PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN HEURISTIK
VEE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA
SISWA KELAS V SD GUGUS II
KECAMATAN MENDOYO
Ni Md. Okty Purwani
1, I Km. Sudarma
2, Dsk. Pt. Parmiti
31
Jurusan PGSD,
2,3TP, FIP
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: okypur@yahoo.com
1, darma_tp@yahoo.co.id
2,
dskpt_parmiti@yahoo.co.id
3Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan model pembelajaran heuristik vee, (2) mendeskripsikan pemahaman konsep IPA siswa kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung, (3) mengetahui perbedaan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran heuristik vee dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu, dengan rancangan post-test only
control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di SD Gugus II
Kecamatan Mendoyo tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 249 siswa. Sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 66 siswa. Sampel diambil dengan teknik group random sampling. Data pemahaman konsep IPA dikumpulkan dengan menggunakan metode tes, yaitu tes objektif yang diperluas. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) skor rata-rata pemahaman konsep IPA siswa kelompok eksperimen adalah 29,72 yang berada pada kategori tinggi, (2) skor rata-rata pemahaman konsep IPA kelompok kontrol adalah 23,03 yang berada pada kategori sedang, (3) hasil analisis uji-t diperoleh thitung lebih besar dibandingkan dengan ttabel (thitung
5,54 > ttabel 2,000) ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman
konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran heuristik vee dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Dengan demikian, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran heuristik vee menunjukkan pemahaman konsep yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran langsung.
Kata kunci: model heuristik vee, pemahaman konsep
Abstract
This observation aims to: (1) describe comprehension of student science concept in group experiment which is taught with heuristic vee learning model, (2) describe comprehension of student science concept in control group which is taught with direct learning model, (3) know differences comprehension of science concept among the students that follow heuristic vee learning and students that follow learning with direct learning model. This kind of observation is apparent experiment observation with design post-test only control group design. This observation population is all of fifth grade students in fifth cluster elementary school in Mendoyo sub-district in 2013/2014 in which engange 247 students. Sample that participated in the study were 66 students. Sample that taken by sampling random technique. Science concept comprehension data is
gethered by test method, which is wider objective test. Then data will be analyzed by using descriptive statistic analysis technique and t-test. Result of observation points that, (1) average score of student science concept comprehension in group experiment is 29.72 that is different in high category, (2) average score of student science concept comprehension in control group 23.03 that is different in medium category, (3) result of t-test analysis is obtained tvalue is bigger than ttable (tvalue 5.,54 > ttable 2.00) it means that
there is significant differences in science concept comprehension among the students who follow the learning by using heuristic vee and students that follow learning with direct learning model. Thus, the group of students who learned with vee heuristic learning model showed a better understanding of the concept compared to a group of students that learned to use direct instructional model.
Key words: heuristic vee learning, concept comprehension PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan perkembangan
dan pembangunan bangsa. Proses
pen-didikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu dunia pendidikan dituntut lebih meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya seiring dengan perkem-bangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi yang semakin hari semakin maju (Kusumojanto, 2009).
Dewasa ini perhatian masyarakat lebih tertuju pada pendidikan IPA sebagai penentu kualitas sumber daya manusia. (Wibawa, 2009:1). Ini berarti pendidikan IPA merupakan salah satu bidang yang dipandang dapat memberi kontribusi positif terhadap perkembangan kompetensi peser-ta didik. Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan yang menggunakan IPA sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Suastra, 2009). Pernya-taan tersebut mengindikasi bahwa mening-katkan mutu pendidikan IPA di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai. Hal itu, disebabkan pendidikan IPA umumnya memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam meningkatkan peserta didik yang berkualitas. Jika lulusan peserta didik memiliki kualitas bagus, akan menghasilkan sumber daya manusia yang bagus, yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan baik. Sebab IPA merupakan pengetahuan dasar teknologi yang disebut-sebut sebagai tulang pung-gung pembangunan (Samatowa, 2010).
IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dan dalam pengguna-annya secara umum terbatas pada gejala alam (Muharam dkk., 2010). Menurut Trianto (2012:141), IPA merupakan “ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.” Dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan penge-tahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau
observasi yang penerapannya secara
umum terbatas pada gejala alam.
IPA mencakup dua dimensi, yaitu IPA sebagai produk dan dan IPA sebagai proses. Bentuk IPA sebagai produk meru-pakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan para ilmuan selama berabad-abad. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA. IPA sebagai proses menyangkut cara kerja untuk memperoleh hasil (hasil) yang berisi sekumpulan keterampilan-keterampilan IPA meliputi mengamati, mengklarifikasi, me-ngukur/melakukan pengukuran, menga-jukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menginterpre-tasikan hasil pengamatan, dan berko-munikasi. Keterampilan proses IPA disebut juga keterampilan belajar seumur hidup, sebab keterampilan-keterampilan ini juga dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan untuk bidang studi lain (Sudana dkk., 2010).
Dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar produk dan proses IPA perlu diajarkan. Karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Pembelajaran IPA tidak hanya penentuan dan penguasaan materi, tetapi aspek apa dari IPA yang perlu diajarkan dengan cara bagaimana, supaya siswa dapat memahami konsep yang dipelajari
dengan baik dengan terampil untuk
mengaplikasikan secara logis konsep
tersebut dalam situasi lain yang relevan
dengan pengalaman kesehariannya
(Tiarani, 2007). Jadi dalam mempelajari IPA, siswa perlu memahami konsep-konsep dalam pembelajaran IPA sehingga siswa mampu memahami materi lebih baik dibandingkan hanya menghafal konsep tanpa memahaminya terlebih dahulu.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mencapai hal tersebut, guru harus mema-hami dua komponen IPA, yaitu IPA sebagai suatu cara untuk suatu proses penemuan dan IPA sebagai produk. Kedua komponen
IPA tersebut merupakan hasil yang
diperoleh dari proses pembelajaran IPA yang pada intinya guru dituntut untuk senantiasa membawa dan melibatkan peserta didik secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu memahami alam sekitar melalui proses ‘mencari tahu’ dan ‘berbuat’ hal ini akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam karena siswa dibiasakan untuk berpikir bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan, bukan hanya meniru sesuatu yang sudah
ada (Wibawa, 2009). Dengan demikian,
semakin jelas bahwa proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, mem-bangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pen-didikan.
Namun pada kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa apa yang diharapkan tersebut belum terlaksanan. Trianto (2012:143) menyatakan, “selama ini
proses belajar mengajar IPA hanya
menghafal fakta, prinsip atau teori saja.”
Proses pembelajaran IPA yang belangsung selama ini lebih berorientasi pada buku teks dan ketercapaian kurikulum dengan meng-gunakan metode ceramah yang menye-babkan siswa hanya duduk diam selama proses pembelajaran (Sudana dkk., 2010). Proses pembelajaran dengan menggu-nakan metode ceramah tanpa mengaitkan dengan gejala alam menyebabkan siswa merasa terkekang di dalam mengem-bangkan kreativitas, kemampuan melaku-kan eksperimen, berhipotesis serta kete-rampilan proses yang seharusnya dimiliki oleh siswa menjadi tidak berkembang. Keterlibatan siswa dalam proses pembe-lajaran IPA di sekolah dasar umumnya masih rendah karena terlalu berorientasi kepada guru, peserta didik hanya difo-kuskan terhadap penguasaan teori dan hafalan yang menyebabkan pemahaman konsep peserta didik menjadi terhambat. Metode pembelajaran yang terlalu bero-rientasi kepada guru (teacher centered) cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan, serta pertumbuhan, dan per-kembangan anak, sehingga proses pembe-lajaran yang menyenangkan, mengasikkan,
dan mencerdaskan kurang optimal
(Muharam dkk., 2010). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masih banyak guru yang kuarang menerapkan keterampilan proses kepada siswanya, cara guru yang cenderung menggunakan meto-de ceramah mengakibatkan peserta didik tidak dapat menggali pengetahuannya sendiri. Sehingga tidak jarang peserta didik melupakan materi pembelajaran dengan begitu cepat karena konsep yang dimiliki hanya bersifat hafalan bukan pemahaman.
Permasalahan di atas terjadi di SD Gugus II Kecamatan Mendoyo, yaitu pemahaman konsep siswa kelas V masih rendah. Siswa belum mampu menunjukkan pemahaman konsep yang baik. Berda-sarkan hasil observasi awal di SD gugus II kecamatan Mendoyo, rendahnya pemaha-man konsep siswa disebabkan oleh bebe-rapa faktor, yaitu pertama, pembelajaran cenderung bersifat teacher centered atau masih didominasi oleh pembelajaran kon-vensional, dimana guru masih banyak menceramah konsep atau teori yang dia-jarkan. Hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi siswa dalam kegiatan
pembe-lajaran sehingga siswa cepat merasa jenuh dalam pembelajaran IPA. Kedua, pembe-lajaran masih didominasi oleh aspek hafalan. Hal tersebut berakibat pada menu-runnya pemahaman konsep IPA siswa karena siswa dengan begitu cepat melu-pakan materi yang telah diajarkan karena konsep yang dimiliki berupa hafalan bukan pemahaman. Ketiga, pembelajaran belum
diorientasikan pada masalah-masalah
nyata (real). Selain itu, aktivitas belajar berupa pengamatan (observasi) di ling-kungan sekitar siswa jarang dilakukan. Sehingga pengetahuan siswa menjadi tidak berkembang karena hanya terpaku pada apa yang dipaparkan dalam buku sumber yang dipelajari. Kondisi demikian, berpe-ngaruh terhadap rendahnya pemahaman konsep yang dimiliki oleh siswa.
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada proses pembelajaran IPA, untuk itu perlu adanya suatu perbaikan dalam proses pembe-lajaran agar pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran IPA menjadi lebih baik. Upaya perbaikan yang dapat dila-kukan diantaranya adalah dengan menggu-nakan model pembelajaran Heuristik Vee. Model Heuristik Vee merupakan salah satu model yang dikembangkan oleh Gowin sejak tahun 1977 sebagai suatu pende-katan untuk membantu peserta didik dalam
memahami struktur pengetahuan dan
proses berbagai pengetahuan dikons-truksikan (Suastra, 2009). Heuristik me-rupakan sustu cara yang dipakai untuk memecahkan masalah dengan menggu-nakan prosedur-prosedur penemuan dalam ilmu pengetahuan. Sedangkan Vee dalam Heuristik Vee merupakan diagram yang
berbentuk “V”. Jadi, Heuristik Vee dapat
diartikan sebagai cara memecahkan
masalah dengan menggunakan
prosedur-prosedur penemuan yang dituangkan
dalam diagram “V”. Model pembelajaran
Heuri Heuristik Vee diyakini efektif
membantu siswa dalam memahami struktur ilmu pengetahuan dengan pemahaman yang lebih baik (Daoud, 2007).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran Heuristik Vee dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model pembelajaran langsung (direct
instruction) pada siswa kelas V SD Gugus II
Kecamatan Mendoyo Tahun Pelajaran 2013/2014.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka model pembelajaran Heuristik Vee diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pemahaman konsep IPA siswa jika dibandingkan dengan metode mengajar guru yang diterapkan di kelas selama ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk mengadakan suatu penelitian
eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Heuristik Vee terhadap
Pemahaman Konsep IPA Siswa Kelas V SD Gugus II Kecamatan Mendoyo Tahun Pelajaran 2013/2014.
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (quasi
experiment). Penelitian ini dilakukan di SD
Gugus II Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana yang terdiri dari sepuluh sekolah dasar dengan rentang waktu pelaksanaan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Mendoyo, Kabupaten
Jembra-na yang berjumlah 249 orang. Berdasarkan
hasil analisis dengan uji anava satu jalur pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhit sebesar 0,76 sedangkan nilai Ftab untuk taraf signifikansi 5% sebesar 1,94. Dengan demikian terlihat Fhit < Ftab,. Dari pernyataan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA siswa SD kelas V di gugus II Kecamatan Mendoyo Kabupaten Jembrana diterima. Jadi tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep IPA Kelas V SD di gugus II Kecamatan Mendoyo atau dapat diinterpretasikan bahwa populasi setara.
Cara yang digunakan untuk
menentukan sampel adalah group random
sampling. Setelah dirandom didapatkan
bahwa SD Negeri Delodbrawah sebagai kelas eksperimen. Sedangkan SD Negeri 2 Pergung sebagai kelas kontrol. Untuk mengetahui kesetaraan sampel maka,
dilakukan uji-t dengan rumus polled varians. Berdasarkan hasil perhitungan uji
kese-taraan dari kedua sampel diperoleh nilai thit
sebesar 0,24 sedangkan nilai ttab untuk
taraf signifikansi 5% sebesar 2,00. Ini berarti bahwa harga thit lebih kecil dari ttab. Jadi tidak terdapat perbedaan pemahaman
konsep IPA Kelas V SD Negeri
Delodbrawah dan siswa kelas V SD Negeri 2 Pergung dapat diinterpretasikan bahwa sampel setara.
Rancangan eksperimen yang
digunakan adalah post-test only control
group design (dalam Dantes, 2012).
Penelitian ini menyelidiki pengaruh satu variabel bebas (independent) dan satu variabel terikat (dependent). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran Heuristik Vee dan model pembelajaran langsung. Sedangkan va-riabel terikat adalah pemahaman konsep IPA.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode tes. Menurut Agung (2012:66), “metode tes dalam kaitannya dengan penelitian iyalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seorang atau sekelompok orang yang di tes (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor (data interval)”. Data pemahaman konsep IPA diperoleh melalui tes objektif diperluas. Tujuan menggunakan tes seperti ini agar siswa tidak hanya asal menjawab soal, melainkan siswa harus mengungkapkan alasan dari jawaban yang mereka pilih, sehingga siswa tidak hanya memilih
jawaban yang dianggap benar. Tes
pemahaman konsep ini digunakan pada
post-test untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Sebelum melakukan uji coba tes, dilakukan uji judges terhadap instrumen pemahaman konsep IPA yang telah dibuat. Tahapan selanjutnya melaku-kan uji coba tes. Data yang diperoleh dari uji coba instrumen dianalisis dengan menggunakan uji validitas butir tes, uji reliabilitas tes, indeks daya beda (IDB), dan
indeks kesukaran butir (IKB). Pada
penelitian ini, analisis dilakukan dengan
menggunakan bantuan program komputer
Microsoft Office Excel 2007 for Windows.
Berdasarkan hasil validitas butir soal yang dilakukan di SDN 2 Tegalcangkring, SDN 4 Tegalcangkring, dan SDN 5 Tegalcangkring
dengan jumlah responden 63 orang
diperoleh jumlah butir soal valid sebanyak 20 soal dari 20 soal yang diuji cobakan. Hasil uji reliabilitas tes diperoleh sebesar
0,80 yang termasuk dalam kriteria
reliabilitas tinggi. Berdasarkan hasil uji tingkat kesukaran diperoleh, 18 butir soal berada pada kriteria sedang dan 2 butir
soal berada pada kriteria mudah.
Berdasarkan hasil uji daya beda, diperoleh 1 butir soal berada pada kriteria kurang baik dan 11 butir soal berada pada kriteria cukup baik, 8 butir soal berada pada kriteria baik.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif dan uji-t. Statistik deskriptif yang dicari adalah mean, varians, dan standar deviasi. Uji-t digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Rumus uji-t yang digunakan adalah polled varians (n1 ≠ n2 dan varians
homogen dengan db = n1 + n2 – 2).
Sebelum melaksanakan pengujian hipotesis maka sebelumnya dilakukan uji prasyarat hipotesis. Adapun uji prasyarat yang dilakukan adalah uji normalitas sebaran data dengan analisis chi-kuadrat dan uji homogenitas varians dengan
menggunakan uji-F. Data penelitian
dikatakan berdistribusi normal jika
hitung 2
<2tabel dengan taraf signifikansi 5%
dan derajat kebebasan dk= jumlah kelas-parameter-1. Varians dikatakan homogen jika Fhitung< Ftabel pada taraf signifikansi 5%
dengan derajat kebebasan (db) = n1-1
untuk pembilang dan (db) = n2-1 untuk
penyebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data pema-haman konsep pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Data Pemahaman Konsep IPA
Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Mean 29,72 23,03 Varians 20,21 17,91 Standar Deviasi 4,49 4,23 Skor Maksimum 37 33 Skor Minimum 21 18 Rentangan 16 15
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari variabel pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, skor pemahaman konsep siswa dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui skor rata-rata kelompok eksperimen adalah 29,72, jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada kategori tinggi. Sedangkan skor rata-rata kelompok kontrol adalah 23,03, jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima berada pada kategori sedang.
Sebelum melakukan uji hipotesis, harus dilakukan beberapa uji prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homo-genitas varian. Uji normalitas ini dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel tersebut bedistribusi normal. Data post-test pemahaman konsep IPA terbukti baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol berada pada distribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat, diperoleh
hitung 2
hasil post-test kelompokeksperimen adalah 3,930 dan
2tabeldengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti,
2hitung hasilpost-test kelompok eksperimen lebih kecil
dari
2tabel (
2hitung
2tabel) sehinggadata hasil post-test kelompok eksperimen
berdistribusi normal. Sedangkan,
2hitunghasil post-test kelompok kontrol adalah 5,057 dan
2tabel dengan taraf signifikansi5% dan dk = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti,
hitung 2
hasil post-test kelompok kontrollebih kecil dari
2tabel (
2hitung
2tabel)sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang kedua yaitu uji homogenitas. Uji homogenitas varians data pemahaman konsep IPA dianalisis dengan uji F dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan
tabel di atas, diketahui Fhitung hasil post-test
pemahaman konsep IPA kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1,14. Sedangkan Ftabel dengan dbpembilang =
29, dbpenyebut = 32, dan taraf signifikansi 5%
adalah 1,82. Hal ini berarti, varians data hasil post-test pemahaman konsep IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen.
Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil post-test kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Berdasarkan hal tersebut, dilanjutkan pada pengujian hipo-tesis penelitian dengan menggunakan uji-t. Adapun hasil analisis untuk uji-t dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Hipotesis Kelompok Data Pemahaman
Konsep
Varians (s2)
n Db
(n1+n2-2)
thitung ttabel Kesimpulan
Kelompok Eksperimen 20,21 32
64 5,54 2,00 thitung > ttabel
(H0 ditolak)
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t,
diperoleh thitung sebesar 5,54. Sedangkan,
ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = 64 (32 + 34 - 2) adalah 2,00. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Heuristik Vee dan
siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas V sekolah dasar Gugus II Kecamatan Mendoyo tahun pelajaran 2013/2014. Sehingga model pembelajaran
Heuristik Vee berpengaruh terhadap
pemahaman konsep IPA siswa.
Model pembelajaran Heuristik Vee yang diterapkan pada kelompok ekspe-rimen dan model pembelajaran langsung yang diterapkan pada kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan penga-ruh yang berbeda pada pemahaman konsep IPA siswa. Secara deskriptif, pemahaman konsep IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Heuristik Vee lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung. Hal ini didasarkan pada skor rata-rata hasil
post-test 29,72 berada pada kategori tinggi.
Dan skor rata-rata hasil post-test
pemahaman konsep IPA kelompok kontrol adalah 23,03 berada pada kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis data dengan uji-t diperoleh thit = 5,54 dan t-tab (db = 64) dan taraf signifikansi 5%) = 2,00. Ini berarti H0 ditolak dan HI diterima. Dengan kata lain, pemahaman konsep IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Heuristik Vee lebih tinggi secara signifikan daripada pemahaman konsep IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung.
Perbedaan yang signifikan antara
siswa yang belajar dengan model
pembelajaran Heuristik Vee dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung disebabkan karena perbedaan perlakuan pada proses pembelajaran. Ditunjukkan bahwa pemahaman konsep IPA dengan penerapan model
pembe-lajaran Heuristik Vee lebih baik dari pada pemahaman konsep IPA peserta didik dengan model pembelajaran langsung. Model pembelajaran Heuristik Vee mem-bantu siswa menemukan konsep antara apa yang mereka miliki/ketahui dengan
pengetahuan baru yang berusaha
dikonstruksi atau dipahami. Selain itu juga, model pembelajaran Heuristik Vee
memi-liki nilai psikologis, sebab model
pembelajaran Heuristik Vee tidak hanya mendorong belajar secara bermakna tetapi juga membantu siswa memahami proses menemukan pengetahuan (Novak & Gowin, 1984). Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (dalam Suastra, 2009) yang mengungkapkan bahwa penge-tahuan itu dibangun (dikonstruksi) sendiri
oleh siswa sambil siswa mengatur
pengalaman-pengalamannya yang terdiri
atas struktur-struktur mental atau
skemata-skemata yang sudah ada pa-danya.
Model pembelajaran Heuristik Vee lebih banyak memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat langsung dalam suatu penemuan konsep, sehingga siswa termotivasi untuk mencari kebenaran dari suatu konsep. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Heuristik Vee yang telah diterapkan yaitu: 1) orientasi, 2) pengungkapan gagasan peserta didik, 3)
pengungkapan permasalahan/fokus
pertanyaan, 4) pengkonstruksian pe-ngetahuan baru, 5) evaluasi (Suastra, 2009).
Tahap orientasi merupakan tahap pertama model pembelajaran Heuristik Vee. Pada tahap ini pengetahuan awal siswa yang terkait dengan topik yang akan dipelajari digali oleh guru. Pada tahap ini siswa memikirkan atau mengingat kembali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang telah diketahui sebelumnya. Dengan demikian dapat memberikan informasi kepada guru mengenai sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan.
Tahap kedua yaitu pengungkapan gagasan awal siswa. Pada tahap ini, siswa
mengungkapkan gagasan konseptual
yang dimilikinya sesuai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dan siswa mengungkapkan gagasan
konseptual sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Guru tidak dibenarkan menyalahkan gagasan yang disampaikan oleh siswa.
Tahap ketiga yaitu pengungkapan
permasalahan/fokus pertanyaan. Pada
tahap ini guru mengajukan permasalahan yang berkaitan dengan penyelidikan yang
dilakukan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan kunci. Pertanyaan kunci di-magsudkan agar siswa fokus terhadap suatu permasalahan tertentu dan siswa
dapat menjawab pertanyaan sesuai
dengan permasalahan yang dibahas. Tahap keempat yaitu pengkons-truksian pengetahuan baru. Pada tahap keempat ini siswa melakukan penyelidika, mengerjakan LKS ataupun melakukan percobaan bersama anggota kelompoknya dengan mengumpulkan informasi dan menguji konsep yang mereka miliki sebelumnya sehingga diperoleh konsep yang ilmiah. Siswa membuat catata hasil pengamatan serta membuat kesimpulan dalam bentuk klaim pengetahuan atau nilai. Aktivitas guru pada tahap ini adalah sebagai fasilitator dan mengamati aktivitas siswa. Tahap ini merupakan tahap yang menyediakan pemerolehan pengalaman nyata bagi siswa, dimana siswa secara langsung dihadapkan pada permasalahan. Tahap terakhir yaitu tahap eva-luasi. Tahap ini merupakan tahap yang bermagsud untuk menggali kembali ide-ide, pengetahuan atau keterampilan siswa yang telah mereka pelajari. Untuk me-ngevaluasi konsep atau gagasan mana yang mana paling sesuai dalam men-jelaskan fenomena yang dipelajari dan pengkonstruksian pengetahuan baru dari masing-masing kelompok. Guru meminta siswa melakukan tanya jawab (diskusi kelas) yang dipandu oleh guru. Guru mencatat ide-ide pokok yang sesuai dengan konsep ilmiah di papan tulis dan mendiskusikan konsep siswa yang salah. Dengan demikian siswa dapat melihat ketidaksesuaian gagasan yang dimiliki sebelumnya dan kemudian mengubahnya.
Berdasarkan langkah-langkah
pembelajaran yang sudah dilaksanakan dengan model pembelajaran Heuristik Vee, terlihat bahwa pelaksanaan pem-belajaran di kelas memberi tanggapan
positif karena dalam pembelajarannya seluruh siswa berperan aktif mengkons-truksi pengetahuannya dalam menemukan suatu konsep, tidak hanya menunggu transfer pengetahuan dari guru seperti pola pembelajaran langsung. Hal itu, ditunjukkan dengan lebih banyak
keter-libatan selama proses pembelajaran
berlangsung.
Model pembelajaran Heuristik Vee yang diterapkan pada kelompok
eks-perimen telah berhasil memberikan
pengaruh yang baik terhadap pemahaman konsep IPA siswa. Penelitian sebelumnya yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian Wibawa (2009), hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh model pembelajaran Heuristik Vee ditinjau dari kemampuan berpikir divergen dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.
Penelitian sebelumnya yang juga mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian Ardianan (2011), dalam pe-nelitiannya diperoleh bahwa terdapat peningkatan nilai prestasi belajar mate-matika siswa disetiap siklus pembelajaran dengan menggunakan model pembe-lajaran Heuristik Vee. Hal ini disebabkan oleh penerapan model pembelajaran Heuristik Vee dapat mening-katkan rasa percaya diri siswa dan dapat mening-katkan minat serta dapat menumbuhkan perhatian siswa terhadap mata pelajaran matematika. Penelitian lain yang juga mendukung hasil penelitian ini adalah
penelitian Fortuna (2012), dengan
kesimpulan bahwa hasil belajar IPA siswa
yang mengikuti model pembelajaran
Heuristik Vee lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensioanal.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Heu-ristik Vee pemahaman konsep IPA yang
diperoleh siswa menjadi lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan mo-del pembelajaran langsung.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Deskripsi pemahaman konsep siswa kelompok
kontrol yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran langsung tergolong sedang dengan rata-rata (M) 23,03. (2)
Deskripsi pemahaman konsep siswa
kelompok eksperimen yang dibelajarkan
menggunakan model pembelajaran
Heuristik Vee tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 29,72. (3) Bahwa terdapat perbedaan yan g siginifikan pemahaman konsep IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Heuristik Vee dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas V di SD Gugus
II Kecamatan Mendoyo, Kabupaten
Jembrana, Tahun Pelajaran 2013/2014. Rata-rata skor pemahaman konsep IPA kelompok yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Heuristik Vee lebih besar dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pem-belajaran langsung, yaitu 29,72 > 23,03.
Hal ini menunjukkan bahwa Model
pembelajaran Heuristik Vee lebih ber-pengaruh baik terhadap pemahaman konsep IPA siswa dibandingkan dengan
model pembelajaran
langsung.
Saran yang dapat disampaikan
berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut . (1) Bagi guru di sekolah dasar hendaknya lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang lebih inovatif sehingga mampu meningkatkan pemahaman konsep siswa.
(3) Bagi sekolah, yang mengalami
permasalahan dalam hal kurangnya
pemahaman konsep siswa khususnya dalam pembelajaraan IPA, dapat mene-rapkan model pembelajaran Heuristik Vee atau model pembelajaran inovatif lainnya dalam pembelajaran guna mengatasi permasalahan tersebut. (3) Bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Heuristik Vee dalam bidang IPA maupun bidang ilmu lainnya yang
sesuai, hendaknya memperhatikan
kendala-kendala yang dialami dalam
penelitian ini, diantaranya masalah waktu penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih sempurna.
DAFTAR RUJUKAN
Agung, A.A. Gede. 2012. Metodelogi
Penelitian Pendidikan. Singaraja:
Fakultas Ilmu Pendidikan.
Ardiana, I.W. 2011. “Implementasi Model Pembelajaran Heuristik-V dengan Peta Konsep untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII A6 SMP Negeri 1
Singaraja”. Skripsi (tidak
diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha.
Dantes, Nyoman. 2012. Metode
Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
Doud, T.M. 2007. “The Effect of Vee Heuristic on Students’ Meaningful Learning in Physics Grade 10 Laboratories”. Thesis. American
University of Beirut.
Fortuna, D. 2012. “Pengaruh Model
Pembelajaran Heuristik Vee
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III Di SD No 1 dan SD No 2 Kuwun Kecamatan Marga, Tahun
Pelajaran 2011/2012”. Skripsi
(tidak diterbitkan): Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja.
Kusumojanto, D
&
Popy Herawati. 2009.“Penerapan Pembelajaran
Koope-ratif Model NHT pada Mata
Pelajaran Diklat Manajemen
Perkantoran, Kelas X APK, di SMK Ardjana Malang”. Jurnal Penelitian
Pendidikan. Universitas Negri
Malang. 91-108.
Muharram, H, dkk. 2010. Pengembangan
Model Pembelajaran IPA SD
Berbasis Bahan Di Lingkungan Sekitar Melalui Pendekatan Starter Eksperimen. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol 16 Edisi
Khu-sus:http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/ju rnal/1610311320_02152673.pdf Novak, J.D., & Gowin, B.D. 1984. Learning
how to Learn. Cambridge: University Press.
Samatowa, U. 2010. Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks.
Sudana, dkk. 2010. Bahan Ajar:
Pendidikan IPA SD. Singaraja:
Undiksha.
Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran
Sains Terkini. Singaraja: Undiksha.
Tiarani, Vinta A. 2007. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Artikelpdf.
Trianto. 2012. Model Pembelajaran
Terpadu. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Wibawa, I.M. Citra. 2009. Pengaruh
Pembelajaran Heuristik Vee terhadap Prestasi Belajar IPA Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Divergen. Thesis (tidak diterbitkan).
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.