya bertujuan untuk mengatur hubungan suami istri dan keluarga dengan yang lainnya,

2. hukum civics (al-ahkam al-madaniyah). Hukum civics mengatur hubungan individu-individu dan bentuk pertukaran manfaat sesamanya serta

3

Sulistyowati Irianto, 2003, Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum: Studi Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba Untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta Melalui Proses Penyelesaian Sengketa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm. 43

4

Abdurrahman Wahid, Menjadikan Hukum Islam Sebagai Penunjang Pembangunan, dalam Eddi Rudiana Arief, et.al., 1991, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktiknya, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, hlm. 1

(5)

bertujuan untuk memelihara hubungan hak dan kewajiban individu atas harta benda, seperti sewa menyewa dan jual beli,

3. hukum pidana (al-ahkam al-jina’iyyah). Hukum pidana adalah hukum yang mengatur sanksi hukum, tindak pidana dan pelanggaran yang dilakukan oleh subjek hukum. Hukum pidana bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan dan hak serta membatasi hubungan antara pelaku tindak pidana dan masyarakat.

Hukum kekeluargaan (ahkam al-ahwal al-syakhsiyyah) meliputi aspek pernikahan dan kewarisan. Hukum pernikahan sering disebut dengan hukum perkawinan (fiqh munakahat), sedangkan hukum waris dinamakan hukum kewarisan (fiqh mawaris). Dengan demikian, hukum kewarisan merupakan hukum yang sangat kompleks, seperti yang diterangkan dalam ilmu al-faraidh.5

Kompleksitas hukum kewarisan memerlukan suatu pengetahuan tentang akar pangkat, aljabar, dan pendekatan matematis yang rumit untuk benar-benar bisa memahami. Kompleksitas hukum kewarisan merupakan setengah dari seluruh ilmu pengetahuan dan ilmu yang paling mudah dilupakan. Kompleksitas hukum kewarisan yang rumit secara matematis, bukan berarti hukum kewarisan Islam sulit diterapkan, melainkan hukum kewarisan Islam membutuhkan kecerdasan dan waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya.

Hazairin menyebutkan beberapa ahli hukum bahkan tidak paham hukum kewarisan Islam dan tidak tertarik untuk mempelajari.6

5

David S. Power, 2001, Peralihan Kekayaan dan Politik Kekuasaan: Kritik Historis Hukum Waris, LKiS, Yogyakarta, hlm. 10

6

(6)

Hukum kewarisan merupakan salah satu ajaran Islam, sebuah ajaran keberagamaan yang dipeluk dan diterapkan di Kesultanan Yogyakarta. Para Swargi Sultan Hamengku Buwono IX beserta para putera dalem menerapkan ajaran ini. Hukum kewarisan Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam juga digunakan dan dipertahankan di dalam kehidupan mereka. Aturan-aturan hukum kewarisan tidak hanya mengalami perubahan-perubahan pada sistem sosial, hukum waris juga mengalami perubahan sistem yang dipengaruhi oleh sistem hukum asing.7

Salah satu sistem hukum yang mempengaruhi sistem hukum Kesultanan Yogyakarta adalah sistem hukum kewarisan Islam. Pola kewarisan Islam dipilih dan dilaksanakan oleh Kesultanan Yogyakarta.8 Secara empirik pola kewarisan Kesultanan Yogyakarta merupakan pola kewarisan individual bilateral di mana semua ahli waris mendapatkan bagiannya masing-masing dan para putera dalem dapat mewarisi harta warisan dari kedua orang tuanya.

Pola kewarisan secara empirik yang dilakukan oleh Swargi Sultan Hamengku Buwono IX, dapat direpresentasikan sebagai norma institusi Kesultanan Yogyakarta. Pola pelaksanaan kewarisan yang diterapkan Kesultanan Yogyakarta yang dimulai sejak Sultan Hamengku Buwono I sampai Sultan Hamengku Buwono IX memiliki pola kewarisan yang sama. Pelaksanaan kewarisan terhadap harta warisan yang dimiliki oleh seorang Sultan harus merujuk pada pelaksanaan kewarisan Sultan sebelumnya.9

”Keraton Kesultanan Yogyakarta merupakan salah satu ujung tombak untuk mempertahankan para pemeluk agama Islam di Pulau Jawa. Sebagai gambaran adalah para priayi, khususnya Sultan yang mempertahankan agama Islam dalam jiwa mereka pada masa kolonial Belanda”.10

7

B. Ter Haar Bzn, 1976, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 232

8

Sukriyanto, et.al., 1993, Kedudukan Penghulu pada Kerajaan Islam di Surakarta dan Yogyakarta dalam Abad XVIII-XIX, Laporan Penelitian Balai Penelitian Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm. 68

9

MA Rumawi Eswe, 2008, Ngarsa Dalem Dundum Warisan, LKiS, Yogyakarta, hlm. 4-5

10

Denys Lombard, 1996, Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu: Batas-Batas Pembaratan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 103

(7)

Kesultanan Yogyakarta dalam kehidupan sehari-hari mempertahankan ajaran Islam dan kukuh mengamalkannya. Hal ini merupakan suatu keinginan serta cita-cita bahwa Kesultanan Yogyakarta berasaskan Islam. Kesultanan Yogyakarta dalam pendiriannya menganut agama Islam sebagai pewaris tahta Kerajaan Islam Demak. Kesultanan Yogyakarta berkembang di Pulau Jawa bagian selatan. Lagi pula, pulau Jawa merupakan salah satu pulau berkembangnya peradaban, yakni kepercayaan animisme, dinamisme, dan aturan perilaku untuk kehidupan masyarakat.

Kesultanan Yogyakarta tidak langsung menerapkan asas ke-Islaman dalam kehidupan sehari-hari bahkan untuk syariat sekalipun. Pelaksanaan hukum kewarisan di lingkungan Kesultanan Yogyakarta mengakomodasi khazanah lokal dan nilai-nilai kebudayaan Jawa. Hukum kewarisan Kesultanan Yogyakarta melahirkan pergumulan yang kuat dan waktu yang panjang untuk menerapkan aturan hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat Jawa sehingga melahirkan titik singgung dalam pelaksanaan kewarisan.

Titik singgung tersebut dalam terminologi lain disebut konvergensi hukum kewarisan. Konvergensi hukum kewarisan Islam dan hukum kewarisan adat Jawa merupakan sistem hukum yang bijaksana dalam pelaksanaan kewarisan di Kesultanan Yogyakarta. Konsep konvergensi dua sistem hukum kewarisan tersebut mempunyai karakteristik dalam pelaksanaan kewarisan di Kesultanan Yogyakarta, khususnya tentang kedudukan wanita dalam sistem pewarisan. Sistem kewarisan ini juga dapat ditelusuri dalam sistem hukum kewarisan yang digunakan di Kesultanan Yogyakarta.

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan hukum waris di lingkungan Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX yang masih menggunakan hukum waris adat?

2. Bagaimana penyelesaiannya menurut hukum waris adat Keraton Yogyakarta yang apabila terdapat suatu perselisihan dalam masalah pewarisan?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan diperoleh 2 (dua) hasil penelitian tentang hukum waris adat, akan tetapi penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak penulis laksanakan, yaitu tinjauan hukum waris adat di lingkungan di Keraton Yogyakarta. Adapun hasil penelitian tersebut adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh MA Rumawi Eswe pada tahun 2008 dengan judul “Ngarsa Dalem Dundum Warisan”.11 Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem kewarisan di Kesultanan Yogyakarta serta bagaimana alur pewarisan di Kesultanan Yogyakarta. Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini memfokuskan pada sistem pewarisan dan alur pewarisan di

11

(9)

Kesultanan Yogyakarta, sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada pelaksanaan hukum waris di lingkungan Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IX serta penyelesaian hukum apabila terdapat perselisihan dalam pewarisan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yenny Ulimatio Siagian, pada tahun 2008, pada Magister Kenotariatan UGM Yogyakarta dengan judul “Kedudukan Anak Perempuan Dalam Pewarisan Menurut Hukum Adat Batak Toba di Daerah Istimewa Yogyakarta”.12 Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah masyarakat Batak Toba yang tinggal di DIY masih membedakan kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki seperti yang terjadi di daerah adat Batak Toba; serta apakah ada perubahan dan perkembangan yang terjadi khususnya mengenai kedudukan anak perempuan dalam pewarisan. Bedanya penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian ini memfokuskan pada kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki dalam pewarisan adat Batak Toba serta kedudukan anak perempuan dalam pewarisan, sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada pelaksanaan hukum waris di lingkungan Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono IX serta penyelesaian hukum apabila terdapat perselisihan dalam pewarisan.

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran penulis, penelitian tentang tinjauan hukum waris adat di lingkungan di Keraton Yogyakarta sampai saat

12

Yenny Ulimatio Siagian, “Kedudukan Anak Perempuan Dalam Pewarisan Menurut Hukum Adat Batak Toba di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis,Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta,2008

(10)

ini belum pernah ada. Akan tetapi apabila ternyata pernah dilaksanakan penelitian yang sama atau sejenis, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan hukum waris di lingkungan Keraton Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono IX yang masih menggunakan hukum waris adat

2. Untuk mengetahui dan mengkaji penyelesaiannya menurut hukum waris adat Keraton yang apabila terdapat suatu perselisihan dalam masalah pewarisan.

E. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum khususnya hukum waris adat Keraton Yogyakarta

2. Secara Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyeleasian masalah yang muncul dalam masalah pewarisan di Keraton Yogyakarta

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi pengembangan hukum waris nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Pengertian Banjar kaitannya dengan desa adat di Bali adalah kelompok masyarakat yang lebih kecil dari desa adat serta merupakan persekutuan hidup sosial, dalam keadaan

Sequence diagram menjelaskan secara detil urutan proses yang dilakukan dalam sistem untuk mencapai tujuan dari use case: interaksi yang terjadi antar class, operasi apa

Perlakuan jerami dengan NaOH 2% dengan waktu pendiaman 1 jam menunjukkan aktivitas penjerapan Cd yang paling tinggi, tetapi dengan peningkatan konsentrasi jerami dari 1% ke

Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak lebih bersifat praktis. Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan mana yang

Setelah dirawat inap selama 3 hari, dilakukan pembukaan perban dan terlihat luka bekas inisisi pada Boli sudah mulai mengering, tidak ditemukan adanya seroma

Dengan adanya permasalahan yang diuraikan tersebut, khususnya terkait kinerja karyawan yang kurang baik dalam memanfaatkan sistem informasi akuntansi pada BPR

Responden dalam penelitian tentang Hubungan Persepsi Pengguna Layanan Tentang Mutu Pelayanan Unit Rawat Inap VIP (Gryatama) Dengan Minat Pemanfaatan Ulang di BRSU

(1) Aplikasi Basisdata Fuzzy untuk Pemilihan Makanan Sesuai Kebutuhan Nutrisi dapat memiliki tampilan yang cukup mudah digunakan dan dapat menampilkan hasil perhitungan