• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi senyawa dalam fraksi IV ekstrak N-Heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Identifikasi senyawa dalam fraksi IV ekstrak N-Heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) - USD Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

N-HEKSANA DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh:

Margaretha Efa Putri

NIM : 088114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

N-HEKSANA DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

Program Studi Farmasi

Oleh:

Margaretha Efa Putri

NIM : 088114075

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)

iii

Karya Kecil ini KupersembahKan untuK:

Guru sejatiku, Yesus, yang senantiasa mengajar, membimbing, dan

menyertai setiap langkahku.

Orang tuaku tercinta, Mama Kanthi dan Papa Tri yang senantiasa

mendoakan, mendukung, dan membimbingku dengan penuh

kesabaran, cinta, dan kasih sayang yang tak ada habisnya.

Serta adik-adikku tersayang, Satrio, Hiro, dan Agung yang terus

memberiku kasih sayang dan semangat.

“Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan,

yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan

(5)
(6)
(7)
(8)

vii

Segala pujian dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan karena hanya

dengan berkat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Fraksi IV Ekstrak n-Heksana Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata

Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

Selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak

mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, pengarahan, saran,

dukungan, maupun sarana. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan petunjuk, saran, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam

proses penyusunan skripsi ini,

2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dan Pak Enade Perdana Istyastono, Ph.D,

Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan

demi kesempurnaan skripsi ini,

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan dan segenap dosen Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

4. Bapak-bapak Laboran dan staf laboratorium yang telah membantu dalam

proses penyelesaian skripsi di laboratorium Fakultas Farmasi Universitas

(9)

viii

Spectrometer (GC-MS) Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, yang telah

membantu proses pengerjaan kromatografi gas-spektrometri massa serta

diskusi yang membantu dalam pengerjaan penelitian ini,

6. Semua keluarga yang selalu mendukung dan menyemangati dalam suka dan

duka selama proses pengerjaan skripsi,

7. Wilfrida, teman sekelompok skripsi yang telah membantu dan menemani

selama proses pengerjaan skripsi,

8. Bu Yuli dan beberapa pihak lain yang telah bersedia menyumbangkan banyak

sampel daun binahong,

9. Seluruh teman-teman dari fakultas farmasi USD, khususnya kelas B angkatan

2008 dan FST 2008 yang telah banyak berbagi keceriaan dan kesedihan,

10. Semua teman-teman, yang selalu mendukung, menemani dan menyemangati

11. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan kelemahan karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk

itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua,

(10)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSTUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

(11)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 8

B. Ekstraksi ... 10

C. Metabolit Sekunder pada Tanaman... 11

1. Senyawa Fenolik ... 11

2. Alkaloid ... 15

3. Terpenoid ... 16

D. Kromatografi Kolom ... 18

E. Kromatografi Lapis Tipis ... 22

F. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 24

G. Elusidasi Struktur ... 27

1. Kromatografi gas-spektrometri massa ... 27

2. Spektrometri ultraviolet-sinar tampak (UV-Vis) ... 31

H. Kandungan Binahong ... 37

I. Landasan Teori ... 39

J. Hipotesis ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 42

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

1. Klasifikasi Variabel ... 42

2. Definisi Operasional ... 42

(12)

xi

E. Tata Cara Penelitian ... 44

1. Determinasi Tanaman Binahong ... 44

2. Preparasi Sampel ... 44

3. Uji pendahuluan ekstrak ... 45

4. Fraksinasi ekstrak n-heksan daun binahong dengan kromatografi kolom (KK) ... 48

5. Isolasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) ... 50

6. Elusidasi Struktur ... 52

F. Analisis Hasil ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Determinasi Tanaman ... 54

B. Preparasi Serbuk Simplisia Daun Binahong ... 54

C. Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Binahong ... 57

D. Uji Pendahuluan Ekstrak ... 58

1. Identifikasi flavonoid ... 58

2. Identifikasi tanin ... 60

3. Identifikasi alkaloida ... 62

4. Identifikasi saponin ... 65

5. Identifikasi triterpenoid dan steroid ... 66

E. Isolasi dengan Kromatografi Kolom ... 70

1. Optimasi fase gerak KK dengan metode pendekatan KLT ... 71

(13)

xii

F. Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ... 80

G. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM) ... 83

H. Spektroskopi Ultraviolet-Visibel (UV-Vis) ... 100

I. Analisis Hasil ... 106

BAB V PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 114

(14)

xiii

Tabel I. Warna flavonoid dengan sinar tampak dan sinar

ultraviolet ... 14

Tabel II. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya ... 32

Tabel III. Hasil identifikasi flavonoid dengan KLT ... 60

Tabel IV. Hasil identifikasi alkaloid dengan KLT ... 65

Tabel V. Hasil KLT identifikasi triterpenoid dan steroid ... 68

Tabel VI. Hasil uji fitokimia ekstrak n-heksan daun binahong ... 69

Tabel VII. Kepolaran fase gerak yang digunakan ... 72

Tabel VIII. Hasil KLT ekstrak dengan berbagai fase gerak ... 74

Tabel IX. Hasil KLT eluat dari kromatografi kolom ... 77

Tabel X. Hasil identifikasi fraksi IV dengan KLT ... 79

Tabel XI. Hasil KLTP ... 81

Tabel XII. Uji kemurnian isolat ... 83

Tabel XIII. Hasil Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ... 99

Tabel XIV. Panjang gelombang maksimum isolat dalam spektra UV-Vis dengan pelarut kloroform... 102

Tabel XV. Spektra UV-Vis beberapa karotenoid dalam pelarut kloroform ... 102

(15)

xiv

Gambar 1. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) .. 8

Gambar 2. Struktur fenol ... 12

Gambar 3. Kerangka umum senyawa golongan flavonoid ... 12

Gambar 4. Proses kromatografi kolom ... 19

Gambar 5. Proses kromatografi lapis tipis ... 22

Gambar 6. Skema peralatan spektrofotometer massa ... 27

Gambar 7. Skema peralatan kromatografi gas-spektrofotometer massa ... 31

Gambar 8. Transisi elektronik oleh sinar UV-Vis ... 33

Gambar 9. Skema peralatan spektrofotometer UV-Vis ... 36

Gambar 10. Beberapa senyawa boussingosida dalam daun binahong .. 38

Gambar 11. Hasil uji flavonoid dengan serbuk seng dan magnesium ... 59

Gambar 12. Hasil KLT identifikasi flavonoid ... 59

Gambar 13. Hasil reaksi uji identifikasi tanin dengan FeCl3 ... 60

Gambar 14. Hasil uji identifikasi tanin dengan larutan gelatin ... 61

Gambar 15. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Wagner LP ... 62

Gambar 16. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Mayer LP ... 63

Gambar 17. Hasil Uji Identifikasi Alkaloid dengan Dragendorff LP ... 63

Gambar 18. Hasil KLT identifikasi alkaloid dengan reagen Dragendorff ... 64

(16)

xv

Gambar 21. Hasil uji identifikasi triterpenoid dan steroid ... 67

Gambar 22. Identifikasi triterpenoid dan steroid dengan KLT ... 68

Gambar 23. Hasil KLT ekstrak dengan berbagai fase gerak ... 73

Gambar 24. Kromatografi Kolom Ekstrak n-Heksan Daun Binahong .. 76

Gambar 25. Hasil KLT masing-masing eluat dari kromatografi kolom ... 76

Gambar 26. Hasil uji identifikasi fraksi IV ekstrak n-heksan daun binahong ... 79

Gambar 27. Hasil KLTP ... 81

Gambar 28. Isolat pekat dari proses isolasi ... 82

Gambar 29. Uji kemurnian isolat ... 82

Gambar 30. Kromatogram KG-SM isolat ... 84

Gambar 31. Spektra peak 1 KG-SM isolat... 86

Gambar 32. Struktur Naftalen ... 87

Gambar 33. Spektra peak 3 KG-SM isolat ... 87

Gambar 34. Fragmentasi 1-alkena ... 87

Gambar 35. Fragmentasi senyawa 1-pentadekena ... 88

Gambar 36. Spektra peak 4 KG-SM isolat... 89

Gambar 37. Fragmentasi senyawa 1-oktadekena ... 90

Gambar 38. Spektra peak 8 KG-SM isolat... 91

(17)

xvi

Gambar 41. Fragmentasi trikosanol dengan pemutusan-α dan tata

ulang hidrogen ... 94

Gambar 42. Spektra peak 11 KG-SM isolat ... 94

Gambar 43. Fragmentasi senyawa siklotetrakosana ... 95

Gambar 44. Spektra peak 14 KG-SM isolat ... 96

Gambar 45. Fragmentasi bis-(2-etilheksil) ftalat... 97

Gambar 46. Spektra peak 16 KG-SM isolat ... 98

Gambar 47. Fragmentasi senyawa 1-oktadekana ... 99

Gambar 48. Spektra UV-Vis isolat dengan pelarut kloroform... 101

Gambar 49. Struktur lutein ... 103

Gambar 50. Spektra UV-Vis isolat dengan pelarut metanol ... 104

(18)

xvii

Lampiran 1. Surat Determinasi Binahong

(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) ... 114

Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Ekstrak ... 115

Lampiran 3. Perhitungan Kepolaran Kloroform:Methanol (1:1) ... 115

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Nilai Rf KLT ... 115

Lampiran 5. Hasil Kromatografi Gas-Spektrometri massa ... 116

Lampiran 3. Spektrum UV/Vis ... 141

(19)

xviii

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur salah satu senyawa metabolit sekunder dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Informasi mengenai struktur senyawa yang terkandung tanaman ini dapat digunakan untuk mengembangkan obat baru. Senyawa ini dapat juga berguna dalam proses standardisasi untuk mendapatkan bukti dalam pengembangan obat tradisional.

Fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong didapatkan melalui proses pemisahan pada proses kromatografi kolom dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform. Identifikasi senyawa dalam fraksi IV dilakukan dengan uji fitokimia. Elusidasi struktur senyawa yang terkandung dalam isolat, dilakukan dengan KG-SM dan Spektrometri UV-Vis. Isolat didapatkan dari pemisahan fraksi IV dalam proses kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika dan fase gerak kloroform.

Dari hasil uji fitokimia, didapatkan bahwa fraksi IV mengandung steroid. Elusidasi struktur menunjukkan bahwa isolat mengandung lutein dan senyawa steroid dengan kerangka kolesta-2,4-diena, pentadekena, heptadekena, 1-oktadekena, 4-tetradekanol, trikosil alkohol, dan n-oktadekana.

Kata Kunci: Identifikasi Senyawa, Ekstrak n-Heksana, Daun Binahong,

(20)

xix

This research was conducted to determine the structure of one of the secondary metabolites in fourth fraction of n-hexane’s extract of binahong leaf (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). The information about the structure of compounds discovered in this plant could be used as a lead in developing new medicines. The compounds could also be useful in the standardization process in order to gather evidences in the development of traditional medicine.

The fourth fraction of n-hexane extract was obtained by separation at a column chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase. Identification of compounds in the fourth fraction was conducted by phytochemical screening. Structure elucidation of the compounds discovered in the isolate was conducted by GC-MS and UV-Vis spectrometry. Isolate was obtained by the fourth fraction separation in a preparative thin layer chromatography process with silica as the stationary phase and chloroform as the mobile phase.

From the phytochemical screening, it was discovered that the fourth fraction contains steroid. Structure elucidation showed that the isolate contained lutein and compounds of a steroid with cholesta-2,4-diene skeleton, 1-pentadecene, 1-heptadecene, 1-octadecene, 4-tetradecanol, tricosyl alcohol, and n-octadecane.

Keywords: Compounds Identification, n-Hexane Extract, Binahong Leaves,

(21)

1

PENGANTAR

A.Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, penemuan obat baru tidak lagi dilakukan dengan coba-coba,

melainkan dengan mengembangkan senyawa-senyawa aktif yang telah ada.

Penemuan senyawa obat baru memiliki proses yang relatif lama dan rumit.

Banyak usaha pengembangan obat dilakukan dengan mengeksplorasi senyawa

aktif dari sumber daya alam yang banyak tersedia, misalnya tumbuhan. Senyawa

aktif yang banyak dikembangkan ini merupakan hasil metabolisme sekunder

tanaman. Metabolit sekunder inilah yang banyak bertanggung jawab pada efek

farmakologis pada manusia. Metabolit sekunder tiap tanaman berbeda, sehingga

khasiat tiap-tiap tanaman pun berbeda.

Banyak analisis tumbuhan dipusatkan pada isolasi dan identifikasi

kandungan metabolit sekunder dalam kelompok jenis tumbuhan. Analisis ini

bertujuan untuk menemukan beberapa kandungan yang merupakan senyawa baru

ataupun tidak biasa. Selain itu, tujuan dilakukannya analisis fitokimia adalah

untuk menentukan senyawa aktif penyebab efek racun maupun bermanfaat

(Harborne, 1984).

Daun tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) atau

madeira vine dipercaya dapat mengobati kerusakan ginjal, diabetes,

pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, wasir, rematik, pemulihan pasca

(22)

darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut,

menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan,

pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009).

Khasiat yang dipercaya ini, harus dapat dibuktikan melalui suatu penelitian bahwa

kandungan metabolit sekunder di dalam daun binahong dapat memenuhi khasiat

tersebut. Daun binahong menurut hasil penelitian sebelumnya secara kultur in

vitro mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009).

Flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin merupakan suatu cara

penggolongan senyawa, dimana masing-masing golongan memiliki banyak

anggota senyawa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini agar diketahui

kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tanaman binahong.

Senyawa yang diteliti pada penelitian ini, dikhususkan pada

senyawa-senyawa metabolit sekunder yang non-polar yang larut dalam pelarut n-heksana

dalam ekstraksi daun tanaman binahong yang digunakan. Senyawa metabolit

sekunder yang non-polar yang kemungkinan besar terekstraksi ke dalam ekstrak

n-heksana daun binahong, terdiri dari golongan triterpenoid dan steroid.

Terpenoid diketahui sangat berguna bagi penyembuhan beberapa

penyakit seperti;

1. glikosida jantung sebagai peningkat kontraksi jantung,

2. saponin-spirostane, sitosterol, dan stigmasterol, untuk pengobatan steroidal

(23)

agen antiinflamasi, analgesik, dan sebagainya (Bruneton, 1999).

Aktivitas farmakologis dari triterpenoid dan steroid yaitu sebagai agen

antiinflamasi berkaitan erat dengan aktivitas farmakologis daun binahong sebagai

agen penyembuh luka. Sehingga muncul dugaan bahwa aktivitas daun binahong

sebagai penyembuh luka disebabkan oleh kandungan senyawa golongan

triterpenoid dan steroid. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui adanya triterpen dan steroid, dengan menganalisis struktur salah satu

senyawanya.

Analisis struktural dari salah satu senyawa yang terdapat dalam ekstrak

n-heksana daun binahong dilakukan dengan metode elusidasi. Hal ini untuk

memastikan senyawa yang terkandung dalam daun binahong. Penelitian struktur

senyawa ini bermanfaat dalam pengembangan obat dengan menggunakan

senyawa dari tanaman sebagai senyawa penuntun (lead compound) yang

bermanfaat dalam mensintesis senyawa baru yang memiliki efek farmakologis.

Selain itu, informasi struktur senyawa dari tanaman ini berguna untuk

mengembangkan obat tradisional yang semula berdasarkan pada keterangan

empiris, yaitu pengalaman yang diajarkan secara turun-temurun, berubah menjadi

obat tradisional yang memiliki khasiat berdasarkan bukti penelitian (evidence

based), serta sebagai awal dari proses standardisasi obat tradisional.

Bahan dari alam terutama tumbuhan, mengandung sangat banyak

senyawa didalamnya. Oleh karena itu, dalam menganalisis struktur salah satu

(24)

beberapa pemisahan yang dilakukan dengan proses kromatografi kolom yang

dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif.

Dari hasil kromatografi kolom eluat dikelompokkan menjadi 5 fraksi.

Fraksi I telah dianalisis oleh Du’a (2012), yaitu gabungan eluat dengan profil KLT

(kromatografi lapis tipis) dengan Rf 0,86-0,92 pada fase diam silika gel dan fase

gerak kloroform. Fraksi II, III, dan V tidak dianalisis karena berwarna hijau,

sehingga diperkirakan mengandung klorofil. Oleh karena itu, fraksi IV yang

dianalisis dalam penelitian ini.

Untuk menganalisis kandungan dalam fraksi IV, dilakukan isolasi

lanjutan dengan kromatografi lapis tipis, sehingga dapat dihasilkan isolat yang

murni secara KLT. Analisis struktur senyawa kimia dalam isolat tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri massa (MS) dan

spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-VIS).

B.Permasalahan

Dari latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan

yang dijumpai adalah:

1. Golongan senyawa metabolit sekunder apakah yang terkandung dalam fraksi

IV ekstrak n-heksana daun binahong?

2. Bagaimanakah struktur dari senyawa metabolit sekunder yang terkandung di

(25)

Penelitian yang telah dilakukan terhadap daun binahong lebih banyak

terkonsentrasi pada pengujian efek ekstraknya. Telah dilakukan penelitian

penetapan kadar asam ursolat dalam ekstrak kloroform daun binahong dengan

metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik (Wibisono, 2010). Dalam

penelitian tersebut dinyatakan bahwa dari kromatogram yang didapat, waktu

retensi salat satu peak sama dengan waktu retensi baku asam ursolat. Maka,

penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan Wibisono (2010).

Penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa kimia

dilakukan secara in vitro yang mengidentifikasikan adanya flavonoid, alkaloid,

terpenoid, dan saponin dalam daun Binahong (Manoi, 2009).

Penelitian lain dilakukan untuk mengisolasi senyawa triterpenoid dari

ekstrak metanol, dilakukan oleh Muhammad (2011) dan Saroh, Winarti, dan

Djamil (2012), yang didapatkan senyawa yang mirip dengan boussingosida

(Muhamad, 2011) serta diperkirakan terdapat senyawa adenin. Djamil, Wahyudi,

Wahono, dan Hanafi (2012), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi

8-glucopyranosyl-4’,5,7,-trihydroxyflavone dari ekstrak methanol daun binahong.

Ketiga penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan, dimana

identifikasi akan dilakukan pada ekstrak n-heksana daun Binahong. Karena

polaritas metanol dan n-heksana sangat berbeda, maka diperkirakan kandungan

senyawa dalam kedua ekstrak tersebut berbeda.

Penelitian terbaru dilakukan oleh Facrhiyah dan Kusrini (2012) yang

(26)

dengan metode kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat

yang didapatkan dianalisis strukturnya dan didapatkan senyawa stigmasterol.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian ini mengingat bahwa di dalam ekstrak n

-heksana masih terdapat banyak senyawa lain yang tidak teridentifikasi oleh

Facrhiyah dan Kusrini (2012).

D.Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui golongan

senyawa serta untuk mengetahui struktur dari salah satu senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam fraksi IV ekstrak n-heksana daun binahong.

E.Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis

Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi

mengenai salah satu kandungan senyawa dari daun tanaman binahong.

2. Manfaat teoretis

Manfaat teoretis dilakukannya penelitian ini adalah untuk

mengembangkan senyawa obat baru dengan memodifikasi struktur (sebagai lead

compound). Selain itu, serta sebagai awal dalam proses standardisasi obat

tradisional dan pengembangan obat tradisional yang berdasarkan pada bukti

penelitian (evidence based). Obat tradisional yang berdasarkan penelitian

(27)

tanaman dan kadar zat berkhasiat dalam tanaman. Penelitian ini merupakan awal

dari standarisasi dimana, sebelum menetapkan profil farmakologis dan kadar zat

(28)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Gambar 1. Tanaman binahong

Tanaman binahong atau Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, menurut

Wagner et al (cit. Starr, Starr, and Loope, 2003) masuk dalam family Basellaceae dan

genus Anredera yang terdiri dari 5-10 spesies dari Amerika bagian tropis. Anredera

cordifolia (Ten.) Steenis memiliki sinonim Bossingaultia cordifolia Ten.:

Boussingaultia gracilis Miers: serta Boussingaultia pseudobasselloides Haum. Nama

umum yang sering digunakan yaitu: Madeira vine, mignonette vine, lamb’s tail, serta

(29)

Tanaman binahong merupakan tanaman sepanjang tahun, tanaman

merambat, menutup semak atau tanah. Batang ramping, melilit, dan tanpa bulu

hingga sekitar 30 meter panjangnya, awalnya berwarna hijau kemerahan dan berupa

herba (berbatang basah), kemudian menjadi coklat, mengelupas dan menjadi berkayu

dan mencapai diameter 2–3 cm. Madeira vine menghasilkan umbi berdaging pada

kedua akar (rimpang dengan diameter sekitar 20 cm) dan pada buku-buku batangnya.

Umbi pada batang ini seperti kutil kecil yang tidak teratur berwarna cokelat terang

atau hijau dan variasi ukuran dengan diameter 5 mm-25 cm, sering membawa

sejumlah tunas pada ketiak daun. Daun subsessile atau hampir duduk pada batang,

berbentuk jantung atau dengan tangkai daun hingga 1–12 cm (dan jarang di atas 15

cm) panjangnya, secara luas berbentuk bulat telur, kadang berbentuk lanset, maupun

berbentuk jantung, berdaging hingga berair tergantung pada paparan; ujung daun

tumpul. Helaian daun berwarna hijau terang, hijau gelap pada permukaan atas,

mengkilap, terasa basah ketika disentuh, 1–15 cm panjangnya dan 0.8–11 cm

lebarnya (Smith, Lawson, Turnbull, dan Downey, 2007).

Bracteola atas rata dengan bunga, bulat hingga elips, bunga tandan tidak

bercabang atau bercabang 2-4 dengan malai tipis, panjang 4-25 cm; bractea lebih

rendah dari tangkai bunga, gigih; tangkai bunga 1,5-2 mm; bracteola terendah

berwarna putih kehijauan, sedikit lebih pendek dari perianth (kelopak dan mahkota

bunga), perianth berwarna putih, tingginya 5,5-8 mm, cuping bulat telur-lonjong,

(30)

Amerika Selatan, di Jawa dibudidayakan pada ketinggian rendah (Backer dan Van

den Brink, 1965).

Daun tanaman binahong atau madeira vine dipercaya dapat mengobati

kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, wasir,

rematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan

segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan

peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing,

sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat,

keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi,

2009).

B.Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan zat utama yang diinginkan dari bahan

mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat yang diinginkan

tersebut (Ansel, 2005). Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI (1995)

dalam farmakope IV menyatakan bahwa : “Ekstrak adalah sediaan pekat yang

diperoleh dengan mengekstrasi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang ditetapkan”.

Pemilihan pelarut penting untuk menentukan senyawa metabolit eksoseluler

(31)

rendah sebagian besar hanya mengekstraksi metabolit eksoseluler saja. Tetapi pada

pelarut alkoholik dapat memecah membran sel dan mengekstraksi sebagian besar

material endoseluler (Colegate dan Molyneux, 1993).

Telah diketahui sebelumnya bahwa senyawa organik hanya dapat cenderung

larut dalam pelarut organik daripada larut dalam air, serta garam anorganik hanya

dapat larut dalam air. Hanya senyawa organik yang memiliki gugus polar seperti

hidroksil, sulfonat, nitrat dan gugus hidrofilik lainnya yang memiliki kemungkinan

yang cukup tinggi untuk larut dalam air (Basset, Denney, Jeffery, Mendham, 1994).

C.Metabolit Sekunder pada Tanaman 1. Senyawa fenolik

Senyawa fenolik merupakan suatu senyawa yang setidaknya memiliki satu

gugus aromatis yang terikat setidaknya satu gugus hidroksil, bebas, ataupun terikat

dengan gugus yang lain. Beberapa fenol dapat dilihat secara kasat mata, atau dapat

dilihat dibawah sinar UV ataupun dengan reaksi warna. Senyawa fenolik biasanya

berada dalam ekstrak etanolik suatu tumbuhan (Bruneton, 1999). Cara klasik untuk

mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan menambahkan larutan besi (III)

klorida 1 % dalam air atau etanol kepada larutan cuplikan, yang menimbulkan warna

(32)

O H

Gambar 2. Struktur fenol

Secara umum, fenol larut dalam pelarut organik polar, larut di natrium

hidroksida, dan larutan karbonat. Asam fenolat larut dengan bikarbonat dan dapat

diekstraksi dengan pelarut organik dengan kondisi sedikit asam. Glikosida dari

komponen fenolik, umumnya larut di air. Semua senyawa fenolik tidak stabil. Semua

fenol dapat dengan segera teroksidasi khususnya pada kondisi basa (Bruneton, 1999).

a.Flavonoid. Flavonoid hampir selalu larut dalam air. Flavonoid adalah

senyawa yang bertanggung jawab pada pembentukkan warna pada tanaman.

Flavonoid yang tidak berwarna berkontribusi pada warna tanaman sebagai

kopigment: sebagai contoh kopigmen flavon dan flavonol yang tidak berwarna

melindungi antosianin. Dalam beberapa kasus, molekul menyerap daerah spektrum

dekat UV, yang berfungsi sebagai atraktan pada beberapa jenis serangga (Bruneton,

1999). .

O

O

(33)

Secara umum glikosida larut di air dan alkohol, hanya beberapa senyawa

yang sukar larut dalam air (rutin dan hesperidin). Aglikonnya kebanyakan larut di

pelarut nonpolar, ketika terdapat setidaknya satu gugus fenolik bebas, yang larut

dalam larutan alkali hidroksida (Bruneton, 1999).

Flavonoid lipofil dari jaringan “superficial leaf” secara langsung terekstrasi

dengan pelarut dengan polaritas medium (seperti diklormetan); kemudian harus

dipisahkan dari lilin dan lemak yang diekstraksi secara berkelanjutan (dapat dicuci

heksana) (Bruneton, 1999). .

Glikosida dapat terekstraksi, sering pada suhu tinggi dengan aseton atau

alkohol (etanol, metanol) yang dicampur dengan air (20 – 50 %). Petroleum eter

dengan ekstraksi cair-cair dapat menghilangkan klorofil dan lipid. Dietil eter akan

mengekstrak aglikon bebas, dan etil asetat dapat melarutkan sebagian besar glikosida.

Sakarida bebas tertinggal dalam fase air dengan glikosida yang sangat polar sedikit

terikut didalamnya (Bruneton, 1999).

Ada beberapa reaksi warna untuk mengidentifikasi flavonoid dalam bentuk

glikosida maupun aglikonnya.

i. Reaksi Cyanidin, dengan serbuk magnesium (untuk flavanon dan dihidroflavanol)

atau dengan zink, dengan adanya asam hidroklorida.

ii. Dengan dilihat dibawah sinar UV sebelumnya dan disemprot dengan ammonium

klorida dan setelah diuapi ammonia (perubahan warna maupun fluorosent yang

(34)

Tabel I. Warna flavonoid dengan sinar tampak dan sinar ultraviolet (Harborne, 1984)

Warna Warna dengan UV Petunjuk

Sendiri Dengan amonia

jingga redup Kebanyakan kalkon Kuning redup atau

hijau kuning

Jingga redup atau

merah Auron

Kuning pucat Coklat tua Kuning redup atau coklat kuning

Tak berwarna Merah tua Coklat pudar

Kebanyakan

Merah tua Kuning pucat atau hijau kuning

Flavanon dan flavanonol 7-glikosida

b.Tanin. Tanin merupakan bahan polimer dari tumbuhan yang merupakan

senyawa polifenol. Secara kimia terdapat 2 jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi

(seperti protosianidin) dan tanin yang terhidrolisiskan (seperti asam galat dan asam

elagat). Penentuan struktur kimia tanin sukar dilakukan karena tingkat kerumitan

(35)

Dalam pengujiannya, tanin direaksikan dengan FeCl3 dan larutan gelatin.

Perubahan warna menjadi hijau kehitaman pada reaksi dengan FeCl3 menunjukkan

adanya tanin terhidrolisa, jika menjadi hijau kecoklatan menunjukkan adanya tanin

terkondensasi. Jika terbentuk endapan dengan larutan gelatin maka larutan uji positif

mengandung tanin (Levita, Musfiroh, Mustarichie, 2011).

2. Alkaloid

Penemu alkaloid, W. Meisner memperkenalkan senyawa alam yang bereaksi

seperti basa. Pada awalnya alkaloid didefinisikan sebagai senyawa yang mengandung

nitrogen. Karena berasal dari alam dan distribusinya yang terbatas, alkaloid memiliki

struktur yang kompleks (Bruneton, 1999).

Alkaloid memiliki range berat molekul dari 100 hingga 900. Dimana

kebanyakan basa tidak mengandung atom oksigen dalam bentuk cair, sedangkan yang

mengandung atom oksigen terdapat dalam bentuk kristal padat. Hampir semua kristal

basa memiliki rotasi optis, dan memiliki titik leleh yang tajam, tanpa terdekomposisi,

pada suhu dibawah 200°C. Secara umum alkaloid tidak larut atau sukar larut dalam

air, larut dalam nonpolar atau hanya sedikit yang larut dalam pelarut organik polar,

dan larut pada larutan asam hidroalkoholik encer (Bruneton, 1999).

Karakter umum alkaloid dalam tanaman berada dalam bentuk garam dengan

asam mineral (hidroklorit, sulfat, nitrat) atau asam organik (tartrat, sulfamat, maleat).

Garam alkaloid secara umum larut di air dan larutan alkohol, dan tidak larut dalam

(36)

Metode deteksi yang paling umum digunakan adalah dengan reaksi

pengendapan dengan menggunakan reagen umum untuk alakaloid. Reaksi

pengendapan dengan membentuk kombinasi alkaloid dengan metal dan metalloid:

bismuth, merkuri, tungsten, dan iodine. Dalam prakteknya, reagen yang biasa

digunakan adalah larutan yang mengandung iodine dan iodide, atau larutan yang

mengandung kalium iodide dan merkuri klorida (reagen Mayer), atau reagen yang

mengandung bismuth nitrat dan kalium iodide (reagen Dragendorff). Untuk pereaksi

semprot alkaloid pada KLT, digunakan reagen Dragendorff, larutan iodine-iodida,

kalium iodoplatinat, cerium dan ammonium sulfat (Bruneton, 1999).

3. Terpenoid

Triterpenoid dan steroid terbentuk dari beberapa jumlah 5 atom karbon pada

2-metilbutadiena (unit isoprena). Terpenoid di alam terbagi menjadi beberapa

golongan yaitu; monoterpen (minyak esensial, oleoresin, dan iridoid), monoterpen

ireguler (pyrethrins), sesquiterpen (minyak esensial dan sesquiterpen lakton),

diterpen, triterpen dan steroid (saponin, glikosida jantung, fitosterol, dan triterpen

termodifikasi), karotenoid, serta poliisopren) (Bruneton, 1999).

Cara umum deteksi ialah dengan menyemprot dengan KMnO4 0,2 % dalam

air, antimoni klorida dalam kloroform, H2SO4 pekat atau vanillin-H2SO4. Setelah

disemprot, pelat dipanaskan pada 100-105°C sampai pembentukan warna sempurna

(37)

a.Triterpen dan steroid. Terdiri dari 30 atom karbon, yang berasal dari

siklisasi epoksi-3S-2,3-epoksi-2,3-dihidro-squalena. Steroid, seperti fitosterol,

saponin, ekdisteroid, glikosida jantung, dan steroidal alkamin memiliki kerangka

struktur yang sama. Glikosida jantung dapat meningkatkan kontraksi jantung, likorisa

sebagai pemanis rendah kalori, serta triterpen sebagai sitostatik, insektisida,

antiinflamasi, analgesik, dan sebagainya (Bruneton, 1999).

Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann-Burchard (anhidrida

asetat-H2SO4 pekat) dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna

hijau biru. Pereaksi Liebermann-Burchard telah disesuaikan untuk KLT. Pelat

disemprot dengan campuran H2SO4 pekat 1 mL, anhidrida asetat 20 mL, dan

kloroform 50 mL lalu dipanaskan 85°-95°C selama 15 menit. Untuk mendeteksi

steroid digunakan H2SO4 50 % lalu dipanaskan akan menghasilkan warna merah, dan

dengan UV berfluoresensi hijau (Harborne, 1984).

b.Saponin. Saponin merupakan senyawa glikosida, yang memiliki

karakteristik sebagai surfaktan. Secara structural, saponin dibagi menjadi 2, yaitu

steroidal saponin dan triterpenoid saponin (Araliaceae, Caryophyllaceae,

Cucurbitaceae, Fabales, Primulaceae, Ranunculaceae, Rosaceae, dan Sapindaceae)

(Bruneton, 1999).

Saponin larut di air atau menggunakan alkohol ataupun larutan

hidroalkoholik setelah partisi penghilangan lemak oleh petroleum eter. Pemisahan

saponin dengan kromatografi (kromatografi kolom terbuka, HPLC, KLT, maupun

(38)

agen antiinflamasi, mengobati batuk, dermatologi, serta sebagai adaptogen (Bruneton,

1999). Uji saponin yang sederhana ialah dengan mengocok ekstrak dengan air. Bila

terbentuk busa yang tahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1984).

c.Karotenoid. Merupakan tetraterpenoid dengan delapan unit isoprena,

memiliki karakteristik kromofor yang menyebabkan warna kuning atau oranye yang

sangat mudah teroksidasi, serta larut didalam lipid dalam tumbuhan. Banyak terdapat

pada daun, bunga, akar (wortel), dan biji (jagung). Misalnya β-karoten yang

merupakan pro-vitamin A. Karotenoid juga dapat melawan penyakit degeneratif, serta

sebagai pewarna alami (Bruneton, 1999).

Spektrum karotenoid sangat khas antara 400-500 nm, dua puncak utama

disekitar 450 nm dan biasanya ada dua puncak tambahan pada kedua sisi puncak

utama (Harborne, 1984).

D.Kromatografi Kolom

Kromatografi merupakan proses pemisahan campuran dimana analit-analit

dalam sampel terdistribusi dalam fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa

bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang

dilapiskan pada pendukung padat. Fase gerak dapat berupa gas maupun cairan.

(39)

Gambar 4. Proses kromatografi kolom (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991) Menurut Székely (cit., Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995)

kombinasi proses isolasi untuk senyawa lipofil dapat dilakukan dengan; partisi

cair-cair dan kromatografi cair-cair, kromatografi cair-cair dan kromatografi padat (misalnya

kombinasi kolom terbuka dengan KLT preparatif menggunakan silika gel), ataupun

kombinasi kromatografi cair. Kromatografi kolom terbuka biasa dipakai secara luas

karena sederhana.

Kromatografi cair yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode

terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada

kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada

bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, atau

bahkan tabung plastik. Fase gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran

yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa akan

bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan

(40)

Ukuran partikel fase diam untuk kolom biasanya lebih besar daripada untuk

KLT. Untuk kolom yang dijalankan dengan gaya tarik bumi biasanya 63-250 µm.

sedangkan kolom yang dijalankan dengan tekanan mengandung partikel fase diam

dengan ukuran 40-63 µm. Silika gel (SiO2) atau asam silikat merupakan fase diam

yang paling banyak digunakan karena dapat dipakai dengan semua pelarut (Gritter,

Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Fase diam dapat dikemas ke dalam tabung dengan cara basah maupun

kering. Umumnya cara basah lebih mudah dan lebih sering dipakai untuk silika gel.

Sedangkan cara kering lebih baik untuk alumina. Pada cara basah, fase diam

dimasukkan ke dalam kolom, dan tabung diisi sepertiganya dengan pelarut. Pelarut

yang dipakai pada proses pengemasan ini mungkin sama dengan fase gerak atau

pelarut lain yang kepolarannya lebih rendah. Fase diam dibuat suspensi dengan

pelarut, dan suspensi ini dituangkan ke dalam pelarut yang ada di tabung. Selama

proses pengendapan, tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara perlahan agar

dapat diperoleh lapisan yang seragam (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991)

Pendekatan untuk memilih fase gerak ada tiga. Pertama dengan penelusuran

pustaka, karena sebagian besar senyawa pada kimia analitik, biokimia, dan kimia obat

diketahui dan pernah dikromatografi. Ketika senyawa belum diketahui atau senyawa

yang tidak biasa, maka dapat dicari informasi mengenai senyawa yang ukuran serupa

dan memiliki gugus fungsi yang sama. Kedua adalah hubungan dengan KLT. Karena

KLT membutuhkan waktu yang singkat dengan menggunakan pelarut (fase gerak)

(41)

pemisahan memakai kolom. Ketiga adalah dengan pemakai elusi landaian umum

mulai dari pelarut yang tidak menggerakan sampel sampai pelarut yang lebih polar

yang menggerakan sampel (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut, ditambahkan ke bagian atas kolom

dan dibiarkan mengalir ke bagian atas fase diam. Kemudian kromatogram

dikembangkan. Pada pengembangan ini, sampel yang berupa campuran akan terpisah.

(Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991)

Kecepatan migrasi tiap senyawa melalui fase diam ditentukan oleh

perbandingan distribusinya (D) yang ditentukan oleh afinitas relatif senyawa itu pada

kedua fase. Nilai D (koefisien distribusi) didefinisikan sebagai perbandingan

konsentrasi senyawa dalam fase diam dibanding dengan konsentrasi senyawa tersebut

dalam fase gerak. Semakin besar nilai D, maka migrasi senyawa semakin lambat, dan

semakin kecil nilai D, migrasinya akan semakin cepat. Semakin besar perbedaan

distribusi antar senyawa, maka campuran akan semakin mudah terpisah. (Rohman,

2009).

Secara umum pemantauan senyawa yang telah dipisahkan dilakukan dengan

membagi eluat menjadi beberapa fraksi. Fraksi dianalisis dengan menggunakan KLT

maupun KCKT sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai petunjuk fraksi mana

yang harus digabung untuk mengisolasi produk. Sedangkan untuk isolasi produk,

fraksi kolom yang telah digabungkan atau mengandung senyawa yang sama, fase

(42)

E.Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisikokimia. Dimana

campuran yang akan dipisahkan ditotolkan berupa bercak atau pita. Pemisahan terjadi

dalam bejana tertutup rapat yang berisi fase gerak, dan pemisahan terjadi selama

perambatan kapiler (Stahl, 1985). KLT merupakan salah satu metode kromatografi

yang paling sederhana yang dapat memisahkan senyawa yang amat berbeda seperti

senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik, dan

bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dengan biaya yang

cukup rendah (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Bila KLT dibandingkan dengan kromatografi kertas, KLT memiliki

kelebihan yaitu keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan

disebabkan banyaknya jenis fase diam yang dapat digunakan (selulosa atau silika gel,

dan sebagainya). Kecepatan KLT yang lebih besar karena sifat penyerap yang lebih

padat dan merupakan keuntungan untuk menelaah senyawa yang kurang stabil.

Kepekaan KLT karena jumlah yang diperlukan hanya berjumlah dalam µg (Harborne,

1984).

(43)

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai

metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai

untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam

kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter, Bobbit, dan

Schwarting, 1991).

Lapisan buatan sendiri mempunyai beberapa kekurangan dan biasanya

memerlukan peralatan tertentu untuk membuatnya (Gritter, Bobbit, dan Schwarting,

1991). Untuk membuat pelat KLT, terlebih dahulu pelat kaca dibersihkan dengan

aseton untuk membersihkan lemak. Kemudian bubur silika harus di kocok kuat dalam

waktu yang cukup (90 detik) sebelum penyaputan. Setelah itu, pelat dikeringkan pada

suhu kamar, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110°C selama 30 menit

(Harborne, 1984)

Umumnya jumlah sampel yang ditotolkan sekitar 50-100 µg setiap bercak

untuk kromatografi adsorbsi. Untuk meningkatkan konsentrasi sampel pada bercak,

dapat dilakukan penotolan berulang (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Pada pengembangan lapisan KLT, terdapat 3 gerakan pelarut. Pertama

pelarut bergerak ke atas melalui lapisan. Kedua, uap pelarut akan terjerap oleh lapisan

di atas garis depan gerakan pertama pelarut. Ketiga, penguapan pelarut dibawah garis

depan pada lapisan. Sehingga untuk meminimalkan banyaknya gerakan pelarut, maka

dibutuhkan penjenuhan bejana. Penjenuhan bejana dapat dilakukan dengan melapisi

dinding bejana dengan kertas saring. Kertas harus dibasahkan dengan pelarut, dan

(44)

dalam bejana (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991). Biasanya KLT dilakukan

dengan pengembangan naik dalam suatu bejana yang dindingnya dilapisi dengan

kertas saring sehingga bejana jenuh dengan pengembang yang digunakan (Harborne,

1984)

Pemisahan pada kromatografi planar (misalnya kromatografi lapis tipis)

pada umumnya akan dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh

permukaan fase diam. Analit dicirikan dengan faktor retardasi (Rf) atau jarak migrasi

analit terhadap jarak ujung fase geraknya. (Rohman, 2009)

Rf = (Rohman, 2009) ………..(1)

Cara penampakan bercak yang tidak merusak dapat digunakan untuk KLT

preparatif dan kuantitatif. Cara khas merupakan cara yang umumnya digunakan

dengan menyemprot pelat dengan pereaksi yang akan menimbulkan warna jika

bereaksi dengan bercak cuplikan. Ada dua segi penting mengenai penggunaan

pereaksi semprot. Segi pertama ialah mengenai informasi gugus fungsi yang dapat

diperoleh. Serta segi kedua yaitu mengenai derajat warna yang kecil yang terjadi jika

pereaksi semprot ini dipakai (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

F.Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan biaya paling murah dan

menggunakan peralatan yang paling sederhana adalah kromatografi lapis tipis

(45)

cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g) dari senyawa

yang kurang atsiri. Pada KLTP, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa

garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus

pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita

ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tidak berwarna, dan

fase diam, yang mengandung pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan

diekstraksi dari fase diam dengan pelarut polar (Gritter, Bobbit, dan Schwarting,

1991).

Fase diam yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk

pemisahan campuran senyawa lipofil maupun hidrofil. Seperti biasa, silika gel lebih

banyak digunakan daripada fase diam lain. Ketebalan optimum untuk lapisan

preparatif sekitar 1-1,5 mm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat akan

mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Pada umumnya,

suspensi yang dipakai untuk mencetak lapisan preparatif agak lebih kental daripada

yang dipakai untuk lapisan tipis. Lapisan harus dibiarkan mengering selama beberapa

jam pada suhu kamar sebelum diaktifkan. Ini akan mencegah peretakan dan

pengerasan pada bagian luar. Pengaktifan dilakukan pada suhu 100°C,

sekurang-kurangnya selama 1 jam (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat

KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, karena jika pelarut

kurang mudah menguap maka dapat terjadi pelebaran pita. Pemilihan pelarut

(46)

ukuran partikel penyerap sama, maka pelarut yang dipakai pada KLT analitik dapat

dipakai langsung pada KLTP (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995).

Pelarut yang memiliki titik didih di antara 50-90°C cocok untuk pelarut cuplikan.

Pada penotolan dilakukan penyebaran larutan cuplikan yang volumenya agak besar

(sampai 2 ml) berbentuk pita seragam tipis (lebar 1 sampai 5 mm) tanpa mengganggu

permukaan lapisan secara berlebihan (Gritter, Bobbit, dan Schwarting, 1991).

Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang

dapat menampung beberapa pelat sekaligus. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut

pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup di dalam

pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan

berulang. Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat dikeringkan kemudian

dimasukkan lagi ke dalam bejana (Hostettmann, Hostettmann, dan Marston, 1995).

Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari pelat dengan spatula

atau pengerok berbentuk tabung yang disambungkan dengan pengumpul vakum.

Senyawa harus diekstraksi dari penyerap dengan pelarut yang paling kurang polar

yang mungkin (sekitar 5 ml untuk 1 g penyerap). Semakin lama senyawa kontak

dengan penyerap, semakin besar kemungkinana penguraian. Ekstrak disaring melalui

kaca berpori 4 dan kemudian melalui membrane 0,2-0,45 µm. Kemudian pelarut

(47)

G.Elusidasi Struktur

Setelah suatu senyawa tanaman terisolasi, struktur senyawa kemudian

dielusidasi struktur dan dikarakterisasi. Identitas struktural senyawa ditetapkan

dengan berbagai metode fisikokimia termasuk inframerah (IR), ultraviolet-Vis, 1H dan 13C resonansi magnetik inti (NMR), dan spektrometri massa (MS), serta berbagai sifat fisika dan data kromatografis seperti titik leleh, analisis element, data kelarutan,

parameter kromatografi lapis tipis dan kromatografi cair kinerja tinggi, analisis

thermogravimetri, serta analisis DSC (differential scanning calorimetry) (Ho,

Chi-Tang, Shahidi, dan Fereidoon, 2000).

1. Kromatografi gas-spektrometri massa

Penggunaan spektrometer massa berkembang karena banyak senyawa

organic dapat diionisasi pada keadaan uap dan dicatat berat molekul senyawa dengan

mengukur perbandingan massa terhadap muatan (m/e). Kedua ion molekul dapat

diputus-putus lagi atau difragmentasi dalam fragmentasi yang lebih kecil yang dapat

berguna untuk penentuan struktur molekul (Kosela, 2010).

(48)

Peralatan terdiri dari sebuah ruangan pemboman yang diisi sampel dalam

bentuk uap. Ruangan dihampakan agar tekanan uapnya rendah sehingga sampel padat

dan cairan mudah menguap. Selanjutnya ion molekuler (M) dan ion-ion anak

(pecahan) yang bermuatan positif yang terbentuk akan dipercepat oleh akselerator

oleh suatu muatan negatif yang terdapat pada ujung lainnya. Selanjutnya ion yang

melalui celah (slits) dilewatkan melalui medan magnet dan dibelokkan sesuai dengan

kecepatan yang tergantung pada perbandungan massa dan muatan menuju detektor.

Selanjutnya rekorder akan mencatat hasil berupa gambar antara limpahan relatif (LR)

atau relative abundance (RA) lawan m/e yang dikenal sebagai spektra massa (Sitorus,

2009)

Dalam spektrometer ini, sampel diubah dalam bentuk gas dan dengan

elektron berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi pertama senyawa

tersebut. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi

tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul tersebut dan terbentuknya

suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh penembakan berenergi tinggi

tersebut tidak stabil dan pecah menjadi fragmen yang lebih kecil, baik berbentuk

radikal bebas maupun ion-ion lain (Supratman, 2010).

Sampel dimasukkan, diuapkan dan diumpankan dalam suatu aliran yang

berkesinambungan dengan kamar pengionan yang dijaga tetap dalam keadaan tetap

vakum untuk meminimalkan tabrakan dan reaksi antara radikal, molekul udara, dan

(49)

ionisasi beberapa molekul sampel menjadi ion-ion molekul, yang dapat mengalami

fragmentasi dan penataan ulang (Supratman, 2010).

Radikal ion dan partikel yang terbentuk diumpankan melewati dua elektroda,

lempeng pemercepat ion, yang memercepat partikel bermuatan positif. Dari sini,

partikel bermuatan positif menuju ke tabung analisator, dimana partikel ini dibelokan

oleh medan magnet sehingga lintasannya melengkung (Supratman, 2010).

Pada kuat medan dan tegangan listrik (voltase) yang sama, partikel dengan

m/e tinggi akan memiliki jari-jari yang besar. Sehingga, ketika voltase pemercepat

dikurangi perlahan dan kontinyu, maka kecepatan semua partikel akan berkurang, dan

jari-jari lintasan pun berkurang. Maka, partikel akan mengenai detektor dimulai

dengan m/e yang rendah (Supratman, 2010).

Elektron dalam orbital berenergi tertinggi (elektron yang paling longgar)

adalah elektron yang pertama kali akan lepas. Jika molekul memiliki elektron n (lone

pair electrons), maka salah satunya akan dilepaskan, jika tidak ada maka akan

dilepaskan sebuah elektron phi (π), jika tidak ada keduanya, maka ion molekul akan

terbentuk dengan lepasnya sebuah elektron sigma (σ) (Supratman, 2010).

Setelah ionisasi awal, ion molekul akan mengalami fragmentasi, suatu proses

dimana radikal bebas atau molekul netral kecil dilepaskan dari ion molekul. Ion

molekul tidak pecah secara acak, tetapi cenderung membentuk fragmen-fragmen

sestabil mungkin (Supratman, 2010).

Spektrum massa adalah alur kelimpahan (abundance) jumlah relatif fragmen

(50)

fragmen-fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi adalah +1;

maka nilai m/e sama dengan massa molekulnya (M). bagaimana suatu molekul atau

ion pecah menjadi fragmen-fragmen kecil tergantung dari kerangka karbon dan gugus

fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dari massa fragmen dapat memberikan

petunjuk mengenai struktur molekul induknya serta menentukan bobot molekulnya

(Supratman, 2010).

Spektrum massa dipaparkan sebagai grafik batangan. Setiap puncak dalam

spektrum menyatakan suatu fragmen molekul sehingga puncak ditata menurut

kenaikan m/e dari kiri ke kanan. Intensitas puncak sebanding dengan kelimpahan

relatif fragmen-fragmen bergantung pada stabilitas relatifnya. Puncak tertinggi dalam

spektrum disebut puncak dasar (base peak), diberi intensitas sebesar 100 %

(Supratman, 2010).

Ion limpahan yang paling tinggi yang disebut dengan puncak dasar (based

peak) menggambarkan fragmen yang paling stabil untuk molekul tersebut. Intensitas

fragmen yang lain relatif terhadap puncak dasar yang berarti stabilitasnya juga adalah

relatif (Sitorus, 2009).

Pada saat ini banyak alat spektrometer massa digabungkan dengan

kromatografi gas, sehingga setiap peak dari kromatogram dapat diukur berat molekul

serta bentuk framentasinya. Selain itu ratusan ribu senyawa organik sudah didata

dalam komputer, dan hasil pengukurannya dapat dibandingkan derajat kemiripannya.

Bila derajat kemiripannya lebih dari 90 % maka senyawa tersebut dapat dikatakan

(51)

Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri

dengan meneruskan arus gas melalui fase diam. Pada kromatografi gas, komponen

yang akan dipisahkan dibawa oleh gas melalui kolom. Campuran akan terbagi di

antara gas pembawa dan fase diam. Fase diam akan menahan komponen secara

selektif berdasarkan koefisien distribusinya sehingga terbentuk sejumlah pita yang

berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini keluar dari kolom bersama aliran gas

pembawa dan dicatat sebagai fungsi waktu. Detektor menunjukan adanya komponen

dalam eluen dan mengukur kuantitasnya (McNair dan Bonelli, 1988).

Gambar 7. Skema peralatan kromatografi gas-spektrofotometer massa (Sitorus, 2009)

2. Spektrometri ultraviolet-sinar tampak (UV-VIS)

Spekstroskopi adalah alat analisis yang menggunakan radiasi sebagai sumber

energi. Sinar atau radiasi adalah merupakan gelombang yang mempunyai energi

berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Selain sinar atau radiasi, elektron

(52)

Elusidasi struktur sangat penting untuk senyawa organik Karena adanya

fenomena isomeri yaitu senyawa yang memiliki rumus molekul sama tetapi memiliki

struktur yang berbeda (Sitorus, 2009).

Bila energi atau sinar berinteraksi dengan molekul organik maka yang

dipengaruhi adalah ikatannya. Pada hakekatnya terdapat 3 jenis ikatan yaitu, ikatan

sigma (σ), ikatan pi (π), dan pasangan elektron bebas (n), dimana kekuatan ketiga

ikatan tersebut adalah sebagai berikut (Sitorus, 2009).

σ > π > n (Sitorus, 2009)………..(2)

Tabel II. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya (Sitorus, 2009)

Panjang gelombang

(nm) Warna Warna Komplementer 400-435 Violet /ungu /lembayung Hijau kekuningan

435-480 Biru Kuning

480-490 Biru kehijauan Jingga

490-500 Hijau kebiruan Merah

500-560 Hijau Ungu kebiruan

560-580 Hijau kekuningan Ungu

580-610 Jingga Biru kehijauan

610-680 Merah Hijau kebiruan

680-800 Ungu kemerah-merahan Hijau

Molekul menyerap energi dalam ultraviolet dan spektrum sinar tampak

tergantung pada daerah elektronik dari molekul. Energi serapan menghasilkan elevasi

elektron dari orbital dasar ke orbital lebih energi lebih tinggi di kedudukan tereksitasi.

Spektrofotometer ultraviolet akan memberikan informasi yang berguna pada sistem

(53)

Energi yang diserap dalam daerah UV menghasilkan transisi elektron valensi

dalam molekul. Transisi ini terjadi karena elektron tereksitasi dari orbital molekul ke

energi orbital yang lebih tinggi (antibonding). Perpindahan dari ikatan orbital π ke

antibonding orbital π* dinyatakan sebagai π → π* (Kosela, 2010).

Baik radiasi UV maupun tampak berenergi lebih tinggi daripada radiasi

inframerah. Absorpsi cahaya ultraviolet dan tampak mengakibatkan transisi

elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar, highest

occupied molecular orbital (HOMO) berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi lowest unoccupied molecular orbital (LUMO). Transisi ini menyerap energi yang selanjutnya terbuang sebagai kalor, cahaya, atau tersalurkan

dalam reaksi kimia (Supratman, 2010).

Gambar 8.Transisi elektronik oleh sinar UV-Vis (Sitorus, 2009)

Kromofor adalah gugus tak jenuh kovalen (σ) yang menyebabkan serapan

elektronik. Auksokrom adalah gugus jenuh yang bila terikat pada suatu kromofor

akan mempengaruhi panjang gelombang (λ) dan intensitas serapan maksimum

(54)

Auksokrom adalah suatu gugus jenuh dengan elektron sunyi yang tidak

menyerap pada daerah ultraviolet-tampak tetapi jika terikat pada kromofor akan

mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan kromofor (gugus fungsi yang

mengalami transisi n→σ*) (Supratman, 2010).

Spektrum UV-Vis terdiri dari pita absorpsi lebar pada daerah panjang

gelombang yang lebar. Ini disebabkan oleh terbaginya keadaan dasar dan keadaan

eksistensi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi

elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke subtingkat

keadaan apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagai transisi ini berbeda energi

lebih sedikit dan menimbulkan pita lebar yang muncul dalam spektrum itu

(Supratman, 2010).

Spektrum ultraviolet dan visibel biasanya sangat encer, dan pelarut yang

digunakan harus tidak memberikan serapan pada panjang gelombang dimana

dilakukan pengukuran dan transparan terhadap sel silika (Supratman, 2010).

Panjang gelombang untuk transisi elektronik adalah spesifik yang dikenal

sebagai λmaks yaitu panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dan

merupakan dasar dari analisa kualitatif yang dapat ditentukan secara eksperimen

dengan membuat kurva antara A lawan λ (Sitorus, 2009).

Spektroskopi UV-Vis diperuntukkan untuk analisis senyawa dengan gugus

kromofor diena dan poliena serta enon terkonjugasi. Bila konjugasi ikatan rangkap

makin panjang maka akan menuju senyawa berwarna sehingga sinar yang digunakan

(55)

a.Sistem butadien aturan Woodward. Panjang gelombang maksimum (λ)

sistem butadien (C=C-C=C) dimana butadien dibagi dalam dua katagori yaitu s-trans

butadien dan s-cis butadien. Dalam perhitungan Woodward harga induk (parent

value) di singkat HI untuk system s-trans butadien (heteroanular) sebesar 214 nm,

tapi harga induk s-cis-butadien (homoanular) sebesar 253 nm. Pengertian eksosiklik

yang disingkat dengan ES adalah ikatan rangkap diluar cincin dan setiap eksosiklik,

penambahannya 5 nm (Kosela, 2010).

b.Sistem butadien aturan Fieser-Kuhn. Aturan Woodward hanya berlaku

untuk sistem butadien dan perpanjangan paling banyak dua ikatan rangkap

terkonjugasi. Untuk ikatan rangkat lebih dari empat digunakan aturan Fieser Kuhn

dengan rumus sebagai berikut:

max( ) = 114 + 5 + (48,0−1,7 )−16,5 −10 …….(3)

max( ) = (1,74 × 10 ) ...(4)

Dimana:

M = jumlah substituent alkil atau yang menyerupai alkil pada sistem

konjugasi

N = jumlah dari ikatan rangkap terkonjugasi

Rendo = jumlah ikatan rangkap dalam cincin pada sistem konjugasi

Rexo = jumlah ikatan rangkap di luar cincin pada sistem konjugasi

(56)

Gambar 9. Skema peralatan spektrofotometer UV-Vis (Sitorus, 2009) a.Sumber radiasi. Secara umum radiasi yang dihasilkan oleh material

bersumber listrik. Tegangan listrik akan menyebabkan eksitasi elektron pada benda

dan waktu elektron kembali ke tingkat energi yang lebih rendah akan menghasilkan

radiasi berupa emisi sejumlah energi tertentu yang merupakan sumber radiasi.

Sumber radiasi UV digunakan lampu hidrogen ataupun deuterium, sedangkan sumber

radiasi sinar tampak menggunakan lampu filamen tungsten (Sitorus, 2009)

b.Monokromator. Radiasi dari sumber radiasi adalah sinar polikromatis

(banyak panjang gelombang). Monokromator yang berupa bahan optik berbentuk

prisma ini, berfungsi untuk menguraikan sinar tersebut menjadi monokromatis sesuai

yang diinginkan (Sitorus, 2009)

c.Sel (tempat) sampel. Biasanya tempat sampel dikenal dengan istilah

(57)

dilewatkan sebagai sumber radiasi dan tidak bereaksi dengan sampel maupun pelarut

(Sitorus, 2009).

d. Detektor. Detektor berfungsi untuk mengubah tenaga radiasi menjadi

arus listrik atau peubah panas lainnya dan biasanya terintegrasi dengan pencatat

(Sitorus, 2009).

H.Kandungan Binahong

Daun binahong menurut hasil penelitian sebelumnya secara kultur in vitro

mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan saponin (Manoi, 2009). Penelitian

Rachmawati (2007) mendapatkan bahwa terdapat saponin triterpenoid, flavonoid, dan

minyak atsiri dalam ekstrak n-heksana daun binahong, sedangkan Khunaifi (2010)

mendapatkan bahwa daun binahong mengandung flavonoid, alkaloid, polifenol.

Selain itu, daun binahong mengandung saponin treterpenoid dan saponin steroidal

(Astuti, 2011). Sedangkan Barboza, Cantero, Nunez, Pacciaroni, dan Espinar (2010)

menyatakan bahwa keseluruhan bagian tanaman binahong kering mengandung

steroid.

Muhammad (2011) mendapatkan senyawa yang mirip dengan

boussingosida, Saroh, Winarti, dan Djamil (2012) memperkirakan terdapat senyawa

adenine, Facrhiyah dan Kusrini (2012) menemukan senyawa stigmasterol, serta Titis,

Facriyah, dan Kusrini (2013) menemukan senyawa alkaloid betanidin pada daun

(58)

Yang, Lin, dan Kuo (2008) menyebutkan bahwa terdapat flavonoid yaitu

kuersetin dalam daun binahong sebesar 0,6 mg/100gram daun. Tsai, Huang, Wu, dan

Lee (2005) mendapatkan kandungan oksalat dengan kadar 231,3 mg/100g daun segar

binahong. Djamil, Wahyudi, Wahono, dan Hanafi (2012), berhasil mengisolasi dan

mengidentifikasi 8-glucopyranosyl-4’,5,7,-trihydroxyflavone dari ekstrak methanol

daun binahong. Li (2006) menyatakan bahwa daun Boussingaultia gracilis Miers var

pseudobaselloides yang merupakan nama lain dari tanaman binahong, mengandung

isoproterenol. Narender, Khaliq, dan Madhur (2011) menemukan senyawa-senyawa

yang memiliki aktivitas antidiabetik dalam ekstrak methanol daun Boussingaultia

baselloides, yaitu beberapa senyawa bossingosida (gambar 10).

O

(59)

I. Landasan Teori

Tanaman Binahong merupakan tanaman yang digunakan masyarakat untuk

mengobati atau mencegah berbagai penyakit. Karena itu, perlu dilakukan identifikasi

kandungan kimia dalam tanaman binahong sehingga dapat mengembangkan tanaman

binahong menjadi suatu bahan obat dengan bentuk sediaan tertentu.

Untuk mengidentifikasi senyawa dalam daun binahong, dapat dilakukan

dengan metode metabolomika. Pertama, dilakukan pengumpulan sampel daun, yang

diteruskan dengan ekstraksi. Pada ekstrak dilakukan pemisahan dan pemurnian,

sebelum dideteksi, identifikasi, dan dikuantifikasi dengan kromatografi

gas-spektrometri massa atau kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)-gas-spektrometri massa

(SM), serta dengan metode spektrometri lain, seperti spektrometri UV-Vis,

spektrometri inframerah, dan sebagainya. Data yang dapatkan dikombinasikan untuk

didapatkan struktur senyawa-senyawa metabolitnya (Vinayavekhin dan Saghatelian,

2010).

Langkah lain dalam identifikasi kimia adalah proses isolasi senyawa, dimana

dilakukan proses ekstraksi, yaitu penyarian senyawa dari bahan, lalu dilakukan

pemisahan senyawa atau proses isolasi dengan proses kromatografi. Proses ini lebih

sederhana dan lebih mudah dilakukan, karena pada proses metabolomika harus

diperhatikan adanya kandungan senyawa dalan tanaman yang bisa mengganggu.

Misalnya, harus dilakukan terlebih dahulu pigmen (klorofil dan karotenoid) agar

Gambar

Gambar 1. Tanaman binahong
Gambar 3. Kerangka umum senyawa golongan flavonoid (Bruneton, 1999).
Tabel I. Warna flavonoid dengan sinar tampak dan sinar ultraviolet (Harborne,
Tabel II. Klasifikasi sinar tampak dengan warna komplementernya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, nilai tambah yang diberikan dari proses pengolahan satu kilogram ubi kayu pada agroindustri beras siger SU lebih besar jika dibandingkan dengan nilai

Pemasaran ( marketing ) adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,

Jumlah Pengeluaran Desa Menurut Provinsi di Indonesia, 2017 26 Tabel 2 Jumlah Pendapatan Desa (Rp) menurut Provinsi di Indonesia, 2017 27 Tabel 3 Jumlah Belanja Desa (Rp)

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Pelikan dengan database RKA-KIL-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Pada komunitas indorunners Surabaya para anggota wanitanya memiliki makna kenapa mereka memilih untuk mengikuti kegiatan pada komunitas indorunners, selain

Oleh karena itu, metode Park yang merupakan penerapan metode GLS dan estimatornya didesain sebagai estimator dari sistem persamaan yang residunya berkorelasi antar

Sedangkan competitor based criteria terdiri atas 5 atribut yaitu product quality premium,fast new product development, competitive price, variety design dan fast

penentuan tingkat keparahan diberikan terhadap setiap efek kegagalan potensial yang berdasarkan studi literature serta menggunakan teknik brainstorming dengan operator