BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan bagian folklore, yang dimaksud adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok lain, yang berbentuk warisan turun-temurun yang berbentuk tutur kata, melalui contoh yang disertai dengan perbuatan. Cerita rakyat adalah suatu golongan cerita yang hidup dan berkembang secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi selanjutnya yang dikatakan sebagai cerita rakyat karena cerita itu hidup dan berkembang di kalangan masyarakat dan semua lapisan masyarakat mengenal ceritanya Djamaris (Setiawan 2013: 8).
Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Cerita rakyat pada umumnya mengisahkan tentang suatu kejadian pada masa lampau di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya, yaitu dalam bentuk binatang, manusia maupun dewa.
Analisis Kebudayaan, tahun 1 nomor 1 (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991: 221) menyatakan:
Cerita rakyat adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Tokoh-tokoh dan peristiwa-peristiwa dalam cerita itu dianggap pernah terjadi pada masa yang lampau atau merupakan hasil rekaan semata-mata karena terdorong ingin menyampaikan pesan atau amanat melalui cerita tersebut.
Tim Direktorat Sejaran dan Nilai Tradisional Direktorat Jendal Kebudayaan Depdikbud RI dan Danandjaja (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991: 221) menyatakan “(a) Cerita rakyat adalah cerita yang dianggap pernah terjadi dimasa lampau yang disampaikan kepada orang lain, (b) isi ceritanya merupakan pesan atau amanat, dan (c) setiap cerita mempunyai tokoh, tokoh cerita dalam cerita rakyat adalah manusia, yang terjadi di dunia yang kita kenal.” Hadirnya cerita rakyat sebagai sarana tradisional pada setiap suku, maka dari itu kita dapat mengetahui sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam terhadap suatu kelompok masyarakat. Kedudukan cerita rakyat di tengah masyarakat dapat bermanfaat sebagai sarana untuk mengetahui asal-usul nenek moyang, sebagai jasa atau teladan kehidupan para pendahulu, sebagai hubungan kekerabatan, dan sebagai sarana pengetahuan asal mula tempat, adat istiadat serta sejarah benda pusaka.
2.2Jenis-jenis Cerita Rakyat
Menurut Girfa (Suyanti 2015: 21) memaknai cerita rakyat merupakan cerita dari zaman dahulu yang hidup dikalangan rakyat dan diwariskan secara lisan. Cerita rakyat berkembang secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya pada masyarakat tertentu yang perkembangannya secara lisan dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai milik bersama. Menurut Santoso, jenis cerita rakyat yang dominan diteliti diantaranya sebagai berikut:
1. Mitos
Mitos (mite), adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi setelah dianggap suci oleh empunya. Mite ditokohkan oleh dewa atau
makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau bukan di dunia yang seperti kita kenal sekarang ini dan terjadi di masa lampau. 2. Legenda
Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia walaupun adakalanya sifat-sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya di dunia yang kita kenal dan waktu terjadinya belum terlalu lama.
3. Dongeng
Dongeng adalah prosa rakyat yang dianggap benar-benar oleh yang empunya cerita dan dongeng yang tidak terkait waktu atau tempat. Dongeng yang penuh khayalan (fiksi) yang dianggap oleh masyarakat suatu hal yang tidak benar-benar terjadi.
4. Fabel
Fabel adalah cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia. Cerita tersebut tidak mungkin kisah nyata. Fabel adalah cerita fiksi, maksudnya khayalan belaka (fantasi). Kadang fabel memasukkan karakter minoritas berupa manusia. Cerita fabel juga sering disebut cerita moral karena pesan yang berkaitan dengan moral.
5. Hikayat
Hikayat adalah cerita yang mengisahkan tentang kehidupan raja-raja atau dewa-dewa. Dalam hikayat biasanya melukiskan kesaktian atau kehebatan pelakunya.
6. Sage
Sage adalah dongeng yang di dalamnya mengandung unsur sejarah. Jadi, cerita rakyat Jambi adalah cerita dari zaman dahulu yang berbentuk karya sastra lisan sejak lahir dan sampai berkembang dari masyarakat tradisional Jambi yang berisi tuturan serta menggambarkan sebuah fenomena atau peristiwa di Jambi.
2.3Hakikat Nilai Etika
Bagus (2002: 2) menyatakan “Nilai merupakan suatu jenis keyakinan yang letaknya pada pusat atau sistem keyakinan bagaimana seseorang patut atau tidak patut dalam melakukan sesuatu.” Jadi, nilai adalah sesuatu yang berguna bagi seseorang atau sekelompok orang dan karena orang atau kelompok itu selalu berusaha untuk berusaha mencapai karena pencapaiannya sangat bermakna bagi diri serta seluruh hidupnya. Nilai juga dapat diartikan sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan hal tersebut disukai, diinginkan, berguna bagi manusia atau kemanusiaan yang menjadi sumber ukuran dalam sebuah karya sastra.
Schwartz (http://rumahbelajarpsikologi.com (online) diakses tanggal 30 Desember 2015) menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhit tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan
kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Bedasarkan pendapat tersebut bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar hidupnya.
Menurut Bertens (2004: 141) ciri-ciri nilai, bahwa nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini. (1) Nilai berkaitan dengan subjek, (2) Nilai tampil dalam suatu kontekspraktis, dan (3) Nilai menyangkut sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat yang dimiliki oleh objek. Di dalam cerita rakyat tentunya banyak hal yang mengandung nilai-nilai termasuk nilai etika. Etika filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Sjarkawi (2006: 27), etika adalah ilmu yang mempelajari cara manusia memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik.
Menurut Fitrah (2013: 245) bahwa:
Etika adalah ilmu yang mengkaji baik-buruk sikap, perbuatan dan tingkah laku seseorang atau kelompok. Etika menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu atau adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya yang menegaskan mana yang benar mana yang buruk.
Menurut Sutrisno (2008: 104) bahwa “Etika mempersoalkan ajaran moral yang meliputi keseluruhan kaidah-kaidah moral, seluruh hidup perseorangan atau kelompok sejauh bersangkutan dengan bidang tanggung jawab serta pengarahan yang benar kepada perbuatan.” Selanjutnya, Sutrisno (2008: 104) menyatakan bahwa etika memiliki beberapa tugas yaitu: (1) merintis jalan bagi kaidah-kaidah, (2) membuka evaluasi kritis terhadap segala sesuatu, (3) membentuk tanggung jawab baru, dan (4)
merencanakan masyarakat sedemikian rupa. Jadi, nilai etika tidak hanya dinilai dari dalam keluarga saja, tetapi juga dalam masyarakat.
Dalam kehidupan di dunia yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya adalah daya pikir, akal, dan nalarnya. Hal tersebut menjadikan manusia mampu membedakan antara yang benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk, antara yang halal dan yang haram, antara yang pantas dan tidak pantas, antara yang wajar dan yang tidak wajar, dengan kata lain manusia dalam interaksinya dengan manusia lain terikat dengan etika, keterikatan tersebut berlaku dalam semua tindakan yang dilakukan. Baik dan buruknya sikap dan perbuatan dalam keluarga ini disebut juga dengan etika keluarga. Adapun baik dan buruknya sikap dan pebuatan dalam masyarakat disebut dengan etika dalam masyarakat.
Salam (2000: 9) menyatakan etika adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan yang mengenai perbuatan-perbuatan manusia itu. Jadi, etika adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku pada kehidupan dan mempunyai tujuan akhir yang diinginkan oleh individu, serta digunakan sebagai prinsip atau pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Menurut Salam (2000: 168) etika yang baik dapat terwujud apabila kita memiliki sifat-sifat, yaitu: (1) sabar, (2) benar, (3) amanah, (4) adil, (5) kasih sayang, (6) hemat, (7) berani, (8) kuat, (9) malu, (10) menjaga kesucian diri, dan (11) menepati janji. Gambaran tentang manusia yang terdapat dalam pandangan itu akan memberikan masukan yang amat berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia, memperlakukannya, dan berkomunikasi
dengannya, dengan cara demikian akan tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang aman dan damai.
Soekanto (2014: 72) “Memberikan pedoman bagi seseorang untuk beretika dalam masyarakat: (1) cara (usage), (2) kebiasaan (folkways), (3) tata kelakuan (mores), dan (4) adat istiadat (customs).” Hal tersebut sebagai pedoman beretika dalam masyarakat, untuk mengetahui batas-batas perbuatan yang telah dilakukan.
Mengenai perwujudan nilai etika tersebut, Fitrah (2013: 248) etika yang terdapat dalam keluarga, antara lain adalah: (1) kasih saying, (2) menghormati dan menghargai orang tua, (3) kejujuran, (4) keramahan dan kesopanan, (5) saling memaafkan, (6) keadilan, (7) kewajiban, dan (8) musyawarah atau perundingan. Selanjutnya, Fitrah (2013: 251) etika yang terdapat dalam masyarakat, antara lain adalah: (1) musyawarah, (2) kepatuhan pada adat, (3) menghargai dan menghormati orang lain, (4) keadilan, (5) gotong-royong, (6) kejujuran, (7) saling memaafkan, (8) keramahan dan kesopanan.
Setiadi (2006: 122) menyebutkan “Nilai dengan orientasi pada orang lain, yaitu (1) pada keluarga, (2) pada profesi, (3) pada bangsa, dan (4) pada masyarakat.” Nilai tentunya dipandang penting oleh setiap orang, namun pada umumnya dalam cerita rakyat Jambi hanya terdapat nilai dalam keluarga dan masyarakat.
Dalam etika dapat menuntun agar manusia betindak secara baik dan menghindarkan perilaku yang buruk. Untuk itu dalam kehidupan keluarga selalu harmonis dan kehidupan masyarakat tetap rukun, diperlukan aturan yang dapat mengatur baik dan buruknya sikap dan perbuatan dalam kehidupan keluarga dan dalam kehidupan masyarakat. Baik buruknya sikap dan perbuatan dalam keluarga ini
disebut juga dengan etika dalam keluarga. Adapun baik buruknya sikap dan perbuatan dalam masyarakat disebut dengan etika dalam masyarakat.
2.3.1 Etika dalam Keluarga
Etika mempersoalkan ajaran moral yang meliputi keseluruhan kaidah-kaidah moral, seluruh hidup perseorangan atau kelompok sejauh bersangkutan dengan bidang tanggungjawab serta pengerahan yang benar kepada perbuatan. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat pastinya terdapat suatu keluarga. Muhammad (Fitrah 2013: 247) menyatakan “Keluarga merupakan unit masyarakat kecil yang paling terjadi dalam kehidupan manusia.” Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri, anak-anak.
Selanjutnya Muhammad (Fitrah 2013: 248) menyatakan bahwa:
Keluarga adalah pusat interaksi suami dan istri, orang tua dan anak, serta anak dan anak, atau dengan anggota keluarga lainnya. Interaksi tersebut sesuai denganetika keluarga yang telah dituntunkan atau dicontohkan oleh orang tua (ayah dan ibu). Perilaku yang diwujudkan dalam bentuk interaksi tersebut menciptakan hubungan serasi dan harmonis, saling menghormati, saling menghargai, saling memberi dan menerima, saling membantu, serta saling asah dan asuh antara sesama anggota keluarga dalam lingkungan keluarga. Akibatnya timbul kondisi sehat dalam arti tertib, aman, damai, serta tentram lahir dan batin. Keadaan ini berlangsung terus-menerus, dipatuhi dan dihargai, sampai terbiasa dan akhirnya membudaya.
Etika dalam hidup berkeluarga adalah apa yang dianggap benar dan apa yang salah, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan, termasuk apa yang ada di dalamnya adalah bagaimana bertata karma dan bersopan santun dalam hidup berkeluarga. Etika yang terdapat dalam tatanan keluarga, antara lain adalah: (1) kasih sayang, (2) menghormati dan menghargai orang tua, (3) kejujuran, (4) keramahan dan kesopanan, (5) saling memaafkan, (6) keadilan, (7)
kewajiban, dan (8) musyawarah atau perundingan. Jadi, nilai etika adalah nilai yang berhubungan dengan baik buruknya perbuatan, tindakan individu atau bermasyarakat, yang timbul dari hati serta menjadi pegangan dalam mengatur tingkah laku terhadap lingkungan sekitar.
(1) Kasih Sayang
Djamaris (1994: 44) menyatakan: Hidup manusia tidak akan lepas dari kasih sayang kepada sesama. Sikap itu merupakan nilai kehidupan yang dalam, terutama untuk menumbuhkan rasa keharmonisan dalam berhubungan dengan sesama manusia atau dilingkungan keluarga dan masyarakat. Keluarga harmonis itu tumbuh karena adanya sikap kasih saying yang timbal balik antara kedua belah pihak, yakni suami kepada istrinya dan kedua orang tua kepada anaknya.
(2) Menghormati dan Menghargai Orang Tua
Dalam pergaulan hendaklah kita saling menghormati baik dengan orang tua sendiri, orang lain, dan orang yang lebih tua. Saling menghormati sangat penting diterapkan dalam kehidupan keluarga (Fitrah, 2013: 249).
(3) Kejujuran
Jujur adalah sifat yang lurus hati, tidak bebohong, dan berkata apa adanya. Menurut Tony (2011) “Kejujuran berarti sifat keadaan jujur, ketulusan hati, dan kelurusan hati.” Selanjutnya Djamaris (1994: 99) mengartikan kejujuran berarti ketulusan hati dalam menjalankan segala sesuatu.
(4) Keramahan dan Kesopanan
Menurut Fitrah (2013: 249) “Sebagai makhaluk sosial yang membuntuhkan orang lain. Sifat ramah dan sopan sebaiknya senantiasa kita jaga dengan sesama. Manusia yang tidak ramah dan tidak pula sopan akan dijauhi orang
lain.” Sikap ramah terhadap sesama adalah sikap yang mempunyai peran penting agar manusia hidup di masyarakat disegani dan diterima ditempat mereka tinggal, baik itu anak-anak, remaja, maupun orang yang lebih tua. Hal ini penting agar hubungan manusia itu berjalan baik. Sebagai makhluk selalu membutuhkan bantuan orang lain, sikap ramah dengan sesama hendaknya selalu dijaga. Seorang yang tidak ramah di lingkungan akan dijauhi oleh lingkungan sekitar. Orang akan enggan membantu saat dalam kesusahan, karena tidak ramahan, dan sebaliknya orang yang ramah dan sopan akan mudah bergaul dengan lingkungan sekitarnya.
(5) Saling Memaafkan
Menurut Djamaris (1994: 132) “Orang yang baik adalah orang yang suka memaafkan kesalahan siapapun.” Manusia tidak luput dari kesalahan, sikap memaafksn berupa keikhlasan memaafkan kesalahan orang lain adalah suatu perbuatan terpuji. Butuh keikhlasan dan jiwa yang besar untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan adalah suatu sikap yang penting untuk dikembangkan dan dipelihara oleh setiap manusia guna tercapainya kerukunan. Perwujudan sikap memaafkan dalam kehidupan dapat berupa sikap ikhlas untuk memaafkan orang lain yang telah melakukan kesalahan. Sebaliknya butuh sikap berjiwa besar bagi orang untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya.
(6) Keadilan
Menurut Widagdhon (Suyanti 2015: 14) “Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.” Keadilan merupakan sifat atau perbuatan yang adil terhadapsuatu apapun. Djamaris (1994: 436) dalam keluarga
sebaiknya orang tua berbuat adil terhadap anak-anaknya, semua anaknya diperlakukan sama.
(7) Kewajiban
Menurut Fitrah (2013: 250) “Manusia sebagai individu mempunyai kewajiban yang harus dijalani, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang menjalani kewajiban itu.” Kewajiban merupakan adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
(8) Musyawarah atau Perundingan
Menurut Alwi (Sari 2015: 13) musyawarah adalah “Pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.” Musyawarah merupakan suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk menyelesaikan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan secara mufakat (sepakat). Sejalan dengan pendapat di atas, Djamaris (1994: 89) menyatakan “Suatu masalah dibicarakan secara bersama-sama dengan jalan bermusyawarah pasti masalah itu berhasil diatasi. Dengan musyawarah juga dapat dihindari perpecahan antara sesama manusia.”
2.3.2 Etika dalam Masyarakat
Etika sosial atau etika bermasyarakat ini berlaku dalam suatu komunitas dan kadang kala punya suatu ciri tersendiri. Ciri yang muncul ini tergantung kepada budaya dan adat istiadat yang berlaku di daerah yang mana suatu komunitas atau masyarakat tinggal. Kemudian budaya ini masih dipengaruhi lagi oleh pola pikir dari
masyarakat setempat serta lokasi dan kondisi geografis yang mana masyarakat tinggal atau berdomisili.
Etika dalam tatanan masyarakat akan menciptakan ketentraman dan keselarasan hiup antar sesame anggota kelompok di lingkungan masyarakat. Etika dalam tatanan masyarakat misalnya etika pergaulan dengan orang yang lebih tua, etika dan pergaulan antara orang yang sebaya, etika dan pergaulan antara orang yang lebih muda , dan etika dalam berbicara kepada orang lain dalam bermasyarakat. Etika yang terdapat dalam tatanan masyarakat, antara lain adalah (1) musyawarah, (2) kepatuhan pada adat, (3) menghargai dan menghormati orang lain, (4) keadilan, (5) gotong royong, (6) kejujuran, (7) saling memaafkan, dan (8) keramahan dan kesopanan.
(1) Musyawarah atau Perundingan
Fitrah (2013: 251) mengatakan bahwa musyawarah atau perundingan “Cara menyelesaikan masalah dengan menyatukan pendapat jika terjadi masalah yang belum dapat disepakati dengan bermusyawarah itu, persoalan dapat diselesaikan dengan baik.” Jadi, musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atau kesepakatan untuk menyelesaikan suatu masalah.
(2) Kepatuhan pada Adat
Fitrah (2013: 251) “Kepatuhan pada adat merupakan mentaati atau tunduk terhadap norma, aturan, dan adar istiadat yang berlaku di dalam masyarakat atau sekitar lingkungan tempat kita tinggal. Peraturan adat yang berlaku di masyarakat atas dasar keputusan bersama. Oleh karena itu, kita sebagai anggota masyarakat harus menaati atau mematuhi peraturan yang telah disepakati bersama.”
(3) Menghargai dan Menghormati Orang Lain
Dalam pergaulan hidup manusia sehari-hari atau ditengah kehidupan masyarakat jika ingin dihargai dan dihormati orang lain, kita harus menghargai orang lain dan menghormati hak-hak orang lain (Fitrah, 2013: 251). Apabila sikap saling menghargai telah dimiliki setiap orang dalam pergaulan hidup sehari-hari maka akan tercipta suasana yang harmonis dan nampak kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
(4) Keadilan atau Kebijaksanaan
Fitrah (2013: 252) Keadilan atau kebijaksanaan merupakan “ Sifat yang semestinya dimiliki setiap orang, lebih-lebih seorang pemimpin atau pemuka masyarakat. Pemimpin dituntut bisa bersikap adil dalam mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan dalam memimpin masyarakatnya.”
(5) Gotong-Royong
Djamaris (1994: 437) mengatakan bahwa “Dalam hidup bermasyarakat sebaiknya orang hidup bergotong-royong, misalnya, dalam upacara kematian, kelahiran, perkawinan, dan dalam mendirikan rumah.” Selanjutnya, berpendapat kembali Djamaris (1994: 101) bahwa “Gotong-royong berarti kerja bersama-sama saling tolong menolong antara satu dengan yang lainny.” Dengan mengadakan kegiatan bergotong-royong dalam lingkungan masyarakat pekerjaan yang berat akan terasa ringan. Orang yang memiliki jiwa gotong-royong yang tinggi, ia adalah orang yang memiliki kepedulian terhadap masyarakat sekitarnya. Dengan ikut bergotong-royong berarti kita ikut menjaga keakraban dalam kehidupan masyarakat.
(6) Kejujuran
Menurut Djamaris (1994: 99) mengatakan bahwa “Kejujuran berarti ketulusan dan ketulusan hati dalam menjalankan segala sesuatu.” Seseorang dikatakan jujur apabila orang itu telah berbuat atau bertindak yang seimbang antara pengakuan lahir dan pengakuan batin.
(7) Saling Memaafkan
Manusia tidak luput dari kesalahan, sikap saling memaafkan dengan penuh keikhlasan adalah suatu perbuatan terpuji. Butuk keikhlasan besar untuk bisa memaafkan kesalahan orang lain. Memaaafkan adalah memberi ampun atas kesalahan orang lain dan tidak menganggap salah. Orang yang sukamemaafkan adalah orang yang rendah hati dan orang yang tidak pendendam, semua itu merupakan sikap terpuji yang patut dimiliki oleh setiap orang dan diwujudkan dalam kehidupan masyarakat (Fitrah, 2013: 252). Pemaaf merupakan orang yang baik dan orang yang suka memaafkan kesalahan orang lain (Dajamris, 1994: 132).
(8) Keramahan dan Kesopanan
Menurut Djamaris (1994: 73) “Keramahan murupakan sikap yang mencerminkan perangai yang baik.” Dalam kehidupan bermasyarakat ramah dan sopan ini penting untuk dimiliki setiap orang. Agar lebih mudah bergaul dengan orang lain.