• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI (Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DETEKSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI (Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia) YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

DETEKSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE

H5) DENGAN UJI HI (

Hemagglutination Inhibition

)

PADA SERUM MERPATI (

Columba livia

) YANG

DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN

KOTA KEDIRI

Oleh

REZA YESICA

NIM 060911247

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

DENGAN UJI HI (

Hemagglutination Inhibition

) PADA

SERUM MERPATI (

Columba livia

) YANG

DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN

KOTA KEDIRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh:

REZA YESICA NIM 060911247

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Nanik Sianita, drh.,SU.) (Prof.Dr. Nunuk Dyah Retno Lastuti,drh.,MS.)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi berjudul:

DETEKSI ANTIBODI AVIAN INFLUENZA (SUBTIPE H5) DENGAN UJI HI (Hemagglutination Inhibition) PADA SERUM MERPATI (Columba livia)

YANG DIAMBIL DARI PASAR BANJARAN KOTA KEDIRI

Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, Mei 2013

(4)

Tanggal: 20 Juni 2013

KOMISI PENILAI SEMINAR HASIL PENELITIAN

Ketua : Adi Prijo Rahardjo,drh., M. Kes Sekretaris : Dr. Surwarno, drh. M.Si.

Anggota : Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes Pembimbing Utama : Nanik Sianita, drh., SU.

(5)

Tanggal : 5 Juli 2013

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Adi Prijo Rahardjo,drh., M. Kes Anggota : Dr. Surwarno, drh. M.Si.

Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes Nanik Sianita, drh., SU.

Prof.Dr. Nunuk Dyah Retno Lastuti,drh.,MS.

Surabaya, 15 Juli 2013 Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga Dekan,

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan makalah skripsi ini yang berjudul Deteksi Antibodi Avian Influenza (Subtipe H5) dengan Uji HI (Hemagglutination Inhibition) Pada Serum Merpati (Columba livia) yang

Diambil dari Pasar Banjaran Kota Kediri.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D.,drh. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Nanik Sianita, drh., S.U. selaku pembimbing pertama dan Prof.Dr. Nunuk Dyah Retno Lastuti,drh.,MS. selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam memberikan saran, kritik, nasehat dan petunjuk yang sangat berguna bagi penyusunan laporan hasil penelitian ini serta telah berkenan meluangkan waktu mendampingi penulis saat penelitian berlangsung.

Adi Prijo Rahardjo,drh.,M.Kes. selaku ketua penguji, Dr. Suwarno, drh., M.Si. selaku sekretaris penguji dan Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan makalah skripsi ini.

Dr. Herry Agoes Hermadi, M.Si.,drh. sebagai dosen wali yang sangat berperan dan sebagai pengganti orang tua di kampus selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang tiap semester mengikuti perkembangan dari prestasi akademik penulis.

(7)

Seluruh staf pengajar serta karyawan di laboratorium virologi dan imunologi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium.

Kedua orang tua penulis Bapak Sunardi dan Ibu Sri Rahayu serta keponakan penulis Bobby Arya Buana dan Kevin A. Julian atas doa, kasih sayang yang tulus setiap saatnya, dorongan, dan semangat kepada penulis sampai terselesaikannya makalah skripsi ini. Seseorang yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dari jauh Ahmad Gelora Mahardika. Teman-teman tercinta Fina Virgiawati, Nila Alia, Lisca Candra, N.Suslia Rani, Yohana Anggarasari, Rila Adisti, Amel Hendri, Azizah R.U, Dewi Nurma, Bambang Sarwono yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan makalah skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk perbaikan dan penyempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Surabaya, Mei 2013

(8)

DETECTION OF ANTIBODIES AGAINST AVIAN INFLUENZA

(SUBTYPE H5) BY HI TEST (

Hemagglutination Inhibition Test

)

ON SERUM SAMPLES OF PIGEON TAKEN FROM

BANJARAN’S MARKET KEDIRI

Reza Yesica

ABSTRACT

Avian Influenza virus has attacked many countries including Indonesia. Pigeons were indentified as one of species that potentially to be reservoir of AI virus. The aim of this research is to determine the pigeon antibodies that are sold at Banjaran’s Market Kediri against AI Subtype H5. This research uses non-experimental research design with descriptive survey methods. Detection of AI antibody subtype H5 is examined by Hemagglutination Inhibition test. Research activities is taking 110 samples of pigeon’s blood slaughtered in the Banjaran’s Market Kediri by simple random sampling methods. The serum is separated from the blood clot, then serum was transferred into the microtube . Before performing HI test, samples must be inactivated in waterbath at 56ºC for 30 minute , the purpose is to inactivate non specific reaction of serum. Antigen AI subtype H5N1 4 HA Units is used as antigen in HI test. HI titers may be regarded as being positive if the titers is ≥ 24. Analysis is presented in the form of descriptive data by calculating the

percentage of antibody AI of pigeons. The result of this research shows that any antibody AI Subtype H5 on serum samples of pigeons can be detected.

(9)
(10)

x

BAB 3 MATERI DAN METODE ... 31

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

3.2 Bahan dan Materi Penelitian ... 31

3.3 Metode Penelitian ... 31

3.3.1 Pengambilan Sampel Peneltian ... 31

3.3.2 Cara Pengambilan Sampel Darah ... 32

3.4 Pemeriksaan Sampel ... 33

3.4.1 Pembuatan Suspensi Eritrosit 0,5% ... 33

3.4.2 Titrasi Antigen dan Retitrasi Antigen 4HA Unit ... 33

3.4.3 Pemeriksaan Titer Antibodi (Uji HI) ... 35

3.5 Rancangan Penelitian ... 37

3.6 Peubah yang Diamati ... 37

3.7 Analisis Data ... 37

BAB 4 HASIL ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46

RINGKASAN ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan antara LPAI dan HPAI ... 22 3.1 Skema Uji HI Mikroteknik ... 36 4.1 Hasil pemeriksaan deteksi antibodi Avian Influenza Subtipe

H5 pada serum burung merpati (Columba livia) di Pasar

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Burung Merpati (Columba liviadomestica) ... 10

2.2 Struktur Virus Influenza A, B dan C……… 11

2.3 Struktur gen virus Avian Influenza ... 12

4.2 Hasil Uji HI pada serum merpati (Columba livia) ……… 39

4.3 Uji HI negatif, terjadi hemaglutinasi………. 41

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Tabel hasil pengujian HI terhadap 110 sampel serum

burung merpati dari Pasar Banjaran Kota Kediri ... 55

Lampiran 2. Prinsip Uji Hemaglutinasi ... 58

Lampiran 3. Skema Pembuatan Suspensi Eritrosit 0,5% ... 59

Lampiran 4. Skema Uji HA ... 60

Lampiran 5. Skema Uji HI Mikroteknik ... 61

Lampiran 6.Gambar Proses Penelitian ... 62

Lampiran 7. Alat dan Bahan penelitian ... 64

(14)

xiv

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

EDTA = Etylen Diamin Tetra Acetic Acid

HA = Hemagglutination

HI = Hemagglutination Inhibition

HEF = Hemagglutinin Eterase Fusion

HAU = Hemagglutination Unit

HPAI = Highly Pathogenic Avian Influenza

Ig = Imunoglobulin

LPAI = Low Pathogenic Avian Influenza

M = Matriks

NA = Neuraminidase

NP = Nucleoprotein

NS = non-struktural

OIE = Office International des Epizooties

PA = Polymerase acidic

PB1 = Polymerase basic 1

PSDR = Participatory Disease Surveillance and Response

PUSVETMA = Pusat Veterinaria Farma

PZ = Physiologische Zaline

pH = power of Hydrogen

RNA = Ribonucleic Acid

mRNA = messenger Ribonucleic Acid

ssRNA = single stranded Ribonucleic Acid

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Serangan Avian Influenza dilaporkan pertama kali sebagai “Fowl Plaque”

di Italia pada 1878 oleh Perrocinto, yang saat ini disebut dengan HPAI (Akoso,

2006). Pada tahun 1997, virus Avian Influenza sutipe H5N1 mewabah di

Hongkong menyerang ayam dan burung peliharaan. Menurut World Health

Organization (WHO) dan Office International des Epizooties (OIE) virus ini

dapat menulari manusia dan berakibat fatal. Outbreak virus AI di kawasan Asia

khususnya Asia Tenggara pada pertengahan tahun 2003 ini dilaporkan di beberapa

negara seperti Indonesia, Kamboja, Thailand, Republik Demokrasi Rakyat Laos,

Malaysia dan Vietnam. Jenis strain yang teridentifikasi adalah H5N1 dan

diklasifikasikan sebagai Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang dapat

menyebabkan kematian pada populasi burung, ayam dan itik (WHO, 2007).

Di Indonesia wabah Avian Influenza meledak pada akhir tahun 2003

sampai awal tahun 2004. Pada press release Ditjennak, 25 Januari 2004 berjudul

Kasus Kematian Unggas di Indonesia”, diungkap sejumlah kematian unggas

melanda beberapa peternakan pembibitan dan ayam petelur serta sedikit ayam

pedaging di beberapa propinsi di Indonesia seperti Jawa Timur (13 Kabupaten),

Jawa Tengah (17 Kabupaten), Jawa Barat (6 Kabupaten), Banten (1 Kabupaten),

DIY (3 Kabupaten), Lampung (3 Kabupaten), Bali (5 Kabupaten), Kalimantan

Selatan (1 Kabupaten), Kalimantan Timur (1 Kabupaten) dan Kalimantan Tengah

(16)

ditetapkan terjangkit wabah penyakit Avian Inflenza subtipe H5N1 pada tanggal 3

Februari 2004. Pada bulan Oktober-Nopember 2004 di daerah Kediri dilaporkan

sebanyak 148.957 ekor unggas mati akibat penyakit ini. Situasi pada bulan Mei

2005 AI di Jawa Timur dilaporkan menyerang daerah Kediri, Tulung Agung,

Trenggalek, Bojonegoro, Tuban dan Magetan (Rahardjo, 2004).

Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas

di Indonesia menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif yang dilaporkan Tim PDSR

(Participatory Disease Surveillance and Response) pada bulan Desember 2012

adalah jumlah kasus AI sebanyak 65 kasus di 65 desa (diantara 76.613 desa di

Indonesia) pada 12 kabupaten atau kota di 14 Provinsi, kematian unggas sebanyak

61.580 ekor (1.020 ekor ayam kampung, 46.840 ekor itik, 720 ekor ayam

pedaging dan 13.000 ekor ayam petelur). Di Jawa Timur terdapat14 kasus , kota

yang terjangkit wabah flu burung antara lain Kediri, Pasuruan, Tulungagung,

Probolinggo, Nganjuk dan Trenggalek (Direktur Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan, 2012).

Wabah Flu Burung ini disebabkan oleh virus Avian Influenza (AI). Virus

AI dibagi menjadi tiga jenis Virus Influenza tipe A, tipe B, dan tipe C yang

ketiganya ini merupakan family Orthomyxoviridae. Virus menyebar ke seluruh

dunia melalui burung yang berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Adanya

reservoir pada hewan liar merupakan suatu faktor penting dalam ekologi dari

virus AI. Virus AI dari burung migran yang menjadi reservoir akan disebarkan

(17)

dapat menjangkiti peternakan-peternakan unggas lain melalui sumber air minum

dan pakan yang terkontaminasi (Rahardjo, 2004).

Burung merpati diidentifikasi sebagai salah satu spesies yang memiliki

potensi untuk membawa virus penyakit ke manusia. Hasil surveilan Balitvet

(2005) dan hasil penelitian Ellis et al. (2004) menunjukkan terdapat burung liar

dan burung merpati yang terpapar virus Avian Influenza . Sementara hasil Warner

et al. (2003) menunjukkan 5 dari 7 ekor burung merpati yang terinfeksi virus

HPAI H7N7 terdeteksi titer antibodi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis.

Pada awal tahun 2013, di China terjadi wabah virus AI, menurut WHO dan CDC

virus yang menyerang adalah isolat H7N9. Menurut Wibawan (2013), penyebaran

virus AI subitipe H7N9 bukanlah lewat udara, atau dari manusia ke manusia,

tetapi harus ada kontak antara manusia dengan unggas, untuk kasus isolat H7N9

ini penyebaran virus ini melalui burung merpati. Dan yang terpenting merpati

telah diketahui dapat terinfeksi oleh virus yang dapat menyebabkan penyakit flu

burung atau Avian Influenza (AI) subtipe H5N1 (Dharmayanti dkk., 2004).

Di dalam tubuh burung merpati ataupun unggas air lainnya virus ini

bertahan tanpa menimbulkan kematian sehingga bangsa burung dapat bertindak

sebagai reservoir penyebar penyakit AI dengan cara disekresikan melalui kloaka

atau kotoran (Fouchier et al., 2003).

Pada tahun 2011 Dinas Kehewanan dan Perikanan Kabupaten Kediri,

menyebutkan bahwa terdapat serangan virus AI di Desa Tiron, Kecamatan

(18)

hidup terbesar di Kota Kediri sehingga di pasar ini dapat diindikasi sebagai salah

satu tempat penyebaran virus Avian Influenza. Suplai burung merpati di pasar ini

diperoleh dari berbagai tempat peternakan merpati yang ada di wilayah Kabupaten

Kediri (Chusna, 2011).

Menurut OIE (2012), diagnosa serologis virus Avian Influenza pada serum

burung merpati dapat dideteksi dengan pengujian Hemagglutination Inhibition

(HI). Serum dinyatakan positif mengandung antibodi AI Subtipe H5 bila

mempunyai titer HI ≥ 24 atau log24 dengan menggunakan antigen 4 HAU.

Beberapa laboratorium menggunakan 8 HAU , hasil dinyatakan positif bila titer

HI ≥ 23 atau log23. Keuntungan pengujian HI yaitu sederhana, murah,cepat,

material mudah didapatkan, dapat menggunakan antigen inaktif, spesifik untuk

subtipe H, digunakan untuk mengukur titer antibodi pada unggas yang diduga

terinfeksi.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah serum burung merpati yang

diambil dari Pasar Banjaran Kota Kediri mengandung antibodi AI subtipe H5

yang dapat dideteksi dengan uji HI?

1.3 Landasan Teori

Evaluasi lapangan menunjukan bahwa virus AI tipe A berpotensi

menyerang burung merpati (Columba livia). Virus AI tersebar di seluruh dunia

pada berbagai unggas, dan unggas air liar dinyatakan sebagai reservoir alami dari

(19)

bagian berdasarkan kemampuannya menyebabkan penyakit, yaitu Highly

Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI)

(Capua and Maragon, 2006).

Virus AI di lingkungan dapat hidup dalam karkas pada temperatur yang

layak dalam jangka waktu yang lama. Virus ini dapat bertahan sampai 4 hari

dalam air pada suhu 22ºC dan lebih dari 30 hari pada suhu 0ºC. Virus dapat

menjadi inaktif pada temperatur 56ºC dalam waktu 3 jam atau suhu 60ºC dalam

waktu kurang lebih 39 menit, kondisi pH asam, pemberian agen oksidasi antara

lain dodecyl sulfate, lipid solvent dan β-propiolactone, pemberian desinfektan

(formalin, bahan campuran iodine) (Tabbu, 2000).

Virus Avian Influenza mempunyai sifat mudah mengalami mutasi

sehingga keadaan ini dapat membuat virus menjadi lebih patogen atau kurang

patogen. Bentuk HPAI ditandai dengan angka kematian hampir100% pada unggas

terutama ayam buras dan ras dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis

sebelum terjadi kematian. Unggas air dan burung liar merupakan reservoir alami

HPAI, tanpa menunjukkan gejala klinis, kedua unggas ini merupakan salah satu

media perantara yang dapat menyebarkan virus strain HPAI menjadi semakin

luas. Sedangkan bentuk LPAI ditunjukkan dengan gejala klinis yang lebih ringan,

diantaranya gangguan saluran pernafasan, depresi dan penurunan produksi telur.

Namun demikian, virus strain LPAI dapat bermutasi menjadi strain HPAI. Avian

Influenza termasuk dalam daftar A di OIE, karena Avian Influenza merupakan

(20)

Pemeriksaan terhadap adanya antibodi terhadap virus AI pada serum darah

burung merpati dapat dideteksi dengan Uji Hemagglutination Inhibition (HI).

Organisme tertentu mampu mengaglutinasi eritrosit unggas. Organisme yang

melakukan hemaglutinasi salah satu nya adalah virus famili Orthomyxoviridae,

Virus influenza termasuk virus Ortomyxoviridae memiliki protein pada amplop

yang disebut hemaglutinin yang mengikat reseptor sialic acid pada sel.

Hemaglutinin berperan di awal infeksi yang sangat menentukan kemampuan

attachment virus AI ke permukaan sel inang. HA bersifat imunogenik karena

mampu menginduksi antibodi protektif dan menghambat attachment virus ke

permukaan sel inang sehingga mampu mencegah infeksi. Virus ini juga akan

berikatan dengan eritrosit, menyebabkan hemaglutinasi dan merupakan dasar

untuk menentukan tingkat virus yang ada dalam sampel. Aktivitas ini diperankan

oleh protein HA yang merupakan glikoprotein permukaan (Wibawan dkk., 2006).

Aglutinasi eritrosit adalah dasar pengujian hemaglutination (HA) dan

hambatan hemaglutinasi dengan menggunakan antiserum subtipe HA yang

spesifik adalah merupakan dasar pengujian HI. Prinsip pengujian HI adalah

antibodi yang dimiliki burung merpati terhadap virus akan mencegah pengikatan

virus dengan sel darah merah. Oleh karena itu, hemaglutinasi dihambat ketika

terdapat antibodi dalam serum burung merpati. Pengenceran tertinggi dari serum

yang mencegah terjadinya hemaglutinasi disebut titer HI serum. Keberadaan

antibodi AI pada serum dapat terdeteksi dengan uji HI setelah tujuh hari post

(21)

Pengujian HI merupakan standar pengujian serologi AI untuk mendeteksi

antibodi terhadap virus AI pada unggas dan mamalia. Pengujian HI merupakan

metode yang relatif murah dan sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin

spesifik pada serum yang sudah divaksinasi atau terinfeksi virus AI dan

mengetahui titer antibodi pada unggas (Noah et al., 2009).

Dalam pengujian HI dibutuhkan beberapa variabel pengujian yang dapat

mempengaruhi hasil dan akurasi pengujian yaitu microplate, pengenceran,

pembacaan, interpretasi, antigen, antiserum dan sel darah merah (Selleck dan

Axell, 2008). Menurut OIE (2008), jika sampel berasal dari unggas maka sel

darah merah yang digunakan yaitu sel darah merah ayam yang Specific Pathogen

Free (SPF) atau Spesific Antibody Negative (SAN). Hasil uji HI positif ditandai

dengan adanya endapan pada dasar microplate, tidak ada hemaglutinasi. Titer HI

dihitung berdasarkan pengenceran tertinggi serum yang dapat menghambat

terjadinya hemaglutinasi. Pemeriksaan serologi yang dilakukan dengan uji HI

dianggap positif apabila titer antibodi ≥ 24 atau log24 dengan antigen 4 HAU

(OIE,2012).

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi

terhadap virus AI subtipe H5 pada burung merpati (Columba livia) yang dipotong

(22)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data tentang adanya infeksi

AI subtipe H5 pada burung merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri

sehingga dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan tentang virus Avian influenza yang

menyerang burung merpati atas dasar deteksi antibodi AI dengan uji

HI.

2. Memberikan informasi bagi peternak yang mensuplai burung merpati

yang dijual di pasar tersebut. Sehingga dapat dihindari burung mepati

sebagai pembawa penyakit bagi unggas-unggas lainnya. Hal ini

dilakukan agar pemerintah dan masyarakat dapat bersama-sama lebih

meningkatkan tata laksana peternakan unggas dan melakukan tindakan

pencegahan, pengendalian dan penanggulangan yang lebih efektif dan

(23)

`BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Burung Merpati

Burung merpati banyak diternakan di Indonesia untuk dimanfaatkan

sebagai burung permainan dan burung potong yang merupakan salah satu pilihan

kebutuhan gizi masyarakat. Menurut Iskandar (1998), klasifikasi dari burung

merpati (Columba livia) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordota Sub phylum : Vertebrata Class : Aves

Ordo : Columbiformes Famili : Columbidae Genus : Columba Species : Columba livia

Burung merpati mempunyai ukuran tubuh kurang lebih 35 cm, burung

merpati konsumsi dikenal juga dengan sebutan merpati potong atau pedaging.

Jenis merpati potong yang populer di Indonesia adalah Hummer King. Hummer

king dewasa memiliki berat badan standar sekitar 742-857 g , sedangkan merpati

muda sekitar 686-780 g. Namun berat potong ideal sekitar 500-700 g, dengan

lama pemeliharaan sekitar 45-60 hari. Ada beberapa varietas warna bulu,

misalnya putih, biru, merah, dan kuning. Hampir semua varietas memiliki ukuran

(24)

beternak burung merpati bisa berkembang biak dengan cepat dimana jumlah anak

rata-rata 2 ekor (Dudung, 2010).

Gambar 2.1 Burung Merpati (Columba liviadomestica). Sumber: Crome et al. (1991).

2.2 Virus Avian Influenza 2.2.1 Etiologi dan Morfologi

AI disebabkan oleh virus influenza yang tergolong family

Orthomyxoviridae. Tidak seperti kebanyakan virus, yang memiliki bentuk

konsisten, virus influenza dapat berbentuk bola bundar, berfilamen atau

berbentuk diantara keduanya. Dalam strukturnya terdapat banyak bentukan duri,

tonjolan seperti paku pada seluruh permukaannya. Ada dua jenis protein yang

berbentuk seperti paku, batang dan segitiga. Protein ini disebut hemagglutinin

(HA), dan protein yang lain adalah enzim yang berbentuk persegi disebut

neuraminidase. Kedua protein ini terletak di permukaan virus influenza (Nidom,

2009).

Virus influenza dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu virus influenza tipe A

ditemukan pada ayam, babi, kalkun, bebek, mentok, angsa, burung dan ikan paus.

(25)

manusia dan babi (Rantam, 2004). Virus ini mempunyai struktur antigen

permukaan antara lain hemaglutinin (HA), neuraminidase (NA), matriks protein

dan nukleoprotein (NP (Nidom, 2009).

Gambar 2.2 Struktur Virus Influenza A, B dan C. Sumber : Whitaker (2001).

Secara umum morfologi virus influenza (virion) adalah partikel berbentuk

bola dengan diameter 50-120 nm, atau berbentuk benang dengan diameter 20 nm

dan panjang virion 200-300 nm. Permukaannya berasal dari senyawa lipoprotein

dengan tempelan nukleokapsid. Ukuran nukleoprotein ini berbeda pada setiap

loop dalam kisaran panjang 50-130 nm dan diameter 9-15 nm . Virus influenza

mempunyai delapan segmen yang terdiri dari gen hemaglutinin (HA),

neuraminidase (NA), nukleoprotein (NP), matriks (M), polymerase A (PA),

(26)

memiliki genom ss RNA bersegmen sehingga dapat terjadi genetik reassortment

(Nidom, 2009).

Virus Avian Influenza ini dibungkus oleh glikoprotein dan dilapisi oleh

lemak ganda (bilayer lipid). Glikoprotein HA dan NA merupakan protein

permukaan yang sangat berperan dalam penempelan dan pelepasan virus dari sel

inang. Protein HA merupakan bagian yang terbesar dari spike yaitu 80% dan NA

sebesar 20%. Keseimbangan aktivitas HA dan NA mempunyai arti penting dalam

menentukan patogenitas virus.Virus dengan aktivitas NA yang rendah menjadikan

virus tidak efisien dalam melepaskan anak (progeny) virus. Aktivitas gen HA

yang memadai diperlukan agar virus dapat melakukan perlekatan secara efisien

dengan sel inang. Hal ini berarti bahwa keterkaitan HA dan NA sangat penting

dalam mengetahui patogenitas dan efisiensi vaksinasi (Matrosovich and Klenk,

2004).

Gambar 2.3 Struktur gen virus Avian Influenza.

(27)

2.2.2 Sifat Umum Virus Influenza

Virus AI tidak stabil di lingkungan atau mudah mati diluar tubuh unggas.

Virus ini dapat inaktif oleh faktor-faktor lingkungan seperti panas, pH yang

ekstrim, kekeringan, dan keadaan non isotonik. Virus ini mempunyai membran

lipid dibagian luarnya maka virus ini peka terhadap pelarut lemak, detergen, dan

desinfektan seperti ammonium kuartener, aldehid dan iodine. Infektivitas ini juga

rusak oleh formalin, beta-propiolakton, agen yang bersifat oksidan, asam encer,

eter, NA-desoksilat, hidroksilamin, Na de-dosilsulfat, ion-ion ammonium dan

senyawa iodium.Virus ini beramplop dan mempunyai dua bagian penting pada

permukaan antigennya yaitu hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) (Nidom,

2004).

Virus AI subtipe H5 terlindung oleh bahan organik yang ada dalam

kandang seperti lendir, darah, dan tinja. Virus AItetap infektif dalam feses selama

30 – 35 hari pada temperatur 4°C dan selama 7 hari pada temperatur 20°C. Hal ini

menunjukkan bahwa virus AI dapat bertahan di lingkungan dalam kurun waktu

dan suhu tertentu. Sifat tersebut memungkinkan terjadinya penyebaran virus AI di

alam. Virus influenza dapat diisolasi dari air danau atau kolam yang terletak di

daerah yang banyak dihuni oleh unggas air yang terinfeksi. Sebaliknya, virus AI

tidak dapat diisolasi setelah unggas tersebut meninggalkan daerah tersebut

(28)

2.2.3 Protein Virus Influenza

Struktur virus influenza dilihat dengan mikroskop elektron mempunyai

bentuk pleomorphik, meliputi virion dengan bola kasar dan berfilamentous. Ada

dua tipe yang membedakannya yaitu dari tonjolan seperti paku (panjangnya

kurang lebih 16 nm) sesuai dengan HA dan NA molekulnya, berada diatas

permukaan virion. Nampak bentuk tangkai paku HA dan menonjol keluar dari

amplop sebagai pemotong, paku NA berbentuk jamur tetrameter. Dua glikoprotein

ini digunakan untuk menempel pada amplop lipid yang berasal dari selaput

plasma sel inang dengan urutan pendek dari hydrophobic amino acid (daerah

transmembran). HA adalah suatu tipe glikoprotein I yang berisi N-terminal

ectodomain dan sebuah jangkar C-terminal, sedangkan NA adalah suatu tipe

glikoprotein II yang berisi suatu jangkar N-proximal dan C-terminal ectodomain.

HA yang memungkinkan virion untuk mengikatkan diri ke permukaan sel

sialyloligosaccharides dan bertanggung jawab untuk aktivitas hemaglutinasinya.

HA menimbulkan antibodi virus-neutralizing yang sangat penting dalam

perlindungan melawan infeksi. NA adalah suatu sialidase mencegah agregasi

virion yang terdiri dari permukaan sialic acid virion, yaitu bagian utama dalam

sialyloligosaccharides yang dikenali oleh HA (Horimoto dan Kawaoka, 2001).

Keragaman virus dimungkinkan karena kemampuan Antigenic shift dan

Antigenic drift dari virus Avian Influenza. Terjadinya gen reassortment

(pertukaran dan percampuran gen) dan perubahan struktur antigenic yang bersifat

minor pada antigen permukaan H dan atau N yaitu mutasi pada materi genetik

(29)

asam amino per tahun (Swayne et al.,1998). Perubahan (mutasi) penting dalam

kaitannya dengan pengendalian AI pada unggas perubahan pada daerah cleavage

,receptor binding site, dan antigenic determinant (epitope). Perubahan pada

epitope menyebabkan perubahan antigenicity dan perubahan immunogenicity

sehingga antara dua strain virus AI/H5 dari isolat yang berbeda memiliki sifat

antigenic yang berbeda (Darminto, 2008).

2.2.4 Daur Hidup Virus Influenza

Setelah sialic acid mengikatkan diri pada membran permukaan reseptor,

virus masuk ke dalam sel melalui mediasi endositosis reseptor. Endosome dengan

pH yang rendah menginduksi penyesuaian pergantian HA, menghasilkan fusi

membran antara amplop virus dan membran endosomal. Tanpa endosome, saluran

proton M2 merubah pH inti viral menjadi rendah, menghasilkan penguraian dari

M1 dari RNP yang berperan utama untuk pelepasan dari RNP menuju

sitoplasma.Kemudian RNP dibawa menuju nukleus, kemungkinan sinyal inti lokal

pada protein yang tersusun oleh komplek RNP (Horimoto dan Kawaoka, 2001).

Mekanisme transkripsi RNA yaitu sebagai berikut, enam dari delapan

segmen RNA dirubah menjadi mRNA di dalam monocistronic manner dan

dirubah menjadi HA, NA, NP, PB1, PB2 dan PA, yang paling menonjol adalah

dua segmen RNA masing-masing ditranskripsikan menjadi dua mRNA melalui

pembelahan. Untuk masing-masing gen M dan NS, mRNA ini dirubah menjadi

kerangka yang berbeda, secara berurutan menjadi protein M1 dan M2, protein

(30)

terbaru dari vRNA diselubungi dengan NP dalam nukleus, dimana fungsinya

sebagai tempat untuk transkripsi yang kedua dari mRNA virus (Horimoto dan

Kawaoka, 2001).

Infeksi selanjutnya, perubahan menghasilkan M1, HA dan NA. HA dan

NA mengalami pelapisan di dalam retikulum endoplasmik, proses selanjutnya di

dalam aparatus golgi, kemudian dibawa menuju permukaan sel, dimana

selanjutnya menyatu dengan membran sel. Inti lokal dari protein M1 dan NS2

menjadi bahan utama untuk migrasi dari RNP keluar dari nukleus untuk disatukan

dalam partikel progeny viral di dalam sitoplasma. RNP-M1 kompleks berinteraksi

dengan protein M1 yang diasosiasikan dengan membran plasma, dan keluar

menuju membran sel, kemudian menutup diri tanpa membran bertahtakan kedua

HA dan NA (Horimoto dan Kawaoka, 2001).

2.2.5 Variasi Antigenik Virus Avian Influenza

Berdasarkan patotipe, virus AI dibedakan menjadi dua kelompok yaitu,

High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang mempunyai sifat sangat ganas dan

Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) bersifat kurang ganas (Capua, 2006).

Virus HPAI mempunyai kemampuan baik berkembang biak pada alat

pernapasan, pencernaan, sistem syaraf dan peredaran darah. Kematian akibat

HPAI berlangsung cepat dan didahului dengan gejala gangguan pernapasan atau

kadang tanpa gejala (perakut). Salah satu tanda dari infeksi HPAI adalah tingkat

kematian yang sangat tinggi mencapai 100% pada hewan yang terserang.Selama

(31)

ini menyebabkan keganasananya ditentukan oleh waktu, tempat, dan inang yang

terinfeksi (Rahardjo,2004).

Virus golongan LPAI mempunyai kemampuan baik untuk berkembang

biak pada alat pernapasan (tracheotropic dan pneumotropic) dan saluran

pencernaan (enterotropic). Ayam yang terinfeksi LPAI dapat sembuh dalam

waktu seminggu, dengan gejala pernapasan. Ayam yang sembuh ini dapat

menularkan virus melalui tinjanya. Virus LPAI mampu mengalami mutasi

antigenik menjadi HPAI (Rahardjo,2004).

Antigen virus AI subtipe H5 berubah secara perlahan-lahan dengan mutasi

titik (antigenic drift) atau secara drastis dengan genetic reassortment (antigenic

shift) dan rekombinasi virus. Tekanan sistem imun pada HA dan NA merupakan

pemicu atau pendorong terjadinya antigenic drift (Horimoto dan Kawaoka, 2001).

Antigenic drift terjadi karena perubahan struktur antigen yang bersifat minor pada

antigen permukaan HA atau NA. Pola mekanisme mutasi melalui antigenic drift

ini hanya menyebabkan penambahan atau pengurangan urutan nukleotida antigen

HA, NA atau keduanya tanpa menghasilkan subtipe virus baru. Sedangkan

antigenic shift terjadi karena perubahan struktur antigen yang bersifat dominan

pada antigen permukaan HA atau NA melalui aktifitas dua macam subtipe virus

Avian Influenza sehingga mampu menghasilkan virus subtipe baru sebagai hasil

(32)

2.2.6 Penularan

Virus AI berkembang biak pada jaringan tropisma seperti saluran

pernapasan, pencernaan, pembuluh darah, limfosit, syaraf, ginjal dan atau sistem

reproduksi. Virus dapat diisolasi dari feses dan dari saluran pernapasan dalam

jumlah yang cukup besar dari burung-burung terkena infeksi. Dengan asumsi yang

logis karena virus terdapat dalam sekresi, penyebaran penyakit dapat berlangsung

melalui air minum yang tercemar. Burung-burung dapat terinfeksi melalui

masuknya virus ke dalam kantung konjungtiva, hidung ,atau tenggorokan. Bukti

laboratorium dan lapangan menunjukan bahwa virus dapat diambil dari

permukaan dan dalam telur (Rahardjo, 2004).

Penularan virus AI dapat terjadi melalui kontak langsung antara unggas

sakit dengan unggas yang peka. Unggas yang terinfeksi virus AI mengeluarkan

virus dari saluran pernafasan, konjungtiva dan feses. Penularan dapat juga terjadi

secara tidak langsung misalnya melalui udara yang tercemar material atau debu

yang mengandung virus AI (aerosol), makanan atau minuman, alat atau

perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan, peti telur, eggtray,

burung, mamalia, dan insekta yang mengandung virus AI (Tabbu, 2000).

Virus AI dari burung migran yang menjadi reservoir akan disebarkan

melalui feses yang jatuh dipeternakan unggas dan dapat menjangkiti

peternakan-peternakan unggas lain melalui sumber air minum yang terkontaminasi. Burung

migran juga dapat menyebarkan virus AI pada burung lain yang juga dikenal

(33)

Transmisi virus AI yang menyerang peternakan terjadi melalui mekanisme

: a) Transmisi langsung dari sekresi (feses, sekresi saluran respirasi) dari burung

yang terinfeksi. b) Telur yang terkontaminasi virus dalam inkubator dan pecah

dapat menginfeksi anak ayam yang sehat (OIE, 2002). c) Peralatan kandang

seperti tempat telur, truk pengangkut pakan, pakaian dan sepatu dari pekerja. d)

Tempat air minum ternak yang terkontaminasi. e) Tempat sampah di peternakan

yang telah terinfeksi virus AI (Rahardjo, 2004).

2.2.7 Patogenesis

Proses infeksi tahap pertama terjadi secara inhalasi (menghirup) atau

ingesti (memakan) virus AI. Enzim tripsin dan protease lainnya dalam sel

tropisma terutama pada epitel saluran pernapasan, paru-paru dan trakea tersedia

untuk pembelahan protein hemaglutinin (Harder and Werner, 2006).

Tahap kedua, virion masuk ke dalam sel secara endositosis. Virus

mengalami replikasi dalam sel endotel dan menyebar melalui sistem peredaran

darah atau sistem limfatik untuk menginfeksi dan replikasi dalam

bermacam-macam tipe sel organ visceral, otak dan kulit. Gejala klinis dan kematian

disebabkan karena kegagalan multiplikasi organ .Kerusakan yang disebabkan oleh

virus AI ini berasal dari satu dari tiga proses berikut: (1) proses perbanyakan virus

secara langsung dalam sel, jaringan dan otak. (2) efek secara tidak langsung dari

produksi mediator seluler seperti sitokin. (3) Iskemik yaitu suplai darah yang tidak

mencukupi akibat adanya thrombus dalam jantung atau pembuluh darah (Harder

(34)

Tahap ketiga dari pathogenesis penyakit AI yaitu replikasi virus yang

biasanya terbatas pada saluran pernapasan atau pencernaan. Virus AI bisa juga

menyebar secara sistemik, memperbanyak diri dan menimbulkan kerusakan pada

ginjal dan sel-sel organ yang lain (Harder and Werner, 2006).

Gambaran dari tahap masuknya dan berkembangnnya AI ke dalam sel

secara skematis : (1) Mula-mula virion menempel pada reseptor sel tropisma

melalui protein Hemagluitinin. (2) Proses endositosis akan berlangsung beberapa

waktu. Berdasarkan pengamatan laboratorium, diketahui selama 10 menit, proses

endositosis dan pelepasan selubung telah mencapai lebih dari 50%, proses ini

sampai semua segmen RNA ke luar ke dalam sitoplasma. (3) Segmen-segmen

tersebut masuk ke dalam inti sel (nukleus) dan mengalami transkripsi, untuk

merubah bentuk (-) RNA menjadi (+) RNA. (4) Sebagian segmen keluar kembali

ke sitoplasma untuk mempersiapkan protein selubung untuk dipakai oleh virus

baru yang akan dihasilkan. Protein yang dimaksud meliputi protein Hemaglutinin,

Neuraminidase, Matriks dan Protein Nonstruktural. (5) Delapan segmen yang

berada di inti sel ditambah dengan segmen RNA yang masih tersisa di sitoplasma

melakukan replikasi, yaitu perbanyakan RNA. Berbeda dengan virus RNA

lainnya, di mana replikasinya terjadi diluar inti sel. Dengan berlangsung di dalam

inti sel, AI menggunakan bahan yang diperlukan dari dalam inti sel inang. Proses

ini yang memudahkan terjadi proses Antigenic drift dan Antigenic shift. (6)

Segmen RNA yang sudah mengalami replikasi, keluar ke sitoplasma untuk

dibungkus dengan protein HA, NA dan M, serta NS, menjadi anak AI yang siap

(35)

menempel pada reseptor yang terdapat di dalam sel inang. Penempelan ini

dilakukan oleh protein neuraminidase, bukan hemaglutinin seperti pada saat

masuk ke sel. Proses ini bisa berlangsung selama dua jam sejak infeksi (Rahardjo,

2004).

2.2.8 Gejala Klinis

Gejala klinik hewan yang terserang virus AIdi lapangan bervariasi. Masa

inkubasi virus AI bervariasi antara tiga sampai tujuh hari tergantung dari isolat

virus, dosis virus, spesies, dan umur burung (Beard, 1998). Tingkat keganasan

virus AI (HPAI dan LPAI) merupakan faktor utama yang mempengaruhi

gambaran gejala klinis yang sangat bervariasi tergantung faktor spesies yang

terserang, umur, jenis kelamin, kekebalan tubuh dan faktor lingkungan

(Tabbu,2000).

Bentuk akut (HPAI) ditandai dengan adanya proses penyakit yang cepat

disertai mortalitas tinggi, gangguan produksi telur (berhenti atau menurun secara

drastis), gangguan pernapasan (batuk, bersin, ngorok), lakrimasi (leleran dari

mata) berlebihan, sinusitis, edema di daerah kepala dan muka, pendarahan

jaringan subkutan yang diikuti sianosis pada kulit (terutama di daerah kaki,

kepala, dan pial), diare dan gangguan saraf. Pada kasus tertentu, penyakit ini dapat

berlangsung sangat cepat, unggas dapat mati mendadak tanpa didahului gejala

tertentu dan dapat mencapai 100% (Tabbu, 2000).

Bentuk ringan (LPAI) yaitu bentuk avirulen terjadi, tidak diikuti infeksi

(36)

rendah tetapi cenderung meningkat. Jika terdapat infeksi sekunder oleh bakteri

atau unggas dalam keadaan stress akibat lingkungan maka gejala klinis yang

timbul dapat menjadi parah. Infeksi dengan tingkat keganasan LPAI pada unggas

liar tidak menimbulkan gejala klinis atau penyakit timbul bersifat ringan (Tabbu,

2000).

Tabel 2.1 Perbandingan Antara LPAI dan HPAI

LPAI HPAI

Subtipe H1-H15 H5-H7

Tempat Replikasi Saluran pernapasan dan

pencernaan Semua organ Asam amino pada

pembelahan H Arginin tunggal Banyak asam amino

Mortalitas Rendah Tinggi (sampai 100%) HA dipecah oleh protease Tidak Dipecah oleh protease

Gejala klinis Tidak jelas atau ringan: pernapasan, depresi,

(37)

2.2.9 Patologi Anatomi

Perubahan patologi anatomi yang ditemukan pada unggas sangat

bervariasi tergantung lokasi lesi, derajat keparahan, tergantung spesies unggas,

dan pathogenesis virus influenza (Tabbu, 2000). Perubahan patologi anatomi yang

biasanya tampak dan bersifat spesifik pada penyakit flu burung atau AI adalah:

warna biru pada kulit , edema pada wajah dan jengger, hemorrhagis pada trakhea,

eksudat dan hemorrhagis pada paru-paru, hemorrhagis pada ginjal, ptechie pada

daging dan kaki (Nidom, 2005; Soejoedono dan Handharyani, 2005).

Pada bentuk ringan terjadi radang nekrotik proventrikulus dekat

perbatasan ventrikulus.Daerah pankreas sering berwarna merah tua dan kuning

muda (Rahardjo, 2004). Pada sinus ditemukan adanya salah satu atau campuran

eksudat kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Trakea

menunjukan adanya edema yang disertai oleh pembentukan eksudat yang

bervariasi dari serus sampai kaseus. Kantung udara menebal dan maengandung

eksudat fibrinus atau kaseus. Peritoneum ditemukan adanya peritonitis fibrinus

dan egg peritonitis. Pada sekum atau usus ditemukan adanya enteritis kataralis

sampai fibrinous (Tabbu, 2000).

2.2.10 Diagnosa

Sehubungan dengan adanya gejala klinik dan perubahan patologi yang

bervariasi makan diagnosa definitif hanya didasarkan atas isolasi dan identifikasi

virus. Diagnosis dapat didasarkan atas riwayat kasus, gejala klinik, perubahan

(38)

dengan pengambilan dari hewan hidup (feses, usapan kloaka dan hidung) atau

hewan mati (trakea, paru-paru, limpa, ginjal dan usus) (Tabbu, 2000).

Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya

pembentukan antibodi terhadap virus AI yang dapat diamati pada hari ke tujuh

sampai ke sepuluh pasca infeksi. Pemeriksaan serologi yang sering dipakai adalah

uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap

hemaglutinin (H) (OIE,2012).

2.2.11 Diagnosa Banding

Penyakit yang mirip AI adalah New Castle Disease (ND), Pigeon

Paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB), Swollen Head Syndrome (SHS), Avian

Mycoplasmosis, Infectious Laryngotracheitis (ILT). Selain itu AI juga mirip

penyakit bakterial akut misalnya kolera dan colibacillosis (Tabbu, 2000).

2.2.12 Pengendalian dan Pencegahan

Avian Influenza tak dapat diobati, oleh sebab itu melakukan langkah

strategis mengendalikan menjalarnya AI antar unggas sangat penting untuk

membantu mengurangi resiko kesehatan masyarakat yang mungkin timbul dari

virus AI subtipe pathogen H5N1. Sejak kasus AI yang mewabah Agustus

2003-2004, tujuan pengendalian dan pemberantasan AI meliputi pengendalian jangka

pendek dan jangka panjang. Prinsip pengendalian dan pemberantasan yang efektif

adalah program monitoring dan survei nasional yang menyeluruh dan terintegrasi,

peningkatan praktek biosecurity pada semua tingkatan skala produksi pengolahan

(39)

digunakan untuk unggas, pendidikan peternak dan pekerja lainnya termasuk

dokter hewan dan paramedik mengenai pengendalian dan pemberantasan AI,

karantina dan pengendalian lalu lintas unggas dan produk unggas serta limbah

peternakan tertular AI, pemusnahan unggas hidup yang terekspos unggas tertular

dalam satu kandang, pemetaan wilayah untuk menentukan wilayah tertular,

terancam dan bebas, penggunaan vaksin sebagai salah satu elemen program

pengendalian dan pemberantasan (EID,2006).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran AI diantaranyaa

dalah pengamanan biologis yang ketat, pelaksanaan aspek-aspek manajemen

untuk menghilangkan sumber infeksi secara optimal serta vaksinasi. Dalam hal

ini, pengamanan biologis merupakan upaya pertahanan yang paling utama.

Mengingat bahwa virus AI di luar tubuh induk semang mempunyai sifat mudah

diinaktivasi oleh deterjen, formalin, betapropiolakton, eter, hidroksilamin, ion-ion

ammonium, panas, pH terlalu tinggi, kondisi non-isotonik dan kekeringan. Sifat

yang dimiliki virus ini juga merupakan salah satu faktor yang mendukung

program pertahanan pada unggas melalui pengamanan biologis menjadi lebih

efektif. Sedangkan upaya pertahanan melalui vaksinasi akan memperoleh hasil

yang lebih efektif apabila diikuti dengan pengamanan biologis yang ketat (EID,

2006).

Pedoman untuk pencegahan, pengendalian dan pemberantasan virus AI

secara lengkap telah ditetapkan oleh Office International des Epizooties (OIE) dan

(40)

Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan

No.17/Kpts/PD.640/F/02.04 terdapat lima prinsip dasar dan penerapan program

pencegahan, pengendalian dan pemberantasan AI antara lain: a) Mencegah kontak

antara hewan yang peka dengan cara menghentikan penyebaran infeksi melalui

karantina atau isolasi lokasi peternakan tertular. b) Pengawasan lalu lintas hewan

atau bahan asal hewan atau bahan lain yang dapat menyebarkan penyakit dari

lokasi peternakan tertular, disinfeksi pada kandang, peralatan, kendaraan dan

bahan permanen lain yang kemungkinan dapat menularkan penyakit. c)

Meningkatkan resistensi hewan (pengebalan hewan peka terhadap virus) dengan

vaksinasi. d) Pemusnahan terbatas (depopulasi) unggas hidup yang terekpos

unggas tertular dalam satu kandang. e) Peningkatan kesadaran masyarakat (public

awarnes) yang diterapkan melalui pendidikan kepada peternak dan sosialisasi

kepada masyarakat melalui media (elektronik, cetak) maupun penyebaran brosur

(Syukur, 2006).

2.3 Uji HA dan Uji HI

Uji serologi dipakai untuk diagnosis Avian Influenza, ialah uji yang

mendeteksi reaksi pengikatan antibodi dengan antigen. Antibodi ialah zat kebal

tubuh yang dilepaskan oleh sel darah putih limfosit B, sedangkan antigen ialah zat

yang bisa memicu dilepaskannya antibodi.Bibit penyakit seperti virus dan bakteri

adalah contoh antigen (Baratawidjaja, 1998).

Organisme tertentu mampu mengaglutinasi eritrosit unggas dan mamalia.

Organisme yang melakukan hemaglutinasi diantaranya adalah virus dari family

(41)

(HA) dan hambatan aglutinasi dengan menggunakan antiserum subtipe H yang

spesifik adalah merupakan dasar pengujian HI. Prinsip pengujian HI adalah

antibodi terhadap virus akan mencegah pengikatan virus dengan sel darah merah

(Muflihanah, 2009).

Dasar uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi yang terkandung dalam

serum yang diperiksa dan jumlah antigen hemaglutinin AI yang digunakan

sebanyak 4 HAU (Haemaggutination Unit).Aglutinasi sel darah merah oleh virus

atau antigen AI dapat dihambat oleh antibodi atau zat kebal terhadap AI. Bila

terdapat antibodi dalam jumlah mencukupi untuk membentuk kompleks dengan

virion, hemaglutinasi dihambat. Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah

yang tidak mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasi oleh antigen dan

membentuk endapan. Pengujian HI merupakan metode yang relatif murah dan

sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin spesifik pada serum yang sudah

divaksinasi. Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar

microplate, tidak ada aglutinasi (OIE, 2012).

Virion dari beberapa family virus berikatan dengan sel darah merah yang

dapat menyebabkan hemaglutinasi. Bila antibodi spesifik dari virus dicampur

sebelum ditambah sel darah merah maka hemaglutinasi dihambat. Dasar uji HI

adalah adanya antibodi yang mampu menghambat proses hemaglutinasi oleh

virus. Jumlah antibodi yang mencukupi dalam serum darah merpati, mampu

membentuk kompleks dengan virion yang dapat menyebabkan hemaglutinasi

(42)

jumlah antibodi tidak mencukupi maka eritrosit akan diaglutinasikan oleh virus

dan terlihat adanya aglutinasi pada dasar sumuran microplate (Fenner et al.,1995).

Uji HA dan HI dilakukan di microplate.Uji HA untuk mengetahui suatu

virus yang mempunyai kemampuan mengaglutinasi eritrosit atau untuk

mengetahui titer virus dengan mengamati dasar sumuran paling akhir yang

menunjukan adanya agregat, tanda adanya hemaglutinasi positif. Uji HI

dilakukan setelah diperoleh hasil positif pada uji HA . Secara singkat, metode

kerja uji HI adalah pengenceran bertingkat serum sampel hingga pengenceran

terbesar yang masih sanggup menghambat aglutinasi sel darah merah. Hasil

positif jika tidak terjadi hemaglutinasi dan hasil negatif jika terjadi hemaglutinasi.

Hasil yang didapat diformulasikan sehingga diketahui titer antibodinya sehingga

dapat dibandingkan dengan standar titer protektif (Selleck, 2007).

2.4 Respon Imun

Antibodi adalah bahan larut yang digolongkan dalam protein yang disebut

globulin atau sekarang dikenal sebagai immunoglobulin (Ig). Immunoglobulin

dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak

dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen

baru lainnya yang sejenis (Baratawidjaja, 1998).

Adanya antibodi pada individu bisa diperoleh dari pemaparan alami oleh

infeksi di alam atau imunisasi dengan agen spesifik atau produk-produknya

(imunitas aktif), serta bisa didapat secara pasif dari antibodi yang dibuat

(43)

jaringan dan sel-sel hospes sesudah bertemu dengan imunogen sehingga

menyebabkan sintesis antibodi (Muflihanah, 2009).

Secara umum imunglobulin (Ig) digolongkan dalam 5 golongan,

masing-masing diberi nama Ig G, Ig M, Ig A, Ig D, Ig E. Ig G adalah Ig yang paling

banyak jumlahnya dan merupakan komponen utama Ig serum. Imunoglobulin

pada unggas disebut immunoglobulin yolk (IgY), untuk membedakannya dengan

IgG mamalia. IgY mengemban fungsi yang setara dengan IgG mamalia. IgY

berevolusi dan diduga menjadi cikal bakal IgG dan IgE mamalia. Namun,

berdasarkan struktur fundamennya ada perbedaan antara IgG mamalia dan IgY

unggas. Molekul IgY terdiri dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Ada

beberapa hal penting yang membedakan IgG dengan IgY, yaitu IgY lebih resisten

terhadap suhu, pH dan kekuatan ion daripada IgG (Carlender, 2002).

Ig M adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respon imun dan

merupakan Ig yang terbesar ukurannya. Ig A sedikit ditemukan dalam serum

tetapi banyak ditemukan dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna,

saluran kemih, air mata, keringat, ludah dan air susu, dapat mentralisir toksin atau

virus dan mencegah terjadinya kontak antara toksin atau virus tersebut dengan sel

sasaran. Ig D kadarnya sangat rendah dalam sirkulasi, mempunyai aktifitas

antibodi terhadap antigen berbagi makanan atau autoantigen seperti komponen

nukleus. Adapun Ig E merupakan Ig yang jumlahnya paling sedikit dalam serum,

tetapi paling efektif (Baratawidjaja,1998).

(44)

Adanya antigen atau pertikel antigen mikroorganisme menunjukan adanya infeksi

dengan mikroorganisme yang relevan sedangkan antibodi menunjukan bahwa

pernah terinfeksi atau pernah terpapar dengan mikroorganisme tersebut

(45)

BAB 3 MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret Sampai April 2013 di

Laboratorium Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga. Lokasi pengambilan sampel adalah Pasar Banjaran Kota Kediri dan

sampel diambil secara acak.

3.2 Bahan dan Materi Penelitian

Bahan dalam penelitian ini berupa pereaksi dan spesimen. Pereaksi yang

digunakan adalah pengencer PZ (Physiologische Zaline atau Natrium Chloride

0,9%) pH 7,2-7,4 , antigen AI subtipe H5N1 isolat Subang-29 (PUSVETMA),

suspensi sel darah merah ayam 0,5%. Spesimen yang dipakai adalah sampel

serum darah burung merpati yang diambil dari Pasar Banjaran Kota Kediri yang

berjumlah 110 ekor. Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tabung

venoject, microtube, micropippet 25µl, multichannel pippet 25µl dan 50 µl,

yellowtip, microplate 96 sumuran dengan dasar V, centrifuge ,waterbath, bak atau

tempat pereaksi.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling dimana cara

rambangnya menggunakan sampling rambang sederhana (Budiharta dan

(46)

≥100 (Basri, 2011). Dalam penelitian ini digunakan bahan berupa sampel darah

burung merpati yang diperoleh dari pasar Banjaran Kota Kediri. Jumlah sampel

yang diambil dalam penelitian ini adalah 110 ekor burung merpati yang dipotong

di Pasar Banjaran Kota Kediri. Sampel diambil selama satu bulan dengan waktu

pengambilan dua kali dalam seminggu. Sampel yang diperiksa dari setiap ekor

burung merpati adalah serum darahnya.

3.3.2 Cara Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah burung merpati dengan mendatangi langsung

pedagang burung merpati di Pasar Banjaran dan tempat pemotongan burung

merpati di pasar tersebut. Cara pengambilan sampel darah dengan cara

menampung darah saat burung merpati dipotong, darah ditampung dengan

venoject dan ditutup dengan prop karet, dibiarkan beberapa saat dalam posisi

miring hingga terjadi pemisahan antara serum dan bekuan darah. Selanjutnya

sampel darah hari pertama diletakkan di dalam termos es, kemudian diletakkan

kedalam kulkas untuk disimpan. Kemudian pada hari kedua pengambilan sampel

dilakukan dengan cara yang sama. Setelah semua sampel lengkap sampel

diletakkan dalam termos es dan dibawa ke Laboratorium Virologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya untuk dipisahkan serum dari

bekuan darahnya. Bagi sampel darah yang belum keluar serumnya dilakukan

sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Setelah serum terpisah,

dipindahkan ke dalam microtube dan sampel serum diinaktivasi dalam penangas

(47)

nonspesifik yang ada dalam serum, kemudian sampel disimpan dalam kulkas

sampai diperiksa (Amanu, 2005).

3.4 Pemeriksaan Sampel

3.4.1 Pembuatan Suspensi Eritrosit 0,5%

Suspensi eritrosit 0,5% diperlukan untuk uji HA dan HI mikroteknik. Cara

mendapatkan suspensi eritrosit dengan konsentrasi 0,5% adalah sebagai berikut:

darah ayam ditampung dalam venoject yang telah diisi dengan antikoagulan

EDTA (konsentrasi 0,1-0,2%) dan darah tersebut disentrifus dangan kecepatan

2500 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan sisa endapan ditambahkan PZ

kemudian disentrifus sampai supernatan jernih. Pencucian tersebut diulang

sampai tiga kali dengan cara yang sama hingga didapatkan suspensi eritrosit

100%. Suspensi eritrosit 0,5% diperoleh dengan cara penambahan PZ pada

eritrosit hingga konsentrasi 0,5% (Ernawati dkk., 2008).

3.4.2 Titrasi Antigen (Uji HA) dan Retitrasi Antigen 4 HA unit

Uji HA mikrotiter (mikroteknik) selain digunakan untuk mengetahui titer

antigen, juga dapat digunakan untuk retritasi antigen yaitu untuk mengecek

apakah antigen yang dikehendaki memiliki titer 4 HA unit.Antigen 4 HA unit ini

digunakan sebagai antigen pada uji hambatan hemaglutinasi (HI).

Cara kerjanya adalah mengisi sumuran microplate dengan 25µl PZ mulai

dari sumuran 1-12 pada baris A-B (titrasi duplikat). Alat yang digunakan untuk

(48)

multichannel pipet 25 µl pada sumuran 1, kemudian dipindahkan ke sumuran 2

demikian seterusnya sampai sumuran ke 11, sedangkan sumuran 12 digunakan

sebagai kontrol eritrosit (tanpa antigen). Semua sumuran diisi dengan 50 µl

eritrosit ayam 0,5%. Kemudian microplate digoyangkan dan diinkubasi pada suhu

kamar selama 30 menit atau sampai eritrosit pada sumuran kontrol mengendap

sempurna, kemudian dibaca titernya (Pembacaan titer sebaiknya dibandingkan

dengan kontrol eritrosit).

Interpretasi hasil uji di atas, sebagai berikut : hemaglutinasi sempurna

(100%) adalah hemaglutinasi terlihat jelas berupa lapisan eritrosit secara merata

(diffuse) pada dasar sumuran dan penjernihan dari cairan bagian atas tanpa

terjadinya pengendapan eritrosit berbentuk titik di tengah sumuran. Titer antigen

adalah jumlah terkecil dari pengenceran tertinggi yang masih mampu menunjukan

reaksi hemaglutinasi.

Setelah diketahui titernya dilakukan pengenceran. Cara menghitung

jumlah pengenceran adalah 2𝑛 : 4 = X (n = jumlah lubang yang terjadi

hemaglutinasi), sebagai contoh 23: 4 = 2 x pengenceran.

Cara kerja retritrasi antigen 4 HA unit adalah mengisi sumuran microplate

dengan 25 µl PZ mulai dari sumuran 1-5 pada baris A dan B (titrasi duplikat).

Alat yang digunakan untuk mengisi sumuran microplate dengan PZ adalah

multichannel pipet 25µl. Dilanjutkan dengan mengisi sumuran 1 baris A dan B

dengan antigen 25µl dan alat yang digunakan adalah multichannel pipet 25µl.

Antigen dan PZ dicampurkan pada sumuran 1, kemudian dipindahkan ke sumuran

(49)

sebagai kontrol eritrosit (tanpa antigen). Kemudian dilanjutkan mengisi semua

sumuran dengan 50µl eritrosit ayam 0,5%. Selanjutnya microplate digoyangkan

dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit, kemudian dibaca titernya.

(Pembacaan titer sebaiknya dibandingkan dengan kontrol eritrosit).Bila titer

antigen 4 HA unit maka akan terjadi hemaglutinasi pada sumuran nomor 1 dan 2

(Ernawati dkk., 2008).

3.4.3 Pemeriksaan Titer Antibodi (Uji HI)

Pemeriksaan titer antibodi menggunakan 1 microplate untuk 16 sampel

serum burung merpati. Langkah kerja uji HI adalah sebagai berikut : mengisi

semua sumuran microplate dengan 25µl pengencer (PZ). Kemudian serum yang

diperiksa diisi pada sumuran no.1 dan 6 (baris A-H), serta serum dari sampel

burung merpati yang lain pada sumuran no.7 dan 12 (baris A-H) menggunakan

micropipet 25µl. Dengan menggunakan micropipet 25µl, serum dicampurkan

dengan PZ pada sumuran mulai no.1 kemudian pindahkan ke sumuran berikutnya

sampai sumuran no.4 , demikian juga sumuran no.7 sampai sumuran no.10 .

Kemudian dilanjutkan dengan mengisi sumuran no.1 sampai 4 dan sumuran no.7

sampai 10 dengan antigen AI 4HA unit sebanyak 25µl dengan menggunakan

multichannelpipet 25µl. Microplate diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit.

Kemudian semua sumuran diisi dengan 50µl eritrosit ayam 0,5% menggunakan

micropipet 50µl. Diinkubasi lagi pada suhu kamar selama 30 menit atau sampai

eritrosit pada sumuran kontrol eritrosit mengendap sempurna. Kemudian dibaca

(50)

Interpretasi hasil uji diatas bisa dibaca hasilnya apabila pada sumuran no.5

dan 11 (kontrol sel darah merah) terlihat sel darah merah mengendap dengan

sempurna. Titer antibodi tergantung sampai sumuran mana masih terjadi

hambatan hemaglutinasi. Titer HI dihitung berdasarkan pengenceran tertinggi

antibodi yang masih mampu menghambat hemaglutinasi (Ernawati dkk., 2004).

Tabel 3.1 Skema Uji HI Mikroteknik

Sumuran no. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 PZ 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Serum 1 1 1 1 Buang 1 1 1 1 Buang Antigen 1 1 1 1 1 1 1 1

4 HA Unit

Inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit

Eritrosit 0,5% 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit

Pengenceran 2 4 8 16 Kontrol 2 4 8 16 Kontrol

(51)

3.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan peneltian non eksperimental yang

berjenis survei deskriptif, karena tidak dilakukan perlakuan dan sampel darah

diambil langsung dari lapangan, dibawa serta dianalisis di laboratorium. Sampel

serum tersebut nantinya akan diperiksa antibodinya terhadap AI Subtipe H5

dengan uji HI.

3.6 Peubah yang diamati atau diukur

Titer antibodi dinyatakan positif apabila terjadi hambatan hemaglutinasi

pada pengenceran ≥ 1/16 (≥ 24 atau log24) dengan menggunakan antigen 4 HAU

(OIE, 2012).

3.7 Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel di lapangan dan

dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Data yang diperoleh dari pemeriksaan

serum darah burung merpati dengan uji HI disajikan dalam bentuk deskriptif,

dengan cara menghitung persentase burung merpati yang mengandung antibodi AI

Subtipe H5 dengan titer ≥24. Presentasenya dapat langsung diketahui dengan

menggunakan rumus:

Persentase burung merpati yang positif mengandung antibodi AI =

Jumlah sampel diperiksa positif

(52)

BAB 4 HASIL

Penelitian deteksi antibodi Avian Influenza subtipe H5 pada burung

merpati (Columba livia) yang dimulai pada bulan Maret hingga April 2013

dilakukan dengan menggunakan uji HI. Kriteria hasil pemeriksaan yang

digunakan yaitu serum yang diperiksa positif bila hasil uji HI menunjukkan titer

antibodi ≥ 24 (OIE, 2012). Jumlah sampel yang diperiksa adalah 110 sampel

serum burung merpati yang diambil 2 kali dalam seminggu selama 1 bulan dengan

pengambilan sampel secara acak di tempat penyembelihan unggas di Pasar

Banjaran Kota Kediri. Data sekunder menunjukkan burung merpati yang dipotong

di Pasar Banjaran Kota Kediri berasal dari berbagai daerah di Kabupaten Kediri,

yaitu Plosoklaten, Gurah dan Pare.

Sampel yang sudah lengkap dibawa ke laboratorium dipisahkan dengan

endapan darah dengan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama

10 menit. Setelah serum terpisah, dipindahkan kedalam microtube dan sampel

serum diinaktivasi dalam penangas air suhu 56º C selama 30 menit dengan tujuan

untuk menghilangkan reaksi nonspesifik yang ada dalam serum, kemudian sampel

disimpan dalam kulkas sampai diperiksa (Amanu, 2005). Setelah itu dilakukan

titrasi 4HA Unit pada antigen AI Subtipe H5 sebelum dilakukan Uji HI.

Hasil pemeriksaan dengan uji HI pada 110 sampel, diperoleh seluruh sampel

yang diperiksa mengalami hemaglutinasi, ditunjukan pada Gambar 4.2. Hal ini

menunjukan bahwa pada seluruh sampel tersebut tidak terdapat antibodi AI

(53)

Gambar 4.2 Hasil Uji HI pada serum merpati (Columba livia) .

Hasil pemeriksaan tertera pada tabel 4.1, diperoleh hasil tidak terdapat

sampel serum yang positif atau 0% mengandung antibodi AI subtipe H5. Hasil

penelitian ini menunjukan seluruh sampel yang diambil tidak terdeteksi adanya

antibodi Avian Influenza pada serum burung merpati di Pasar Banjaran Kota

(54)

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Deteksi Antibodi Avian Influenza Subtipe H5 Pada Serum Burung Merpati (Columba livia) di Pasar Banjaran Kota Kediri

Interpretasi hasil uji HI dapat dibaca hasilnya setelah pada sumuran no.5

dan 11 (kntrol sel darah merah) terlihat sel darah merah mengendap dengan

sempurna. Hasil Uji HI dikatakan negative bila terjadi hemaglutinasi sempurna,

reaksi tersebut disebabkan tidak adanya antibodi pada serum burung merpati yang

dapat menghambat antigen (virus AI subtipe H5) untuk mengaglutinasikan

(55)

adanya antibodi dalam serum dapat menghambat antigen (virus AI subtipe H5)

untuk mengaglutinasikan eritrosit.

Gambar 4.3 Uji HI negatif, terjadi hemaglutinasi.

Gambar 4.4 Uji HI positif, tidak terjadi hemaglutinasi.

Gambaran hasil pemeriksaan deteksi antibodi AI pada burung merpati di

Pasar Banjaran Kota Kediri dengan pengambilan sampel 10 kali dalam kurun

waktu satu bulan menunjukkan hasil pemeriksaan yaitu tidak ditemukan antibodi

AI subtipe H5 dari sampel serum burung merpati. Hasil tersebut dapat diartikan

bahwa burung merpati yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri tidak

(56)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian deteksi antibodi Avian Influenza subtipe H5 pada serum burung

merpati yang dipotong di Pasar Banjaran Kota Kediri dilakukan dengan uji HI

untuk mengetahui ada tidaknya antibodi AI subtipe H5. Kriteria pemeriksaan yang

digunakan adalah positif terdapat antibodi AI subtipe H5 apabila hasil uji HI

menunjukan titer antibodi ≥ 24 (OIE, 2005). Jumlah sampel yang diambil dalam

penelitian ini adalah 110 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak atau

random sampling.

Dalam penelitian ini perlakuan khusus atau red blood cel ltreatment, pada

serum merpati tidak dilakukan, karena sebelum dilakukan penelitian telah

dilaksanakan uji coba pra penelitan pada serum merpati dan menunjukan serum

ini tidak memerlukan perlakuan khusus seperti halnya serum pada bebek maupun

itik. Namun pada penelitian dengan Uji HI sudah dilakukan kontrol serum yaitu

pada sumuran ke 6 dan 12 di microplate untuk mengetahui kualitas setiap sampel

serum yang diperiksa.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pedagang burung merpati

yang dijual di Pasar Banjaran Kota Kediri, merpati yang dipotong berasal dari

peternakan di daerah Plosoklaten, Gurah, dan Pare Kabupaten Kediri. Menurut

data dari Dinas Kehewanan dan Perikanan Kabupaten Kediri, terjadi kematian

Gambar

Tabel
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Burung Merpati (Columba livia domestica).
Gambar 2.2 Struktur Virus Influenza A, B dan C.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini membuktikan bahwa di Pasar Sepanjang Sidoarjo ditemukan itik yang positif Virus Avian Influenza subtipe H5 melalui isolasi pada TAB dengan menggunakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam kampung dan burung puyuh 3 minggu setelah vaksinasi telah memberikan respon antibodi terhadap virus AI subtipe H5N1, dan berdasarkan hasil