• Tidak ada hasil yang ditemukan

REALITAS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MASYARAKAT SUKU BADUY DENGAN WISATAWAN - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "REALITAS KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA MASYARAKAT SUKU BADUY DENGAN WISATAWAN - FISIP Untirta Repository"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat gelar Sarjana (S-1) pada konsentrasi Humas Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Oleh :

AMRIYATUNNISA 6662101685

KONSENTRASI ILMU HUMAS

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG

BANTEN

(2)

i

Ahmad,S.Ip.,M.Si. Pembimbing II, Yoki Yusanto,S.Sos.,M.Ikom.

Penelitian ini mengambil tema mengenai realitas komunikasi antar budaya masyarakat suku Baduy dengan wisatawan yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Bertemunya individu-individu dari latar belakang kebudayaan yang berbeda secara terus menerus akan memberikan pengaruh kepada kedua belah pihak. Suku Baduy merupakan salah satu Suku yang masih menjaga diri dari pengaruh modernitas. Mereka menetap di sekitar pegunungan Kendeng, desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitug, Banten. sejak dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Lebak pada tahun 1990 Baduy mulai menjadi daerah pariwisata.Wisatawan dari berbagai macam latar belakang kebudayaan yang berbeda terus menerus datang mengunjungi suku Baduy. Dalam proses panjang dan lama, maka suku Baduy menjadi terbiasa dengan keadaan dimana kehidupan mereka erat dengan wisatawan. Namun keeratan yang terjadi, dan komunikasi antar budaya yang berlangsung ini memberikan perubahan kepada masyarakat suku Baduy disadari ataupun tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan hasil temuan selama melakukan penelitian dengan melakukan observasi ke Baduy dan wawancara data yang diperoleh dari orang Baduy luar, orang Baduy dalam, Pemerintah Baduy, Wisatawan dan para Akademisi. Perbedaan budaya antara masyarakat suku Baduy dengan wisatawan dapat dilihat sebagai sebuah realitas, komunikasi yang berlangsung secara verbal maupun non-verbal adalah sebuah fenomena yang dapat dijumpai. Fenomena ini merupakan hasil dari hubungan komunikasi antar budaya yang terjadi secara terus menerus dan berlangsung lama. Beberapa hambatan yang terjadi menjadikan sebuah perubahan terhadap prilaku masyarakat suku Baduy.

(3)

ii

Amriyatunnisa, NIM 6662101685 / 2010. Intercultural Communication Reality Society Baduy with Travelers. Preceptor I, Ikhsan Ahmad,S.Ip.,M.Si. Preceptor II Yoki Yusanto,S.Sos.,M.Ikom.

This study takes the theme of intercultural communication Reality Baduy community with tourists who have different cultural backgrounds. Meeting of individuals from different cultural backgrounds will continually give effect to the parties. Baduy is one of the tribes that still keep away from the influence of modernity. They settled around Kendeng mountains, villages Kanekes, District Leuwidamar, Lebak, Rangkasbitug, Banten. Since issued a decree (SK) Lebak Regent in 1990 Bedouin began to be a tourism area. Travelers from many different cultural backgrounds continually come to the Baduy. In a long, long process, the Baduy become familiar with the circumstances in which their lives are closely with tourists. However, the closeness that occurs and intercultural communication that took place this provides updates to the Baduy community conscious or not. This study used a qualitative approach to describe the findings during a study by observation to the Bedouin and the interview data obtained from outside the Bedouin, Bedouin in Government Baduy, Travelers and the Academics. Cultural differences between the Baduy community and tourists can be seen as a reality, the communication is verbal and non-verbal is a phenomenon that can be found. This phenomenon is the result of the relationship between cultural communication occurs continuously and lasts longer. Some of the obstacles that happened to make a change in the behavior of the Baduy community.

(4)
(5)
(6)
(7)

vi

Mencari ilmu adalah diwajibkan bagi setiap

muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai

ke liang lahat” (Hadis Rasul)

“Semu

a Orang adalah Guru, Alam Raya

S

ekolahku” (Widji Tukul)

RIDHA ALLAH SWT.

ADA PADA RIDHA ORANG TUA..

(8)

vii

Puji syukur peneliti panjatkan ke khadirat Allah SWT yang maha Agung pemilik alam semesta yang menggenggam jiwa raga semua mahluk-Nya, karena atas ridho dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

saran dan kritik yang dapat membantu perbaikan skripsi yang berjudul

Realitas

Komunikasi Antar Budaya Masyarakat Suku Baduy dengan Wisatawan

sangat peneliti harapkan. Pada kesempatan ini peneliti juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala dukungan, bantuan dan bimbingannya dalam proses penelitian serta penyusunan skrisi ini kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(9)

viii

5. Bapak Yoki Yusanto, S.Sos, M.Ikom. selaku dosen pembimbing II skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Mia Dwianna W,S.Sos.,M.Ikom dan Ibu Puspita Asri Praceka,S.sos.,M.Ikom yang telah menguji skripsi peneliti dan memberi banyak masukan yang sangat berguna.

7. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Khususnya (Ibu Rahmi, Bapak Roni, Bapak Husnan, Bapak Rangga, Bapak Bagus), Terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang bermanfaat yang telah disampaikan pada peneliti. Dan Juga pengalaman yang sangat berarti yang peneliti dapatkan. Apalah arti kemampuan peneliti tanpa ilmu dari para beliau.

8. Kedua orang tua ku Bapak H. Saparudin, dan Ibu Hj. Yayah Suhiyat, terimakasih atas do’a dan dukungan yang tak pernah putus, juga untuk

kesabaran memberi dukungan moril dan materil.

(10)

ix

dan sangat sabar menemani dan membantu selama peneliti melakukan penelitian dan selalu ada disaat-saat bahagia selama pengerjaan skripsi ini dan juga suntikan motivasi yang sudah diberikan yang membuat peneliti semangat dan mampu menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih banyak. 

11.Seluruh Informan, Orang-orang Baduy luar dan dalam, Pemerintah Baduy, Wisatawan Baduy, dan Akademisi yang sudah bersedia memberikan informasi terkait penelitian yang sedang diteliti. Dan juga tempat yang telah mereka berikan kepada peneliti.

12.Untuk sahabat-sahabatku, Mega Dwi Lestari Indah dan Shara Suhartina Firmansyah, dan Bunda Nuniek Suhartini yang selalu ada di saat susah dan Senang, terimakasih.

13.Untuk Mondar Mandir Management (MMM), Indra Handayani, Amallia Utami Putri, Akmal Alamsyah, Steptian Akbar, Dhamar Indraloka, yang setia menjadi sahabat sejak menjadi mahasiswa sampai berhasil menjadi sarjana, terimakasih.

(11)

x

pengalaman yang berkesan selama perkuliahan, khususnya kepada teman-teman I F dan Humas 2010.

16.Keluarga besar Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksom UNTIRTA, terimakasih atas segala pelajaran dan kekeluargaan yang diberikan, Raden, Colil, Andra, Sidiq, Fira, Alfa, Cahyo, Babeh, Amanah, Dani, Dewi, Tole, Adeng, Mae, Ayi, Ipeh, Nabila, Inne, dan seluruhnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena ribuan jumlah anggotanya.

17.Juga kakak-kakak Senior Ilmu Komunikasi, Yuyun Yusniawati, Trami Vidya Veliyanti, Wahyu Annas, Aulia Shofan Hidayat, Nur Haedi, yang selalu berbagi pengalaman dan memberi masaukan.

18.Keluarga besar Untirta Movement Community (UMC), atas kesempatan yang pernah diberikan untuk belajar berorganisasi.

19.Keluarga Besar Barak Karinding (BAKKAR).

20.Terimakasih kepada Abi H. Ahmad Jaenudin, mama Suheti dan Yusril Izhar, serta keluarga besarnya.

(12)

xi

Hakim, Dharmawan Shofyan, Joshua Tampubolon, Nisa Latahsia, terimakasih sudah memberikan ilmu dan pengalaman, tetap semangat dan optimis untuk selesaikan study.

23.Kepada pihak-pihak yang tidak pernah akrab namun sangat membantu kesuksesan penelitian ini, rental komputer dan fotocopy Altis.

24.Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah SWT, terimakasih untuk segalanya. Kesempurnaan hanya milik-Nya dan kebenaran datang dari-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua, khususnya bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan.

Serang, 26 Desember 2014

(13)

xii Judul/Cover

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ... iii

Halaman Pengesahan Skripsi ... iv

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... v

Halaman Motto dan Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 7

1.3Identifikasi Masalah ... 7

1.4Tujuan Penelitian ... 8

1.5Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1. Manfaat Teoritis ... 8

1.5.2. Manfaat Empiris ... 8

1.5.3. Manfaat Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Komunikasi ... 10

2.1 Proses Komunikasi ... 11

2.3. Komunikasi Verbal dan Non-Verbal ... 12

2.3.1. Komunikasi Verbal ... 12

2.3.2. Komunikasi Non-Verbal ... 13

2.4. Komunikasi Persona ... 15

2.5. Komunikasi Antar Pribadi ... 16

2.6. Komunikasi Kelompok ... 17

2.7. Komunikasi Sosial ... 21

2.8. Komunikasi dan Akulturasi ... 21

2.9. Budaya ... 22

2.9.1. Sifat-sifat Budaya ... 24

2.10. Konsep Kebudayaan ... 24

(14)

xiii

2.15. Modernisasi ... 34

2.16. Teori Fenomenologi ... 36

2.17. Kerangka Berpikir ... 42

2.18. Penelitian Terdahulu ... 43

2.18.1. Tabel Matrix Penelitian Terdahulu ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Metode Penelitian ... 46

3.2. Paradigma Konstruktivisme ... 47

3.2.1. Pengertian Paradigma ... 47

3.2.2. Konstruktivisme ... 48

3.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 49

3.4. Instrumen Penelitian ... 49

3.4.1. Sumber Data ... 49

3.4.2. Informan Penelitian ... 49

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.6. Triangulasi ... 53

3.7. Analisis Data ... 54

3.8. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 55

3.8.1. Tabel Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 57

4.1. Deskripsi Objek Penelitian... 57

4.1.1. Sejarah Umum Suku Baduy ... 57

4.1.2. Masuknya Wisatawan ke Baduy ... 66

4.2. Objek Penelitian ... 68

4.3. Profil Informan ... 68

4.4. Data Penelitian ... 75

4.5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 77

4.5.1. Komunikasi Internal Suku Baduy ... 77

4.5.2. Komunikasi sosial Suku Baduy ... 81

4.5.3. Komunikasi verbal suku Baduy ... 87

4.5.4. Komunikasi Non Verbal Suku Baduy ... 88

4.5.5. Perubahan Masyarakat Baduy setelah Berkomunikasi Antar Budaya dengan Wisataw…... 91

4.6.2.1. Bagan Proses Komunikasi Antar Budaya Suku Baduy dengan Wisatawan dan Pengaruhnya ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

(15)
(16)
(17)

xvi

(18)

xvii

Gambar 1.3 Ladang Orang Baduy ... 62

Gambar 1.4 Leuit (tempat menyimpan hasil panen) ... 62

Gambar 1.5 Struktur Pemerintahan Baduy ... 64

Gambar 1.6 Warga Baduy berbincang diteras rumah ... 78

Gambar 1.7 Masyarakat Baduy yang Bekerja sebagai Pendamping .... 82

(19)

xviii

Lampiran 3 Fotokopi Buku Bimbingan Skripsi ... 111

Lampiran 4 Pedoman Wawancara...114

Lampiran 5 Profil Informan dan Hasil Wawancara ... 119

Lampiran 6 Catatan Hasil Pra Penelitian ...166

Lampiran 7 Pedoman Observasi ... 170

Lampiran 8 Catatan Hasil Observasi ... 171

Lampiran 9 Lampiran Dokumentasi ... ... 177

Lampiran 10 Tabel kategorisasi ... 184

Lampiran 11 Bukti Informan ... 188

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak suku-suku pedalaman yang masih menjaga nilai adat dan kebudayaan tradisional. Salah satunya yang menarik perhatian dan banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah suku Baduy. Suku Baduy bermukim disekitar Pegunungan Kendeng Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Kekhasan dan keunikan suku Baduy adalah daya tarik utama bagi wisatawan yang datang berkunjung. Wisatawan Regional, Nasional, maupun Internasional yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda dengan suku Baduy, menyempatkan waktu untuk datang berkunjung. Dalam kunjungan tersebut terjadi komunikasi antara wisatawan dan masyarakat suku Baduy.

(21)

Masyarakat suku Baduy yang dikunjungi oleh para wisatawan menyambut dengan baik kedatangan wisatawan ke dalam lingkungan Baduy. Dalam pertemuan antara wisatawan dan masyarakat suku Baduy terjalin komunikasi antar budaya, sehingga wisatawan maupun masyarakat suku Baduy saling bertukar informasi tentang kebudayaan masing-masing. Komunikasi antar individu yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya (Wahyu.2008,12). Wisatawan yang berkunjung ke Baduy melakukan interaksi dengan masyarakat asli Baduy dengan cara bercakap-cakap antar individu maupun antar kelompok, yang kemudian berproses menjadi pertukaran informasi tentang kebudayaan.

Terjalinnya komunikasi antara masyarakat baduy dengan wisatawan membuat Baduy semakin membuka diri terhadap dunia luar. Dengan berinteraksi melalui komunikasi antar individu maupun kelompok masyarakat Baduy mengetahui perkembangan dunia diluar wilayahnya. Sebagai hasil dari interaksi komunikasi tersebut masyarakat Baduy mengetahui modernitas dan teknologi yang berkembang.

Aturan adat Baduy memang menolak beberapa hal terkait modrenitas misalnya menolak menggunakan sarana transportasi modern seperti kendaraan beroda dua, empat atau lebih, tidak menggunakan penerangan, dan tidak menggunakan teknologi komunikasi.

(22)

9.815 orang Baduy luar, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 2882 (Jaro Dainah : 2014). Sebutan Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat luar, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan kelompok yang hidup berpindah-pindah. Namun mereka lebih suka menyebut dirinya Urang Kanekes atau orang Kanekes sesuai dengan nama wilayah mereka atau sebutan yang mengacu pada nama kampung mereka1. Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional di Banten. Mereka masih menerapkan prinsip hidup yang diajarkan turun temurun oleh leluhurnya.

Masyarakat Baduy sangat ketat dalam mengikuti adat istiadat namun bukan berarti mereka mengisolasi diri dari dunia luar sama sekali. Berdirinya kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan suku Baduy kedalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran masyarakat suku Baduy. Sebagai tanda pengakuan kepada penguasa masyarakat Baduy secara rutin melakukan Saba ke kesultanan Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara Saba tersebut terus dilangsungkan secara rutin setahun sekali. Saba adalah upacara mengantarkan hasil bumi kepada pemerintahan Banten yang saat ini diberikan kepada Gubernur Banten.

Awalnya dalam mempertahankan nilai adat dan kebudayaan mereka dari pergeseran, suku Baduy memiliki strategi membagi wilayahnya menjadi dua bagian yaitu Baduy luar dan Baduy dalam. Suku Baduy luar bertugas menjadi

(23)

lapisan pertama untuk menyaring masuknya pengaruh modernitas ke Baduy dalam. Sedangkan suku Baduy dalam yang merupakan representasi dari masyarakat suku Baduy asli bertugas melestarikan nilai adat dan kebudayaan Baduy dengan menjalankan segala aturan dan amanat dari leluhurnya.

Dalam menjalankan kehidupannya masyarakat suku Baduy diatur oleh hukum adat yang tidak tertulis. Peraturan bagi Baduy luar dan Baduy dalam berbeda. Suku Baduy dalam sangat ketat dalam melaksanakan segala amanat dan aturan leluhur, sedangkan Baduy luar mendapatkan kelonggaran peraturan, namun bukan berarti Baduy luar boleh menjalani kehidupan dengan bebas.

Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang lainnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia. Manusia yang tidak berkomunikasi akan terisolasi, Porter dan Samover (Mulyana dan Rakhmat.2006,12).

Landasan hubungan sosial adalah komunikasi (Wahyu, 2008,12). Manusia berkomunikasi dengan manusia lainnnya. Kemudian manusia-manusia dalam kelompok berkomunikasi dengan manusia dalam kelompok lainnya. Manusia berkomunikasi untuk memahami apa yang menjadi kebutuhan dalam kehidupannya.

(24)

antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lain dan penerima pesannya anggota budaya lain.

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan dengan tujuan menyamakan persepsi yang diinginkan oleh komunikator. Komunikasi melibatkan ekspektasi, persepsi, pilihan, tindakan, dan penafsiran. 2 Dalam komunikasi ada tiga unsur penting yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu sumber informasi, saluran, dan penerima informasi. Sumber informasi adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki badan informasi untuk disebarkan kepada komunikan. Saluran adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada komunikan dan penerima informasi adalah orang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran informasi.

Menurut Deddy Mulyana dalam bukunya Komunikasi Efektif, ketika kita berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat kemampuan, derajat kesulitan dalam peramalan, derajat ambiguitas, kebingungan, suasana misterius yang tidak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan nampak tidak bersahabat. Dengan demikian ketika suatu masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarpribadi dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Disini, kebudayaan yang menjadi latar belakang kehidupan karena adanya sosiokultural akan mempengaruhi prilaku komunikasi manusia.

2

(25)

Komunikasi meliputi pemaknaan atas simbol dan sekaligus juga indeks. Esensi komunikasi terletak pada proses, dimana aktivitas yang menghubungkan antara komunikator dengan komunikan melampaui ruang dan waktu. Hal ini yang mengakibatkan proses komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan perlu diperhatikan ketika melakukan komunikasi. Kebudayaan merupakan produk atau hasil dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Perbedaan budaya dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses komunikasi. Karena seringkali hambatan yang terjadi pada komunikasi itu dikarenakan faktor budaya yang dimiliki antara masing-masing individu tersebut.

Masyarakat dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil berinteraksi dengan kultur yang lebih besar atau dominan. Subkultur biasanya mengembangkan sistem komunikasi mereka untuk meningkatkan efektifitas komunikasi, untuk memungkinkan para anggota saling mengenal satu dan lainnya, untuk menjamin kerahasiaan komunikasi, dan untuk menciptakan kesan tertentu atau membuat bingung orang diluar dari kelompok mereka.

(26)

1.2. Rumusan Masalah

Untuk memberikan paparan yang jelas dan agar terfokusnya pembahasan maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana komunikasi antar budaya masyarakat Baduy dengan wisatawan?

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang akan diteliti kedalam identifikasi sebagai berikut :

1. Bagaimana komunikasi internal yang terjadi pada masyarakat Baduy?

2. Bagaimana komunikasi Sosial yang terjadi antara masyarakat Baduy dan wisatawan?

3. Bagaimana komunikasi verbal yang terjadi antar masyarakat Baduy dengan Wisatawan?

4. Bagaimana komunikasi non verbal yang terjadi antara masyarakat Baduy dengan Wisatawan?

(27)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Mengetahui komunikasi internal masyarakat suku Baduy 2. Mengetahui komunikasi sosial masyarakat suku Baduy

3. Mengetahui komunikasi verbal yang terjadi antara masyarakat suku Baduy dengan wisatawan

4. Mengetahui komunikasi non verbal yang terjadi antara masyarakat suku Baduy dengan wisatawan

5. Mendeskripsikan pengaruh yang terjadi di masyarakat suku Baduy setelah menjalin komunikasi dengan Wisatawan secara terus menerus

1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang bermanfaat untuk perkembangan kemajuan pengetahuan terutama dalam ranah komunikasi dan komunikasi anarbudaya dan ilmu-ilmu lain pada umumnya.

1.5.2. Manfaat Empiris

(28)

1.5.3. Manfaat Praktis

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi

Komunikasi berasal dari bahasa Inggris Communication, berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendi, 2000).

Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat diartikan bahwa komunikasi adalah saling menukar pikiran atau pendapat. Komunikasi bukan sekedar tukar menukar pikiran serta pendapat saja akan tetapi kegiatan yang dilakukan untuk berusaha mengubah pendapat dan tingkah laku orang lain. Dengan demikian, komunikasi itu adalah persamaan pendapat dan untuk kepentingan itu maka orang harus mempengaruhi orang lain dahulu, sebelum orang lain itu berpendapat, bersikap, dan bertingkah laku yang sama dengan kita (Wahyu.2008,12).

Komunikasi merupakan penyampaian pengertian antar individu. Semua manusia dilandasi kapasitas untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang yang lainnya.

(30)

Pada pokoknya komunikasi adalah pusat minat dan situasi prilaku dimana suatu sumber menyampaikan pesan kepada seseorang penerima dengan berupaya mempengaruhi prilaku penerima tersebut.3

Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non-verbal.4 Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal atau bentuk non-verbal, tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.5

2.2. Proses Komunikasi

Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar sebagai sebuah kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpuan tindakan yang terus menerus diperbaharui. Kita sebut komunikasi sebagai proses, karena komunikasi itu dinamis, selalu berlangsung dan sering berubah (Wahyu.2008,13)

Proses komunikasi dimulai dari pikiran orang yang akan menyampaikan pesan atau informasi. Apa yang dipikirkan itu kemudian dilambangkan dengan simbol,

3

Rohim,Syaiful,M.Si. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi.Jakarta:PT.Rineka Cipta,2009.hal.8.

4 Mulyana, Deddy, MA, DR. Op.cit. Hal. 3. 5

(31)

baik berupa ucapan ataupun isyarat. Proses selanjutnya dengan melalui transmisi berupa media dan perantara atau channel, maka pesan yang disampaikan tiba pada si penerima atau komunikan. Dalam diri komunikan, pertama-tama ia menerima pesan, kemudian mencoba menafsirkan pesan dan akhirnya memahami isi pesan. Reaksi dari penerima pesan kepada pengirim pesan disebut efek atau umpan balik. Apabila terjadi perubahan dari diri penerima pesan, berarti komunikasi itu berhasil tanpa adanya gangguan. (Wahyu.2008,14).

2.3. Komunikasi Verbal dan Non-verbal

2.3.1 Komunikasi Verbal

Dalam pemakaiannya komunikasi verbal menggunakan bahasa. Bahasa merupakan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti.

Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal digunakan untuk proses transaksi jual beli linta budaya. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentasikan berbagai aspek realitasindividual kita. Konskuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu.6

6 Mulyana, Deddy, M.A., Ph.D.

(32)

2.3.2. Komunikasi Non-verbal

Komunikasi Non-verbal merupakan tindakan dan atribusi (lebih dari penggunaan kata-kata) yang dilakukan seseorang kepada orang lain untuk bertukar makna, yang selalu dikirimkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk mencapai umpan balik atau tujuan tertentu (Burgoon and Saine, 1978).7

Komunikasi non-verbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan tubuh, kontak mata, rancangan ruang, pola-pola perabaan, gerakan ekspresif, perbedaan budaya, dan tindakan-tindakan non-verbal lain yang tak menggunakan kata-kata. Komunikasi Non verbal penting karena manusia menggunakan sistem pesan ini untuk menyatakan sikap, perasaan, dan emosi. Sadar ataupun tidak, disengaja ataupun tidak manusia membuat penilaian dan keputusan yang penting mengenai keadaan seseorang. Keadaan yang dinyatakan tanpa kata-kata. Komunikasi non verbal bersifat kontekstual dan juga dapat menciptakan kesan.

Komunikasi non verbal merupakan proses multidimensi. Aspek multidimensi ini terungkap dalam fakta bahwa komunikasi non verbal tidak terjadi sendiri, namun biasanya dengan pesan verbal. Komunikasi non verbal bersifat Ambigu, maksudnya tidak pernah ada keyakinan yang pasti apakah seseorang mengerti maksud yang diinginkan melalui komunikasi non verbal yang ditunjukkan.

Komunikasi non-verbal dalam komunikasi antarbudaya berperan penting dalam proses komunikasi, dan dalam transaksi jual beli lintas budaya juga

(33)

komunikasi non-verbal seperi isyarat, gerakan tubuh, postur tubuh, gerakan kepala, ekspresi wajah, dan kontak mata adalah perilaku yang kesemuanya disebut bahasa tubuh yang mengandung makna pesan yang potensial. Studi sistematik mengenai aspek-aspek gerakan tubuh yang terpola, dipelajari, dan bersifat simbolik itu disebut kinesika. Diasumsikan bahwa setiap komunitas antarbudaya memiliki cara-cara khas untuk menyampaikan pesan lewat bahasa tubuh (Wahyu.2008,21).

Menurut pernyataan Richmond, McCracken, dan Payne, “pesan yang dihasilkan dari setiap kategori tidak berdiri sendiri namun bersamaan dengan pesan dari kategori lain, pesan verbal, konteks, dan manusia sebagai penerima pesan. Banyak klasifikasi membagi pesan non verbal kedalam dua kategori komperhenshif, yaitu pertama yang dihasilkan oleh tubuh (penampilan, gerakan tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, parabahasa), dan kedua hal-hal seperti ruang lingkup (tempat, jarak, waktu, dan sikap diam atau keheningan)8

a. Penampilan (nilai keindahan, warna kulit, pakaian, postur tubuh, dll).

b. Gerakan Tubuh seperti gerakan jari (menunjuk, mengacungkan jempol keatas atau kebawah, membuat lingkaran “O” dengan jari-jari), gerakan idiosinkratik (istimewa), isyarat, penerimaan dan pemahaman, frekuensi dan intensitas suatu gerakan.

c. Ekspresi wajah (bahagia, takut, sedih, marah, jijik, dan terkejut).

d. Kontak mata dan Tatapan (langsung, sensual, tajam, ekspresif, intelegen, menembus sanubari, sedih, gembira, duniawi, keras, terpercaya, dan curiga).

8

(34)

e. Sentuhan ( sentuhan profesional, sentuhan kesopanan sosial, sentuhan persahabatan, sentuhan keintiman/kasih sayang, sentuhan seksual).

f. Parabahasa berkaitan dengan karakteristik komunikasi suara dan dengan bagaimana orang-orang menggunakan suara mereka. Parabahasa meliputi seperti cekikikan, taa, aksen atau logat, erangan, mendesah, nada, tempo, volume, dan resonasi.

g. Ruang lingkup dan Jarak (ruang gerak pribadi, tempat duduk, pengaturan perabotan)

h. Waktu (informal, persepsi masa lalu, masa kini, dan masa depan, klasifikasi monochronic dan polychronic).

i. Sikap diam atau keheningan, lamanya sikap diam mempengaruhi komunikasi interpersonal dengan menyediakan suatu interval dalam interaksi yang sedang terjadi dimana masing-masing memiliki waktu untuk berpikir, memeriksa atau menahan perasaan atau membuka pemikiran yang lain.

2.4. Komunikasi Persona

Komunikasi persona (interpersonal) mengacu pada proses-proses mental yang dilakukan orang untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat, mendengar, memahami, dan merespons lingkungan.

(35)

yang dilakukan individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (Ruben, 1975 : 168-169).

2.5. Komunikasi Antar Pribadi

Yang dimaksud dengan komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka (Cangara, 2004:31). Komunikasi berlangsung secara diadik (secara dua arah/timbal balik) yang dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima alat indra untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting sehingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi.

Adapun fungsi dari komunikasi antarpribadi adalah berusaha meningkatkan hubungan insani (human relation), menghindari dan mengatasi konflik-konflik

pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan

pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2004:33).

(36)

Menurut Everet M.Rogers ada beberapa cirri komunikasi yang menggunakan saluran komunikasi antarpribadi (Liliweri, 1997:13) :

a. Arus pesan yang cenderung dua arah b. Konteks komunikasinya dua arah c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi

e. Kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap

2.6. Komunikasi Kelompok

Komunikasi dalam kelompok yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung

diantara suatu kelompok. Pada tingkatan ini, setiap individu yang terlibat,

masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kebudayaan dalam kelompok. Pesan

atau informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota

kelompok, bukan pribadi.

Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai sekumpulan orang yang

mempunyai tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu

tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya dan memandang mereka menjadi salah

satu tersebut. Komunikasi dilakukan lebih dari dua orang, tetapi dalam jumlah

(37)

kelompok tersebut9. Adapun karakteristik dari komunikasi kelompok seperti yang

dijelaskan oleh Merhaeni fajar, antara lain :

a. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen

b. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesepakatan dalam melakukan tindakan

pada saat itu juga.

c. Arus balik dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena

komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi

berlangsung.

d. Pesan yang diterima komunikan bersifat rasional (terjadi pada komunikan

kelompok kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikan kelompok

besar).

e. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun

hubungan yang terjadi tidak erat seperti pada komunikan interpersonal.

f. Komunikasi kelompok akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai

tujuan yang diinginkan.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi, dan

sebagainya. Michael Burgoon (dalam Wiryanto,2005) mendefinisikan komunikasi

kelompok sebgai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih dengan

tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecah

masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi

anggota-anggota yang lain dengan cepat10.

9 Marheni Fajar,2009. Ilmu komunikasi Teori dan Praktik. Graha ilmu: Jakarta. Hal.65 10

(38)

Komunikasi kelompok merupakan komunikasi diantara sejumlah orang (kelompok

kecil berjumlah 4-20 orang, kelompok besar 20-50 orang). Makin banyaknya

komunikasi antar pribadi, umpan baliknya masih berlangsung cepat (jika kelompok

kecil), adaptasi pesan masih bersifat khusus dan tujuan komunikasi masih barsifat

tidak terstruktur, hal itu menjadikan perubahan atas jumlah orang yang terlibat dalam

komunikasi.

Komunikasi kelompok terjadi pula proses interaksi antarbudaya dari para anggota

kelompok yang berbeda latar belakang kebudayaan. Pengertian konteks komunikasi

kelompok adalah operasi komunikasi antarbudaya dikalangan in group maupun

antara anggota sebuah in group dengan out group, atau bahkan anggota pelbagai

kelompok (intergroup communication). Perasaan-perasaan terikat pada kelompok

yang kerap kali dimanifestasikan dengan merendahkan kelompok lain yang dikenal

dengan etnosentrisme dan rasisme.

Akibatnya adalah terbentuknya jaringan komunikasi antaranggota kelompok

(networks of communication). Mitchel menjelaskan sebuah jaringan kelompok

menunjukkan suatu jaringan diantara beberapa orang yang didasarkan pada

karakteristik kepentingan atau minat tertentu yang telah terjelma dalam prilaku sosial.

Analisis jaringan kelompok pernah diajukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) yang

bertujuan untuk :

a. Mengidentifikasi peranan seseorang dalam jaringan komunikasi, misalnya

sebagai liaisons (penghubung), bridges (jembatan, menjembatani) dan isolates

(39)

b. Mengidentifikasi klik (cliques) dalam jaringan dan menentukan bagaimana

terbentuknya pengelompokkan struktur yang pada gilirannya mempengaruhi

prilaku komunikai dalam sebuah sistem.

c. Mengatur variasi struktur komunikasi (seperti kepadatan komunikasi,

keterbukaan dan keterkaitan) bagi individu (pada klik tertentu), komunikasi

diantara dua orang (dyads), klik atau satuan sistem.

Berdasarkan analisis jaringan kelompok yang pernah diajukan oleh Rogers dan

Kincaid (1981), maka dikenal beberapa katagori peranan setiap orang dalam

membentuk jaringan antarpribadi, yaitu :

a. Nodes, yang menjelaskan peranan atau kedudukan serta fungsi komunikasi setiap

individu dalam kelompok;

b. Links, yang menjelaskan kaitan antara nodes dan karakteristik hubungan tersebut

sebagai akibat dari fungsi mereka sebagai saluran komunikasi;

c. Cliques, yang menjelaskan subkelompok dalam jaringan dan pembagian tugas

dalam klik dan struktur mereka dalam kaitan dengan arus komunikasi;

d. Network, menjelaskan tentang suatu jaringan dan relasi antara karakteristik

sistem (ukuran dan struktur) dan kaitannya dengan arus komunikasi, (Asante dan

Gudykunst, 1981).

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang

berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama

lainnya dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Komunikasi

kelompok biasanya menunjuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil

tersebut (small group communication)11.

11

(40)

2.7. Komunikasi sosial

Komunikasi sosial berkaitan dengan komunikasi persona ketika satu atau dua lebih

individu berinteraksi, sengaja atau tidak. Melalui komunikasi sosial individu-individu “menyetel” perasaan-perasaan, pikiran-pikiran dan prilaku-prilaku antara yang satu

dengan yang lainnya. Komunikasi sosial dapat dikategorikan lebih jauh kedalam

komunikasi antarpersona dan komunikasi massa. Komunikasi antarpersona terjadi

melalui hubungan-hubungan antarpersona sedangkan komunikasi adalah suatu proses

komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan individu-individu untuk

berinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya, tanpa terlihat dalam

hubungan-hubungan antarpersona dengan individu-individu tertentu. Pengalaman-pengalaman

komunikasi individu melalui media seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, film,

teater, dan bentuk-bentuk komunikasi serupa dapat termasuk kedalam kategori ini.

2.8. Komunikasi dan Akulturasi

Komunikasi merupakan aspek terpenting dan mendasar dalam menjalankan hidup.

Banyak pembelajaran yang diperoleh melalui respon-respon komunikasi terhadap

rangsangan dari lingkungan. Ada proses menyandi dan menyandi balik pesan-pesan

dengan cara itu sehingga pesan-pesan tersebut akan dikenali, diterima, dan direspon

oleh individu-individu yang saling berinteraksi12.

Komunikasi merupakan pembawa proses sosial. Ia adalah alat yang manusia miliki untuk mengatur, mentasbihkan dan memodifikasi kehidupan sosialnya. Proses sosial bergantung pada penghimpunan,

(41)

pertukaran, dan penyampaian pengetahuan. Pada gilirannya pengetahuan bergantung pada komunikasi (Peterson, Jensen, dan Rivers, 1965 : 16).

Dalam konteks yang luas, Le Vine (1973) menyebutkan bahwa budaya sebagai

panduan pola-pola yang merefleksikan respon-respon komunikatif terhadap

rangsangan dari lingkungan. Pola-pola budaya ini pada gilirannya merefleksikan

elemen-elemen yang sama dalam prilaku komunikasi individual yang dilakuakan

yang lahir dan diasuh dalam budaya itu. Le Vine menyebutkan budaya sebagai

seperangkat aturan terorganisasikan mengenai cara-cara yang dilakukan

individu-individu salam masyarakat berkomunikasi satu sama lain dan cara mereka berpikir

tentang diri mereka dan lingkungan mereka.

Proses yang dilalui individu-individu untuk memperoleh aturan-aturan (budaya)

komunikasi dimulai pada masa awal berinteraksi. Melalui proses sosialisasi dan

pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan kedalam sistem saraf dan menjadi bagian

kepribadian dan prilaku kita. Proses belajar yang diinternalisasikan memungkinkan

untuk berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki

pola-pola komunikasi serupa. Proses memperoleh pola-pola-pola-pola demikian oleh

individu-individu disebut enkulturasi atau istilah-istilah serupa lainnya seperti pelaziman

budaya (culture conditioning) dan pemrograman budaya (culture programing)13.

2.9. Budaya

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanksakerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris

13

(42)

kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Baelanda diistilahkan dengan cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).

Menurut E.B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.14

Sementara itu, menurut Trenholm dan jensen budaya merupakan seperangkat nilai, kepercayaan, norma, adat istiadat, aturan dan kode, yang secara sosial mendefinisikan kelompok-kelompok orang mengikat mereka satu sam lain dan memberi mereka kesadaran bersama. Mereka mengemukakan lebih jauh bahwa budaya adalah jawaban kolektif terhadap peranyaan-pertanyaan mendasar : siapa kita? Bagaimana tempat kita di dunia? Dan bagaimana kita menjalani kehidupan kita? Pandangan tentang budaya memandu manusia untuk mempersepsi dunia, bagaimana berpikir tentang diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain dan bagaimana kita mempertukarkan pesan. 15

Kebudayaan ataupun yang disebut dengan peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor, 1897).16

14

Effendi, Ridwan, M.Ed.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: PT. Kencana.2008.hal.27. 15

Mulyana, Dedi,M.A, D.R, Prof. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya,Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2005.hal.15.

(43)

Dengan demikian budaya atau kebudayaan menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Menurut para ahli yang sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahap yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.

2.9.1. Sifat-Sifat Budaya

Sifat hakiki kebudayaan antara lain :

1. Budaya terujud dan disalurkan dari prilaku manusia

2. Budaya telah ada lebih dahulu daripada lahirnya satu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan

3. Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. 4. Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan keajiban-kewajiban yang

diterima dan ditolak, tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan. 17

2.10. Konsep Kebudayaan

Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu :

1. Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia : wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya. Disebutkan bahwa sistem budaya karena

17

(44)

gagasan dan pikiran tersebut tidak merupakan kepingan-kepingan yang terlepas, melainkan saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya, sehingga menjadi sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinyu.

2. Kompleks aktivitas, berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat konkret, dan dapat diamati atau diobservasi. Ujud ini sering disebut sistem sosial. Sistem sosial ini tidak dapat melepaskan diri dari sistem budaya. Apapun bentuknya, pola-pola aktivitas tersebut ditentukan atau ditata oleh gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran yang ada didalam kepala manusia. Karena saling berinteraksi antara manusia, maka pola aktivitasnya dapat pula menimbulkan gagasan, konsep, dan pikiran baru serta tidak mustahil dapat diterima dan mendapat tempat dalam sistem budaya dari manusia yang berinteraksi tersebut.

3. Wujud sebagai benda,. Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya. Aktivitas karya manusia tersebut menghasilkan benda untuk berbagai keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang konkret juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda-benda yang diam sampai pada benda yang bergerak. 18

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang terciptapun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota

(45)

budaya bersangkutan. Hubungan antarbudaya dan komunikasi adalah timbal balik. Budaya takkan eksis tanpa komunikasi dan komunikasi pun takkan eksis tanpa budaya.

2.11. Subbudaya dan Subkelompok

Suatu komunitas rasial, etnik, regional, ekonomi, atau sosial yang memperlihatkan pola-pola prilaku yang membedakan dari subkultur-subkultur lainnya dalam suatu budaya atau masyarakat yang melingkupinya. Suatu masyarakat penting yang tidak memenuhi kriteria untuk disebut subkultur, namun menghadapi masalah-masalah komunikasi serupa, adalah subkelompok menyimpang (deviant sub group). Termasuk dalam subkelompok menyimpang ini adalah kaum homoseks, germo, pelacur, pecandu obat bius, sekte agama sesat, organisasi revolusioner.

2.12. Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antar budaya diartikan sebagai proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh gaya atau tampilan pribadi atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan.19 Menurut Andrea L. Ritch dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader-komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang

19

(46)

berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial.20

Komunikasi antarbudaya adalah menambah kata budaya kedalam pernyataan

“komunikasi antara dua orang/lebih yang berbeda latar belakang kebudayaan”.

Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.

Budaya dan komunikasi menjelmakan diri dalam kerangka interaksi. Interaksi ini dapat disebut sebagai pengejawantahan wacana sosial (said of social discourse). Artinya, komunikasi antarbudaya terjadi apabila bila produsen pesan adalah anggota budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, menurut Poter dan Samovar dalam Intercultural Communication : A Reader (1982) dalam Mulyana dan Rakhmat (1990:16) kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus kepada orang yang berbeda budaya, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, kita dapat atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini 21 . Kajian komunikasi antar budaya mengenal beberapa asumsi, yaitu :

a. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.

20

Ibid, Hal. 10.

(47)

b. Dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antar pribadi. c. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antar pribadi.

d. Komunikasi anatarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. Gudykunstt dan Kim (1984) menunjukkan bahwa orang-orang yang baru dikenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas relasi antarpribadi. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian itu dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yakni :

a. Pro-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal dan nonverbal (apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi).

b. Initial contact dan impression, yakni tanggapan lanjutan atau kesan yang muncul dari kontak awal tersebut.

c. Closure (kedekatan), memulai membuka diri yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti prilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu prilaku atau tindakan.

d. Komunikasi berpusat pada kebudayaan. Edrawd T. Hall mengatakan bahwa komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi, dalam kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol-simbol komunikasi dan hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi.

(48)

Komunikasi antarbudaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik namun masih berada pada tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telak memasuki tahap transaksional.

Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni, (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus menerus dan berkeseimbangan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, dan (3) partisipan dalam komunikasi antarbudaya menjalankan peran tertentu.

Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsung dalam konteks sosial yang hidup, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasi dan bahkan kondisi tertentu.

Tempat, waktu serta suasana merupakan faktor penting dalam komunikasi antarbudaya. Suasana berkaitan dengan waktu seperti, jangka pendek atau jangka panjang, jam, hari, minggu, bulan dan tahun, sedangkan tempat (rumah, kantor, rumah ibadah) untuk berkomunikasi, kualitas relasi yang berpengaruh terhadap komunikasi. 22

Dalam study kebudayaaan, bahasa ditempatkan sebagai unsur penting. Bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk nonmaterial selain nilai, norma dan kepercayaan. Bahasa adalah medium untuk menyatakan

22

(49)

kesadaran, tidak sekedar mengalihkan informasi23. Bahasa menyatakan kesadaran dalam konteks sosial. Dalam komunikasi antarmanusia sehari-hari diperkenalkan oleh istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa jarak, dan lain-lain.

Dalam mempelajari komunikasi anatar budaya, maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut24 :

a. Keunikan Individu : setiap individu berbeda meskipun berada dalam budaya yang sama

b. Bahaya Steriotipe : Steriotipe merupakan sejumlah asumsi salah yang dibuat oleh orang disemua budaya terhadap karakteristik anggota kelompok budaya lain. Steriotipe yang terus diulangi akan menjadi stenografiyang mewakili sekelompok orang. Steriotipe berbahaya dalam memahami komunikasi antar budaya sebab kita tidak akan dapat memandang secara objektif. Maka untuk menghindari bahaya steriotipe kita harus tidak mengeneralisasi budaya, budaya harus dilihat sebagai taksiran bukan sebagai hal yang mutlak.

c. Objektivitas : objektivitas merupakan hal yang mudah dikatakan namun sulit untuk diterapkan. Pengertian objektif adalah adil, tidak berprasangka buruk, dan tidak dipengaruhi oleh emosi atau perasaan pribadi). Dalam melakukan penelitian budaya menggunakan komunikasi antar budaya harus menggunakan objektivitas, sebab jika menggunakan sudut pandang subjektif maka tidak akan sesuai dengan realitas.

23 Ibid Hal.130 24

(50)

d. Komunikasi bukan segalanya dan tidak mengatasi segala hal komunikasi bukanlah sebuah alat atau senjata yang dapat mengatasi segala hal. Sebagaimana pernyataan Wood “ adalah suatu kesalahan ketika anada berpikir bahwa komunikasi dapat mengatasi segala hal. Banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan berkomunikasi. Komunikasi itu sendiri tidak akan mengakhiri kelaparan, pelanggaran HAM diseluruh dunia, rasisme,

kekerasan pada pasangan hidup atau penyakit fisik”.

2.13. Komunikasi Lintas Budaya

Komunikasi lintas budaya merupakan salah satu bidang kajian dari komunikasi antarbudaya yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi anatrpribadi diantara pelaku komunikasi yang memiliki perbedaan budaya. Komunikasi lintas budaya terjadi ketika komunikator berada dalam kelompok budaya dan bila pengirim pesan adalah anggota dari suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain (Wahyu:2008).

Hasil pertemuan lintas budaya bisa positif bisa negatif. Segi positifnya, setiap pertemuan menyediakan kemungkinan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran budaya. Segi negatifnya, pertemuan bisa memperteguh steriotipe-steriotipe budaya yang negatif dan bisa menimbulkan gegar budaya. Menurut Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbo-simbol hubungan sosial.

(51)

budaya juga mungkin menimbulkan lebih banyak problem lagi karena masing-masing peserta bereaksi terhadap akibat pertemuan itu.

2.14. Hambatan Komunikasi

Pada hakikatnya komunikasi merupakan sistem, maka gangguan komunikasi dapat terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk dimana komunikasi terjadi.

Hambatan komunikasi merupakan kegagalan dalam sebuah proses komunikasi yang disebabkan beberapa faktor, dalam penelitian ini faktor yang menghambat terjadinya proses komunikasi adalah steriotip dan prasngka (Wahyu : 2008).

2.14.1. Steriotip

Kesulitan berkomunikasi akan muncul dari kesteriotipan, yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asusmsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain pensteriotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek kedalam kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka25.

25

(52)

Samovar dan Ricard E. Potter mendefinisikan steriotipe sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok-kelompok atau individu-individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk26.

Pada umumnya steriotip bersifat negatif. Seteriotip tidaklah berbahaya sejauh kita menyimpan didalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila steriotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang kita harapkan. Ketika kita mengharapkan orang lain berprilaku tertentu, kita mungkin mengkomunikasikan pendapat kita kepada mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan berprilaku sesuai dengan yang kita harapkan (Wahyu : 2008).

2.14.2. Prasangka

Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan steriotip. Dapat dikatakan bahwa steriotip adalah komponen kognitif dari prasangka 27 . Sedangkan prasangka juga berdimensi prilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari steriotip, dan lebih teramati daripada steriotip.

Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin praejudicium, yang berarti suatu preseden, atau suatu penilan berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu 28 . Sebagaimana steriotip, prasangka ini alamiah dan tidak terhindarkan29. Umumnya bersifat negatif. Penggunaan prasangka memungkinkan

(53)

kita merespons lingkungan secara umum atau secara khas, sehingga terlalu menyederhanakan masalah30.

2.15. Modernisasi

Modernisasi merupakan perubahan kultural dan sosio-ekonomis yang terjadi dimana masyarakat-masyarakat sedang berkembang dan memperoleh sebagian karakteristik dari masyarakat industri barat.

Istilah modernisasi paling sering dipergunakan untuk mendekripsikan adanya perubahan cultural dan sosio-ekonomis. Sebenarnya pengertian modernisasi di

atas, jika dicermati mengandung makna bahwa „menjadi modern‟ itu seperti

„menjadi seperti orang Barat‟. Pengertian seperti ini berimplikasi „tidak seperti

Barat‟ berarti ketinggalan jaman. Apabila pemaknaan modernisasi seperti ini,

maka modernisasi identik dengan westernisasi dan ini mengandung pengertian etnosentris. Orang Barat dianggap lebih modern, lebih maju, sementara masyarakat lainnya yang tidak seperti Barat dianggap ketinggalan jaman, kuno dan tidak maju. Sartu kata yang perlu dicermati dalam definisi modernisasi di atas adalah penggunaan kata masyarakat industri. Ini menunjukkan bahwa proses modernisasi adalah sebuah proses perubahan kebudayaan tradisional menuju modern. Sebab, kata industri identik dengan modern. Jika ini yang dipakai, maka modernisasi tidak identik dengan westernisasi. Modernisasi lebih mengarah pada perubahan kultural yang meliputi sosio-ekonomi-politik, sementara westernisasi lebih mengarah pada gaya hidup.

(54)

Menurut Haviland (1988: 272) proses modernisasi paling tidak dapat dipahami kalau dianggap terdiri dari empat sub proses:

a. Pertama, perkembangan teknologi, dalam modernisasi pengetahuan dan teknologi tradisional terdesak oleh penerapan ilmu pengetahuan dan teknik-teknik yang dipinjam dari masyarakat industri yang maju.

b. Sub-proses kedua, pengembangan pertanian yang berupa pergeseran dari pertanian untuk keperluan sendiri menjadi pertanian untuk pemasaran. Aktivitas pertanian dan peternakan diarahkan pada budidaya untuk keperluan ekonomi uang dan pasar untuk menjual hasil pertanian dan mengadakan pembelian-pembelian.

c. Sub-proses ketiga adalah industrialisasi, dengan lebih mengutamakan bentuk energi nonhewani (inanimate) khususnya bahan fosil. Tenaga manusia dan hewan menjadi tidak penting.

d. Sub-proses keempat adalah urbanisasi, yang ditandai dengan perpindahan penduduk dari pemukiman pedesaan ke kota-kota serta berubahnya pedesaan menjadi perkotaan.

(55)

Mekanisme baru itu mendapat bentuk seperti ideologi baru, struktur pemerintahan formal, partai-partai politik, kode hukum, serikat buruh, dan asosiasi kepentingan. Semuanya menembus batas-batas pembagian social lainnya, dengan demikian berfungsi sebagai penangkal kekuatan-kekuatan pemecah. Diferensiasi structural dan mekanisme integrasi bukanlah kekuatan tunggal yang saling berlawanan, oleh karenanya perlu ditambahkan kekuatan ketiga, yaitu tradisi. Tradisi kadang-kadang mempermudah terjadinya modernisasi.

Modernisasi tingkat individu (sudah mulai mendarah daging di kalangan masyarakat). Masyarakat penganut modernitas fisik sudah dapat memperbaiki sendiri peralatan yang dimiliki, menyempurnakan atau menambah dengan peralatan lain. Komputer, misalnya, sudah dapat dianggap sebagai peralatan keras yang telah mencapai tingkat modernisasi individu. Sudah banyak orang yang dapat memperbaiki, merakit, atau memproduksi sendiri serta peralatan yang telah tersedia dipasaran dalam kondisi terjual bebas. Begitu pula dengan handphone. Modernisasi tingkat inovasi (modernisasi yang bersifat orisinal). Pada tingkatan ini masyarakat dicirikan dapat menciptakan sendiri barang teknologi yang dibutuhkan meskipun harus melalui jaringan kerja dengan masyarakat yang lebih luas.

2.16. Fenomenologi

Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan

(56)

menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom, dan fosfor yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa Indonesia berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala atau sesuatu yang menampakkan. Fenomena dapat

dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu “menunjuk ke luar”

atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat

“penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Denny

Moeryadi, 2009).

Donny (2005: 150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran dan esensi-esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Fenomenologi juga merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.

(57)

pengalaman kesadaran dilakukan dengan mendalam dan teliti (Smith, etc., 2009: 11).

Dalam pandangan Natanton (Mulyana, 2005:59) fenemenologi merupakan istilah genetik yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap bahwa kesadaran manusia dan makna subjektif sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Wawasan utama fenomenologi adalah pengertian dan penjelasan dari gejala realitas itu sendiri (Aminuddin, 1990:108)

Teori-teori dalam tradisi fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpletasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Istilah phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian, atau kondisi yang dilihat. Oleh karena itu merupakan kondisi yang digunakan manusia untuk memahami dunia melalui pengalaman langsung.

Maurice Merleau-Ponty, pakar dalam tradisi fenomenologi menuliskan bahwa

“semua pengetahuan akan dunia, bahkan pengetahuan ilmiah saya, diperoleh dari

beberapa pengalaman akan dunia”. Dengan demikian, fenomenologi membuat

pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. “fenomenologi berarti

membiarkan segala sesuatu menjadi jelas sebagaimana adanya”.31

Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar fenomenologi. Pertama, pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar-kita akan mengetahui dunia ketika kita berhubungan dengannya. Kedua, makna benda

31

(58)

terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Ketiga bahsa merupakan kesadaran makna. 32

Seorang ahli fenomenologi yang menonjol adalah Alfred Schutz seorang murid Hussrel mengatakan reduksi fenomenologi mengesampingkan pengetahuan kita tentang dunia, meninggalkan kita dengan apa yang ia sebut sebagai suatu arus pengalaman. Fenomenologi berarti study tentang cara dimana fenomena hal-hal yang disadari muncul, dan cara yang paling mendasar dari kemunculannya adalah sebagai suatu aliran pengalaman inerawi yang berkeseimbangan dengan yang diterima melalui panca indra. Fenomenologi tertarik dengan pengidentifikasian masalah dari dunia pengalaman inderawi yang bermakna, suatu hal yang semula terjadi didalam kesadaran individual secara terpisah dan kemudian secara kolektif, didalam interaksi antara kesadaran-kesadaran. Kesadaran bertindak atas data inderawi yang masih mentah, untuk menciptakan makna, didalam cara yang sama sehuingga bisa dilihat sesuatu yang bersifat mendua dari jarak itu tanpa masuk lebih dekat, mengidentifikasi masalah melalui suatu proses dengan menghubungkannya dengan prosesnya.

Proses interpretasi penting bagi kebanyakan pemikiran fenomenologis. Interpretasi dikenal dengan pemahaman, yakni proses menentukan makna dengan pengalaman. Interpretasi merupakan proses aktif pikiran dan tindakan kreatif dalam mengklarifikasi pengalaman pribadi. Interpretasi melibatkan maju mundur

32

(59)

suatu kejadian atau situasi dan menentukan maknanya, bergerak dari yang khusus ke umum dan kembali lagi ke khusus.33

Ada tiga kajian pemikiran umum tentang fenomenologi, yakni; (1) fenomenologi klasik, (2) fenomenologi persepsi, dan (3) fenomenologi hermeneutik34.

Fenomenologi klasik biasanya dihubungkan dengan Edmund Husserl, pendiri fenomenologi moderen. Husserl menulis selama pertengahan abad ke-20, berusaha mengembangkan metode yang meyakinkan kebenaran melalui kesadaran yang terfokus. Baginya, kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman langsung dengan catatan kita harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu. Hanya melalui perhatian sadarlah kebenaran dapat diketahui. Agar dapat mencari kebenaran melalui perhatian sadar, bagaimanapun juga kita harus mengesampingkan atau mengurungkan kebiasaan kita. Kita harus menyingkirkan kategori-kategori pemikiran dan kebiasaan-kebiasaan dalam melihat segala sesuatu agar dapat mengalami sesuatu dengan sebenar-benarnya. Dalam hal ini, benda-benda didunia menghadirkan dirinya pada kesadaran kita. Pendekatan Husserl dalam fenomenologi sangat objektif, dunia dapat dialami tanpa harus membawa kategori pribadi seseorang agar terpusat pada proses.

Namun bertentangan dengan Husserl, para ahli fenomenologi saat ini menganut ide bahwa pengalaman itu subjektif bukan objektif dan percaya bahwa subjektifitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Maurice Merleau Ponty, tokoh penting dalam fenomenologi persepsi, sebuah reaksi yang

33

Referensi

Dokumen terkait