BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis 1. Definisi
Menurut Hutchinson (1967) dalam rusepno(2007,h.1072)asfiksia
neonaturum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami
gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan
(Dep.Kes.JNPK-KR, 2008; h. 144)
Menurut Hanifa Wiknjosastro(2002) asfiksia neonatorum didefinisikan
sebagai keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir.
Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut (Manuaba, 2010; h. 421).
Asfiksia merupakan hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu lama maka dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian(Saifudin, 2008; h. 347).
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan
bayi yang baru lahir akan menunjukkan usaha pernapasan spontan dengan
sedikit bantuan atau gangguan (Wiknjosastro, 2002 ; h. N-30).
Bayi baru lahir normal yang sehat harus bernapas dalam waktu 0.5
hingga 1 menit setelah di lahirkan. Asfiksia pada bayi baru lahir (ringan atau
berat) merupakan sindrom dengan gejala apnea sebagai manifestasi klinis yang utama. Pada kasus-kasus yang berat terlihat bayi yang lemah, terdapat
bradycardia, warna kulit biru sampai putih, dan respon bayi terhadap rangsangan buruk atau tidak ada. Seringkali bayi yang di sertai mekonium, yaitu tanda adanya kegawatdaruratan intrauterine. Bayi mengalami hipoksia
dan bilamana status defisiensi oksigen tersebut berlangsung lama maka akan terjadi kerusakan otak. Kerusakan otak tersebut bisa luas dan terlihat dengan
tanda-tanda neurologi yang nyata, atau samar-samar dan mempengaruhi kemampuan mental anak yang membawa manifestasi lanjut berupa retardasi
atau keterbelakangan mental(Oxorn, 2010;h. 660).
Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas
bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir
yang memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak
lanjut petugas kesehatan (Prawirohardjo, 2006; h. 136).
Kesimpulannya asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan O2 dan semakin meningkatnya CO2 yang dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
2. Klasifikasi Asfiksia
Menurut Rusepno 2007 halaman 1077 asfiksia diklasifikasikan
a. Vigrous Baby Skor Apgar 7-10 dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Mild Moderate Asphyxia (Asfiksia sedang) Skor Apgar 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung >100/menit, tonus otot
kurang baik/baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat, skor apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat,
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Fisiologi
Menurut Departemen Kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar 2007 h.9-2 memaparkan reaksi bayi pada masa transisi
normal biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paru. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan
interstistial di paru, sehingga oksigen dapat di hantarkan ke arteri pulmonal dan ibu menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka
arteriol pulmonal akan tetap kontriksi dan pembuluh darah arteri sistemik
tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat memberikan perfusi ke organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal dan lain-lain. Bila keadaan ini
berlangsung lama maka akan menyebabkan kerusakan jaringan otak,
kecacatan sampai kematian.
Sebagai akibat perubahan lingkungan dari kehidupan intrauterine ke
lingkungan ekstrauterin, bayi menerima rangsangan yang bersifat kimiawi,
mekanik dan teknik. Hasil perangsangan ini membuat bayi akan mengalami
a. Gangguan Metabolisme Karbohidrat
Energi tambahan yang di perlukan neonatus pada jam-jam
pertama sesudah lahir, diambil dari hasil metabolisme asam lemak
sehingga kadar gula darah dapat mencapai 120 mg/100 ml. Apabila oleh
sesuatu hal misalnya bayi dari ibu yang menderita diabetes mellitus
perubahan glukosa menjadi glikogen akan meningkat atau terjadi
gangguan pada metabolism asam lemak yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan neonatus, maka kemungkinan besar bayi akan menderita
hipoglikemia. (Rusepno, 2007; h. 1153)
b. Gangguan suhu tubuh
Segera setelah lahir ,bayi akan berada di tempat yang suhu
lingkungannya lebih rendah dari lingkungan dalam rahim. Suhu tubuh
neonatus yang normalnya sekitar 36,50
C-37,50C. Bila bayi di biarkan dalam suhu kamar (250C)maka bayi akan kehilangan panas melalui evaporasi/penguapan, konveksi dan radiasi sebanyak 200 kalori/kg
BB/menit, sedangkan pembentukan panas yang dapat di produksi hanya
persepuluh dari jumlah kehilangan panas di atas, dalam waktu yang
bersamaan. Hal ini akan menyebabkan penurunan suhu tubuh sebanyak
20C dalam waktu 15 menit. Keadaan ini sangat berbahaya untuk neonatus terlebih bagi bayi BBLR, dan bayi asfiksia oleh karena mereka tidak
sanggup mengimbangi penurunan suhu tersebut dengan vasokontriksi,
insulasi, dan produksi panas yang di buat sendiri. Akibat suhu yang
rendah metabolisme jaringan akan meninggi dan berakibat lebih mudah
terjadinya asidosis metabolik berat sehingga kebutuhan oksigen akan
mengurangi kehilangan panas tersebut diatas dapat ditanggulangi dengan
mengatur suhu lingkungan, mengeringkan, membungkus badan dan
kepala kemudian letakkan di tempat yang hangat seperti di pangkuan ibu,
tempat tidur dengan botol-botol hangat sekitar bayi atau dalam incubator
dan dapat pula dibawah sorotan lampu(Rusepno, 2007; h. 1154)
c. Perubahan Sistem Pernapasan
Bayi yang normal pertama kali bernapas 30 detik setelah
persalinan. Pernapasan ini terjadi sebagai akibat adanya aktivitas normal
dari susunan saraf pusat dan perifer yang di bantu oleh beberapa
rangsangan lainnya. Misalnya tekanan mekanis pada toraks sewaktu
melalui jalan lahir. Penurunan tekanan oksigen dan kenaikan tekanan
karbon dioksida pada paru-paru merangsang kemoreseptor yang terletak
pada sinus karotis sehingga bayi bernapas, rangsangan dingin di daerah
muka dapat merangsang permulaan gerakan pernapasan. Tekanan pada
rongga dada bayi sewaktu melalui jalan lahir pervaginam mengakibatkan
kehilangan setengah dari jumlah cairan yang ada di paru-paru (paru-paru
pada bayi yang normal dan cukup bulan mengandung 80-100 ml cairan)
sehingga sesudah bayi lahir cairan yang hilang diganti dengan udara,
paru-paru berkembang dan rongga dada kembali pada bentuk semula
(Rusepno, 2007; h. 1155)
d. Perubahan Sistem Sirkulasi
Dengan berkembangnya paru-paru tekanan oksigen di dalam
alveoli meningkat dan tekanan karbondioksida menurun, hal ini
mengakibatkan aliran darah ke paru-paru meningkat, akhirnya darah dari
Dengan terpotongnya tali pusat, arteri dan vena umbilikalis menciut, aliran
darah dari placenta melalui vena cava superior dan foramen ovale ke
atrium kiri terhenti, paru-paru mulai berfungsi. Dengan masuknya darah
dari paru-paru ke dalam atrium kiri, tekanan atrium kiri menjadi lebih tinggi
daripada tekanan di atrium kanan, hal ini menyebabkan foramen ovale
menutup, sirkulasi janin berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar
badan ibu (Rusepno, 2007; h. 1155)
4. Etiologi
Menurut Prof.Mochtar Rustam 1998 h.427 asfiksia dapat terjadi
selama kehamilan atau persalinan
a. Asfiksia dalam kehamilan
Dapat di sebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, dan toksemia gravidarum, anemia berat, cacat
bawaan atau trauma. b. Asfiksia dalam persalinan
Dapat di sebabkan oleh :
1) Kekurangan O2 misalnya pada :
a) partus lama (CPD, servik kaku, dan inersia uteri)
b) ruptura uteri yang membakat
c) tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta
d) prolapsus(tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul)
e) pemberian obat bius yang terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya
f) perdarahan banyak
2) Paralisis pusat pernafasan akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forseps atau trauma dari dalam seperti akibat obat bius
(Mochtar, 1998; h. 427).
Etiologi asfiksia secara umum adalah suatu keadaan bayi
baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir, sehingga dapat menurunkan oksigen dan mungkin
meningkatkan karbondioksida. Beberapa keadaan ibu yang dapat
menyebabkan aliran darah ibu ke janin melalui placenta berkurang,
sehingga mengakibatkan terjadi gawat janin misalnya asfiksia antara
lain:
a) Faktor ibu
(1) Preeklamsi dan eklamsia (Dep.Kes, 2008; h. 144)
(2) Perdarahan abnormal (placenta previa atau solusio placenta)
(Dep.Kes, 2008; h. 144)
(3) Partus lama atau partus macet (Dep.Kes, 2008; h.144)
(4) Demam selama persalinan (Dep.Kes, 2008; h.144)
(5) Infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV) (Dep.Kes, 2008; h.144)
(6) Kehamilan Postmatur(setelah 42 minggu) (Dep.Kes. 2008;
h.144)
(7) Umur ibu (Wheller linda, 2005; h.5)
(8) Penyakit asma (Wiknjosastro, 2008; h.810).
(9) Diabetes mellitus(Oxorn, 2010; h. 604).
b) Faktor plasenta
Penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke
bayi sehingga memungkinkan terjadinya asfiksia antara lain:
(1) Lilitan tali pusat
(2) Tali pusat pendek
(3) Simpul tali pusat
(4) Prolapsus tali pusat (Dep.Kes, 2008; h.144)
c) Faktor fetus
Berikut adalah keadaan yang memungkinkan bayi
mengalami asfiksia tanpa di dahului tanda gawat janin:
(1) Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
(2) Persalinan sulit (letak sungsang,bayi kembar,distocia
bahu,extrasi vacum,forcep)
(3) Kelainan congenital
(4) Air ketuban bercampur mekonium(warna kehijauan)(Dep.Kes,
2008; h.144)
5. Patofisiologi
Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL
kekurangan oksigen. Pada perode awal bayi akan mengalami napas cepat
(rapid breathing) yang disebut gasping primer. Setelah peroide awal ini akan di ikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnu) yang disebut apnue primer. Pada saat frekuensi jantung mulai menurun, namun tekanan darah tetap bertahan. Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak di lakukan
pertolongan pada BBL maka bayi akan melakukan usaha napas
periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin menurun dan dapat menyebabkan kematian
(Dep.Kes, 2007; h. 9-3)
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi(asfiksia transient). Proses ini di anggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi ‘primary gasping’ yang kemudian akan berlanjut dengan pernapasan teratur (James,1958). Sifat asfiksia ini
tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen selama kehamilan, persalinan akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Asfiksia yang terjadi di mulai dengan suatu periode
apneu (primary apneu) di sertai dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penderita asfiksia
berat,usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apneu kedua (secondary apneu), pada tingkat ini di temukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah(Rusepno, 2007; h. 1074).
Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah
persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrient
dari ibu dengan mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu di
berikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan
jalan untuk mengeluarkan CO2 (karbondioksida) sehingga paru tidak perlu di perfusi atau di aliri darah dalam jumlah besar (Dep.Kes.Jakarta, 2007; h.9-1).
Beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya asfiksia
antara lain:
a. Faktor ibu
1) Preeklamsi dan eklamsia
Eklamsia atau halilintar sering terjadi pada primigravida
,terjadinya spasme pembuluh darah arteriol dapat menimbulkan
mengecilnya aliran darah menuju retroplasenter sirkulasi
menimbulkan gangguan pertukaran nutrisi, CO2 dan O2 yang
menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Spasme
arteriol yang mendadak menyebabkan hipoksia mendadak sehingga
mengakibatkan asfiksia berat sampai kematian (Manuaba, 2010; h.
262)
2) Asma
Pada ibu yang memiliki riwayat asma jika ibu mengalami
hipoksia dan berlanjut maka oksigen yang di dapatkan oleh janin
secara langsung akan berkurang, jika kondisi ini bertambah berat
akan berdampak pada bayi mengalami asfiksia (Wiknjosastro, 2008;
h. 810).
3) Diabetes mellitus
Pengaruh diabetes mellitus salah satunya adalah terjadi
kenaikan berat badan bayi yang lebih, biasanya berat bayi akan lebih
besar dari 4000 gram (makrosomia). Makrosomia dapat
berlangsung > dari 24 jam. Partus lama di sebabkan salah satunya
karena CPD. Partus lama(>24jam) sering terjadi pada primigravida
dan biasanya ketuban sudah pecah ketika servik masih menutup
sehingga dapat menimbulkan efek berbahaya bagi ibu mengalami
kelelahan,shok,dan juga bisa menyebabkan asfiksia pada
janin(Oxorn, 2010; h. 604).
4) Umur ibu
Umur ibu yang kurang dari 20 tahun dan atau lebih dari 35
tahun akan memiliki peluang tinggi untuk melahirkan bayi prematur
atau mengalami retardasi pertumbuhan (Wheler, 2005; h. 5). Bayi
prematur di tandai dengan paru-paru bayi belum matur dan fungsi
paru juga belum sempurna sehingga menyebabkan bayi kesulitan
bernapas segera setelah lahir dan mengakibatkan asfiksia (Manuaba,
2001; h. 344)
5) Perdarahan abnormal (placenta previa atau solusio placenta) a) Placenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau ostium uteri
internum(Wiknjosastro, 2006; h. 162). Gejala awalnya hanya
berupa perdarahan bercak atau ringan dan umumnya berhenti
secara spontan, bisa terjadi pada saat bangun tidur, juga terdapat
pada saat in partu. Perdarahan mengganggu sirkulasi
retroplasenter menimbulkan asfiksia intrauterine sampai kematian
b) Solusio placenta
Adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada
lapisan desidua endometrium sebelum bayi lahir (Wiknjosastro,
2008; h. 503). Penyebab solusio placenta antara lain: umbilicus
pendek atau lilitan tali pusat, adanya tekanan pada vena cava
inferior sehingga menimbulkan gangguan kardiovaskuler pada
ibu, jika aliran darah ibu terganggu maka suplai oksigen dan
makanan yang di dapatkan oleh janin pun akan berkurang
sehingga dapat mengakibatkan asfiksia(Manuaba, 2001; h. 440)
6) Partus lama atau partus macet
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih lama
dari 24 jam. Partus lama di sebabkan karena: disproporsifetopelvik,
malpresentasi dan malposisi, serta kerja uterus yang tidak efisien
termasuk servik yang kaku. Disproporsi fetopelvik adalah
ketidakmampuan janin untuk melewati panggul. Dapat terjadi karena
anak terlalu besar(berat badan>4500gram) (Oxorn, 2010; h. 625).
Keadaan tersebut menyebabkan kala II lama (Oxorn, 2010; h. 626)
Partus yang lama dapat terjadi penekanan tali pusat antara kepala
bayi dengan panggul ibu sehingga menyebabkan asfiksia (Oxorn,
2010; h. 617).
7) Infeksi berat (malaria)
Malaria merupakan infeksi yang di sebabkan karena serangan
malaria dengan waktu tidak tentu yang di tandai berupa demam tinggi
menyebabkan anemia sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Infeksi malaria dapat
menyebabkan infeksi pada placenta sehingga semakin mengganggu
penyaluran dan pertukaran nutrisi ke janin. Jika hal tersebut sudah
terjadi infeksi berat malaria dapat menyebabkan persalinan
premature (Manuaba, 2010; h. 339).
Menurut (Manuaba, 2001; h.344) bayi premature di tandai
dengan paru-paru yang belum matur dan fungsi paru juga belum
sempurna sehingga kemampuan bayi untuk bernapas sukar,
sehingga dapat mengakibatkan asfiksia.
8) Kehamilan Postmatur (setelah 42 minggu)
Kehamilan posmatur/lewat waktu adalah kehamilan yang
umur kehamilannya lebih dari 42 minggu. Permasalahan yang di
timbulkan pada janin misalnya kelainan pertumbuhan janin dan
kelainan cairan amnion. Misalnya oligohidramnion. Setelah 42
minggu amnion berkurang menjadi 400cc dan menjadi semakin
kental (Manuaba, 2001; h. 226) plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2 atau O2 berkurangnya nutrisi dan
oksigendapat mengakibatkan asfiksia(Manuaba, 2010; h. 296).
9) Ketubah pecah dini
Adalah pecahnya ketuban sebelum awitan persalinan, tanpa
memperhatikan usia gestasi. Komplikasi ketuban pecah dini antara
lain: persalinan premature, infeksi intrauterine, kompresi tali pusat
akibat prolaps tali pusat atau oligohidramnion (Varney, 2008; h. 789)
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia, semakin sedikit air
ketuban berarti janin semakin gawat( Prawirohardjo, 2008; h. 679).
b. Faktor plasenta
Keadaan penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat ke
bayi sehingga memungkinkan terjadinya asfiksia antara lain:
1) Lilitan tali pusat
Lilitan tali pusat dapat membentuk lilitan di sekitar
badan,bahu,tungkai atas atau bawah. Keadaan seperti ini di jumpai
pada air ketuban yang berlebihan,tali pusat panjang,dan bayi kecil.
Pada saat persalinan janin turun kemudian lilitan menjadi cukup
kencang sehingga mengurangi aliran darah yang melalui tali pusat,
maka asupan nutrisi dan oksigen pun akan berkurang dan
mengakibatkan asfiksia (Oxorn, 2010; h. 249).
2) Tali pusat pendek
Tali pusat yang pendek (25cm) dapat mengakibatkan suplai
oksigen yang di dapatkan oleh janin berkurang sehingga
mengakibatkan asfiksia (Oxorn, 2010; h. 250)
3) Simpul tali pusat
Faktor presdiposisi karena tali pusat panjang, air ketuban
yang banyak, bayi kecil, kembar monoamniotik, janin yang sangat
aktif, ataupun akibat versi luar. Jika simpul tertarik sampai kencang,
asupan nutrisi dan oksigen yang di dapatkan janinpun akan terhenti
4) Prolapsus tali pusat
Di klasifikasikan menjadi:
(a) Tali pusat terkemuka:tali pusat berada di bawah bagian terendah janin dan ketuban masih intake, hal ini dapat terjadi
penekanan antara tali pusat dengan panggul ibu, dan
menyebabkan gangguan retroplasenter sehingga mengakibatkan
asfiksia (Mochtar, 1998; h. 381)
(b) Tali pusat menumbung: tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah ke servik dan turun ke vagina. Penekanan tali pusat
antara bagian terbawah janin dengan panggul ibu dapat
mengurangi atau menghentikan aliran darah ke janin(Oxorn,
2010; h. 244) sedangkan janin mendapatkan oksigen dan nutrient
dari ibu dengan mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal
dari ibu di berikan kepada darah janin, jika aliran darah terhenti
maka suplai oksigen dan nutrisi ke janin pun akan berkurang,
janin akan mengalami hipoksia dan mengakibatkan asfiksia
(Dep.Kes.Jakarta, 2007; h.9-1).
(c) Occult prolapsed: tali pusat berada di samping bagian terendah janin turun ke vagina. Tali pusat dapat teraba atau tidak dan
ketuban dapat pecah atau tidak. Tekanan pada tali pusat oleh
bagian terendah janin dan jalan lahir akan mengurangi atau
menghilangkan sirkulasi placenta. Obstruksi yang lengkap dari tali
pusat menyebabkan berkurangnya detak jantung janin. Hipoksia
keadaan ini berlangsung lama maka dapat mengakibatkan
asfikisia pada janin (Wiknjosastro, 2008; h. 626)
c. Faktor fetus
Berikut adalah keadaan yang memungkinkan bayi mengalami
asfiksia tanpa di dahului tanda gawat janin:
1) Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
Adalah persalinan belum cukup umur di bawah 37 minggu
atau berat bayi <2500 gram. Masalah yang di hadapi pada bayi
premature adalah tumbuh kembang janin terhambat di tandai
dengan paru-paru bayi belum matur dan fungsi paru juga belum
sempurna sehingga menyebabkan bayi kesulitan bernapas segera
setelah lahir dan mengakibatkan asfiksia (Manuaba, 2001; h. 344).
2) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distocia bahu, extrasivacum, forcep)
(a) Malpresentasi dapat di pengaruhi oleh panggul sempit, kelainan
uterus, bayi yang besar, kelainan letak dan besarnya placenta,
hidramnion, kehamilan ganda, kesalahan dalam polaritas janin
misal presbo atau letak lintang. Pada presbo dapat terjadi
kompresi tali pusat atau tali pusat menumbung kemudian
menyebabkan tertekannya tali pusat dan panggul ibu, kompresi
tali pusat yang terlalu lama dapat menyebabkan asfiksia pada
janin(Oxorn, 2010; h. 210). Malpresentasi karena panggul sempit
dapat menyebabkan pengaruh pada janin antara lain: Janin tidak
sempurna menyesuaikan diri dengan panggul ibu sehingga lebih
berlebihan, persalinan yang lama berpengaruh pada janin yang
mengakibatkan asfiksia(Oxorn, 2010; h. 155-156)
(b) Forcep
Indikasi penggunaan forcep salah satunya adalah terjadi
gawat janin seperti bradikardi (di bawah 100x/menit) atau denyut
jantung yang cepat(>160x/menit) ketidakteraturan dan lambatnya
denyut jantung bayi kemungkinan dikarenakan tali pusat
menumbung,atau lilitan tali pusat yang terlalu kencang pada
waktu kepala bayi turun sehingga aliran darah melalui tali pusat
berkurang dan terjadi hipoksia gejala yang lain antara lain:
keluarnya meconium pada presentasi kepala yang merupakan
tanda gawat janin (asfiksia) (Oxorn, 2010; h. 286)
(c) Vacum Ekstrasi
Indikasi sama dengan untuk forcep,ekstrasi vacum tidak
dapat di gunakan untuk presentasi muka atau kepala menyusul
pada bokong. Komplikasi pada janin salah satunya adalah
asfiksia (Oxorn, 2010; h. 294). Vacum dapat menyebabkan
trauma lahir misalnya kelainan sentral atau susunan saraf pusat
yaitu iritasi serebral yang terjadi karena edema pada beberapa
bagian otak, gejala yang mungkin tampak adalah bayi mudah
terangsang, pada keadaan berat bayi mungkin merintih, kuduk
kaku di sertai kejang. Gangguan sirkulasi otak di sebabkan oleh
trauma atau hipoksia, bayi mengkin memperlihatkan gejala
neurologis seperti penurunan kesadaran, muntah, dan kejang
ekstrasi, menurut Yulianti 2006 h. 263 komplikasi vacum ekstrasi
adalah perdarahan intracranial .
3) Kelainan congenital
Bayi yang menderita kelainan congenital yang berat seringkali
mengalami retardasi pertumbuhan(Rusepno, 2007; h.1050)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Biasanya pada janin presentasi bokong,terjadi pengeluaran
mekonium, keluarnya mekonium merupakan salah satu tanda gawat
janin. Kompresi tali pusat antara panggul dan kepala yang terlalu
lama atau aspirasi air ketuban oleh karena pernapasan aktif sebelum
kepala bayi lahir dapat menimbulkan asfiksia janin (Oxorn, 2010; h.
210).
6. Tanda Dan Gejala Asfiksia Berat (Skor apgar 0-3)
a. Frekuensi jantung kurang dari 100/menit
b. Tonus otot buruk
c. Sianosis berat dan kadang-kadang pucat
d. Reflek iritabilitas tidak ada (Rusepno, 2007; h. 1077)
7. Diagnosis
Menurut Dep.kes 2007 h.9-3 diagnosa asfiksia dapat di peroleh dari
anamnesis yang meliputi :
a. Gangguan atau kesulitan waktu lahir (perdarahan antepartum, lilitan tali
pusat, sungsang, ekstrasi vacum, forcep, dll).
b. Lahir tidak bernapas/menangis
Atau dengan melakukan pemeriksaan fisis seperti :
a. Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap
b. Denyut jantung <100x/menit
c. Kulit sianosis atau pucat
d. Tonus otot menurun
Sedangkan menurut teori Mochtar (1998; h. 428).
In utero :
a. DJJ irregular dan frekuensinya >160x/<100x per menit
b. Terdapat mekonium dalam air ketuban (letak kepala).
c. Analisa air ketuban /amnioskopi
d. Ultrasonografi
Eks utero
a. Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas
b. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik
seperti kejang, dan menangis kurang baik/tidak menangis (Mochtar, 1998;
h. 428).
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah
melakukan penilaian, pengambilan keputusan, dan tindakan lanjutan.
Misalnya pada saat-saat melakukan rangsangan taktil maka sekaligus
melakukan penilaian untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya. Apabila
penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernapas atau bayi
bernapas tidak adekuat itu merupakan dasar pengambilan kesimpulan untuk
melakukan tindakan selanjutnya yaitu memberikan ventilasi tekanan positif
terhadap denyut jantung, pernapasan dan warna kulit (Saiffudin, 2009; h.
349).
Pengkajian Awal Saat Bayi Lahir
Segera setelah bayi lahir lakukan penilaian klinis,ada tiga poin
pengkajian sederhana yang harus di lakukan selama 20 detik yaitu :
a. Pernapasan
Menentukan apakah pernapasannya adekuat (teratur dan
frekuensi baik) ataukah tidak adekuat (lambat atau tidak teratur) atau tidak
ada sama sekali. Melakukan observasi pergerakan dada dan masukan
udara dengan cermat,atau melakukan auskultasi jika perlu. Pola
pernapasan pada bayi yang mengalami asfiksia adalah abnormal, seperti
pergerakan dada asimetris, napas tersengal atau mendengkur (Drew,
2009; h. 31)
b. Denyut jantung
Mengkaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyutan
umbilikus. Denyut jantung <100x/menit mengindikasikan asfiksia pada
bayi(Drew, 2009; h. 31).
c. Warna kulit
Mengkaji warna bibir dan lidah bayi. Pada bayi asfiksia dapat
berwarna biru atau pucat (Drew, 2009; h. 32).
Pengkajian pernapasan,frekuensi jantung,dan warna kulit
merupakan hal yang di butuhkan segera untuk melakukan resusitasi
(Drew, 2009; h. 32).
Nilai APGAR SKOR tidak di gunakan sebagai dasar keputusan
sehingga keputusan resusitasi tidak di dasarkan penilaian apgar, tetapi
skor apgar tetap di pakai untuk menilai kemajuan kondisi BBL pada saat 1
menit dan 5 menit setelah kelahiran (JNPK-KR, 2008; h. 150)
Setiap kriteria diberi angka tertentu dan penilaian itu di sebut
dengan apgar skor. Apgar skor ini biasanya di nilai 1 menit setelah bayi
lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta
telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna, skor apgar di
lakukan 1 menit tujuannya untuk menentukan beratnya asfiksia yang di
alami janin(Ghazali, 2007; h. 1076)
Tabel 2.1 APGAR SCORE Menurut Rusepno; 2007:h.1076
Tanda 0 1 2 Jumlah nilai
Frekuensi Jantung
Tidak ada Kurang dari 100/menit
Lebih dari 100/menit Usaha Bernafas Tidak ada Lambat, tidak
teratur
Menangis kuat
Tonus Otot Lumpuh Ekstremitas Flexi Sedikit
Gerakan Aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis Warna Biru / pucat Tubuh
Resiko terhadap perubahan suhu tubuh(termoregulasi) adalah
suatu keadaan dimana individu dalam resiko terhadap penurunan dari
1) Evaporasi adalah kehilangan panas karena penguapan cairan
ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena
setelah lahir, tubuh bayi tidak segera di keringkan. Kehilangan panas
juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat di mandikan dan tubuhnya
tidak segera di keringkan dan di selimuti.
2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Misal meletakkan
bayi di meja, timbangan, tempat tidur yang dingin.
3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin.
4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di
tempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih
rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan
cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh
bayi walaupun tidak bersentuhan secara
langsung(JNPK-KR.Dep.Kes, 2008; h. 123).
Hipotermi dapat menurunkan tekanan darah dan memperberat syok. Neonatus mempunyai batas kapasitas termoregulasi yang di capai oleh mekanisme panas dan dingin tubuh, ketika neonatus tidak dapat mempertahankan tubuh dingin atau terlalu panas, kepayahan mekanisme
termoregulasi menyebabkan kematian (Kenner.1992.)Di kutip dari Linda Jual.2000.h.151.
b. Pneumonia aspirasi (syndrome aspirasi mekonium)
Terjadi jika cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi
untuk masa kehamilan), neonatus lebih bulan, gawat janin pada
kehamilan atau persalinan, biasanya pada bayi lahir dengan asfiksia
disertai riwayat resusitasi aktif. Kadang-kadang terdengar pula ronki pada
kedua paru. Diagnosis di tegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen
toraks yang menunjukkan gambaran infiltrasi kasar di kedua paru di sertai
dengan bagian yang mengalami emfisema. Kematian dapat terjadi pada
hari-hari pertama karena kegagalan pernafasan atau asidosis berat
(Rusepno, 2007; h. 1088).
c. Pneumotoraks/pneumomediastinum
Faktor presdiposisinya adalah pengembangan paru yang
berlebihan akibat resusitasi yang berlebihan, pemberian O2 dengan
tekanan yang berlebihan, terdapatnya aspirasi mekonium, komplikasi
perjalanan penyakit paru yang berat seperti penyakit membrane hialin.
Pengembangan paru yang berlebihan dapat mengakibatkan alveolus
pecah atau robekan dinding mediastinum. Aspirasi darah, mekonium atau lendir pada saat lahir dapat menimbulkan obstruksi parsial di daerah bronkus atau cabangnya sehingga terjadi “ball valve mechanism”
(Rusepno, 2007; h. 1083).
d. Kejang
Menurut Schwartz (1965) asfiksia menyebabkan kerusakan
langsung susunan saraf pusat berupa degenerasi dan nekrosis atau tidak
langsung menyebabkan kerusakan endotel vascular. Perdarahan
intracranial dapat sebagai akibat trauma yaitu akibat moulding yang terlalu
e. Hipokalsemia
Hipokalsemia pada kejang yang timbul dalam 4 hari
pertama,sering terdapat pada gawat janin, perdarahan intrakranial
biasanya di sertai gangguan metabolism lain. Gejalanya di tandai
serangan kejang tetapi kesadaran bayi tetap baik. Diagnosis di tegakkan
bila kadar kalsium darah kurang dari 7,5 mg% dan fosfor lebih dari 8mg%
(Rusepno, 2007; h. 1141)
f. Hipoglikemia
Adalah kekurangan produksi gula karena kurangnya depot
glikogen di hepar atau menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam
amino. Pada hipoksia pembentukan energi dari glukosa menurun dengan
akibat kerusakan neuron. Hipoglikemia dapat terjadi pada bayi dari ibu
penderita diabetes mellitus, pada BBLR. Pada hipoglikemia berat
gejalanya menyerupai asfiksia (Rusepno, 2007; h. 1141)
9. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Darah
b. Pemeriksaan Ultrasonografi Kepala
Pemeriksaan USG kepala ini bertujuan untuk mencari tanda-tanda
perdarahan intrakranial misalnya pada bayi dengan vacum ekstrasi,
BBLR, bayi asfiksia dan sebagainya(Rusepno, 2007; h. 962)
10. Penatalaksanaan Medis
a. Tindakan asfiksia neonaturum
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan
mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang di kerjakan pada bayi
lazim di sebut resusitasi bayi baru lahir (Rusepno, 2007; h. 1077).
Sebelum asfiksia di kerjakan, perlu di perhatikan bahwa :
1) Waktu merupakan faktor yang sangat penting ,semakin lama bayi
menderita asfiksia perubahan homeostasis yang timbul semakin
berat, resusitasi akan lebih berat dan kemungkinan timbulnya
sekuele akan meningkat
2) Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal
tidak dapat di perbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena
anoksia/hipoksia pascanatal harus di cegah dan di atasi
3) Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang
jelas tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada
bayi baru lahir
4) Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik agar resusitasi yang di
lakukan dapat dipilih dan di tentukan secara adekuat(Rusepno, 2007;
h. 1077)
b. Prinsip dasar resusitasi yang perlu di ingat adalah :
1) Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya
pernafasan. Yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan
lancar.
2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang
menunjukkan usaha pernafasan lemah
3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
c. Cara resusitasi terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus 1) Tindakan umum
a) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas
yang di ikuti oleh penurunan suhu tubuh,penurunan suhu tubuh ini
mempertinggi metabolism sel jaringan sehingga kebutuhan
oksigen meningkat. Hal ini akan mempersulit keadaan bayi.
Apalagi jika bayi mengalami asfiksia berat, perlu di perhatikan
bayi harus mendapat lingkungan yang baik segera setelah lahir
dengan cara mencegah atau mengurangi kehilangan panas.
Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat untuk pemanasan dari
luar dapat di anjurkan dan pengeringan tubuh bayi perlu di
kerjakan untuk mengurangi evaporasi.
b) Pembersihan jalan napas
Saluran napas bagian atas segera di bersihkan dari lender
dan cairan amnion. Tindakan ini harus di lakukan dengan cermat
dan tidak perlu tergesa-gesa atau kasar ,harus di perhatikan pula
pada saat itu bahwa letak kepala harus lebih rendah untuk
memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir, jika terdapat
lendir yang kental yang melekat di trakea dan sulit di keluarkan
dengan pengisapan biasa dapat di gunakan laringoskop neonatal
sehingga dapat di lakukan dengan melihat semaksimal mungkin
terutama pada bayi yang kemungkinan infeksi. Pengisapan yang
spasme laring,kolaps paru atau kerusakan sel mukosa jalan
napas.
c) Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan
Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas 20 detik
setelah lahir di anggap sedikit banyak telah menderita depresi
pusat pernapasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus
segera di kerjakan. Pada sebagian besar bayi pengisapan lender
dan cairan amnion yang di lakukan melalui nasofaring akan segera menimbulkan rangsangan pernapasan. Pengaliran O2
yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat pula merangsang
refleks pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan
faring. Bila tindakan ini tidak berhasil beberapa cara stimulasi lain
perlu di kerjakan. rangsangan nyeri pada bayi dapat di timbulkan
dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon
Achilles atau memberikan suntikan vitamin K terhadap bayi
tertentu. Hindarilah pemukulan di daerah bokong atau punggung
bayi untuk mencegah timbulnya perdarahan alat dalam. Bila
tindakan tersebut tidak berhasil, cara yang lain pun tidak akan
memberikan hasil yang di harapkan, tindakan utamanya adalah
memperbaiki ventilasi. Perlu diperhatikan bahwa melakukan
kompresi dinding toraks untuk menimbulkan tekanan negative
dalam rongga dada tidak akan bermanfaat pada paru bayi yang
belum berkembang. Tindakan ini memungkinkan menimbulkan
kerusakan parunya sendiri atau perdarahan hati(Rusepno, 2007;
Gambar 2.1 cara merangsang taktil Sumber : Dep.Kes, 2007
2) Tindakan Khusus
Tindakan umum di atas di lakukan pada setiap bayi baru lahir.
Bila tindakan ini tidak memperoleh hasil yang memuaskan maka
segera di lakukan tindakan khusus. Cara yang di kerjakan sesuai
dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang di
manifestasikan oleh tinggi rendahnya Apgar skor.
Menurut Vinci Ghazali tahun 2007 h 1079 beberapa
penanganan asfiksia berdasarkan skor apgar.
a) Asfiksia berat apgar skor 0-3
Langkah utama adalah untuk memperbaiki ventilasi paru
dengan memberikan O2 dengan tekanan dan intermitten.
Caranya yaitu dengan melakukan intubasi endotrakeal . setelah
kateter di letakkan dalam trakea,O2 diberikan dengan tekanan
tidak lebih dari 30cm H2O hal ini untuk mencegah kemungkinan
terjadinya inflasi paru yang berlebihan sehingga dapat terjadi
rupture alveoli. Tekanan positif ini di lakukan dengan meniupkan
mulut ke pipa atau ventilasi kantong pipa. Asfiksia berat hampir di
sertai dengan asidosis, maka bikarbonas natrikus di berikan
dengan dosis 2-4 ml/kgbb dan glukosa 15-20% dengan dosis 2-4
ml/kgbb. Kedua obat ini di suntikkan secara intravena dengan
perlahan-lahan melalui vena umbilicus. Jika bayi belum dapat
bernapas adekuat setelah VTP 1-3 kali, langkah selanjutnya
adalah melakukan masase jantung eksternal dengan frekuensi
80-100/menit dengan perbandingan 1:3,yaitu setiap 1x ventilasi di
selingi oleh 3x kompresi dinding toraks atau setiap 90x kompresi
dan 30 ventilasi. Setiap pemompaan membutuhkan 0,5 detik.
Pada bayi yang cukup bulan,kedalaman kompresi adalah 2-3cm
yaitu sekitar sepertiga dari diameter anterior posterior dada.
Menurut Drew 2010 h 65, indikasi kompresi dada
dilakukan jika frekuensi jantung <60x/menit atau antara 60-100
dan menurun walaupun di berikan ventilasi yang adekuat . ada
dua metode kompresi dada yaitu metode kompresi dada dua
jempol dan kompresi dada dua jari. Caranya yaitu dengan
meletakkan jari atau jempol di atas sepertiga sternum bagian
bawah garis mid sternalis.
METODE DUA JEMPOL
Meletakkan kedua jempol di atas sepertiga sternum
bagian bawah,yaitu satu jari di inter-nipple line. Jempol dapat di
letakkan bersebelahan atau tumpang tindih pada bayi yang lebih
kecil. Lingkari dada bayi dengan kedua tangan untuk menopang
menekan rangka iga dengan melakukan tindakan meremas
karena hal ini dapat menyebabkan kompresi tidak efisien dan
dapat menimbulkan trauma(Drew, 2010; h. 66)
METODE DUA JARI
Bayi harus di letakkan pada permukaan datar yang keras
bisanya di resuscitaire. Letakkan jari telunjuk dan jari tengah pada
sepertiga sternum bagian bawah,jari harus tegak lurus terhadap
dada. Lakukan kompresi dengan kedalaman dan kecepatan
seperti yang telah di jelaskan di atas(Drew, 2010; h. 67)
Setelah di lakukan kompresi dada selama satu menit
maka lakukan penilaian ulang. Jika frekuensi jantung
>100,hentikan kompresi dada kemudian kaji ulang aktivitas
pernapasan dan warna kulit bayi, jika frekuensi berubah dan
menurun walaupun di berikan ventilasi yang adekuat dan
kompresi dada,berikan adrenalin (Drew, 2010; h. 68)
b) Asfiksia sedang apgar skor 4-6
(1) Menerima bayi dengan kain hangat
(2) Meletakkan bayi di meja resusitasi
(3) Membersihkan jalan napas bayi
(4) Memberikan oksigen 2 liter/menit. Bila berhasil teruskan
perawatan selanjutnya
(5) Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk
telapak kaki ,bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di
c) Asfiksia ringan apgar skor 7-10
(1) Menyelimuti bayi dengan kain hangat dan di bawa ke meja
resusitasi
(2) Membersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada
hidung kemudian di sekitar mulut
(3) Bila berhasil maka teruskan dengan perawatan selanjutnya
yaitu membersihkan badan bayi,perawatan tali pusat dan
lainnya.
(4) Mengobservasi suhu tubuh, untuk sementara waktu
masukkan bayi ke dalam inkubator (Alimul, 2008; h. 201)
d. Keputusan Resusitasi Bayi Baru Lahir 1) Penilaian
a) Apakah kehamilannya cukup bulan?(sebelum bayi lahir )
b) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium/warna
kehijauan? (sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah)
c) Apakah bayi bernapas atau menangis/megap-megap?(segera
setelah bayi lahir, jika bayi cukup bulan )
d) Menilai apakah tonus otot baik?
2) Keputusan
Melakukan resusitasi jika :
a) Bayi tidak cukup bulan dan atau bayi megap-megap/tidak
bernapas dan atau tonus otot bayi tidak baik .
MANAJEMEN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR
Bila tidak mau di rujuk & tidak berhasil 1. Sesudah 10menit pertimbangkan untuk
menghentikan resusitasi 2. Konseling
3. Pencatatan&pelaporan
.
BAYI LAHIR
PENILAIAN
1.apakah bayi cukup bulan ?
2.apakah ketuban jernih atau tidak bercampur mekonium? 3. Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?
4.Apakah tonus otot baik?
Asuhan bayi normal
LANGKAH AWAL
1.Jaga bayi tetap hangat
2.Atur posisi bayi
3.Isap lendir
4.Keringkan dan rangsang taktil
5.Reposisi
Bayi tidak bernapas / bernapas megap-megap
1.ulangi ventilasi sebanyak 20 x selama 30 detik 2.hentikan ventilasi & nilai kembali napas tiap 30 detik
3.bila bayi tidak bernapas spontan sesudah 2 menit resusitasi,siapkan rujukan
1.konseling
2.lanjutkan resusitasi
3.pemantauan
4.pencegahan hipotermi 5.pemberian vitamin K
6.pencegahan infeksi
2.ventilasi 2x dengan tekanan
30 cm air
3.bila dada mengembang
lakukan ventilasi dengan
tekanan 20 cm air selama 30
detik 7.Pencatatan dan pelaporan
NILAI NAPAS
Bila di rujuk Bayi mulai bernapas
NILAI NAPAS LANGKAH AWAL
1.Jaga bayi tetap hangat
2.Atur posisi bayi
3.Isap lendir
4.Keringkan dan rangsang taktil
5.Reposisi
e. PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Bidan harus siap melakukan resusitasi BBL pada setiap menolong
persalinan. Waktu sangat berharga, walau hanya beberapa menit saja bila
BBL tidak bernafas bayi dapat menderita kerusakan otak atau meninggal
(JNPK-KR, 2008; h.146).
1) Persiapan Keluarga
Memberitahu kepada keluarga sebelum persalinan mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada ibu dan
bayi(JNPK-KR, 2008; h.146).
2) Persiapan Tempat
Meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi
a) Mempergunakan ruangan yang hangat dan terang agar pada saat
bayi lahir tidak hipotermi
b) Tempat yang digunakan pada saat resusitasi hendaknya datar,
rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, dipan, di
atas lantai beralas tikar, dan berada dekat dengan pemancar dan
tidak berangin(jendela atau pintu yang terbuka) karena untuk
memudahkan pengaturan posisi kepala bayi(JNPK-KR, 2008;
h.146).
3) Peralatan Siap Pakai
a) Kain ke- 1:untuk mengeringkan bayi
b) Kain ke-2 :untuk menyelimuti bayi
c) Kain ke -3 :untuk mengganjal bahu bayi
d) Alat penghisap lender De lee atau bola karet
f) Kotak alat resusitasi
g) Sarung
h) Jam atau pencatat waktu
Keterangan :
a) Kain yang di gunakan sebaiknya bersih,kering,hangat dan dapat
menyerap cairan misalnya handuk, kain flanel dll. Kalau tidak ada
gunakan kain panjang atau sarung.
b) Kain ke 3 untuk mengganjal bahu yang bisa dibuat dari kain
(kaos,selendang,handuk kecil), di gulung setinggi 3 cm dan bisa
di sesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar sedikit
menengadah .
4) Persiapan Diri
a) memakai alat pelindung diri pada persalinan (APD )
b) tidak memakai perhiasan
c) mencuci tangan dengan air mengalir dengan sabun atau dengan
campuran alkohol dan gliserin
d) mengeringkan dengan kain /tisu bersih .
e) menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan
(APN, 2008; h. 149)
5) Obat-Obatan
a) Epinifrin 1:10.000(0,1mg/ml)dalam ampul 3 ml atau 10 ml
b) Kristaloid isotonic (salin normal dengan ringer laktat) untuk
mengekspansi volume-100 atau 250 ml
d) Nalokson hidroklorida 0,4mg/ml dalam ampul 1ml atau 1,0 mg/ml
dalam ampul 2 ml
e) Dekstrose 10%,250 ml, salin normal untuk membilas (Varney,
2008; h. 900).
Tindakan resusitasi bayi baru lahir menurut Departemen
Kesehatan 2008 halaman 152 bila bayi tidak cukup bulan dan atau tidak
bernapas atau bernapas megap-megap dan atau tonus otot tidak baik:
sambil memulai langkah awal :
1) Memberitahukan ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan
untuk memulai pernapasannya dan bahwa akan menolongnya
bernapas
2) Meminta salah seorang keluarga untuk mendampingi ibu untuk
memberi dukungan moral, menjaga ibu dan melaporkan bila ada
perdarahan (JNPK-KR, 2008; h.149)
TAHAP I :LANGKAH AWAL
Langkah awal di selesaikan dalam waktu 30 detik, ada 5 langkah
awal untuk merangsang bayi bernapas spontan dan teratur. Langkah
tersebut meliputi :
1) Menjaga bayi agar tetap hangat
a) meletakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
b) menyelimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut tetap
terbuka, potong tali pusat
c) memindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang datar,
d) menjaga bayi dengan tetap di selimuti dan di bawah pemancar
panas
2) Mengatur posisi bayi
a) membaringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong
b) memposisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan
menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi .
Gambar 2.2 posisi kepala yang benar Sumber .(JNPK-KR.2008.h.149) 3) Menghisap lendir
Menggunakan alat penghisap lender De Lee dengan cara sebagai berikut :
a) menghisap lendir mulai dari mulut dulu, kemudian hidung
b) melakukan pengisapan saat alat pengisp di tarik keluar, TIDAK
pada waktu memasukkan .
c) tidak melakukan pengisapan terlalu dalam (jangan lebih dari 5 cm
ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung), hal itu
dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat atau
bayi tiba-tiba berhenti bernapas .
Bila dengan balon karet melakukan dengan cara sebagai berikut :
b) memasukkan ujung penghisap di rongga mulut dan lepaskan
(lendir akan terhisap)
c) untuk hidung, masukkan di lubang hidung
Gambar 2.3 Resusitasi. Isap lendir BBL. Sumber gambar:helid.digicollection.org
4) Mengeringkan dan rangsang bayi
a) mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya dengan sedikit tekanan rangsangan ini dapat membantu
BBL mulai bernapas .
b) melakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini :
(1) menepuk/menyentil telapak kaki atau
(2) menggosok punggung/perut/dada/tungkai bayi dengan
Gambar 2.4 cara merangsang taktil Sumber : Dep.Kes, 2007
5) Mengatur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
a) Mengganti kain yang telah basah dengan kain kering di
bawahnya. Menyelimuti bayi dengan kain kering tersebut,jangan
menutupi muka dan dada agar bisa memantau pernapasan bayi
bernapas atau megap-megap.
(1) Bila bayi bernapas normal:lakukan asuhan pasca resusitasi
(2) Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas:mulai lakukan
ventilasi bayi
b) mengatur kembali posisi kepala bayi sehingga kepala sedikit
ekstensi
lakukan penilaian bayi TAHAP II : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positip untuk
Langkah-langkah 1) Pasang sungkup
Memasang dan memegang sungkup harus menutupi
dagu,mulut dan hidung agar kemungkinan udara tidak bocor
2) Ventilasi 2 kali
a) Melakukan tiupan/pemompaan dengan tekanan 30 cm Air.
b) Tiupan awal tabung–sungkup/pemompaan awal balon–sungkup
sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai
bernapas dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka .
c) Melihat apakah dada bayi mengembang, jika tidak mengembang
maka harus memeriksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada
udara yang bocor, memeriksa posisi kepala pastikan posisi kepala
sudah menghidu, memeriksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada
lender atau cairan maka lakukan pengisapan. setelah itu
melakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air(ulangan), bila
dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik yaitu dengan cara meniup tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak
20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi mulai
menangis dan bernapas spontan. Memastikan dada mengembang
saat di lakukan tiupan atau pemompaan setelah 30 detik ,lakukan
penilaian ulang napas. Jika bayi mulai bernapas spontan atau
menangis ,hentikan ventilasi bertahap.
a) Lihat apakah dada terdapat retraksi dinding dada bawah .
Jika napas 40 per menit dan tidak ada retraksi berat :
a) Menghentikan ventilasi
b) Meletakkan bayi dengan kontak kulit kulit pada dada ibu dan
lanjutkan asuhan bayi baru lahir
c) Memantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan
d) Memberitahu kepada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar
akan membaik dan agar tidak tinggalkan bayi sendiri
e) Melanjutkan asuhan pasca resusitasi
f) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas lanjutkan ventilasi.
4) Ventilasi setiap 30 detik hentikan dan melakukan penilaian ulang napas
a) Melanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20
cm air
b) Menghentikan ventilasi setiap 30 detik,melakukan penilaian bayi
apakah bernapas,tidak bernapas atau megap megap
c) Jika bayi sudah mulai bernapas spontan, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi
d) Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, meneruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air
kemudian lakukan penilaian ulang napas setiap 30 detik .
5) Mempersiapkan rujukan jika bayi belum bernapas spontan sesudah 2 menitresusitasi
a) menjelaskan kepada ibu apa yang terjadi pada bayi, tindakan apa
yang telah di lakukan
c) meneruskan ventilasi selama mempersiapkan rujukan
d) mencatat keadaan bayi pada formulir rujukan dan rekam medik
persalinan
6) Melanjutkan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi
Bila di pastikan denyut jantung bayi tidak terdengar dan
pulsasi tali pusat tidak teraba, lanjutkan ventilasi selama 10 menit.
Menghentikan resusitasi jika denyut jantung tetap tidak terdengar dan
pulsasi tali pusat tidak teraba. Menjelaskan kepada ibu dan memberi
dukungan kepada ibu dan keluarganya. Bayi yang mengalami tidak
ada denyut jantung (asistol) selama 10 menit di perkirakan bayi
mengalami kerusakan otak permanen (JNPK-KR, 2008; h. 156).
TAHAP III : ASUHAN PASCA RESUSITASI
Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca resusitasi yang di berikan baik kepada BBL ataupun ibu dan keluarga.
Pelayanan kesehatan yang di berikan berupa pemantauan, asuhan BBL
dan konseling. Asuhan pasca resusitasi di berikan sesuai dengan keadan
BBL setelah menerima tindakan resusitasi.
1) Resusitasi berhasil
Menjelaskan mengenai pemantauan BBL dan bagaimana
memperoleh pertolongan segera bila bayi mengalami masalah (APN,
2008; h. 159).
Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi antara lain :
a) Tidak dapat menyusu
b) Kejang
d) Merintih
e) Napas cepat (>60 per menit)
f) Retraksi dinding dada bawah (retraksi)
g) Sianosis sentral (APN, 2008; h. 159)
Pemantauan dan perawatan tali pusat
a) Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas betulkan oleh
bidan
b) Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar pada ibu dan atau
keluarga(APN, 2008; h.159)
Bila napas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada ibunya
a) Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit) menyelimuti keduanya
b) Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama
c) Menganjurkan ibu mengusap bayinya dengan kasih sayang (APN,
2008; h. 159)
Pencegahan hipotermi
a) Membaringkan bayi dalam ruangan >25 C bersama ibunya
b) Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit sesering mungkin
c) Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam
d) Menimbang berat badan dengan terselimuti kemudian di kurangi
dengan berat selimut
e) Menjaga bayi agar tetap hangat selama pemeriksaan, buka
selimut bayi sebagian
Pemberian vitamin K
Pencegahan infeksi
a) Memberikan salep mata antibiotika
b) Memberikan imunisasi hepatitis B di paha kanan 0.5ml
intramuscular ,1 jam setelah pemberian vitamin K
c) Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi
Pemerikaan fisik
a) Mengukur panjang badan dan lingkar kepala
b) Melihat dan meraba kepala bayi
c) Melihat mata bayi
d) Melihat mulut dan bibir
e) Melihat dan meraba lengan dan tungkai,gerakan,menghitung
jumlah jari
f) Melihat alat kelamin dan menentukkan jenis kelamin ,adakah
kelainan atau tidak
g) Memastikan adakah lubang anus dan uretra adakah kelainan
h) Memastikan apakah sudah buang air besar dan buang air kecil
i) Melihat dan meraba tulang punggung bayi
Melakukan pencatatan dan pelaporan 2) Resusitasi belum/kurang berhasil
Bayi memerlukan rujukan yaitu sesudah resusitasi 2 menit
belum bernapas atau megap-megap atau pada pemantauan di
dapatkan kondisinya memburuk(APN, 2008; h. 159)
3) Resusitasi tidak berhasil
Bila bayi tidak bernapas setelah resusitasi selama 10 menit
resusitasi. Biasanya bayi tersebut tidak tertolong dan meninggal. Ibu
maupun keluarga memerlukan banyak dukungan moral (APN, 2008;
h. 159)
B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
Asuhan kebidanan adalah proses pemecahan masalah dengan metode
pengaturan pemikiran dan tindakan dalam suatu urutan yang logis baik pasien
maupun petugas kesehatan. Proses itu digambarkan dalam arti kata perilaku
yang diharapkan dan klinis tersebut. Hal ini digambarkan dengan jelas bahwa
proses berpikir dan bertindak yang terlibat, tetapi juga tingkat perilaku dalam
setiap Iangkah yang akan dicapai dalam rangka memberikan asuhan/pelayanan
yang aman dan menyeluruh.
Proses asuhan kebidanan ada tujuh Iangkah yang secara periodik
disaring ulang, itu mulai dengan pengumpulan data dan berakhir dengan
evaluasi. Ketujuh Iangkah terdiri dan kerangka yang menyeluruh dan dapat
diterapkan dalam setiap situasi. Setiap Iangkah bagaimanapun dapat diuraikan
dalam tugas yang terbatas dan ini bervariasi sesuai dengan kondisi pasien.
Ketujuh langkah tersebut adalah:
1. Diteliti dengan mengumpulkan dengan semua data yang perlu untuk evaluasi
yang lengkap dari pasien.
2. Membuat identifikasi yang lengkap dan masalah atau diagnosa berdasarkan
interpretasi yang benar dari data yang terkumpul.
3. Mengantisipasi masalah potensial atau diagnosa lainnya yang mungkin
4. Mengevaluasi apakah diperlukan intervensi. Bidan atau dokter yang segera
dan atau yang manajemen konsultasi atau kolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lainnya, seperti ditentukan oleh kondisi pasien itu.
5. Buatkan rencana asuhan yang menyeluruh yang didukung oleh penjelasan
rasional yang tepat menggaris bawahi keputusan yang diambil berdasarkan
langkah-langkah sebelumnya.
6. Arahkan atau terapkan rencana asuhan secara efisien dan aman.
7. Evaluasi keefektifan dan asuhan yang diberikan ulang secara tepat asuhan
proses untuk semua aspek asuhan yang tidak efektif.
Berikut adalah pengkajian dengan menggunakan 7 langkah varney :
1. Langkah pertama pengumpulan data dasar
Langkah pertama yaitu mengumpulkan data dasar yang menyeluruh
untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir (Varney,2007; h .27).
2. Langkah kedua interpretasi data
Menginterpretasi data untuk di proses menjadi masalah atau
diagnosis serta kebutuhan keperawatan kesehatan yang telah di identifikasi
(Varney,2007; h. 27)
3. Langkah ketiga mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lainnya
berdasarkan masalah yang sudah ada adalah suatu bentuk antisipasi,
pencegahan apabila perlu menunggu dengan waspada dan persiapan untuk
suatu pengakhiran apapun. Langkah ini sangat vital untuk asuhan yang
aman. Misalnya seorang ibu dengan pemuatan yang sangat besar. Bidan
harus mempertimbangkan semua kemungkinan karena adanya pemuaian
tindakan pencegahan, dan bersikap untuk kemungkinan perdarahan post
partum sebagai akibat dan atonia uteri karena pemuaian uterus yang
berlebihan itu. Dalam bayi tunggal yang besar bidan juga harus
mengantisipasi dan bersikap untuk kemungkinan distosia bahu, dan
kemungkinan perlu resusitasi bayi(Varney, 2007; h. 27)
4. Langkah keempat mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang
memerlukanpenanganan segera
Merefleksikan proses manajemen yang sifatnya terus menerus tidak
hanya pada asuhan primer yang periodik selama kunjungan antenatal tetapi
juga selama bidan tentu bersama wanita itu misalnya selama waktu bersalin.
Data bar uterus dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data menunjukkan
situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu intervensi
dokter. Misalnya pada prolapsus tali pusat. Situasi Iain memerlukan tindakan
emergensi tetapi memerlukan manajemen konsultasi. Gejala awal dan
preeklamsia memerlukan konsultasi dokter. Sebaliknya, riwayat penyakit
pemeriksaan fisik dan panggil dapat menemukan penyakit jantung, diabetes,
atau masalah medik lain yang serius. Bidan mengevaluasi situasi setiap
pasien untuk menentukan asuhan pasien oleh anggota tim kesehatan yang
paling tepat(Varney, 2007; h. 27)
5. Langkah kelima merencanakan asuhan menyeluruh
Membuat suatu rencana asuhan yang komprehensif, ditentukan oleh
langkah sebelumnya, adalah suatu perkembangan dan masalah atau
diagnosa yang sedang terjadi atau terantisipasi dan juga termasuk
mengumpulkan informasi tambahan atau tertinggal untuk data dasar. Suatu
ditentukan oleh kondisi pasien dan masalah yang terkait, tetapi juga
menggaris bawahi bimbingan yang terantisipasi (anticipatory guidance) untuk wanita itu seperti apa yang diharapkan terjadi berikutnya. Dengan kata lain
meliputi segala sesuatu mengenai semua aspek dan asuhan kesehatannya.
Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan atau wanita itu
agar efektif, karena pada akhirnya wanita itulah yang akan melaksanakan
rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam langkah ini termasuk
membuat dan mendiskusikan rencana dengan wanita itu begitu juga
termasuk penegasannya akan persetujuannya.
Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan
yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar, berlandaskan
pengetahuan teori yang berkaitan, sesuai, dan pengetahuan teori yang up to
date serta difalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang diinginkan wanita
tersebut dan apa yang dia tidak inginkan. Rational yang berdasarkan
asumsi-asumsi dan perilaku pasien yang tidak divaludasikan, pengetahuan teoritis
yang salah atau tidak memadai, atau data dasar yang tidak lengkap adalah
tidak sah dan akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak dan mungkin
juga tidak aman.
6. Langkah keenam melaksanakan perencanaan
Melaksanakan perencanaan asuhan menyeluruh, perencanaan ini
bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh wanita tersebut,
bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan
sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya (yaitu: Memastikan Iangkah-langkah tersebut benar-benar
keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami
komplikasi, bidan juga bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya rencana
asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan
menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan pasien.
7. Langkah ketujuh Mengevaluasi
Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan
memeriksa apakah rencana asuhan tersebut, benar benar telah mencapai
tujuanyaitu memenuhi akan bantuan sebagaimana telah diidentifikasi di
dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika
memang benar efektif dalam pelaksanaannya dan dianggap tidak efektif jika
memang tidak efektif. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut
telah efektif sedang sebagian tidak. Sekali lagi, dengan mengingat bahwa
proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinu, maka perlu
rnengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses
manajemen untuk mengidentifikasi rnengapa proses manajemen tidak efektif
serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Sudarti, 2010;
h. 166-170)
Dalam asuhan kebidanan dapat menggunakan pendokumentasian secara
SOAP untuk mengetahui data perkembangan pasien.
S (Subyektif) adalah segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien
O (Obyektif) adalah data yang di observasi dari hasil pemeriksaan oleh bidan
atau tenaga kesehatan yang lain,hasil pemeriksan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
A (Assessment) adalah kesimpulan yang dibuat dari data subyektif dan obyektif
P(Perencanaan) adalah rencana tindakan yang akan dilakukan selanjutnya
(Alimul Aziz, h. 24)
1. Pengkajian
a. DATA SUBYEKTIF
1) Identitas pasien: untuk memastikan bahwa bayi yang di periksa adalah benar-benar anak dari yang di maksud dan tidak keliru
dengan anak yang lain (Matondang, 2009; h. 4)
Meliputi :
a) Nama bayi : di mulai dengan nama pasien ,harus jelas dan lengkap:nama depan,nama tengah (bila ada),nama keluarga,dan
nama panggilan akrabnya (Matondang, 2009; h. 5)
b) Umur : umur pasien di dapat dari tanggal lahir (Matondang, 2009; h. 5) di catat dalam jam/hari untuk mengetahui apakah bayi
mengalami asfiksia karena penilaian asfiksia di lakukan segera
setelah lahir,yaitu pada menit pertama,kemudian 5 menit
berkutnya dan setiap 5 menit sampai 20 menit sehingga apgar
bayi mencapai 8 (Wiknjosastro, 2009; h. 349).
2) Identitas Penanggungjawab
a) Nama ibu: mengkaji nama ayah, ibu atau wali pasien harus di tulis dengan benar dan lengkap supaya lebih jelas, agar tidak keliru
jika ada title yang bersangkutan harus disertakan (Matondang,
2009; h. 6)
h. 5). Bayi prematur di tandai dengan paru-paru bayi belum matur
dan fungsi paru juga belum sempurna sehingga menyebabkan
bayi kesulitan bernapas segera setelah lahir dan mengakibatkan
asfiksia(Manuaba, 2001; h. 344)
c) Pekerjaan : di tanyakan untuk mengetahui pekerjaan pasien. Wanita yang melakukan pekerjaan berdiri atau berjalan lebih dari
5 jam dapat mengakibatkan persalinan premature. Pekerjaan memberi informasi tentang tingkat pendapatan, jika kebutuhan
nutrisi kurang maka dapat dapat mengganggu pertumbuhan janin
(Wheller linda, 2004; h. 62)
3) Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan atau masalah yang sedang di
hadapi bayi baru lahir dengan asfiksia misalnya bayi tidak bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir atau bernapas
megap-megap, denyut jantung <100x/menit,kulit sianosis, tonus otot
menurun (Dep.Kes, 2007; h. 9-3).
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu (Ibu)
Mengkaji apakah dari orang tua bayi ada yang menderita
penyakit yang dapat mempengaruhi asfiksia pada janin. Riwayat
kesehatan ibu yang dapat mempengaruhi asfiksia pada janin
antara lain:
(1) Asma
Pada ibu yang memiliki riwayat asma jika ibu
dapatkan oleh janin secara langsung akan berkurang, jika
kondisi ini bertambah berat akan berdampak pada bayi
mengalami asfiksia(Wiknjosastro, 2008; h. 810).
(2) Diabetes mellitus
Pengaruh diabetes mellitus salah satunya adalah
terjadi kenaikan berat badan bayi yang lebih, biasanya berat
bayi akan lebih besar dari 4000 gram (makrosomia).
Makrosomia dapat menyebabkan partus lama. Partus lama
adalah persalinan yang berlangsung>dari 24 jam. Partus
lama di sebabkan salah satunya karena CPD. Partus
lama(>24jam) sering terjadi pada primigravida dan biasanya
ketuban sudah pecah ketika servik masih menutup sehingga
dapat menimbulkan efek berbahaya bagi ibu mengalami
kelelahan, shok, dan juga bisa menyebabkan asfiksia pada
janin(Oxorn, 2010; h. 604).
(3) Preeklamsi dan eklamsia
Preeklamsia merupakan komplikasi kehamilan yang
berkelanjutan. Eklamsia atau halilintar sering terjadi pada
primigravida, terjadinya spasme pembuluh darah arteriol
dapat menimbulkan mengecilnya aliran darah menuju
retroplasenter sirkulasi menimbulkan gangguan pertukaran
nutrisi, CO2 dan O2 yang menyebabkan asfiksia sampai
kematian janin dalam rahim. Spasme arteriol yang mendadak
menyebabkan asfiksia berat sampai kematian (Manuaba,