• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA

(STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN

BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

Oleh

Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko, Dony Apdillah dan Khodijah

ABSTRAK

Tingginya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat akan sumber daya memberikan tekanan ekologis terhadap ekosistem terumbu karang juga akan semakin meningkat dan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Tujuan dan Manfaat Kegiatan a) Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang. c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang lestari dan berkelanjutan.

Metode dan Analisis Data Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, pengamatan juga dilakukan terhadap mega bentos dan ikan karang. Dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu 54,63%, dan didominasi oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja (tabulate).

Pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sumber daya pesisir, Kabupaten Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Mengingat 95,7% wilayah Provinsi Kepulauan Riau berupa laut, ekonomi kelautan dapat menjadi keunggulan kompetitif menuju Provinsi Kepulauan Riau yang maju, adil-makmur, dan bermartabat.

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini biasa hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).

Pertambahan penduduk yang menghuni daerah pesisir, memberikan tekanan yang serius untuk terumbu karang. Rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan

(2)

pentingnya fungsi terumbu karang, ditambah lagi tidak mudahnya mencari alternatif pekerjaan menambah tekanan terhadap terumbu karang semakin tinggi dan kompleks. Cara pemanfaatan yang tradisionalpun, misalnya pemakaian bubu dibeberapa tempat karena dipakai dalam jumlah yang banyak telah menyebabkan kerusakan terumbu karang dalam skala yang relatif luas.

1) Makalah Seminar Penelitian Dosen

FIKP-UMRAH, 2) Ketua Peneliti, 3) Anggota Peneliti

Rusaknya terumbu karang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi ekologis terumbu karang yang sangat penting, yaitu (1) hilangnya habitat tempat terumbu karang dapat berkembang dengan baik didaerah tropis. memijah, berkembangnya larva (nursery), dan mencari maka bagi banyak sekali biota laut yang sebagaian besar mempunyai nilai ekonomis tinggi dan (2) hilangnya pelindung pulau dari dampak kenaikan permukaan laut. Jika tidak ada karang batu yang menghasilkan sedimen kapur, maka fungsi terumbu karang sebagai pemecah ombak akan berkurang karena semakin dalamnya air sehingga abrasi pantai akan secara perlahan semakin intensif (Mahmudi, 2003).

Dengan latar belakang dan permasalahan tersebut maka menarik untuk dilakukan studi yang bertujuan untuk melakukan kondisi terumbu karang Selain itu, dalam penelitian ini juga mengambarkan dan strategi pengelolaanya. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan penelitian ini.

Tujuan dan Manfaat Kegiatan

a) Mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

b) Mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang.

c) Membuat strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau secara lestari dan berkelanjutan

Data-data yang dihasilkan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan pengelola sumberdaya pesisir dan lautan khusunya ekosistem terumbu karang oleh Pemerintah Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.

METODOLOGI

Gambaran Umum Wilayah

Secara geografis Kabupaten Bintan terletak pada 20 00’ Lintang Utara, 10 20’ Lintang Selatan 1040 00’ Bujur Timur sebelah Barat,1080 30’ Bujur Timur sebelah Timur, dimana sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Natuna, sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Tanjungpinang dan Lingga, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kota Batam.

Kabupaten Bintan memiliki Luas Wilayah 87.717,84 Km2 dimana luas daratan 1.319,51 Km2 ( 1,49%) dan luas lautan 86.398,33 Km2 (98,51%), memiliki jumlah pulau 240 Pulau dengan 49 Pulau Berpenghuni dan 191 pulau tidak berpenghuni.

(3)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober - Desember 2008. diperairan Teluk Bakau Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi penelitian dapat dilihat pada (Gambar 3.1), dimana lokasi penelitian di bagi atas 2 stasiun pengamatan terdiri dari Stasiun I (Side A) dan Stasiun II (Side B), setiap stasiun memiliki 1 titik stasiun.

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Kebutuhan data primer biofisik dilakukan dengan cara metode survei di lapangan. Kegiatan dilapangan meliputi survei tentang data sekunder dan kegiatan wawancara dengan masyarakat setempat.

Metode dan Analisis Data

Pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan Snorkelling dan Manta Tow, yaitu pengamatan dengan menggunakan perahu dan papan manta yang berfungsi sebagai tempat mengikat tali dari perahu ke pengamat. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat menulis sampel serta contoh gambar dari jenis-jenis terumbu karang. Peneliti ditarik oleh perahu dengan tali 12 meter sepanjang terumbu karang yang telah disurvei awal. Bila tidak memungkinkan sebagai alternatif lain digunakan pelampung agar pengamat tetap berada di permukaan air untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dimana untuk mencari persentase penutupan terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP (1993), yaitu :

Menurut Bachtiar (2001) yang menyatakan bahwa persentase penutupan terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu :

(1) Kategori Sangat Jelek : 0 - 10 %

(2) Kategori Jelek : 11 - 30 % (3) Kategori Sedang : 31 - 50 % (4) Kategori Baik : 51 - 75 % (5) Kategori Sangat Baik : 76 - 100 %

Pantai Teluk Bakau merupakan daerah wisata pantai yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari manca negara maupun masyarakat setempat. Pantai ini memiliki hamparan pasir yang diselingi dengan ”teresterial rock” (batuan darat) dengan ukuran yang

besar. Pengambilan dengan metode

Manta Tow yang telah dilakukan

seluruhnya berjumlah 2 stasiun dengan masing-masing 1 titik stasiun yang meliputi daerah pesisir Pantai Teluk Bakau

Hasil pengamatan stasiun I, periaran teluk bakau dengan pantai berpasir putih ditumbuhi oleh vegetasi kelapa dan perdu. Panjang rataan terumbu sekitar 300 m ke arah laut. Pada saat pengamatan kondisi perairan berombak dan berarus dengan jarak pandang sekitar 10 m. Dasar perairan terdiri dari pasir dan karang mati yang ditumbuhi alga (TA) juga terdapat hamparan padang lamun. Karang didominasi oleh karang Acropora sp. dengan bentuk pertumbuhan seperti

Panjang penutupan jenis spesies-i

% Penutupan (C) = x 100% Total panjang jalur

(4)

meja (tabulate), bentuk pertumbuhan bongkahan (massive), juga karang non-Acropora yang didominasi oleh

Diploastrea heliopora dan Porites lutea dengan diameter koloni sekitar 2

m. Karang dengan bentuk pertumbuhan seperti daun (foliosa) dijumpai dari jenis Pacyseris rugosa. Bentuk pertumbuhan seperti jamur (mushroom) didominasi oleh Fungia

sp.

Kondisi penutupan terumbu karang di stasiun I rata-rata masih tergolong baik yaitu 52,83% dimana jenis Acropora menempati persentase tertinggi 23,09%. Namun demikian tingkat kerusakan terumbu karang sudah mencapai 47,16%. Kondisi ini tidak boleh didiamkan saja harus segera ada tindakan yang dapat mencegah ke arah kerusakan yang lebih parah lagi.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun I Tutupan Karang Tutupan Karang % % 1 Coral Submassive

9.22 Dead algae coral 32.41 2 Acropora Branching 8.57 Dead coral 14.75

3 Acropora Tabulate 11.85 4 Zoanthids 3.41 5 Ascidians 1.72 6 Coral millepora 2.28 7 Aropora digitate 2.67 8 Coral massive 7.24 9 Coral mushoorm 5.87 Jumlah 52.83 Jumlah 47.16

Pertumbuhan karang umumnya berupa kelompok-kelompok kecil dengan bentuk pertumbuhan bercabang (branching), seperti bongkahan (massive) dan mengerak (encrusting). Lereng terumbu landai , dengan jarak pandang di dalam air (visibility) rata-rata 5-7 m. Pertumbuhan karang ditemukan hanya sampai 4 – 10 m,

setelah itu dasar perairan tertutup pasir dan pecahan karang mati. Pada II stasiun diperoleh persentasi tutupan karang hidup antara 1,32 % - 13,02 % dengan rerata persentase tutupan karang hidup 54,63 % dengan kategori baik. Data penutupan terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun II Tutupan Karang Tutupan Karang % % 1 Coral Submassive 10.05 Dead coral algae 31.44

2 Acropora Branching 5.88 Dead coral 13.92

(5)

4 Zoanthids 3.41 5 Ascidians 1.42 6 Coral millepora 1.32 7 Aropora digitate 5.54 8 Coral massive 6.87 9 Coral mushoorm 7.12 Jumlah 54.63 Jumlah 45.36 Megabentos

Tingginya Coral Mushrom kelimpahan terutama dijumpai pada Stasiun II. Kelompok bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak dimana kelimpahannya tertinggi dicatat di stasiun II. Sedangkan Kima (Giant clam)

dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dan banyak dijumpai hanya tinggal cangkangya. Selama pengamatan dilakukan, dijumpai sedikit tripang (holothurian) hanya yang berukuran kecil, untuk moluska (gastropoda) kelompok Drupella sp. Ditemukan dalam jumlah kecil, dan lola (Trochus

niloticus) juga dalam kisaran kecil.

Ikan Karang

Dari 2 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode Manta tow diperairan Bintan Timur, ikan karang jenis Chaetodon

octofasciatus dan Paraglyphidodon melas merupakan jenis yang paling

sering dijumpai selama pengamatan. Kemudian diikuti oleh jenis

Choerodon anchorago dan Lutjanus carponotatus

Jenis Chaetodon octofasciatus merupakan ikan indikator kesehatan terumbu karang, yang kehadirannya dapat menunjukkan kondisi suatu terumbu karang, apakah dalam keadaan baik atau sebaliknya. Jenis

Lutjanus carponotatuss merupakan

ikan target, yang biasa dikonsumsi.

Menurut COREMAP (2007) frekuensi relatif kehadirannya, hanya 1 jenis yang tingkat kehadirannya rendah yaitu Abudefduf septemfasciatus

dengan nilai frekuensi 39,13 %. Sepuluh jenis lainnya memiliki frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50%. bahwa kelompok ikan major masih mendominasi perairan dan kehadirannya lebih dari 50 %.

Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses alami adalah adanya blooming predator bintang laut dan bencana alam seperti tsunami. Sedangkan penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung maupu tidak langsung merusak terumbu karang, seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan limbah beracun yang masuk ke perairan, juga adanya kegiatan wisata pantai.

Dari hasil penemuan di lokasi, masalah kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh manusia dari akar permasalahan yang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran,

(6)

pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata

pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat sekitar. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Matrik kondisi, penyebab kerusakan dan akar permasalahan dalam

pemanfaatanan ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bintan

Penyebab Kerusakan Akar Permasalahan

A. KEGIATAN MANUSIA

 Penambangan dan

pengambilan karang

 Penangkapan ikan dengan bom dan potas

 Wisata pantai

 Limbah dan bahan pencemar

 Inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil

 Metode pengelolaan yang kurang memadai

 Instrumen penegakan hukum yang belum memadai

 Kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang  Sulitnya mencari alternative mata

pencaharian di luar laut B. ALAMI

 Pemangsaan berlebih oleh predator

 Surut yang lama

 blooming bintang laut dan mahkota

berduri

 terjadi bleeching (pemutihan karang)

Strategi Pengelolaan Terumbu Karang

Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumber daya yang sekayang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut : Pertama, melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumber daya yang terkandung di didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang. Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang

ditetapkan secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Secara garis besarnya, dari hasil Manta tow dapat dicatat bahwa persentase tutupan karang di pesisir Bintan Timur (Pantai Trikora) masih kateori baik dan persentase tutupan karang hidup tertinggi dicatat di pesisir Pantai Trikora yaitu di ST.2 yaitu

(7)

54,63%, dan didominasi oleh karang jenis Acropora cytherea dengan bentuk pertumbuhan seperti meja (tabulate).

Biota megabentos didominasi oleh CMR dan bulu babi Diadema

setosum. Kelompok ikan major

mendominasi lokasi pengamatan dengan metode Manta tow maupun metode UVC. Sedangkan ikan karang jenis Chaetodon octofasciatus dan

Paraglyphidodon melas merupakan

jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan. Kemudian diikuti oleh jenis Choerodon anchorago dan

Lutjanus carponotatus

Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan proses alami yaitu adanya blooming predator bintang laut dan mahkota berduri, serta kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur dan adanya kegiatan wisata pantai.

Akar permasalahan

pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat.

Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan dilokasi secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung

bergantung pada pengelolaan terumbu karang.

2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini.

3. Mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.

Saran

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin belum cukup untuk menggambarkan kondisi perairan di Kabupaten Kepulauan Riau secara keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya pada beberapa kawasan yang berada di Pesisir Bintan Timur.

Secara umum, kondisi perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari, dengan adanya COREMAP di Kabupaten Bintan sangat membantu dalam melestarikan sumber daya perikanan khusunya ekosistem terumbu karang yang memberikan fungsi kehidupan ikan-ikan, sehingga masyarakat nelayan dapat meningkatkan dan memenuhi kebutuhan ekonominya.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, 2001. Pengelolaan Terumbu Karang. Pusat Kajian Kelautan, Universitas Mataram. NTB.

(8)

COREMAP, 2007 Studi Baseline Ekologi Pulau Bintan Kabupaten Kepulauan Riau Tahun 2007

Dahuri, R. 2000.

Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan

masyarakat. LISPI. Jakarta.

Mahmudi M, 2003. Studi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Serta Strategi Pengelolaannya (Studi Kasus Di Teluk Semut Sendang Biru Malang) Pengantar Falsafah Sains

(PPS702) Program

Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

UNEP, 1993. Pengamatan terumbu karang dalam perubahan. Ilmu Kelautan. Australia. Hal. 8 29.

(9)

PERAN KOPERASI DALAM MENINGKATKAN

PEREKONOMIAN

MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus: Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat

Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang)

Oleh

Winny Retna Melani, Muzahar,Lily Viruly, Rina Dwi Lestari

ABSTRAK

Peningkatan kesejahteraan anggota merupakan tujuan sekaligus peran yang diharapakan dari sebuah koperasi. Meskipun demikian tidak semua koperasi mampu mewujudkan hal tersebut. Penelitian ini melihat bagaimana peranan Koperasi Serba Usaha (KSU) Citra Nelayan. Berdasarkan analisis sistem yang dilakukan tergambar bahwa selama ini KSU Citra Nelayan baru dapat membantu anggota dalam menampung hasil tangkapan dan kemudian baru dipasarkan. Responden yang menjual hasil tangkapan ke koperasi hanya 50 persen, selebihnya menjual sendiri dan bahkan mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun demikian responden yang menyatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar sebanyak 75 persen sedangakan yang menyatakan hasil diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan sebesar 80 persen. Kondisi ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi. Berdasarkan analisis pasar yang telah dilakukan, KSU Citra Nelayan belum mampu memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih rendah sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Solusi pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota antara lain a. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan jiwa wirausaha bagi anggota; 4.Tingkatkan kemampuan manajerial melalui pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti; 5. Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7.Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).

PENDAHULUAN Latar Belakang

Nelayan dan komunitas desa pesisir, pada umumnya adalah bagian dari kelompok masyarakat miskin yang berada pada level paling bawah dan acapkali menjadi korban pertama yang paling menderita akibat

ketidakberdayaan dan kerentanannya. Nelayan (tradisional) bukan saja sehari-hari harus berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang, tetapi lebih dari itu mereka juga sering harus berhadapan dengan berbagai tekanan dan bentuk eksploitasi yang muncul bersamaan dengan berkembangnya proses modernisasi di

(10)

sektor perikanan. Melihat fenomena ini maka perlu adanya kegiatan perekonomian berbasis kerakyatan yang benar-benar bersentuhan langsung dengan masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir. Kegiatan perekonomian yang dapat dengan mudah menyesuaikan perannya dengan kebutuhan masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir adalah koperasi. Koperasi menjadi suatu kegiatan perekonomian yang dapat diandalkan karena ia berhubungan langsung dengan barang atau produk maupun dengan jasa-jasa yang berkaitan dengan masyarakat pesisir dan bertujuan untuk kesejahteraan bersama.

Pemberdayaan kegiatan koperasi sangat terkait dengan upaya menggerakkan koperasi dengan pemanfaatan dan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh anggota koperasi yang didirikan oleh anggota untuk memenuhi ekonomi anggota dan masyarakat. Ekonomi rakyat pada umumnya usaha mikro yang merupakan sektor ekonomi yang digeluti oleh rakyat kebanyakan seperti anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan Tanjungunggat sebagai usaha mikro. Mengingat pentingnya sektor usaha mikro yang telah tergabung dalam koperasi, maka gerakan koperasi harus menjadi prioritas pembinaan dan pengembangan usahanya, karena usaha demikian dapat menyediakan lapangan pekerjaan, dan mengurangi pengangguran. Maka sudah sewajarnya kalau sektor mikro yang tergabung dalam koperasi mendapatkan perhatian untuk lebih dikembangkan sehingga benar-benar dapat menjadi penyangga utama perekonomian nasional.

Perumusan Masalah

Penelitian ini bermaksud mengkaji situasi problematik yang dihadapi masyarakat pesisir atau

nelayan di kawasan Tanjungunggat dalam melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Fokus persoalan yang dikaji dalam penelitian ini adalah masalah peran koperasi Serba Usaha Citra Nelayan bagi masyarakat nelayan, terutama melalui kegiatan pemanfaatan koperasi untuk pengembangan usaha nelayan. Permasalahan lain yang dikaji dalam kegiatan penelitian ini adalah:

1. Peran koperasi Serba Usaha Citra Nelayan terutama dalam meningkatkan kesejahteraaan anggota.

2. Kegiatan unit usaha koperasi yang prospektif dikembangkan untuk mendorong pengembangan kegiatan alternatif atau meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan atau masyarakat pesisir.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui peranan koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan di daerah pemukiman nelayan di Tanjungunggat.

2. Membantu memberikan solusi pengembangan koperasi yang tepat agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan koperasi.

Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1 Bagi pemerintah daerah ( Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun instansi terkait lainnya) sebagai lembaga publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat, dapat

(11)

dijadikan masukan dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan koperasi nelayan dimasa yang akan datang. 2 Bagi koperasi Serba Usaha Citra

Nelayan dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan unit usahanya agar mampu menghadapi persaingan pasar dan dapat mensejahterakan anggotanya. 3 Bagi para akademisi dan peneliti

sebagai salah satu wahana untuk dapat menerapkan ilmu dan kemampuan yang dimiliki dalam menyikapi berbagai kondisi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir atau nelayan serta bagaimana solusi pemecahannya.

METODELOGI PENELITIAN Metoda Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus di Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan. Metode deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi riil dan berbagai permasalahan yang terjadi pada saat dilakukannya penelitian. Studi kasus terhadap koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dilakukan untuk membatasi penelitian ini agar tidak menyimpang dari tujuan semula

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan untuk penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung (depth

interviews) pada pengurus koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan. Data lainnya diperoleh dari pengisian kuesioner oleh anggota koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dan masyarakat

sekitar lokasi penelitian serta melalui pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan.

Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan responden dilakukan dengan mengambil para pengurus koperasi secara sengaja (judgement

sampling). Sampel yang diambil dari

anggota Koperasi Citra Nelayan serta masyarakat sekitar wilayah pengambilan sampel, dimana mereka mengetahui keberadaaan koperasi Citra Nelayan. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana (Simple Random Sampling). Setiap sampel diambil secara acak atau sedemikian rupa sehingga tiap populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Menurut Taken,1965 dalam Singarimbun (1989) penelitian yang menggunakan derajad keseragaman dari populasi, dimana semakin seragam populasi maka semakin kecil sampel yang diambil. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus solvin dalam Rianse (2008). Responden yang dipilih untuk wawancara langsung (depth

interviews) yaitu pengurus koperasi

Serba Usaha Citra Nelayan dan anggota sebanyak 20 orang dan masyarakat nelayan di sekitar lokasi penelitian sebanyak 20 orang.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh dianalisa lebih lanjut untuk

menentukan tingkat

keberhasilan dengan menggunakan Analisis Sistem. Berdasarkan hasil temuan dan permasalahan dicari alternatif pemecahan. Kemudian alternatif pemecahan ini dapat menjadi

(12)

bahan masukan bagi Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan untuk perkembangan koperasi dimasa akan datang, terutama untuk meningkatkan perekonomian anggota pada khususnya dan masyarakat nelayan di Tanjungunggat pada umumnya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam Analisis Sistem di penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kuesioner pada nelayan anggota koperasi Serba Usaha Citra Nelayan dan masyarakat nelayan di sekitar lokasi penelitian.

b. Data yang diperoleh kemudian diolah untuk kemudian dapat ditemukan apa permasalahan dan temuan yang diperoleh.

c. Membuat suatu kesimpulan tentang sejauh mana perkembangan koperasi Serba Usaha Citra Nelayan selama ini mencakup efektifitas pelaksanaan atau

kegagalan yang mencakup permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan sistem.

Setelah dilakukan analisis sistem, berdasarkan kesimpulan yang diperoleh kemudian dilakukan analisis pasar. Analisis pasar yang gunakan yaitu dengan menggunakan penerapan konsep

Structure-Conduct-Performance (SCP). Berdasarkan

kedua analisis tersebut, selanjutnya dilakukan analisis SWOT agar dapat memberika rekomendasi terhadap pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa hadapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Responden

Berdasarkan hasil jawaban kuesioner oleh nelayan anggota KSU Citra Nelayan, maka dapat diperoleh hasil sebaran responden pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran Responden Anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan

No Kriteria Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Umur: ≤ 15 tahun 16 tahun s/d 35 tahun 36 tahun s/d 55 tahun ≥ 56 tahun - 3 15 2 - 15 75 10 2. Pendidikan: SD SMP (SLTP) SMU (SLTA) SARJANA 10 4 6 - 50 20 30 - 3. Pekerjaan: Nelayan Swasta PNS 17 3 - 85 15 - 4. Status: Kawin Tidak Kawin 19 1 95 5 5. Jumlah anggota Keluarga:

(13)

1 orang 2 orang 3 orang 4 orang ≥ 5 orang 1 - 3 6 10 5 - 15 30 50

Identifikasi Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan

Identifikasi pelaksanaan sistem KSU Citra Nelayan, dilakukan melalui

penyebaran kuesioner kepada para nelayan. Anggota koperasi. Hasil identifikasi pelaksanaan sistem KSU Citra Nelayan ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Kuesioner Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan.

NO PERTANYAAN JUMLAH

(orang)

PERSENTASE ( % )

A.

1. KEGIATAN USAHA PENANGKAPAN Wilayah tangkap:  Laut Tanjung Unggat

 Diluar wilayah laut Tanjung Unggat 16 4 80 20 2. Alat Tangkap:

 Tradisional (alat sederhana)  Alat berat/mesin

20 -

100 - 3. Rata-rata jumlah pengeluaran usaha nelayan

 ≤ Rp. 750 000  Rp. 750 001 – Rp. 1 500 000  Rp. 1 500 001 – Rp. 2 500 000  ≥ Rp. 2 500 001 18 2 0 0 0 90 10 - - - 4. Rata-rata jumlah pendapatan:

 Rp. 500 000 – Rp. 1 500 000  Rp. 1 500 000 – Rp 2 500 000  Rp. 2 500 000 – Rp 3 500 000  Rp. 3 500 000 – Rp. 4 500 000  ≥ Rp. 5000 000 15 5 - - - 75 25 - - -

5. Mengapa merasa perlu untuk menjadi anggota koperasi?

 Pengaruh dari sesama nelayan  Saran dari petugas lapangan  Perlu modal untuk kegiatan

penangkapan ikan 5 - 15 25 - 75 6. Pinjaman Koperasi digunakan untuk:

(14)

 Modal Usaha Penjualan  Kebutuhan lain 2 1 10 5 B.

1. PERANAN KOPERASI Cara pengajuan penguatan permodalan ke koperasi:

 Menyusun usulan sendiri  Dibuat kelompok bersama

pengurus koperasi

 Dibuat pengurus koperasi

3 13 4 15 65 20

2. Berapa lama setelah pengajuan penguatan permodalan dicairkan:

 Satu bulan setelah pengajuan  Dua bulan setelah pengajuan  Tiga bulan setelah pengajuan  Lebih dari tiga bulan

pengajuan  Tidak ada - - - - 20 - - - - 100 3. Bentuk penguatan permodalan diperoleh

 Uang tunai  Sarana Produksi

 Uang tunai dan sarana produksi  Tidak ada - 5 - 15 - 25 - 75 4. Apakah jumlah penguatan permodalan yang

diperoleh sesuai dengan pengusulan:

 Sesuai dengan yang diusulkan  Kurang dari jumlah yang

diusulkan

 Lebih dari yang diusulkan  Tidak ada - - - 20 - - - 100 C.

1. HASIL DAN PRODUKSI Bagaimana hasil produksi yang diperoleh  Kurang sesuai dengan yang

diharapkan

 Sudah cukup sesuai

 Lebih dari yang diharapkan

16 3 1 80 15 5 2. Berapa banyak hasil penangkapan yang

diperoleh sekali turun melaut:  ≤ 5 kilogram  6 - 10 kilogram  11 – 15 kilogram  16 – 20 kilogram  ≥ 21 kilogram 17 2 1 - 85 10 5 -

3. Jenis ikan yang selalu diperoleh

 Udang

 Kepiting

 Ikan (belanak, selangat, karang) 3 3 14 15 15 70 4. Kemana hasil tangkapan dijual:

(15)

 Koperasi  Jual sendiri  Konsumsi 10 8 2 50 40 10 5. Bagaimana hasil penjualan yang diperoleh

 Dibawah harga pasar

 Sesuai dengan harga pasaran/cukup  Diatas harga pasaran/memuaskan 5 15 - 25 75 - D.

1. PENGEMBALIAN PINJAMAN Rencana pengembalian pinjaman:

 Diangsur setiap mendapat hasil penangkapan

 Diangsur setiap mendapat hasil penjualan

 Diangsur setiap bulan  Tidak tahu - - 5 15 - - 25 75 Analisis Pasar

Analisis pasar terhadap kinerja usaha KSU Citra Nelayan meliputi tiga aspek utama yakni fisik, sumberdaya manusia (SDM) dan pemasaran. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan sangat menentukan kinerja dan keberhasilan usaha bagi KSU Citra Nelayan. Sebagai sebuah koperasi yang dimiliki oleh nelayan dan bergerak diberbagai usaha sebenarnya koperasi ini memiliki peluang untuk berkembang lebih maju lagi.

Peluang yang ada tersebut baru sebagian dapat dilaksanakan oleh KSU Citra Nelayan, hal ini terlihat dari penerapan konsep

Structure-Conduct-Performance (SCP) KSU Citra

Nelayan. Konsep SCP ini dapat membuat kinerja KSU Citra Nelayan lebih efektif dan efisien karena kemampuan suatu organisasi disesuaikan dengan kondisi pasar yang

ada. Produktivitas yang dapat dicapai selalu dikaitkan dengan peluang pasar yang ada dan keberlanjutannya. Peningkatan kuantitas selalu diikuti dengan peningkatan kualitas. Penerapan konsep SCP oleh KSU Citra Nelayan dapat dilihat pada Gambar Penerapan Konsep SCP oleh KSU Citra Nelayan.

Analisis SWOT

Setiap organisasi akan menghadapi masalah lingkungan strategis yang mencakup lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal merupakan faktor yang berpengaruh pada kinerja organisasi yang dapat dikendalikan secara langsung. Sedangkan lingkungan eksternal merupakan faktor yang berpengaruh pada organisasi tetapi diluar kendali organisasi tersebut.

Tabel 3. Hasil Analisis Identifikasi Lingkungan Strategik

INTERNAL EKSTERNAL

(16)

 Potensi laut yang masih luas dimana Provinsi Kepri 95.8% wilayahnya terdiri dari perairan laut.  Keanekaragaman hayati yang

besar (terdiri dari beragam jenis ikan dan biota laut lainnya ditambah ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun dan lain-lain).

 Terletak pada wilayah strategis yaitu berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia yang merupakan potensi pasar.

 Potensi wilayah yang memiliki keunggulan komperatif dibandingkan negara tetangga (Singapura dan Malaysia).

 Dekat dengan pasar internasional dan pasar lokal

 Perkembangan fasilitas komunikasi dan informasi

KELEMAHAN (WEAKNES) ANCAMAN (THREATS)

 Kualitas SDM yang masih sangat rendah (sebagian besar nelayan tamatan sekolah dasar (SD).

 Sarana dan prasarana penangkapan ikan yang masih tradisional.

 Koperasi nelayan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh anggota sebagai wadah perekonomian.

 Ketersediaan SDM yang berkualitas dalam menangani koperasi memerlukan proses.

 Kemampuan untuk menghasilkan produk olahan perikanan yang benilai jual tinggi.

 Masih adanya nelayan yang melakukan penangkapan ikan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan (menggunakan bom dan pukat harimau).

Kajian Analisis Sistem dan Analisis Pasar

Berdasarkan hasil kajian analisis sistem dan anlisis pasar yang telah dilakukan serta memfokuskan pada peranan koperasi bagi anggotanya, maka pada masa akan datang KSU Citra Nelayan mampu untuk berkembang dalam hal membantu anggotanya. Hal ini dikarenakan karakteristik wilayah pemukiman anggota merupakan daerah kepulauan sehingga potensi untuk meningkatkan hasil tangkapan masih sangat terbuka luas. Begitu pula dalam hal pengolahan hasil perikanan, masih sangat terbuka luas peluang pasar. Namun demikian peranan pemerintah dalam hal melakukan pembinaan dan

pelatihan bagi anggota koperasi sangat diharapkan selain memberikan bantuan alat tangkap yang memperhatikan daya dukung lingkungan.

Dengan memperhatikan kondisi lapangan yang ada penguatan permodalan juga menjadi hal yang sangat penting terutama dalam perkembangan koperasi pada masa akan datang. Penguatan permodalan ini bukan hanya bergantung pada jumlah modal yang dimiliki oleh koperasi akan tetapi juga kemampuan manajerial pengurus dalam mengelola keuangan yang ada seoptimal mungkin.

Lembaga pemerintahan sebaiknya melakukan pembinaan manajemen usaha nelayan dan

(17)

keuangan koperasi bagi masyarakat pesisir ini. Kenyataan memperlihatkan bahwa masih rendahnya jiwa wirausaha anggota KSU Citra Nalayan. Apabila jiwa wirausaha nelayan ini rendah maka tingkat ketergantungan mereka pada pihak luar akan sangat tinggi sekali terutama kepada pihak penguasa modal . Kondisi ini terlihat dari penjualan hasil tangkapan. Tidak semua anggota koperasi menjual hasil tangkapan ke koperasi, meskipun nilai jual di pasar sama dengan di koperasi. Apabila kondisi ini terus berkembang maka akan sulit bagi koperasi untuk bertahan dalam jangka waktu yang lama. Melalui peran pemerintah, pengurus koperasi dan dukungan dari anggota maka tujuan koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan anggota dan kesinambungan usaha akan terwujud.

Kajian Analisis SWOT

Koperasi yang ada di Indonesia pada umumnya selalu dicirikan dengan tingkat manajemen dan usaha sederhana sehingga akan sangat berpengaruh pada rendahnya pelayanan pada anggota. Kondisi ini

juga tergambar pada KSU Citra Nelayan, yaitu lemahnya kemampuan manajerial pengurus, penguasaan informasi, dan teknologi serta kelembagaan yang meliputi seluruh mata rantai usaha koperasi.

Namun demikian kemampuan KSU Citra Nelayan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan eksternal dan internal merupakan faktor utama agar tetap dapat bertahan dan mengembangkan unit-unit usahanya. Perubahan baik dalam organisasi, kelembagaan, maupun aktivitas lainnya akan dapat meningkatkan peranan dan daya saing koperasi itu sendiri.

Setelah dilakukan analisis SWOT, selanjutnya ditentukan tingkatan prioritas terhadap lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi oleh KSU Citra Nelayan. Tujuan yang ingin dicapai dari penentuan prioritas ini yaitu agar koperasi dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota. Perencanaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisa SWOT dapat dilihat pada Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas.

4. Tabel Rencana Terhadap Faktor Prioritas

No Urutan Prioritas Rencana Program yang dilakukan

1. KEKUATAN

 Keanekaragaman hayati yang besar (terdiri dari beragam jenis ikan dan biota laut lainnya ditambah ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, padang lamun dan lain-lain).  Potensi laut yang

masih luas dimana Provinsi Kepri 95.8% wilayahnya terdiri dari

Memberikan informasi dalam hal pengolahan hasil perikanan berbasis teknologi dan mengembangkan pemuliaan dan domestikasi jasad hayati perairan.

Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang lestari dan berkelanjutan.

(18)

perairan laut.

 Terletak pada wilayah strategis yaitu berdekatan dengan negara Singapura dan

Malaysia yang

merupakan potensi pasar.

untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan alat tangkap.

2. KELEMAHAN

 Kualitas SDM yang masih sangat rendah (sebagian besar nelayan tamatan sekolah dasar (SD).

 Sarana dan

prasarana penangkapan ikan yang masih tradisional.

 Koperasi nelayan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh anggota sebagai wadah perekonomian.

Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan.

Mengusulkan bantuan alat tangkap perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.

Pembinaan pengurus dan anggota melalui pelatihan manajerial dan tingkatkan fungsi melalui unit usaha pemasaran.

3. PELUANG  Potensi wilayah yang memiliki keunggulan komperatif dibandingkan negara tetangga (Singapura dan Malaysia).

 Dekat dengan pasar internasional dan pasar lokal.

 Perkembangan fasilitas komunikasi dan informasi.

Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti.

Merintis produk perikanan yang memiliki nilai tambah.

Memberikan pelatihan pengenalan instrumentasi kelautan digital kepada para nelayan.

4. ANCAMAN

 Ketersediaan SDM yang berkualitas dalam menangani koperasi

Kontinuitas program pengembangan kemampuan manajerial pengurus dan usaha

(19)

memerlukan proses.

 Kemampuan untuk menghasilkan produk olahan perikanan yang benilai jual tinggi.  Masih adanya

nelayan yang

melakukan

penangkapan ikan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan (menggunakan bom dan pukat harimau).

koperasi serta kembangkan jiwa wirausaha.

Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi.

Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Keberadaan KSU Citra Nelayan pada saat ini hanya dapat membantu anggota dalam menampung hasil tangkapan dan selanjutnya dipasarkan. Akan tetapi dari pernyataan responden hanya 50 persen yang menjual hasil tangkapan ke koperasi selebihnya menjual sendiri dan bahkan mengkonsumsi langsung hasil tangkapan. Meskipun 75 persen responden mengatakan nilai jual sesuai dengan harga pasar namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu sebesar 80 persen. Kenyataan ini menjadi kendala utama bagi koperasi untuk dapat berperan aktif bagi anggota selain juga karena keterbatasan modal usaha koperasi.

Berdasarkan analisis pasar keberadaan KSU Citra Nelayan sebagai salah satu koperasi yang dimiliki oleh nelayan dan bergerak diberbagai usaha, sebenarnya koperasi ini memiliki peluang untuk berkembang lebih maju lagi. Meskipun

demikian anggota KSU Citra Nelayan belum mampu memanfaatkan potensi pasar yang ada seefisien dan seefektif mungkin. Kenyataan ini berkaitan dengan masih rendahnya SDM anggota serta hasil tangkapan yang masih rendah (keterbatasan alat tangkap) sehingga tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Meskipun demikian anggota seharusnya menyadari peningkatan kuantitas harus selalu diikuti dengan peningkatan kualitas karena jika tidak pemasaran tidak akan berjalan lancar.

Solusi pengembangan KSU Citra Nelayan dimasa depan agar dapat lebih berperan aktif bagi peningkatan kesejahteraan anggota, dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT antara lain 1. Mengembangkan sistem penangkapan ikan yang lestari dan berkelanjutan; 2. Manfaatkan sumberdaya manusia yang ada untuk meningkatkan hasil dengan perbaikan penggunaan alat tangkap; 3. Melakukan pelatihan peningkatan keterampilan teknis perikanan serta pelatihan pengembangan jiwa wirausaha bagi anggota; 4. Tingkatkan kemampuan manajerial melalui

(20)

pengembangan unit usaha pemasaran. Jalin kerjasama kemitraan dengan perusahaan inti; 5.Merintis usaha pengolahan hasil perikanan yang memiliki nilai tambah; 6. Diversifikasi produk olahan perikanan yang bernilai jual tinggi; 7. Terlibat aktif dalam pengawasan sumberdaya perairan laut dan cegah penggunaan alat tangkap yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan (pukat harimau, dsb).

Saran

1. Berkenaan dengan masih kurangnya peranan koperasi terhadap anggota maka perlu dilakukan upaya peningkatan peran aktif pengurus dan anggota, terutama dalam hal peningkatan keterampilan dan kemampuan manajerial pengurus serta jiwa wirausaha pengurus dan anggota. 2. Berdasarkan analisis sistem dan

analisis pasar yang dilakukan, kondisi karakteristik wilayah berdirinya KSU Citra Nelayan merupakan daerah pesisir sehingga potensi untuk meningkatkan hasil tangkapan masih sangat terbuka luas. Begitu pula dalam hal pengolahan hasil perikanan, masih sangat terbuka peluang pasar. Namun demikian peranan pemerintah dalam hal melakukan pembinaan dan pelatihan bagi anggota koperasi sangat diharapkan selain memberikan bantuan alat tangkap yang memperhatikan daya dukung lingkungan.

3. Diperlukan upaya penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan KSU Citra Nelayan dalam upaya peningkatan jaringan usaha dan keanekaragaman usaha terutama dalam hal peningkatan nilai tambah dari hasil tangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

Eriyatno, 1989. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Penerbit IPB Press,Bogor.

Jogianto,H.M.1989. Analisis dan

Desain Sistem

Informasi.Penerbit Andi Offset, Jogyakarta.

Kaputra,D.1996. Strategi Pemasaran di Koperasi Unit Desa (KUD), Minasari Pangandaran. Tesis Promram studi Magister Manajemen Agribisnis IPB. Kolter, P. 1993. Manajemen

Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid 1. Terjemahan: J. Wasana. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Nazir,M. 1988. Metode

Penelitian.Graha Indonesia.Jakarta. Penyusunan Master Plan Pendidikan

Kota Tanjungpinang. 2008.

Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah.

Pemerintah Kota

Tanjungpinang.

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Rianse, Usman dan Abdi. 2008. Metodelogi Penelitian Sosial dan Ekonomi “teori dan aplikasi”. Penerbit Alfabeta,Bandung.

Singarimbun,Masri dan Sofian Effendi.1989.Metode Penelitian Survei.LP3ES.Jakarta.

(21)

Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 1992,tentang Koperasi.

Wilson,I.2000.The New Rules: Ethics, Social Responbility and

Strategy.Journal of Leadership and Strategy Vol.28.No 3.2000 pp 12-16.

(22)

HUBUNGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR

DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN

PULAU PENYENGAT KOTA TANJUNG PINANG PROVINSI

KEPULAUAN RIAU

The Relationship Between Some Water Quality Parameters with Phytoplankton Abundance Around Penyengat Island, Tanjung Pinang Regency Kepulauan Riau

Province

By T. Efrizal

Lecture at Faculty of Marine Science and Fisheries Maritim University of Raja Ali Haji Tanjungpinang

ABSTRACT

This research was conducted from July to September 2006 and it is located around Penyengat Island. There were 3 sampling points, samples were taken once a days for 4 days period. Samples were then analyzed in the Ecology Laboratory Fisheries and Marine Science Faculty. This research was aimed to determine the relationship between some water quality parameters with phytoplankton abundance. Results of this research showed determination coefficient (R2) = 0,977 and correlation coefisient (R) = 0,989 indicating that the relationship between water quality parameters on phytoplankton abundance is very strong. There were 40 phytoplankton species, the obtained highest abundance is at station III (East Penyengat Island) that is 10371 cells/l, and which lowest is at stasion I (West Penyengat Island) that is 7471 cells/l. Water quality parameters in Penyengat Island are as follow: temperature 29.0 – 29.5 0C, tranparancy 1.873 – 2.430 m, salinity 32.0 – 32.5 0/00, pH 8, dessolved

oxygen 5.142 – 5.267 mg/l, CO2 2.083 – 2.198 mg/l, surface water velocity 0.55 –

0.63 m/s, nitrate 1.213 – 1.678 mg/l and phosfat 1.213 – 1.678 mg/l.

Keyword: water quality, abundance, phytoplankton, Penyengat Island

PENDAHULUAN

Keberadaan fitoplankton sangat berpengaruh terhadap kehidupan di perairan karena memegang peran penting sebagai makanan bagi berbagai organisme laut. Pada awalnya penelitian fitoplankton di laut hanya untuk memenuhi keingin-tahuan peneliti akan aneka jenis biota tersebut, namun pada masa kini fitoplankton sudah dianggap sebagai salah satu unsur penting dalam ekosistem bahari. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Penyengat yang

merupakan daerah penting bagi nelayan setempat karena telah lama dijadikan sebagai areal penangkapan sumberdaya hayati perikanan untuk kebutuhan pangan, juga merupakan tempat lalu lintas kapal, daerah pemukiman masyarakat dan pelabuhan kapal. Di lain pihak Pulau Penyengat yang berhadapan dengan Kota Tanjung Pinang telah mengalami modifikasi bila ditinjau dari segi aktivitas masyarakat penghuni kawasan tersebut, dan ada kecenderungan aktivitas tersebut akan meningkat di

(23)

masa mendatang sesuai dengan laju pembangunan saat ini. Sehingga pemanfaatannya harus didukung dengan adanya informasi mengenai potensi perairan tersebut agar dapat digunakan seoptimal mungkin dan untuk mempermudah dalam pengelolaan. Selain itu, dengan makin pesatnya perkembangan pembangunan maka upaya penyajian informasi sumberdaya perikanan terbaru mutlak diperlukan untuk memenuhi permintaan akan informasi yang lebih rinci dan akurat oleh para perencana pembangunan perikanan.

Perkembangan daerah ini cepat atau lambat akan memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keberlangsungan sumberdaya alam, Adapun penentu tingkat kesuburan suatu perairan dapat dilihat dari kelimpahan fitoplankton dan kondisi kualitas fisika kimia perairan. Aktifitas yang berlebihan di sekitar perairan Pulau Penyengat akan dapat merubah kondisi ekosistem perairan seperti kelimpahan fitoplankton dan kualitas air. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton di perairan Pulau Penyengat Kota Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal mengenai kondisi perairan Pulau Penyengat dan nantinya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya perairan lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2006 di perairan sekitar Pulau Penyengat. Identifikasi dan analisis sampel dilakukan di laboratorium Ekologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dilapangan adalah GPS, ember plastik volume 15 liter, plankton net no 25, botol sampel volume 50 ml untuk sampel fitoplankton, botol untuk sampel air volume 330 ml, thermometer, kertas pH, current drag, hand refraktometer, ice box, peralatan tulis dan kapal pompong (alat transportasi dalam melakukan pengambilan sampel). Peralatan di laboratorium yang digunakan adalah mikroskop, objek glass, pipet tetes, cover glass, spektrofotometer, erlenmeyer dan buku-buku identifikasi fitoplankton. Bahan yang digunakan antara lain larutan lugol untuk pengawet sampel fitoplankton.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, data yang dikumpulkan berupa data kualitas air baik yang diukur dan diamati di lapang atau yang dianalisis di laboratorium. Selanjutnya data yang diperoleh ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dan grafik. Data parameter kualitas air akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan untuk melihat hubungan antara beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda.

(24)

Lokasi selama penelitian dibagi menjadi 4 stasiun secara purposive yang dianggap dapat mewakili dari daerah penelitian, yaitu: Stasiun 1 : Terletak sebelah Barat

Pulau Penyengat (relatif tidak ada aktifitas masyarakat).

Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-1.1 (1040 24' 17" BT - 00 55' 42" LU), St-1.2 (1040 24' 11" BT - 00 55' 38" LU) dan St-1.3 (1040 25' 17" BT - 00 55' 31" LU). Stasiun 2 : Terletak sebelah Selatan

Pulau Penyengat (terdapat

beberapa pohon

mangrove, bekas pelabuhan, dan ada pemukiman masyarakat). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-2.1 (1040 24' 54" BT - 00 55' 21" LU), St-2.2 (1040 25' 0" BT - 00 55' 16" LU) dan St-2.3 (1040 25' 5" BT - 00 55' 21" LU

Stasiun 3 : Terletak sebelah Timur Pulau Penyengat (terdapat pemukiman penduduk dan tempat lalu lintas kapal). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-3.1 (1040 25' 43" BT - 00 55' 33" LU), St-3.2 (1040 25' 47" BT - 00 25' 37" LU) dan St-3.3 (1040 25' 43" BT - 00 55' 42" LU). Stasiun 4 : Terletak sebelah Utara

Pulau penyengat (pemukiman penduduk, terdapat pelabuhan dan tempat lalu lintas kapal). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik sampling yaitu St-4.1 (1040 24' 53" BT - 00 55' 57" LU), St-4.2 (1040 25' 0" BT - 00 56' 1" LU) dan St-4.3 (1040 25' 6" BT - 00 55' 57" LU).

Prosedur Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air untuk nitrat dan fosfat dilakukan di permukaan perairan sampai botol terisi penuh kemudian botol diberi larutan pengawet H2SO4 pekat dan botol

dibalut dengan alumunium foil.

Prosedur Pengambilan Sampel Fitoplankton

Sampel fitoplankton diambil dengan menggunakan Plankton net no. 25. pengambilan ini dilakukan sebanyak dua kali dengan interval waktu dua hari. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol 50 ml yang telah diberi label dan diberi larutan pengawet lugol. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Identifikasi merujuk kepada Yamaji (1976), Sachlan (1980), serta Bold dan Wyne (1985).

Kelimpahan

Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton digunakan metode APHA (1989) yaitu: 1 0 xV V xC N K  Dimana : K = kelimpahan fitoplankton (sel/l)

N = jumlah individu (sel) C = volume air dalam botol sampel (50 ml)

V0 = volume air disaring (100

l)

V1 = volume pipet tetes (0,01

(25)

Analisis Data

Data fisika dan kimia perairan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan hubungan beberapa parameter kualitas air dengan kelimpahan fitoplankton dianalisis secara statistik dengan mengunkan regresi linear berganda (Sudjana, 1992). Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 dimana : Y = kelimpahan fitoplankton (sel/l) a dan b = konstanta X1 = suhu X7 = kecepatan arus X2 = kecerahan X8 = nitrat X3 = salinitas X9 = fosfat X4 = pH X5 = oksigen terlarut X6 = karbondioksida

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Fitoplankton

Jenis fitoplankton yang ditemukan selama penelitian terdiri dari 28 jenis tergolong ke dalam kelas Bacillariophyceae, 4 jenis dari kelas Cyanophyceae dan 8 jenis dari kelas Chlorophyceae (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap stasiun selama penelitian

Jumlah (sel/l)

I II III IV

1. Bacillariophyceae Triceratium reticulum Odontella sp Eucampia sp Streptotheca indica S. thamenis Rhizosolenia bergantii R. calcaravis R. alata R. setigera Melosira granulata M. varians Skeletonema costatum Chaetoceros distans Thalassionema longisima Fragillaria constriens Tabellaria fenestriata Nitzchia lorenziana N. longissima N. pungens N.vitrea N. closterium N.sigma Orthoseira sp Pleurosigma aestuari P. angulatum 5 3 3 6 3 5 14 6 6 10 8 13 8 11 5 7 3 7 5 3 9 3 3 4 11 13 4 2 9 7 7 19 10 10 6 11 5 11 4 7 9 5 5 7 6 4 9 5 6 10 11 8 5 9 4 4 10 9 9 7 6 7 10 10 8 13 3 8 9 4 12 13 11 5 6 7 2 5 6 2 7 18 6 11 11 7 14 9 10 8 10 8 6 6 4 11 10 3 5 10

(26)

2. 3. Cyanophyceae Chlorophyceae Meridion circulare Aulacoseira plaufiana A. muzzanensis Dactylococcopsis cicularis D. rhaphidiodes Rhichelia intracellularis Hammatoda sinensis Closterium lineatum C. intermedium C. gracile Chlorogonium elegans Gonatozygon sp Tetraspora gelatinosa Raphidonema nivale Spirotaenia obscures 7 5 4 14 20 12 7 6 4 2 5 4 7 8 4 7 9 4 8 9 15 6 3 2 2 6 13 8 10 5 7 8 7 14 9 11 8 23 9 11 4 10 18 11 14 6 6 11 14 11 14 5 14 6 6 9 9 10 13 7 Spesies yang paling banyak ditemui

selama penelitian adalah dari jenis

Rhizosolenia carcalavis, spesies ini

termasuk dalam Famili

Rhizosoleniaceae yang memiliki ciri–

ciri katup berbentuk oval dengan puncak esentrik, ada yang berbentuk silindris dan berbentuk rantai. Cornelius (1999) menambahkan genus yang paling banyak dijumpai di perairan akibat dari aktifitas manusia adalah dari genus Coscinodiscus,

Biddulphia, Chaetoceros, Pleurosigma

dan Rhizosolenia. Selanjutnya

Samiadji, Nurachmi, dan Siregar (1991) menyatakan bahwa pada

waktu-waktu tertentu populasi suatu jenis fitoplankton dapat tumbuh atau melimpah sehingga muncul jenis yang paling banyak. Munculnya spesies atau populasi ini kadang-kadang dengan tiba-tiba, kemudian hilang lagi dan keberadaannya diganti dengan jenis lainnya .

Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton rata-rata berkisar 7471-10137 sel/l. Kelimpahan rata-rata fitoplankton tertinggi berada pada Stasiun III yaitu 10137 sel/l, sedangkan terendah berada pada Stasiun I yaitu 7471 sel/l (Tabel 2).

Tabel 2. Kelimpahan rata-rata fitoplankton di perairan sekitar Pulau Penyengat pada setiap stasiun selama penelitian

Kelimpahan (sel/l) Sampling I Sampling II Stasiun I 6666 7499 7330 8833 6832 7665 Jumlah 7471 Stasiun II 7163 8997 7834 9164 7835 8332 Jumlah 8415 Stasiun III 9498 10667 10331 11665

(27)

9000 9830 Jumlah 10137 Stasiun IV 8499 9332 9166 10665 8331 9997 Jumlah 9332

Dari Tabel 2 terlihat bahwa kelimpahan rata-rata terendah ditemukan pada Stasiun I, diduga hal ini disebabkan oleh tingkat kecerahan perairan yang relatif rendah berada pada Stasiun I. Efrizal (2001) menyatakan bahwa kecerahan merupakan faktor penentu daya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan. Kelimpahan fitoplankton tertinggi ditemukan di Stasiun III, hal ini diduga disebabkan oleh adanya peningkatan unsur nitrat dan fosfat di perairan. Hasil analisis konsentrasi nitrat menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat tertinggi berada pada Stasiun III. Hal yang sama juga terlihat dari analisis fosfat yang menunjukkan bahwa konsentrasi fosfat yang tertinggi berada pada Stasiun III. Meningkatnya unsur nitrat dan fosfat di perairan disebabkan adanya masukan limbah domestik karena Stasiun III ini merupakan daerah padat pemukiman dan lalu lintas kapal. Dari data

kelimpahan fitoplankton menunjukkan bahwa kelimpahan fitolankton di Perairan Pulau Penyengat termasuk kategori rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Rimper (2002) yang menyatakan bahwa kelimpahan fitoplankton < 12500 sel/l termasuk kategori rendah.

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas perairan yang diukur selama pengamatan di perairan Pulau Penyengat meliputi : suhu, kecerahan, salinitas, pH, Oksigen terlarut, Karbondioksida bebas, kecepatan arus, Nitrat dan Fosfat. Hasil pengukuran perairan tersebut dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut (KEP NO.51/MENLH/ 2004). Hasil pengukuran parameter kualitas air rata-rata selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran parameter kualitas air rata-rata di perairan sekitar Pulau Penyengat selama penelitian

Stasiun Pengamatan I II III IV Suhu (0C) Kecerahan (m) Salinitas (0/00) pH Oksigen terlarut (mg/l) Karbondioksida bebas(mg/l) Kecepatan arus (m/s) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l) 29 1,873* 32 8 5,142 2,198 0,630 1,331* 0,086* 29 2,235* 32 8 5,183 2,163 0,618 1,213* 0,065* 29,5 2,372* 32,5 8 5,267 2,095 0,563 1,678* 0,173* 29,5 2,430* 32,5 8 5,217 2,083 0,550 1,602* 0,127* Alami > 5 Alami 7 - 8,5 > 5 - - < 0,008 < 0,015 Keterangan :

* = Melebihi baku mutu

(28)

Suhu perairan rata-rata berkisar 29-29,50C, suhu terendah berada pada Stasiun I dan II dan tertinggi pada Stasiun III dan IV. Nurdin (2000) menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi fotosintesis di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis. Suhu yang tinggi dapat menaikan laju maksimum fotosintesis, sedangkan pengaruh tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang pada gilirannya akan mempengaruhi distribusi fitoplankton.

Kecerahan

Kecerahan perairan rata-rata perairan Pulau Penyengat berkisar 1,87-2,43 m, kecerahan tertinggi terdapat pada Stasiun IV dan terendah pada Stasiun I. Secara umum kecerahan perairan tergolong relatif rendah, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut yang diperuntukkan bagi biota laut (Kep NO.51/MENLH/Tahun 2004) yakni > 5 meter. Rendahnya kecerahan di setiap stasiun disebabkan oleh adanya aktifitas-aktifitas yang tinggi di perairan ini seperti kegiatan transportasi, pelabuhan dan pemukiman.

Salinitas

Nilai salinitas rata-rata berkisar 32-32,5 0/00, secara umum kisaran

salinitas di perairan ini masih tergolong alami untuk kehidupan biota air. Hal ini didukung oleh pendapat Milero dan Sohn (1992) yang menyatakan bahwa fitoplankton dapat berkembang dengan baik pada salinitas 15 – 32 0/00.

pH

Nilai rata-rata pH perairan Pulau Penyengat di setiap stasiun sama

yaitu 8,0. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa pH berkisar antara 8,0 – 9,0 masih dapat

mendukung perkembangan

fitoplankton.

O2 Terlarut

Nilai rata-rata oksigen terlarut berkisar 5,14-5,27 mg/l. Kadar oksigen terlarut tertinggi terdapat pada Stasiun III, hal ini diduga disebabkan oleh proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun ini memberikan kontribusi terhadap tingginya kadar oksigen terlarut yang merupakan hasil dari proses fotosintesis. Jika dibandingkan dengan KEP NO.51/MENLH/2004, oksigen terlarut yang diperkenankan adalah > 5. Dari data oksigen terlarut di perairan ini menunjukkan bahwa oksigen terlarut pada masing- masing stasiun termasuk kategori tinggi.

Karbondioksida Bebas

Konsentrasi rata-rata Karbondioksida bebas selama penelitian berkisar 2,08-2,20 mg/l. Karbondioksida bebas tertinggi berada pada Stasiun I dan yang terendah berada pada Stasiun IV yaitu 2,083 mg/l. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan fotosintesis fitoplankton membutuhkan karbondioksida bebas.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus rata-rata berkisar 0,55-0,63 m/detik, arus tertinggi terdapat pada Stasiun I dan terendah pada Stasiun IV. Data ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Nurrachmi (2000), yang menyatakan kecepatan arus di perairan Pulau Bintan berkisar 0,5- 0,75 m/detik. Kuatnya arus di stasiun I disebabkan posisi stasiun I yang terletak sebelah barat dari pulau yang posisinya lebih

(29)

terbuka dibandingkan dengan stasiun lain.

Nitrat

Konsentrasi rata-rata nitrat berkisar 1,213-1,678 mg/l, konsentrasi rata-rata tertinggi berada pada Stasiun III dan terendah pada Stasiun I. Zieren, Priyana dan Aribowo (1996) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat di perairan Bintan 0,69 mg/l. Selanjutnya Goldman dan Horne

dalam Nurrachmi (1999) menyatakan

bahwa konsentrasi nitrat > 0,2 mg/l merupakan kesuburan yang baik. Berdasarkan hal tersebut, konsentrasi nitrat di perairan Pulau Penyengat termasuk dalam kategori kesuburan yang baik. Namun, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut konsentrasi maksimum nitrat tersebut telah melewati stándar baku mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat kesuburan perairan Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur.

Fosfat

Nilai rata-rata fosfat selama penelitian berkisar 0,065-0,173 mg/l. Konsentrasi rata-rata fosfat tertinggi berada pada Stasiun III dan terendah berada pada Stasiun I. Namun, jika dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk biota laut konsentrasi maksimum fosfat tersebut telah melewati stándar baku mutu. Hal ini memperlihatkan tingkat kesuburan perairan Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur. Tingginya konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan Pulau Penyengat dan sekitarnya mengindikasikan bahwa aktivitas-aktivitas pemukiman, industri, pertanian dan aktivitas lainnya memberikan kontribusi terhadap input nitrat dan fosfat perairan.

Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter Kualitas Air

Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) = 0,977. Hal ini memberikan gambaran bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara variabel bebas yakni kesembilan parameter kualitas air (suhu, kecerahan, salinitas, pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, kecepatan arus, nitrat dan fosfat) dengan variabel terikat yakni kelimpahan fitoplankton. Selanjutnya diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Y = 24,911 + 0,000suhu +

0,047kecerahan – 0,752salinitas +

0,000pH + 0,921Oksigen terlarut -

0,328Karbondioksida bebas -

4,410kecepatan arus + 0,143Nitrat +

0,803Fosfat

Dari persamaan regresi tersebut memperlihatkan bahwa parameter kualitas air yang memiliki hubungan searah (berbanding lurus) adalah suhu, kecerahan, O2 terlarut, pH, nitrat dan

fosfat. Sedangkan parameter kualitas air yang memiliki hubungan berbanding terbalik yaitu; salinitas, CO2 bebas, salinitas dan kecepatan

arus.

KESIMPULAN

Berdasarkan nilai kelimpahan fitoplankton, perairan sekitar Pulau Penyengat termasuk pada kategori kelimpahan yang rendah. Hasil regresi berganda menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antara beberapa parameter kualitas air yang diamati dengan kelimpahan organisme fitoplankton. Berdasarkan konsentrasi Nitrat dan Fosfat memperlihatkan bahwa perairan sekitar Pulau Penyengat termasuk kategori sangat subur. Salah satu parameter kualitas perairan yang perlu mendapat perhatian adalah rendahnya tingkat kecerahan perairan. Namun secara umum kondisi lingkungan perairan

Gambar

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Tingkat Tutupan Karang di Stasiun II  Tutupan   Karang  Tutupan Karang  %  %  1  Coral Submassive  10.05  Dead  coral algae  31.44
Tabel 1. Sebaran Responden Anggota Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan
Tabel 2. Hasil Kuesioner Pelaksanaan Sistem Koperasi Serba Usaha Citra Nelayan.
Tabel 3. Hasil Analisis Identifikasi Lingkungan Strategik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masing-masing 1 gram bahan pelindung alami berbentuk tepung yang diuji dibuat suspensi dalam 10 ml aquades dengan cara pengadukan (w/v). Kemudian suspensi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan oleh responden, mengetahui nilai ekonomi hasil hutan rakyat yang dimanfaatkan

reaksi terhadap kejadian, masalah atau trauma yang sangat berat pada individu akibat ketidakmampuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami7. •

per buah dan bobot total buah per tanaman yang tertinggi serta memiliki panjang buah yang lebih panjang, diameter buah yang lebih besar dan daging buah yang lebih tebal

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kulit dari bobot potong pada kambing Kejobong, kambing PE dan kambing Kacang secara statistik tidak

Upaya yang dilakukan oleh CEO Suargo fm dalam menangani masalah ini adalah mengharuskan setiap penyiar untuk membuat materi pada setiap program terlebih dahulu dengan

Askeri İdadideki Tarih öğretmeni Mehmet Tevfik Bey’de Mustafa Kemal’e Tarih alan ı nda “Yeni Ufuklar” açm ı ş (Cebesoy;1971), O’nda tarih sevgisi oluşturarak, vatan ı n

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi vanilin dengan siklopentanon yang menghasilkan 2,5-bis (4-hidroksi-3-metoksibenzilidin) siklopentanon (PGV-O)