SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Anggun Octavia Purnamasari NIM : 079114027
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Anggun Octavia Purnamasari NIM : 079114027
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv untuk berhasil. -Linda Irmanti-
Setiap hari itu perang, bersiaplah untuk menang. -Sun Zi-
Meminjam gagasan bukanlah pencurian, tetapi justru suatu kebutuhan untuk menciptakan inovasi.
-Publishers Weekly-
v
Sebuah karya yang sederhana ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus Kristus, Sang Juru Selamatku yang
selalu memberi petunjuk saat aku merasa tersesat...
Bunda Maria, Ibu dari Bapaku yang mau mendengar
semua keluh kesahku...
Papa dan Mamaku tercinta,
Adik-
adikku terkasih “Anggit dan Angga”,
vii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dengan produktivitas kerja karyawan. Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan yang positif antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja. Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan produksi bidang penjahitan celana jeans Levi’s di salah satu industri garmen Semarang yang berjumlah 64 orang dengan kriteria telah bekerja minimal satu tahun. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan menggunakan data dokumentasi perusahaan yang berupa catatan jumlah produk celana jeans merk Levi’s yang dihasilkan oleh karyawan dalam periode waktu tertentu (satu bulan). Pada skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik diperoleh koefisiensi reliabilitas
(α) sebesar 0,902 dengan jumlah aitem 35. Untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan
analisis kuantitatif statistik dengan teknik korelasi Pearson. Koefisiensi korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,646 pada taraf signifikansi (p) 0,01. Hal ini berarti ada hubungan positif antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja karyawan.
viii
ABSTRACT
This research is aimed to knowing the relationship between perception on the physical work environment and employees’ work productivity. The hypothesis of this research is there is a positive relationship between perception on the physical work environment with work productivity. The subjects in this research were 64 employees of garment industry at Semarang in the production field of sewing jeans Levi’s, with the criteria have been working at least one year. Data collecting using scale perception of the physical work environment and data documentation is jeans Levi’s products that produced by the employee with a specified time period (one month). On the scale of perception of the physical work environment is obtained reliability coefficient (α) of 0.902 with 35 item. To test this hypothesis using statistical quantitative analysis with Pearson correlation technique. The correlation coefficient on this research was 0.646 at the significance level (p) 0.01. This mean that there is a positive relationship between perceptions of the physical work environment and employees’ work productivity.
x
Kristus dan Bunda Maria atas segala anugerah yang telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama menyusun skripsi, penulis menyadari ada banyak pihak yang membantu dan sangat berperan bagi penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yang telah memberi ijin melakukan penelitian. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi
yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. “Terima kasih atas bimbingan, saran, kritik, dan masukannya ya Pak”.
3. Bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si dan Ibu Agnes Indar E., S.Psi., M.Si., Psi.
selaku dosen penguji penulis. Terima kasih atas segala masukan dan kritikan, sehingga skripsi menjadi lebih baik.
4. Bapak Victorius Didik Suryo Hartoko S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis atas bimbingannya selama menempuh pendidikan.
xi
Maju Abadi Semarang atas ijin melakukan penelitian di perusahaan yang bapak pimpin.
8. Bapak Pengawas dan semua Karyawan penjahitan celana jeans PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang atas bantuan dalam mengisi skala. “Terima kasih sudah mau direpoti”.
9. Papa dan Mama yang mau merawat dan membesarkan penulis. “Makasih ya
pa, ma sudah mendukung dan selalu mendoakanku. Aku tahu kalian pasti
ingin yang terbaik buatku, tapi please.. jangan paksa aku untuk menjadi
seperti yang kalian inginkan. Aku ingin menentukan hidupku sendiri..”
10. Adik-adikku terkasih Anggit “Ci We” dan Angga “Bandot” atas dukungannya. “Maaf, kalau aku belum bisa jadi kakak yang baik dan nggak bisa kasih contoh yang baik buat kalian. Tetep semangat dan jangan berani
nglawan orang tua yaa??”
11. Saudara-saudaraku Tan Tri yang sudah memberi info tentang kondisi pabrik
garmen, Mas Ryan atas bantuan main umpet-umpetannya, Tan Indah, Om Yono, Mas Bayu, dan Om Hendra. “Makasih udah mau denger curhatanku. Tanpa kalian mungkin aku tidak bisa sekuat dan setegar ini”.
xii
Dom. “Thanx Bro n Sis atas dukungannya.. I miss U!!”.
14. Yuka Pradipta, sahabat dalam hidup yang selalu menemani, mendukung, dan menyemangati penulis dalam menyusun skripsi. “Makasih atas cinta, dukungan, harapan, perjuangan, kejujuran, dan pengorbananmu selama ini.
Hidupku jadi lebih berwarna karena ada kamu. Love you..”.
Penulis menyadari banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik pembaca untuk memperbaiki skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Penulis juga berharap penelitian ini berguna bagi para pembaca.
Yogyakarta, Mei 2011 Penulis,
xiii BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Produktivitas Kerja ...
1. Pengertian Produktivitas Kerja ...
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja ...
9
9
xiv
2. Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Fisik ...
C. Hubungan Antara Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik
dengan Produktivitas Kerja ...
D. Hipotesis ...
23
30
34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Jenis Penelitian ...
B. Variabel Penelitian ...
C. Definisi Operasional ...
D. Subyek Penelitian ...
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...
F. Validitas dan Reliabilitas ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Orientasi Kancah Penelitian ...
1. Lokasi PT. Sandang Asia Maju Abadi ...
2. Sejarah PT. Sandang Asia Maju Abadi ...
xv
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
1. Bagi PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang ...
xvi
Fisik ... 40
Tabel III.2 Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Setelah Uji
Coba ... 44
Tabel IV.1 Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 51
xvii
2. Data Penelitian Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Sebelum
Digugurkan ...
3. Reliabilitas Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Sebelum
Digugurkan ...
70
74
LAMPIRAN B ...
1. Data Penelitian Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Setelah
Digugurkan ...
2. Reliabilitas Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Setelah
Digugurkan ...
1. Susunan Organisasi PT. Sandang Asia Maju Abadi ...
2. Surat Ijin Melakukan Penelitian ...
3. Pernyataan Telah Melakukan Penelitian ...
92
93
94
1
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seperti halnya dengan industri garmen di Indonesia yang produknya merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk dikembangkan di pasar global. Menurut Sutrisno (2007) ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan bahwa kebutuhan produk tekstil dan pakaian jadi (garmen) akan terus meningkat dari tahun ke tahun (Fitrihana, 2007). Oleh sebab itu, industri Indonesia masih ada peluang untuk dapat bersaing dengan industri luar seperti China. Walaupun produk China dapat mendominasi pasar tekstil, masih ada beberapa kelemahan dalam produknya yaitu masalah kualitas (Judarwanto, 2010). Masalah kelemahan kualitas inilah yang harus diperhatikan oleh para pelaku industri garmen di Indonesia agar dapat bersaing dengan produk China.
Dalam memproduksi produk yang berkualitas, faktor produktivitas tidak dapat dipisahkan begitu saja. Mengingat bahwa memproduksi suatu barang adalah menghasilkan keluaran atau output yang memiliki nilai tambah (Wignjosoebroto, 2008). Ditambah lagi oleh piagam produktivitas Oslo 1984 yang mengemukakan konsep produktivitas didasarkan pada pendekatan multidisiplin yang secara efektif merumuskan tujuan, rencana pengembangan, dan pelaksanaan cara-cara produktif dengan menggunakan sumber-sumber daya secara efisien namun tetap menjaga kualitas (Ravianto, 1985).
kesulitan-kesulitan. Oleh sebab itu, pemerintah pusat telah mengambil serangkaian langkah untuk membantu perkembangan industri tekstil dan garmen, misalnya dengan meluncurkan kredit untuk peningkatan mesin-mesin dalam usaha mengatasi hambatan kegiatan industri (AKATIGA, 2010).
Selain itu, pemerintah lokal mengeluarkan kebijakan yang sungguh-sungguh untuk mendukung industri tekstil dan garmen karena industri ini dianggap masih strategis untuk mendatangkan pendapatan asli daerah maupun untuk menyerap tenaga kerja lokal. Pada tahun 2010, Jawa Tengah mempersiapkan tenaga kerja yang siap bekerja dan terlatih sekitar 20.000 khusus di bidang industri tekstil dan garmen. Ditambah dengan pernyataan Ir. Agus Sriyanto, M.Si. (2009) yang menjabat sebagai Kepala Bidang Industri Logam Mesin dan Tekstil Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng menyatakan bahwa jumlah tersebut dibutuhkan untuk tujuh industri garmen yang akan melakukan relokasi usahanya dari wilayah lain ke Jawa Tengah. Mengingat selama ini industri tekstil dan garmen menjadi komoditas unggulan Jawa Tengah karena banyak menyerap tenaga kerja dan mampu menyumbang 30 persen pendapatan dari ekspor nonmigas (Jatengprov.go.id).
pemberitaan seputar industri garmen, ternyata pemerintah ataupun pengusaha kurang memperhatikan kondisi atau lingkungan kerjanya. Padahal kerja secara produktif tidak saja memerlukan keterampilan kerja, namun juga lingkungan kerja yang nyaman sehingga mampu menunjang kelancaran penyelesaian pekerjaan (Oktavia, 2010).
Sebagai buktinya adalah penelitian yang dilakukan oleh Noor Fitrihana (2008) yang membuktikan bahwa kondisi lingkungan kerja di industri garmen Indonesia umumnya didesain kurang memperhatikan aspek ergonomi, kesehatan dan keselamatan kerja. Hasil evaluasi ergonomi menunjukkan bahwa kondisi suhu dan kelembaban ruang kerja sebesar 31º C dan RH 56,4% dan tingkat pencahayaan antara 132 lux–571 lux. Kondisi tersebut belum memenuhi standar kesehatan berdasarkan SK MENKES RI 1405/MENKES/XI/2002. Area kerja juga terlihat tidak rapi dan kurang bersih. Dalam thesisnya, beliau mengungkapkan bahwa manajemen perusahaan garmen umumnya memberikan fasilitas kerja di line produksi dengan fasilitas seadanya, sehingga lingkungan kerja tidak tertata dengan baik. Kondisi tidak aman dan tidak sehat ini pada akhirnya akan mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja dan juga akan mempengaruhi produktivitas karyawan dan kualitas produk.
beberapa buruh tersebut mengatakan bahwa pemilik bisnis garmen hanya menuntut buruh untuk menghasilkan produk sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan apa yang dirasakan oleh para buruhnya. Buruh tersebut sering mengeluhkan kondisi AC (air condition) dan ventilasi yang tidak baik, penempatan mesin yang terlalu rapat, sehingga mengakibatkan peningkatkan suhu di tempat kerja. Mereka merasa kepanasan sehingga menimbulkan kegairahan kerja menurun. Selain itu, para pekerja juga mengeluhkan kamar mandi (WC) yang bau dan letaknya tidak jauh dari tempat ia bekerja, sehingga pekerja tersebut merasa kurang mendapat kenyamanan dalam bekerja.
Pengaturan kondisi lingkungan kerja fisik yang lebih ergonomis akan memberikan kenyamanan dalam arti fisik maupun sosial psikologis (Wignjosoebroto, 2008). Kondisi ruangan kerja yang pengap dan ventilasi tidak ada, penerangan kurang jelas, dan udara ruangan panas dapat membuat individu mengalami perasaan tidak puas. Situasi tersebut dapat menyebabkan kenyamanan dan keamanan kerja terganggu, akibatnya individu mengalami perasaan jengkel, tertekan, dan stress (Wijono, 2010). Menurut Alex S. Nitisemito (1991), lingkungan kerja didefinisikan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya.
para karyawan terhadap lingkungan dimana mereka bekerja sangat penting untuk dapat melihat seberapa tinggi produktivitas yang dicapai.
Sebagai asumsinya karyawan yang memiliki persepsi positif mengenai lingkungan kerja fisik dimana ia bekerja, akan merasa nyaman sehingga akan lebih semangat dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini juga mendorong tercapainya produktivitas kerja yang tinggi. Sebaliknya, karyawan yang memiliki persepsi negatif mengenai lingkungan kerja fisik dimana ia bekerja, akan merasa tidak nyaman dalam bekerja, sehingga menimbulkan turunnya produktivitas kerja.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini bagi perusahaan adalah membantu perusahaan menetapkan strategi peningkatan produktivitas melalui perbaikan kondisi lingkungan kerja.
2. Manfaat teoritis
9
A. PRODUKTIVITAS KERJA
1. Pengertian Produktivitas Kerja
Jika membicarakan masalah produktivitas, maka muncul suatu situasi yang bertentangan karena belum ada kesepakatan umum tentang pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengukur petunjuk-petunjuk produktivitas. Hal ini dikarenakan masih banyak orang yang memiliki pengertian tentang produktivitas secara berbeda. Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan sebenarnya (Sinungan, 1997).
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa produktivitas sama artinya dengan performansi walaupun sebenarnya kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Performansi berkaitan dengan hal pencapaian tujuan yang berupa hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik berupa fisik/material ataupun nonfisik. Pencapaian tujuan di sini berkaitan dengan kuantitas, kualitas, pengetahuan tentang pekerjaan dan keterampilan, penyampaian gagasan/saran, kesediaan bekerja sama, semangat, dan kualitas personal. Hal ini berarti bahwa produktivitas dapat digunakan sebagai ukuran performansi (Sundjoto, 2008).
barang atau jasa secara efektif dan efisien (Wignjosoebroto, 2008). Produktivitas juga merupakan ukuran efisiensi produktif, yaitu suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan. Selain itu, produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa. Dengan kata lain, produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang. Menurut L. Greenberg dalam Sinungan, produktivitas adalah perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tertentu (Sinungan, 1997).
Dalam berbagai referensi, terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga (Sinungan, 1997):
a. Rumusan tradisional, produktivitas adalah rasio dari apa yang
dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas secara filosofi adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan esok hari lebih baik dari hari ini.
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen, dan tenaga kerja.
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi selalu berorientasi pada input (Sinungan, 1997) dimana merupakan usaha pada produksi untuk memberantas segala pemborosan bahan dan tenaga kerja maupun gejala yang merugikan (Sedarmayanti, 2001). Tindakan efisien di sini berarti menghemat penggunaan input atau dapat mendekati suatu standar tertentu.
Dimensi produktivitas yang kedua adalah efektivitas yang merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Efektivitas ini berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Pengertian efektivitas lebih berorientasi pada keluaran dan masukan kurang menjadi perhatian utama.
Produktivitas kerja tidak dapat dipisahkan dengan tenaga kerja yang melaksanakan proses produksi. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia memegang peranan utama dalam peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakikatnya adalah hasil karya manusia (Ravianto, 1985). Secara spesifik yang dimaksud dengan produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (Kussriyanto, 1986). Dapat dikatakan bahwa rasio produktivitas tenaga kerja berbentuk keluaran yang dihasilkan oleh aktivitas kerja dibagi dengan jam kerja yang dikontribusikan sebagai sumber masukan (Wignjosoebroto, 2008).
penggunaan input yang semakin berkurang atau meningkatkan tingkat output dengan tidak menambah input. Di dalam produktivitas kerja terdapat suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas kerja menunjuk pada bagaimana seorang pekerja melaksanakan pekerjaannya. Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kerja juga penting untuk diperhatikan (Sinungan, 1997).
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai produktivitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja merupakan kemampuan karyawan dalam menghasilkan barang atau jasa dengan menggunakan berbagai sumber masukan sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan tanpa mengabaikan kualitas.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
dan kebijakan pemerintah di bidang produksi, investasi, perijinan, teknologi, moneter, fiskal, harga, distribusi, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang disebutkan di atas dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk menyederhanakannya, faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam enam faktor utama (Ravianto, 1985):
a. Pendidikan dan latihan
Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat. Latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian, semakin tinggi pendidikan dan latihan seseorang, semakin tinggi tingkat produktivitasnya.
b. Gizi dan kesehatan
Keadaan gizi dan kesehatan yang baik memberikan kemampuan serta kesegaran fisik dan mental seseorang dalam melakukan pekerjaan. Semakin baik keadaan gizi dan kesehatan seseorang, semakin tinggi tingkat produktivitasnya.
c. Penghasilan dan jaminan sosial
langsung melalui kemungkinan lebih besar untuk perbaikan gizi dan kesehatan, serta peningkatan pendidikan dan latihan.
d. Kesempatan kerja
Tingkat produktivitas seseorang sangat tergantung pada kesempatan yang terbuka padanya. Kesempatan yang dimaksud adalah kesempatan untuk bekerja, pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilan tiap orang, dan kesempatan memperkembangkan diri. Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.
e. Peningkatan kemampuan manajerial pimpinan
Faktor manajemen sangat berperan penting dalam peningkatan produktivitas kerja, baik secara langsung melalui perbaikan pengorganisasian dan tata prosedur yang memperkecil pemborosan dan keborosan, maupun secara tidak langsung melalui penciptaan jaminan kesempatan bagi seseorang untuk berkembang, penyediaan fasilitas latihan, dan perbaikan penghasilan dan jaminan sosial.
f. Kebijakan pemerintah
usaha, teknologi, moneter, fiskal, harga, dan distribusi. Tiap-tiap kebijaksanaan di bidang tersebut mempengaruhi produktivitas baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui pendidikan dan latihan, gizi dan kesehatan, penghasilan dan jaminan sosial, kesempatan dan pengembangan manajemen.
Dalam pendekatan sistem, ada tiga faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan seperti yang diungkapkan oleh Simanjuntak (1985) adalah sebagai berikut:
a. Kualitas dan kemampuan
Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan. Pendidikan memberikan pengetahuan dan landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Latihan kerja melengkapi karyawan dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Pegawai akan lebih menjadi terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.
b. Sarana pendukung
1) Lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri. 2) Kesejahteraan karyawan yang tercermin dalam sistem pengupahan
dan jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja.
Perbaikan di bidang lingkungan kerja dapat menumbuhkan kegairahan, semangat, dan kecepatan kerja. Lingkungan kerja yang baik akan mendorong karyawan senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan lebih baik menuju ke arah peningkatan produktivitas. Demikian juga dengan perbaikan di bidang pengupahan dan jaminan sosial dapat menimbulkan motivasi kerja dan meningkatkan kemampuan fisik karyawan.
c. Supra sarana
pengusaha, serta sejauh mana karyawan diikutsertakan dalam penentuan kebijaksanaan.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja baik yang berasal dari dalam diri seperti kemampuan dan keterampilan, maupun dari luar individu seperti sarana pendukung dan kebijakan pemerintah. Namun demikian, faktor dari luar individu akan mempengaruhi tingkah laku individu dalam melaksanakan pekerjaannya.
3. Pengukuran Produktivitas Kerja
Pada penjelasan di atas telah dikemukakan pengertian mengenai produktivitas yang memiliki konsep hubungan rasio antara output dan input. Produktivitas juga digunakan sebagai suatu ukuran performansi dimana pengukurannya lebih menitikberatkan pada pengukuran secara obyektif. Dalam pengukuran produktivitas, terdapat dua pendekatan yang sering digunakan (Heizer dan Render, 2009) yaitu:
b. Pendekatan produktivitas parsial atau faktor tunggal yaitu output dihadapkan dengan satu input saja, seperti tenaga kerja. Dalam pengukuran produktivitas kerja, pengukuran produktivitas tenaga kerja sangat penting untuk diukur karena berkaitan dengan aktivitas kerja yang dilakukan pekerja per satuan waktu. Untuk mengukur produktivitas tenaga kerja, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang bekerja menurut pelaksanaan standar. Oleh karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
dioperasikan, dimanfaatkan, dan dikelola secara efektif dan efisien (Wignjosoebroto, 2008).
Selanjutnya, karyawan dikatakan telah bekerja secara produktif apabila menunjukkan output kerja yang paling tidak mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula (Wignjosoebroto, 2008). Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan terdapat dua unsur yang bisa dimasukkan sebagai kriteria produktivitas, yaitu besar/kecilnya keluaran yang dihasilkan dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
B. PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN KERJA FISIK
1. Pengertian Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Fisik
Dalam kehidupannya, individu tidak dapat lepas dari lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Sejak dilahirkan, individu secara langsung berhubungan dengan dunia sekitar di luar dirinya. Ketika individu berhubungan dengan dunia di luar dirinya, saat itulah individu secara langsung menerima stimulus dari luar dirinya dan hal ini berkaitan dengan persepsi.
Marquis, 1957 dalam Walgito, 2010). Persepsi individu tentang dunia atau lingkungan luar tidak sekadar hasil dari penginderaan itu, tetapi stimulus tersebut perlu diteruskan untuk menemukan suatu pemahaman terhadap sesuatu. Pemahaman inilah yang kurang lebih disebut dengan persepsi (Sarwono, 2009).
Untuk memperoleh suatu pemahaman, individu melakukan interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima. Stimulus yang diindera kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu disebut proses persepsi (Walgito, 2010).
Setiap individu memiliki perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman yang tidak sama antara individu satu dengan individu lainnya. Oleh sebab itu, dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Hal inilah yang menyebabkan persepsi bersifat individual (Davidoff, 1981; Rogers, 1965 dalam Walgito, 2010).
menciptakan lingkungan kerja yang bisa membuat pegawainya bekerja secara efisien dan efektif, serta meminimalkan kemungkinan pegawai mendapatkan cidera ketika melakukan pekerjaannya (Sukoco, 2007).
Dalam penelitian ini, lingkungan kerja merupakan faktor dari sarana pendukung yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Menurut Read (2001) dalam buku Sukoco (2007), lingkungan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pegawai yang bersangkutan. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, dan lain-lain (Nitisemito, 1991).
Secara garis besar, Sedarmayanti (2001) menyatakan lingkungan kerja dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni :
1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya).
temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.
b. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Alex Nitisemito (1991), perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
mempengaruhi kondisi mental para pekerjanya, moral, dan tingkah laku secara keseluruhan terhadap pekerjaan atau terhadap sesama pekerja.
Setiap karyawan akan merasakan lingkungan kerja fisiknya secara berbeda. Hal ini dikarenakan penilaian baik dan buruknya lingkungan kerja fisik didasarkan atas persepsi masing-masing orang yang bersifat individual sehingga mempengaruhi tingkah laku karyawan dalam bekerja. Menurut Gibson dan Ivancevich (1990), persepsi terhadap lingkungan kerja adalah serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam lingkungan organisasi dan mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap lingkungan kerja fisik adalah pemahaman / penilaian karyawan terhadap kondisi tempat kerja melalui penginterpretasian terhadap penangkapan stimulus yang berupa keadaan atau kondisi fisik tempat kerja dan akan mempengaruhi tingkah laku karyawan dalam bekerja.
2. Faktor-Faktor Lingkungan Kerja Fisik
Adapun faktor-faktor lingkungan kerja fisik yang mempengaruhi karyawan dalam bekerja menurut Wignjosoebroto (2008) adalah sebagai berikut:
a. Temperatur
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Menurut penelitian, perbedaan tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan fisik dan mental manusia dalam melakukan kerja. Dari suatu penelitian, produktivitas kerja manusia mencapai tingkat optimum pada temperatur sekitar 24-27 derajat Celsius. Apabila pekerja melaksanakan pekerjaannya di tempat yang bersuhu panas, maka akan mempengaruhi kesehatan. Selain itu, juga menyebabkan gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadi kelelahan akibat dehidrasi, sehingga cenderung sering melakukan istirahat (Abidin dan Widagdo, 2009).
b. Kelembaban (Humidity)
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara. Kelembaban sangat dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran. Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen semakin aktif. Bagi industri atau perusahaan yang merasa ruang kerjanya masih lembab dapat menggunakan humidifier untuk mengatasi lembab udara. c. Siklus udara (ventilation)
ruangan. Pertukaran udara yang cukup akan menyebabkan kesegaran fisik dari para karyawan. Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan menimbulkan rasa pengap sehingga mudah menimbulkan kelelahan dari para karyawan (Nitisemito, 1991). Pekerja akan sulit bekerja dengan baik, senang, dan efisien apabila tempat mereka bekerja udaranya panas dan pengap sehingga sulit bernafas (Sedarmayanti, 2001). Oleh karena itu, perlu diusahakan adanya ventilasi yang cukup agar dapat membantu pertukaran udara dengan lancar, sehingga pekerja tetap mendapat udara segar dan nyaman.
Bagi perusahaan yang merasa pertukaran udaranya kurang atau kepengapan masih dirasakan, dapat mengusahakan adanya pemberian kipas angin dan air condition (AC). Namun demikian, penggunaan AC juga ada efek negatifnya karena ada karyawan yang alergi terhadap AC dan apabila banyak karyawan yang merokok akan mengakibatkan kesehatan terganggu.
d. Penerangan / pencahayaan (lighting)
kurang jelas juga mengakibatkan penglihatan kurang jelas, sehingga pekerjaan akan menjadi lambat, banyak terjadi kesalahan, dan akan menyebabkan kurang efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan sehingga tujuan organisasi tidak dapat dicapai secara efektif.
Menurut pendapat C.L. Littlefield yang dikutip oleh Moekijat (2002) dalam bukunya yang berjudul “Tata Laksana Kantor
Manajemen Perkantoran”, keuntungan penerangan/pencahayaan yang
baik adalah:
1) Produktivitas yang bertambah
Perubahan kondisi penerangan yang kurang menjadi kondisi yang baik hampir selalu mengakibatkan tambahan dalam tingkat hasil pekerjaan. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian dalam laboratorium dan pengalaman dari ribuan perusahaan di Amerika Serikat yang menyakinkan bahwa memang terdapat hubungan antara penerangan dan produktivitas.
2) Kualitas pekerjaan yang lebih baik
Penerangan yang cukup memberikan manfaat bagi ketelitian dan kerapian pekerjaan. Selain itu, pemberian penerangan yang cukup juga akan meminimalisir terjadinya kesalahan, sehingga menjadikan kualitas pekerjaan menjadi baik.
3) Mengurangi ketegangan mata dan kelelahan rohaniah
tambahnya kelelahan karena harus mengeluarkan banyak tenaga untuk berusaha melihat dengan cara membuka lebar-lebar.
4) Semangat kerja pegawai yang lebih baik
Penerangan yang baik membuat suasana bekerja menjadi menyenangkan, selanjutnya pekerja menjadi lebih semangat. Semangat kerja yang baik dari para pegawai memiliki banyak keuntungan; seperti produktivitas yang tinggi, perpindahan tenaga kerja yang berkurang, dan ketidakhadiran yang menurun.
5) Prestige yang lebih baik untuk perusahaan
Pemberian penerangan yang baik memberi kesan baik kepada semua tamu yang datang ke perusahaan. Hal ini menambah reputasi perusahaan untuk kemajuan dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan.
Selain memperhatikan penerangan yang cukup, pertimbangan terjadinya kesilauan karena letak sumber cahaya yang kurang tepat juga harus diperhatikan. Untuk menghindari silau maka sebaiknya mata tidak secara langsung menerima cahaya dari sumbernya, akan tetapi cahaya tersebut harus mengenai obyek yang akan dilihat kemudian dipantulkan oleh obyek tersebut ke mata kita.
e. Kebisingan (Noise)
berkonsentrasi, dan menimbulkan tingkat kesalahan yang lebih banyak. Selain itu kebisingan menyebabkan bertambahnya kelelahan dan semangat kerja berkurang, sehingga dapat menurunkan produktivitas (Moekijat, 2002).
f. Bau-bauan
Adanya bau-bauan di dalam tempat kerja dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja (Wignjosoebroto, 2008). Oleh karena itu pemakaian AC yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu di sekitar tempat kerja.
g. Getaran mekanis (Mechanical Vibration)
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh kita. Getaran akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan, dan gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, dan otot-otot (Wignjosoebroto, 2008).
h. Warna
dan pikiran. Selain itu, warna juga dapat memantulkan sinar yang diterimanya karena banyak atau sedikitnya pantulan dari sinar tergantung dari macam warnanya.
Penggunaan warna yang baik dan sesuai dengan tempat kerja menimbulkan kesan yang menyenangkan dan memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap produktivitas pekerja. Di bawah ini terdapat daftar beberapa warna yang mempengaruhi perasaan manusia:
Tabel II.1
Warna yang mempengaruhi perasaan manusia
Warna Sifat Pengaruh
Merah Dinamis, merangsang, dan panas
Menimbulkan semangat kerja dan mempengaruhi tekanan darah Kuning Keanggunan, bebas, dan
hangat
Menimbulkan rasa gembira dan merangsang urat syaraf mata Biru Tenang, tentram, dan
sejuk
Mengurangi tekanan dan ketegangan
(Sedarmayanti, 2001)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan faktor penting dari lingkungan kerja fisik yang secara langsung dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
C. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN
KERJA FISIK DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA
tingkat output dengan tidak menambah input. Di dalam produktivitas kerja terdapat suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi.
Produktivitas kerja menunjuk pada bagaimana seorang pekerja melaksanakan pekerjaannya. Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kerja juga penting untuk diperhatikan. Oleh karena pencapaian produktivitas kerja dijalankan oleh tenaga kerja yang juga merupakan asset dari perusahaan/industri, maka perusahaan perlu memperhatikan tenaga kerja secara lebih serius.
Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam melaksanakan proses produksi dan salah satunya adalah faktor lingkungan kerja. Seperti yang dijelaskan di atas, lingkungan kerja diartikan sebagai kondisi tempat kerja yang bersifat fisik, seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, dan warna yang dalam hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 2008).
diperoleh ada interaksi antara faktor kebisingan dan tingkat kesulitan kerja dimana semakin tinggi tingkat kebisingan dan semakin sulit tingkat pengerjaan suatu produk sepatu, sehingga secara signifikan akan mempengaruhi produktivitas atau keluaran. Dari penelitian tersebut, faktor kebisingan merupakan aspek dari kondisi lingkungan kerja yang sedikit banyak akan mempengaruhi produktivitas.
Kondisi lingkungan kerja fisik yang terdapat dalam suatu perusahaan akan dipersepsikan secara berbeda oleh setiap karyawan. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki perasaan, kemampuan berpikir, dan pengalaman yang tidak sama antara individu satu dengan individu lainnya. Oleh sebab itu, dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lainnya. Hal inilah yang menyebabkan persepsi bersifat individual (Davidoff, 1981; Rogers, 1965 dalam Walgito, 2010).
organisasi dan mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan (Sihotang, 2004).
Apabila kondisi ruangan pengap dan ventilasi udara tidak ada, penerangan kurang jelas, dan udara ruangan panas dapat membuat individu mengalami perasaan tidak puas dan menyebabkan kenyamanan dan keamanan terganggu. Hal demikian ini menyebabkan turunnya tingkat produktivitas kerja karyawan (Wijono, 2010). Namun demikian, akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kondisi kerja tergantung pada bagaimana cara individu mempersepsikannya.
Adanya persepsi lingkungan kerja yang baik dapat menimbulkan rasa senang, sehingga dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja. Sebaliknya adanya persepsi lingkungan kerja yang buruk dapat menimbulkan rasa tidak puas, sehingga dapat menurunkan semangat dan kegairahan kerja. Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara giat, sehingga pekerjaan lebih cepat dan lebih baik. Gairah kerja menunjuk pada kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja karyawan. Apabila karyawan memiliki persepsi positif terhadap kondisi lingkungan kerja, maka karyawan akan menerima hal tersebut sebagai hal yang menyenangkan. Sebaliknya, bila karyawan memiliki persepsi negatif terhadap kondisi lingkungan kerja, maka karyawan akan menerima hal tersebut sebagai hal yang tidak menyenangkan (Andriani dan Subekti, 2004).
Bagan 1.
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Fisik dan Produktivitas Kerja
D. HIPOTESIS
Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat diajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi (positif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin tinggi pula produktivitas kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah (negatif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin rendah pula produktivitas kerja karyawan.
Lingkungan Kerja Fisik
Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik
Kenyamanan Kerja
Semangat dan Gairah Kerja
Produktivitas Kerja Tinggi
Kepuasan/kesenangan
- Bekerja lebih giat - Pekerjaan cepat selesai - Pekerjaan menjadi
35
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasi. Jenis penelitian korelasi menunjukkan kekuatan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya (Nasution dan Usman, 2007). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dengan produktivitas kerja.
B. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai berbeda atau bervariasi (Nasution dan Usman, 2007). Variabel dalam penelitian kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah
suatu variabel yang mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Prasetyo, 2006). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Persepsi terhadap lingkungan kerja fisik
Persepsi terhadap lingkungan kerja fisik adalah pemahaman / penilaian karyawan terhadap kondisi tempat kerja melalui penginterpretasian terhadap penangkapan stimulus yang berupa keadaan atau kondisi fisik tempat kerja dan akan mempengaruhi tingkah laku karyawan dalam bekerja.
Pengukuran persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dilihat dari total skor skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik. Skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik didapat melalui faktor-faktor lingkungan kerja fisik menurut Wignjosoebroto (2008) yang berupa: temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, dan warna. Skor total yang tinggi menunjukkan bahwa karyawan memiliki persepsi positif terhadap lingkungan kerja fisik. Sedangkan skor total yang rendah menunjukkan bahwa karyawan memiliki persepsi negatif terhadap lingkungan kerja fisik.
2. Produktivitas kerja
mencapai suatu ketentuan minimal. Pengukuran produktivitas kerja karyawan dilihat dari banyaknya produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu bulan. Data hasil produksi didapat dari dokumentasi perusahaan berupa laporan jumlah produk yang dihasilkan selama satu bulan. Pengukuran produktivitas kerja dapat diperoleh melalui rumusan:
Keterangan:
- Hasil adalah satuan yang diproduksi yang diperoleh dari
laporan dokumentasi dari perusahaan.
- Masukan yang digunakan adalah jam kerja yang dipakai
selama satu bulan.
D. SUBYEK PENELITIAN
sudah memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena telah mengikuti program pelatihan. Penelitian dilakukan pada bidang produksi karena karyawan dalam bidang tersebut berkaitan langsung dengan proses produksi untuk menghasilkan produk-produk industri dan berkaitan dengan produktivitas kerja.
E. METODE DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Metode Skala
Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik. Skala tersebut menggunakan pengukuran jenis Likert. Skala Likert ini disebut juga summated ratings atau rating yang dijumlahkan karena skor akhir diperoleh
dengan menjumlahkan angka untuk tiap jawaban (Nasution, 2007). Alasan peneliti menggunakan skala jenis Likert adalah (Nasution, 2007):
a. Skala ini memiliki banyak kemudahan dalam menyusun sejumlah pertanyaan mengenai sikap tertentu. Menentukan skor juga mudah karena tiap jawaban diberi nilai berupa angka yang mudah dijumlahkan.
b. Skala tipe Likert juga memiliki reliabilitas tinggi dalam
c. Skala Likert sangat fleksibel daripada teknik pengukuran lainnya. Jumlah aitem atau penyataan dan jumlah alternatif jawaban terserah pada pertimbangan peneliti.
Skala ini menyediakan 4 alternatif jawaban, yaitu STS =
“sangat tidak setuju”, TS = “tidak setuju”, S = “setuju”, dan SS =
“sangat setuju”. Dalam pengukuran skala ini, peneliti memang sengaja
menyediakan alternatif jawaban genap karena menurut Nasution (2007) alternatif jawaban ganjil terdapat pilihan di tengah yang
biasanya berbunyi “ragu-ragu”, “tidak tahu” atau “netral” yang
menyebabkan seseorang cenderung memilih jawaban yang di tengah, sehingga tidak memiliki pendirian yang jelas.
Tabel III.1
Distribusi Aitem Skala Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Fisik
No. Aspek Sifat Aitem Total favorable dan unfavorable. Aitem yang bersifat favorable yaitu aitem
untuk STS, 3 untuk jawaban TS, 2 untuk jawaban S, dan 1 untuk jawaban SS (Nasution, 2007).
2. Data Sekunder
Sumber-sumber sekunder terdiri atas berbagai macam, mulai dari surat-surat pribadi, kitab harian, notula rapat perkumpulan, sampai pada dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi yang terkumpul dalam arsip yang menyimpan dokumen-dokumen tentang perkembangannya (Nasution, 2007).
Sumber sekunder dalam penelitian ini menggunakan dokumentasi perusahaan berupa jumlah produk yang dihasilkan oleh karyawannya dalam periode waktu tertentu. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah banyaknya produk celana jeans merk Levi’s yang dapat dihasilkan oleh karyawan per satuan waktu tertentu, yaitu dalam kurun waktu satu bulan. Data tersebut digunakan peneliti untuk mengetahui produktivitas kerja karyawan yang dirumuskan melalui:
F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Alat ukur pada umumnya harus memenuhi dua syarat utama yaitu alat ukur harus valid (sahih) dan harus reliabel (dapat dipercaya).
1. Validitas
Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur (Nasution, 2007). Validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk menjelaskan arti konsep yang sedang diteliti. Dengan kata lain, “Apakah saya sedang mengukur yang
benar-benar ingin saya ukur?” dan “Apakah saya mengukur konsep
tersebut dengan akurat?”. Semakin dekat definisi operasional dengan
definisi konseptual, validitas perangkat ukur tersebut semakin tinggi (Prasetyo, 2006).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas isi jika keseluruhan isi definisi tercakup dalam perangkat ukur yang digunakan (Prasetyo, 2006). Validitas isi suatu alat ukur harus menjawab
pertanyaan “sejauh mana aitem-aitem pada alat ukur tersebut
mencakup keseluruhan situasi yang ingin diukur oleh alat ukur itu”
dibuat dan dipersiapkan untuk diuji apakah aitem tersebut sudah mencakup keseluruhan isi obyek yang diukur.
2. Analisis Aitem
Tujuan dari analisis aitem ini adalah untuk mendapatkan aitem-aitem yang berkualitas. Salah satu aitem-aitem yang memiliki kualitas baik adalah memenuhi konsistensi antara aitem dengan tes secara keseluruhan (konsistensi aitem-total) yang nantinya akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) atau indeks daya beda
aitem. Daya beda aitem ditunjukkan oleh statistik rix yang diperoleh
dengan teknik komputasi dari program SPSS versi 17.0 for windows. Perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor subyek pada aitem yang bersangkutan dengan skor total. Indeks daya beda aitem bergerak dari 0 sampai 1,00 dengan tanda positif dan negatif. Semakin baik daya beda aitem, maka indeksnya akan semakin mendekati 1,00. Kriteria aitem dinyatakan dapat diterima apabila koefisien korelasinya positif dan sama dengan atau lebih besar dari 0,30 (Nugroho, 2005).
Tabel III.2
Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik Setelah Uji coba
No. Aspek Nomor Aitem yang
Dipakai
Nomor Aitem yang Gugur 1. Persepsi subyek terhadap
temperatur 1,17, 9,25,37 -
2. Persepsi subyek terhadap
kelembaban udara 2,10,26,38 18
3. Persepsi subyek terhadap
sirkulasi udara 33,11,27 3, 19
4. Persepsi subyek terhadap
pencahayaan 4,20,34,12,28 -
5. Persepsi subyek terhadap
kebisingan 5,21,13,29,39 -
6. Persepsi subyek terhadap
getaran mekanis 6,22,14,30 35
7. Persepsi subyek terhadap
bau-bauan 7, 23,15,31,40 -
8. Persepsi subyek terhadap
warna 8,36,16,32 24
Total 35 5
3. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan keterandalan suatu indikator. Informasi yang ada pada indikator ini tidak berubah-ubah, atau yang disebut konsisten. Artinya, bila suatu pengamatan dilakukan dengan perangkat ukur yang sama lebih dari satu kali, hasil pengamatan itu seharunya sama. Bila tidak sama, perangkat ukur tersebut dikatakan tidak reliabel (Prasetyo, 2006).
Metode pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach’s Alpha dimana jika koefisien reliabilitas (alpha) mendekati
tidak baik. Dapat dikatakan bila nilai alpha di bawah 0,6, berarti pengukuran yang dilakukan tidak konsisten/reliabel (Nugroho, 2005).
Dari hasil perhitungan analisis SPSS diperoleh koefisiensi reliabilitas alpha pada skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik sebesar 0,902 untuk jumlah subyek 64 dan jumlah aitem 35. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik memiliki tingkat keterandalan yang cukup tinggi dan dapat dipercaya.
G. TEKNIK ANALISIS DATA
Analisis untuk menguji hipotesis dari penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif statistik dengan teknik korelasi Pearson (Pearson’s product moment) yang digunakan untuk menguji hubungan antara persepsi
46
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, meliputi orientasi kancah penelitian, pelaksanaan penelitian, analisis data, dan pembahasan dari hasil penelitian.
A. ORIENTASI KANCAH PENELITIAN
1. Lokasi PT. Sandang Asia Maju Abadi
Lokasi perusahaan di jalan Tugu Industri I No. 8 Kawasan Industri Tugu Wijayakusuma, Desa Randugarut, Kecamatan Tugu Kota Semarang.
Lokasi perusahaan berbatasan dengan: Sebelah Utara : Tanah kosong PT. WIKA Sebelah Barat : Jl. Tugu Industri I
Sebelah Selatan : Tanah milik Budi Darmono Sebelah Timur : Jalan Industri II
2. Sejarah PT. Sandang Asia Maju Abadi
Industri Tugu Wijayakusuma dengan menempati tanah seluas 14.310 m2, status lahan Hak Guna Bangunan No. 58.
Perpindahan lokasi ini dikuatkan dengan SPPMDN perubahan lokasi nomor 27/03/III/PMDN/2000 pada tanggal 11 Oktober 2000. PT. Sandang Asia Maju Abadi ini merupakan industri pakaian jadi (garmen) dengan pemasaran 100% ekspor.
3. Struktur Organisasi
Dalam struktur organisasi PT. Sandang Asia Maju Abadi, Direksi memegang peranan paling penting dalam keseluruhan kegiatan yang dilakukan perusahaan karena Direksi berkedudukan paling tinggi. Direksi ini membawahi General Manager yang bertanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan perusahaan. General Manager membawahi tiga bagian, yaitu Operation Manager, Production Manager, dan Accounting Manager. Operation Manager membawahi beberapa bagian lagi, seperti
Kabag Exim, Kabag Pembelian, dan Kabag Personalia. Untuk Production Manager membawahi Kabag Mekanik, Kabag Gudang, Kabag Designer,
Kabag Cutting, Kabag Sewing, dan Kabag Quality Control. Sedangkan Accounting Manager membawahi Kasir, Finance, dan Staff Inventory.
Bagan dari struktur organisasi ini dapat dilihat pada lampiran D.1 halaman 93.
4. Proses Produksi
jadi, kain yang sudah terdapat gambar pola di dalamnya lalu dipotong oleh karyawan bagian cutting sesuai dengan pola yang dibuat. Pola-pola yang sudah dipotong kemudian dijahit oleh karyawan bagian penjahitan. Di bagian penjahitan ini juga ditambahkan beberapa aksesoris, seperti kancing atau resleting. Setelah dijahit dan sudah berbentuk celana, celana tersebut diberi corak sesuai pesanan dengan cara menggosokkan pasir atau batu apung hingga corak terlihat.
Proses produksi tidak hanya sampai di sini saja. Setelah diberi corak, celana jeans tersebut dicuci dengan menggunakan bahan penolong seperti sabun, air, batu apung, enzym, hysoap, H2O2, desizing, dan softener. Setelah dicuci, celana tersebut diperas di dalam mesin extractor, dan selanjutnya diproses di bagian finishing berupa pengeringan menggunakan dryer (mesin pengering), setrika, dan proses pengepakan untuk diekspor.
B. PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Perijinan Penelitian
penelitian dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan dilampiri proposal pengajuan penelitian. Setelah mendapat ijin secara informal, pada tanggal 7 Maret 2011 peneliti menyampaikan surat keterangan penelitian dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma kepada General Manager PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang dengan nomor: 08/D/KP/Psi/USD/2011. Setelah surat keterangan penelitian diberikan kepada pihak perusahaan, General Manager telah menyetujui dan memberikan ijin penelitian pada tanggal
10 Maret 2011.
2. Pelaksanaan Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini bersifat try-out terpakai. Hal ini dikarenakan peneliti hanya diperbolehkan untuk mengambil data satu kali. Alasan perusahaan memberikan ijin hanya satu kali pengambilan data adalah kesibukan para karyawan bagian produksi. Hal ini dikarenakan karyawan bagian produksi merupakan bagian terpenting dalam industri garmen dan apabila dilakukan pengambilan data lebih dari satu kali, maka dianggap mengganggu jalannya proses produksi.
a. Skala Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik
Pembagian skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dimulai pada hari Kamis, 17 Maret 2011 kepada 70 orang karyawan penjahitan. Skala tersebut dikembalikan pada peneliti satu minggu setelah skala diberikan. Setelah diteliti, hanya 64 skala yang dapat dianalisis karena 6 skala di antaranya tidak lengkap.
b. Data Produktivitas Kerja Karyawan
Data mengenai produktivitas kerja diperoleh langsung dari pengawas produksi PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang, berupa data dokumentasi perusahaan. Data tersebut mencantumkan jumlah produk celana jeans yang dihasilkan karyawan yang dijadikan subyek penelitian. Jumlah produk tersebut terhitung dalam hasil penjahitan selama satu bulan yaitu bulan Maret 2011 (26 hari dengan jam kerja 7 jam/hari). Pengambilan data selama satu bulan ini merupakan kebijakan dari perusahaan, sehingga hal ini menjadi keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian.
Descriptive Statistics
64 68.00 134.00 96.0625 12.35053 64 28.02 35.93 31.4264 1.61098 64
Lingkungan Kerja Produktiv itas Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation
C. ANALISA HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Data Penelitian a. Deskripsi Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang bidang produksi penjahitan celana jeans Levi’s yang berjumlah 64 orang dengan kriteria telah bekerja minimal satu tahun.
b. Deskripsi Data Penelitian
Keseluruhan deskripsi data hasil penelitian terangkum dalam tabel di bawah ini:
Tabel IV.1
Tabel IV.2
Mean Teoritis dan Mean Empiris
Variabel Mean Teoritis Mean Empiris Persepsi terhadap lingkungan
kerja fisik 87,5 96,0625
Produktivitas Kerja - 31,4264
Mean teoritis adalah rata-rata skor ideal penelitian, sedangkan mean empiris adalah rata-rata skor dari data penelitian. Dari hasil analisis data variabel persepsi lingkungan kerja fisik terhadap produktivitas kerja diperoleh mean teoritis sebesar 87,5 dan mean empiris sebesar 96,0625. Hal ini berarti mean empiris persepsi lingkungan kerja fisik lebih besar dari mean teoritisnya, sehingga secara umum persepsi terhadap lingkungan kerja fisiknya adalah positif.
2. Uji Asumsi
Setelah penelitian selesai dilaksanakan, peneliti kemudian menganalisis data hasil penelitian untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk mengetahui apakah data yang diperoleh memenuhi syarat untuk sebuah korelasi, yaitu dengan menguji normalitas data dan uji linearitas hubungan antar variabel penelitian.
a. Uji Normalitas
dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Nugroho, 2005). Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil untuk skala persepsi terhadap
lingkungan pekerjaan sebesar 0,626 dengan p=0,828. Hasil untuk produktivitas kerja sebesar 0,586 dengan p=0,883. Berdasarkan hasil uji normalitas, menunjukkan bahwa data yang ada adalah normal karena kedua variabel memiliki signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05). b. Uji Linearitas
Uji linearitas ini untuk menunjukkan apakah hubungan antara variabel mengikuti fungsi linier. Uji linieritas ini menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows dan mendapatkan hasil F = 82.970 dengan p = 0,000. Hal ini berarti kedua variabel antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja karyawan adalah linier karena probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). 3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan korelasi Pearson’s Product Moment menggunakan program SPSS versi 17.0 for windows.
Hasil dari uji hipotesis ini adalah 0,646 yang berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan positif yang kuat. Nilai p-value 0,000<0,01 level of significant (α) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yaitu
hubungan positif antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dengan produktivitas kerja karyawan.
D. PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui adanya hubungan positif antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi (positif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin tinggi pula produktivitas kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah (negatif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin rendah pula produktivitas kerja karyawan.
Hasil dari penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Chao, Schwartz, Milton, dan Burge (2003) yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang tidak sehat dan nyaman akan menurunkan tingkat produktivitas dan moral pegawai (Moekijat, 2002). Oleh karena itu, kondisi atau lingkungan kerja harus menyenangkan, nyaman, dan mengakibatkan kebiasaan-kebiasaan kerja yang baik. Penilaian tentang baik dan buruknya, sehat dan tidak sehatnya, serta nyaman atau tidaknya lingkungan kerja fisik tergantung pada persepsi masing-masing karyawan. Hal ini dikarenakan keinginan dan kebutuhan setiap karyawan berbeda-beda. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan kerja pun juga tergantung pada bagaimana cara individu mempersepsikannya.
Gibson dan Ivancevich (1990), persepsi terhadap lingkungan kerja adalah serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam lingkungan organisasi dan mempunyai peranan yang besar dalam mempengaruhi tingkah laku karyawan. Tingkah laku karyawan di sini memegang peranan utama dalam peningkatan produktivitas. Hal ini dikarenakan tinggi rendahnya produktivitas tergantung pada tingkah laku karyawan dalam melaksanakan berbagai jenis produksi.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mean empirik dari skala persepsi terhadap lingkungan kerja fisik (96,0625) lebih besar dari mean teoritisnya (87,5). Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja fisiknya adalah tinggi (positif). Persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja fisik yang positif ini menggambarkan kepuasan yang dirasakan oleh karyawan terhadap kondisi lingkungan fisik tempat mereka bekerja. Karyawan yang memiliki persepsi positif terhadap kondisi lingkungan kerjanya akan menerima hal tersebut sebagai hal yang menyenangkan. Persepsi positif dari para karyawan ini menjadi bukti bahwa pengusaha garmen di PT. Sandang Asia Maju Abadi ini memperhatikan kondisi lingkungan kerja fisik di bagian produksinya. Hal ini juga berarti bahwa pengaturan kondisi lingkungan kerja fisik sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan karyawannya.
terendah karena dalam penelitian ini penghitungan produktivitas kerja berbeda dengan cara penghitungan produktivitas perusahaan. Selain itu, perusahaan juga tidak memberikan data-data mengenai produktivitas kerja karyawannya. Hal ini menjadi salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti hanya dapat melihat nilai tertinggi dan nilai terendah subyek peneltian yang berkisar antara 28,02 sampai dengan 35,93.
Dalam penelitian ini, secara khusus peneliti hanya melihat produktivitas kerja karyawan bagian produksi penjahitan yaitu banyaknya jumlah produk celana jeans yang dihasilkan karyawan dalam waktu satu bulan. Nilai produktivitas kerja dapat dilihat melalui perbandingan antara output (satuan yang dihasilkan berupa produk) dan input (jam kerja yang digunakan dalam proses produksi). Pekerjaan bagian produksi penjahitan memerlukan suatu kemampuan untuk mengefisiensikan sumber masukan dalam proses produksi. Oleh sebab itu, sangat diperlukan tingkat ketelitian, kecepatan penggunaan mesin jahit, dan konsentrasi yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya guna meminimalisir terjadinya kesalahan dan pemborosan biaya produksi. Tingkah laku para karyawan dalam melaksanakan proses produksi sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja fisiknya yang penilaiannya tergantung pada persepsi masing-masing karyawannya.
produktivitas yang terdapat di industri garmen PT. Sandang Asia Maju Abadi yang setiap tahunnya terdapat peningkatan produktivitas.
Adanya persepsi lingkungan kerja yang baik dapat menimbulkan rasa senang dan nyaman, sehingga dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja. Apabila semangat dan kegairahan kerja karyawan meningkat, karyawan akan melaksanakan pekerjaannya dengan baik, sehingga lebih terpacu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya. Hal seperti ini akan menunjukkan peningkatan produktivitas kerja karyawan (Nitisemito, 1991). Produktivitas kerja karyawan yang meningkat menunjukkan bahwa suatu pekerjaan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien.
58
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan bidang produksi PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang bagian penjahitan celana jeans Levi’s, dihasilkan koefisien korelasi sebesar 0,646 dengan taraf signifikansi (p) 0,01 yang berarti kedua variabel antara persepsi terhadap lingkungan kerja fisik dan produktivitas kerja karyawan memiliki hubungan positif yang kuat.
Hal ini berarti bahwa semakin tinggi (positif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin tinggi pula produktivitas kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah (negatif) persepsi terhadap lingkungan kerja fisik, maka semakin rendah pula produktivitas kerja karyawan.
B. Saran
1. Bagi PT. Sandang Asia Maju Abadi Semarang