• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD Kota Yogyakarta tahun 2012 ini dilaksanakan salah satunya untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 25 tahun 2004 dibuat agar pembangunan daerah di Kota Yogyakarta terarah sehingga adanya target yang akan dicapai yang terdapat dalam RPJMD tersebut. Pencapaian target dapat dilihat melalui indikator-indikator yang telah dibuat sebelumnya. Indikator adalah tolak ukur untuk menentukan bagaimana tingkat keberhasilan di Kota Yogyakarta dari program-program yang telah dibuat oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Indikator menghasilkan data yang berasal dari pelaksanaan program yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.

Program wajib belajar berkolerasi kuat dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan tolak ukur pembangunan khususnya pembangunan manusia yang dilakukan di suatu wilayah pada waktu tertentu atau secara spesifik. Wajib belajar sembilan tahun menjadi penting karena memiliki hubungan dengan IPM. Sebagaimana diketahui, IPM sangat terkait dengan daya saing suatu bangsa. Suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, maka kualitas hidup masyarakat juga tinggi.

(2)

2 Salah satu cara dalam menilai keberhasilan meningkatkan kesejahteraan rakyat, adalah dengan memakai indikator sebagaimana yang digunakan oleh United Nation Development (UNDP). Ukuran keberhasilan itu ditampilkan dalam indeks yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator gabungan dari beberapa indikator, yaitu indikator kesehatan (ditunjukkan dengan indeks angka harapan hidup waktu lahir), indikator pendidikan (ditunjukkan dengan indeks angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indikator ekonomi (ditunjukkan dengan konsumsi per kapita yang disesuaikan/indeks daya beli penduduk). Ketiga indikator ini dianggap dapat mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah. Adapun IPM Kota Yogyakarta yaitu:

Tabel 1.1

IPM Kota Yogyakarta Menurut Komponen,2007-2010

Indikator 2007 2008 2009 2010*

1.Angka harapan saat lahir (tahun) 73,2 73,3 73,4 73,4 2.a Angaka melek huruf (persen)

2.b Rata-rata pengeluaran riil perkapita disesuaikan(ribu rupiah) 97,6 11,0 97,7 11,4 97,9 11,5 97,9 11,5

3.Rata-rata pengeluaran riil perkapita disesuaikan (ribu rupiah)

640,6 645,1 647,6 649,7

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 78,2 78,9 79,3 79,5

(3)

3 IPM dan komponennya dapat dilihat pada tabel di atas yang memperlihatkan seberapa besar tingkat pencapaian yang telah dilakukan khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. IPM Kota Yogyakarta pada tahun 2010 sebesar 79,5 meningkat bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2008 dan 2009 yang masing-masing sebesar 78,9 dan 79,3. Bila diukur berdasar skala internasional nilai IPM ini masih dalam skala menengah atas (IPM antara 66-79). Peningkatan yang pesat terjadi pada pengeluaran riil per kapita yang naik dari sekitar 647,6 ribu rupiah pada 2009 menjadi sekitar 649,7 ribu rupiah pada tahun 2010. Angka harapan hidup waktu lahir di daerah ini relatif panjang, yaitu sekitar 73,4 tahun. Sementara angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah juga relatif baik, yang masing-masing pada tahun 2009-2010 secara berturut terdapat sekitar 97,9 persen, angka melek huruf sudah mencapai target.

Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah diharapkan dapat mencerminkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan penduduk.Yang dimaksud dengan angka melek huruf (AMH) adalah persentase penduduk 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis.

Dapat dilihat pada tabel 1.2, persentase penduduk 15 tahun ke atas, melek huruf di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 98 persen pada tahun 2010. Angka melek huruf ini relatif tidak berubah pada periode tahun 2009-2010 yang nilainya sekitar 97,9 persen. Sehingga, peringkat IPM di Kota Yogyakarta menempati posisi pertama atau nilainya terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia, Kota Yogyakarta juga berada

(4)

4 pada peringkat kedua karena sudah padatnya penduduk di wilayah tersebut, tetapi indeks daya beli yang berubah banyak dan angka melek huruf yang ada kecenderungan meningkat.

Tabel 1.2

Perbandingan Indikator Penyusun IPM dengan Kota Yogyakarta,

2009-2010

Wilayah Angka harapan hidup

(tahun)

Angka melek huruf (%) 2009 2010* 2009 2010* Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta 74,1 71,2 70,9 74,8 73,4 74,4 71,3 71,0 75,1 73,4 89,5 89,1 84,5 92,2 97,9 90,7 91,0 84,7 92,6 98,0 Provinsi D.I Yogyakarta 73,2 73,2 90,2 90,8

Sumber :IPM Kota Yogyakarta 2010

Pembangunan pendidikan yang pada hakekatnya adalah suatu proses kebudayaan ternyata merupakan tanggung jawab barbagi pihak, yaitu antara pemerintah, masyarakat dan warga belajar itu sendiri1. Maka tidaklah mengherankan jika realisasi pendidikan suatu masyarakat akan berlangsung dilaksanakan lewat lingkungan keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam mewujudkan pendidikan

1

Wibowo, Sumintarsih, Mujiyono, Suhartinah, Poliman. 1996. Dampak Pembangunan Pendidikan Terhadap Kehidupan Sosial

(5)

5 yang lebih berkualitas perlu adanya program pendidikan wajib belajar sembilan tahun.Program wajib belajar sembilan tahun merupakan kebijakan pemerintah.

Pendidikan Wajib Belajar 9 tahun sejalan dengan semangat untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan. Pada batang tubuh pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Di dalam GBHN 1993, Pemerintah harus berupaya untuk memperluas kesempatan pendidikan baik pendidikan dasar, pendidikan menengah kejuruan, maupun pendidikan professional, melalui jalur sekolah dan jalur luar sekolah.Dalam rangka memperluas kesempatan belajar pendidikan dasar, maka pada pada tanggal 24 Mei 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Bahkan, program wajib belajar sembilan tahun mengakomodir semangat pendidikan secara Internasional, bahwa pendidikan merupakan hak setiap umat manusia yang termuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pada pasal 26 ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar.

Pelaksanaan pendidikan wajib belar sembilan tahun telah diatur dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003. Dalam (pasal 5 ayat 1 dan 5) tertulis bahwa

(6)

6 sistem pendidikan nasional memberikan hak kepada setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu danberhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat bagi warga yang memiliki kelainan emosional, mental, intelektual, dan sosial serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Begitupula warga negara yang berada di daerah terpencil berhak memperoleh pelayanan khusus (pasal 5 ayat 2, 3, dan 4). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan wajib belajarsembilan tahun bagi anak usia 7 sampai 15 tahun harus diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat tanpa dipungut biaya. Dapat diartikan bahwa pelaksanaan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di Indonesia tidak bersifat paksaan melainkan persuasif, tidak ada sansi hukum, tidak diatur oleh Undang-Undang tersendiri, dan keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat.

Pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun selama empat tahun pertama sejak dicanangkan menunjukkan hasil cukup memuaskan. jumlah siswa pendidikan dasar pada tahun 1994 sebanyak 36,44 juta orang (siswa SD+MI 29,46 juta dan siswa SLTP+MTs 6,98 juta). Pada tahun 1997, jumlah siswa pendidikan dasar meningkat menjadi 39,01 juta orang (siswa SD+MI 29,27 juta dan siswa SLTP+MTs 9,73 juta). Dilihat dari skala lokal, tingkat pencapaian angka partisipasi tiap propinsi bervariasi. Pada tahun 1994, hanya dua propinsi yang mencapai APK SLTP + MTs lebih dari 80% (tuntas pratama), yaitu DI Yogyakarta

(7)

7 dan DKI Jakarta. Pada tahun 1997, jumlah propinsi yang mencapai batas minimal tuntas tersebut menjadi lima, yaitu DI Yogyakarta (116,54%), DKI Jakarta (102,61%), Bali (89,52%), Sumatera Barat (83,99%), dan Sumatera Utara (83,36%). Dilihat dari sisi yang lain, pada tahun yang sama, terdapat enam propinsi yang mempunyai APK wajib belajar sembilan tahun di bawah 60%, yaitu; propinsi Kalimantan Barat (57,10%), Kalimantan Tengah (59,45%), Sulawesi Tengah (56,54%), Nusa Tenggara Barat (58,65%), Nusa Tenggara Timur (55,24%), dan Irian Jaya (52,34%). Pada tahun 1998, posisi tingkat pencapaian wajib belajar 9 tahun berdasarkan propinsi ini masih relatif sama. Namun hampir semua propinsi mengalami penurunan tingkat APK SLTP + MTs (maksimal 1,54%), kecuali 7 propinsi yang mengalami kenaikan APK tetapi sangat minimal, yaitu DI Yogyakarta, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, dan Irian Jaya2. Dilihat dari data diatas, DI Yogyakarta merupakan salah satu propinsi yang mengalami kenaikan APK, keberhasilan dalam pencapaian wajib belajar sembilan tahun terjadi sejak tahun 1994 hingga pada tahun 1998.

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan. Apabila pendidikan rendah maka akan mengalami berbagai kendala dalam memperoleh pekerjaan atau bahkan menjadi hambatan perkembangan bangsa atau suatu wilayah. Semakin tinggi jenjang pendidikan suatu masyarakat maka

2

http://sejati45.blogspot.com/2012/09/pelaksanaan-wajib-belajar-9-tahun.html,  Diakses, Sabtu 8 Februari 2013. Pukul 13.14 WIB.

(8)

8 biasanya akan semakin baik pula kualitas hidup manusianya. Angka partisipasi sekolah merupakan suatu indikator untuk mengukur proporsi anak yang bersekolah pada suatu kelompok usia sekolah tanpa memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang diikuti.

Tabel 1.3

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Wajar 9 Tahun dan Angka

Melek Huruf Dewasa di Kota Yogyakarta, 2008-2010

Karakteristik 2008 2009 2010

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

7-12 99,6 99,9 99,9

13-15 93,0 90,1 92,3

Angka Melek Huruf Dewasa 97,7 97,9 98,0

Sumber : Susenas 2008 – 2010, diolah

Menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2008-2010 di Kota Yogyakarta tidak terjadi perubahan angka partisipasi sekolah yang besar pada penduduk usia wajib belajar sembilan tahun. APS pada kelompok usia 7-12 tahun pada 2010 mencapai 99,9 persen, sedangkan APS pada kelompok 13-15 tahun sekitar 92,3 persen. Artinya hampir tidak ada yang belum pernah sekolah pada umur 7-12 tahun, tetapi masih terdapat sekitar 8 persen yang tidak terdaftar dan aktif pada jenjang pendidikan dasar 13-15 tahun. Meskipun wajib belajar sembilan tahun sudah digalakkan, akan tetapi masih ditemui anak yang drop out (putus sekolah) di kota ini, walaupun

(9)

9 persentasenya tidak begitu besar. Indonesia Human Development Report (2004) menyebutkan pada tahun 2002 angka putus sekolah di Kota Yogyakarta untuk kelompok usia 7-15 tahun sebesar 2,1 persen, sedangkan untuk kelompok usia 16-18 tahun sebesar 0,9 persen. Sementara menurut laporan Dinas Pendidikan ada 13 kasus putus sekolah di SD dan 25 kasus di SLTP pada tahun ajaran 2009/2010. Kejadian putus sekolah dengan alasan antara lain ketidakmampuan biaya, tidak suka atau malu, membantu mencari nafkah, dan membantu mengurus rumah tangga.

Angka partisipasi murni adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun. APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Berikut disajikan data APM Kota Yogyakarta.Bagian ini diawali dengan pengantar analisis. Selanjutnya, pada bagian ini dijelaskan kondisi umum aspek pelayanan umum sebagai bagian dari indikator kinerja pembangunan secara keseluruhan. Berbagai indikator yang telah diolah pada tahap perumusan, peraturan ini dapat ditampilkan, khususnya indikator yang paling dapat menjelaskan kondisi dan perkembangan aspek pelayanan umum daerah bersangkutan. Lebih lanjut dipaparkan tentang fokus urusan layanan wajib dan fokus urusan layanan pilihan.

(10)

10

Tabel 1.4

Angka Partisipasi Murni Kota Yogyakarta Tahun 2007-2010

No Jenjang pendidikan 2007 2008 2009 2010

1 SD/MI 123,52% 125,52% 122,36% 119,42%

2 SMP/MTS 95,8% 92,71% 84,40% 90,12%

3 SMA/SMK/MA 86,97% 84,29% 80,85% 78,91%

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, 2011

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa APM Kota Yogyakarta untuk jenjang pendidikan SD pada tahun 2007-2008 mengalami kenaikan, sedangkan pada tahun 2009-2010 mengalami penurunan. Demikian halnya dengan jenjang pendidikan SMP dimana pada tahun 2007-2010 mengalami penurunan. Sedangkan untuk pendidikan SMA, juga mengalami penurunan yaitu pada tahun 2007 sebesar 86,97% dan pada tahun 2010 menjadi 78,91%. Penurunan APM tersebut disebabkan karena penambahan sekolah negeri di wilayah sekitar Kota Yogyakarta. Oleh karena itu untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di Kota Yogyakarta dilakukan beberapa langkah antara lain adanya program Konsultasi Belajar Siswa (KBS) On line secara interaktif melalui media kbs.jogjakarta.go.id, Radio Anak, serta konsultasi langsung bagi siswa pemegang Kartu Menuju Sejahtera (KMS) sebagai media bimbingan belajar bagi siswa serta peningkatan kinerja pembelajaran guru yang bermuara pada peningkatan daya serap siswa melalui program pembelajaran berbasis tehnologi informasi (E-learning). Untuk memfasilitasi pelaksanaan program ini, telah dibangun

(11)

11 situs “jogjacerdas.org” yang berisi materi pembelajaran dari jenjang sekolah dasar sampai dengan pendidikan menengah.

Salah satu indikator meningkatnya kualitas pendidikan di suatu wilayah adalah meningkatnya sarana pendidikan seperti sekolah dan meningkatnya jumlah tenaga pendidik. Di Kota Yogyakarta, jumlah tenaga pendidik untuk jenjang pendidikan TK/RA tiap tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 sebanyak 972 dan pada tahun 2011 menjadi 1081 orang. Untuk pendidikan SD/MI mengalami penurunan pada tahun 2007 sebanyak 3244 sedangkan pada tahun 2011 menurun menjadi 2904 orang. Untuk tenaga pendidik SMA/SMK mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 sebanyak 3549 dan pada tahun 2011 menjadi 3594 orang. Peningkatan jumlah tenaga pendidik juga diikuti dengan meningkatnya jumlah pendidik yang bersertifikat sehingga dapat menghasilkan siswa siswi yang berkualitas dan berprestasi. Berikut data ketersediaan sekolah dan tenaga pendidik Kota Yogyakarta.

(12)

12

Tabel 1.5

Data Pelayanan Pendidikan Kota Yogyakarta Tahun 2007-2011

No URAIAN Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1 Banyaknya tenaga pendidikan/guru

a. TK/RA 972 979 1.034 1.033 1.081

b. SD/MI 3243 3.025 2.909 2.932 2.925

c. SMP/MTs 1960 1.809 1.998 1.852 1.933

d. SMA/MA 2043 2.081 1.944 1.947 1.945

e. SMK 1504 1.526 1.517 1.652 1.679

2 Banyaknya sekolah (unit)

a. TK/RA 212 212 211 208 211

b. SD/MI 192 192 184 175 174

c. SMP/MTs 65 65 64 64 65

d. SMA/MA 54 53 53 53 52

e. SMK 27 29 29 28 32

3 Banyaknya murid/siswa (anak)

a. TK/RA 11.799 11.987 11.567 11.374 11.684

b. SD/MI 46.489 46.518 46.280 46.182 46.112

c. SMP/MTs 24.476 24.386 24.430 23.941 23.590

d. SMA/MA 20.393 19.666 18.905 18.826 19.052

e. SMK 14.911 16.070 16.705 16.492 16.570

4 Rasio murid : guru (negeri & swasta) a. TK/RA 82,30 81,67 89,39 90,82 92,52 b. SD/MI 69,76 65,03 62,86 63,49 63,43 c. SMP/MTs 80,41 74,18 81,78 77,36 81,91 d. SMA/MA 100,18 105,82 102,83 103,42 102,09 e. SMK 100,87 94,96 90,81 100,17 101,33

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, 2011

(13)

13 Penghargaan atau keberhasilan yang diperolehdi Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan pada beberapa aspek, terutama pada aspek penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Salah satu bukti keberhasilan tersebut adalah diberikannya penghargaan pada tahun 2004 berupa Widyakrama, Departemen Pendidikan Nasional yaitu Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan 9 Tahun. Tidak hanya itu, keberhasilan wajib belajar di Kota Yogyakarta hingga saat ini yaitu meningkatnya angka partisipasi kasar hingga melibihi capaian target.

Keberhasilan suatu program didukung oleh berbagai faktor, faktor yang mempengaruhi keberhasilan program kebijakan pendidikan wajib belajar sembilan tahun yaitu faktor sumber daya dan faktor lingkungan, dimana ke dua faktor ini sangat berperan dalam pelaksanaan pendidikan. Sumber daya memiliki peranan penting yaitu manusia sebagai pelaksana yang memiliki kualitas pendidikan, serta untuk meningkatkan kualitas pendidikan manusianya.

Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai sumber daya manusia pendidikan baik pendidik maupun sumber daya manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya melakukan pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas sumber daya manusia yang

(14)

14 makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan inovatif serta siap dalam menghadapi ketatnya persaingan3.

Dalam tulisan ini disajikan keberhasilan pendidikan wajib belajar sembilan tahun. Sebagai objek penelitian adalah peran pemerintah Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Pengambilan obyek ini dengan peran pemerintah yang dapat menuntaskan pendidikan wajib belajar sembilan tahun, yang telah mendapatkan penghargaan. Disamping itu penelitian ini juga dimaksud untuk membahas faktor-faktor yang melatar belakangi peran pemerintah terhadap wajib belajar sembilan tahun.

Objek evaluasi yang dimaksud adalah program-program yang direncanakan oleh pemerintah Kota Yogyakarta di dalam kebijakan wajib belajar sembilan tahun. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat atau menilai program yang dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta dalam keberhasilan suatu program sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Keberhasil merupakan implementasi dari program pemerintah Kota Yogyakarta yang akan berpengaruh terhadap pembangunan daerah di Kota Yogyakarta.

Peranan pemerintah telah dijelaskan dalam Undang-Undang mengenai pelaksanaan pendidikan wajib belajar sembilan tahun, yang tercakup dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003.Dalam (pasal 5 ayat 1 dan 5) tertulis bahwa sistem pendidikan nasional memberikan hak kepada warga negara memperoleh pendidikan

3

(15)

15 yang bermutu dan berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Tetapi masih terdapat penurunan dalam angka partisipasi murni, tidak hanya itu jumlah tenaga pendidikpun mengalami penurunan. Padahal, Kota Yogyakarta mendapat penghargaan atas keberhasilan penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS

PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN KEBERHASILAN

WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KOTA YOGYAKARTA”.

1.2 Rumusan Masalah

Keberhasilan pendidikan pada suatu daerah dapat dilihat dari seberapa besar kesempatan penduduk dalam mengenyam pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu yang didukung oleh fasilitas yang memadai dalam pelayanan pendidikan sehingga dapat memberikan kualitas pada sumber daya manusia. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana peran pemerintah dalam menjalankan program-program untuk mencapai keberhasilanimplementasi kebijakan wajib belajar sembilan tahun di Kota Yogyakarta?

b. Sejauh mana faktor sumber daya dan faktor lingkungan mempengaruhi keberhasilan peran pemerintah dalamimplementasi kebijakan wajib belajar 9 tahun di Kota Yogyakarta?

(16)

16

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran serta sejauh mana program pemerintah dalam peningkatan keberhasilanwajib belajar sembilan tahun.

b. Untuk mengetahui sejauh mana faktor sumber daya dan faktor lingkungan mempengaruhi peningkatan keberhasilan wajib belajar sembilan tahun.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan informasi mengenai keberhasilan implementasi kebijakan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dalam menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.

b. Memberikan informasi bagi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peningkatan wajib belajar sembilan tahun, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan pelaksanaan kebijakan tersebut selanjutnya.

c. Sebagai referensi tambahan yang dapat digunakan untuk penelitian sejenisnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh risiko kredit, kecukupan modal, likuiditas, dan efisiensi operasional, net interest margin terhadap profitabilitas.

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf

Pencon bagian depan dari kuningan, bagian bahu dari besi dicat dengan Brom warna kuning emas, rancakan diberi list dengan brom warna kuning emas Pencon bagian depan dari

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

1. Keberadaan UKM kerajinan bambu di kampung Pajeleran kelurahan Sukahati telah berlangsung secara turun temurun dari generasi ke generasi, diperkirakan telah ada sejak