• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Politeknik APP Jakarta (Poltek APP) adalah salah satu perguruan tinggi di lingkungan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) yang menyelenggarakan program pendidikan vokasi dengan disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan sektor industri. Faktor kebijakan dan peraturan baru dari pemerintah mendorong institusi pendidikan ini untuk melakukan perubahan. Awalnya Poltek APP merupakan sebuah akademi yang mengelola lima Program Studi (Prodi) yang meliputi program Diploma III bernama Akademi Pimpinan Perusahaan (APP). Namun pada tahun 2015, Kemenperin mengeluarkan kebijakan untuk mengubah Akademi dan Sekolah Tinggi di lingkungannya menjadi Politeknik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03/M-IND/PER/1/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik APP Jakarta, APP menjadi politeknik dengan bidang arahan logistik dan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Perubahan tersebut memungkinkan perluasan jangkauan layanan pendidikan yang diberikan, yaitu dari institusi yang sebelumnya menyelenggarakan program D1, D2, dan D3 saja menjadi institusi yang dapat menyelenggarakan pendidikan D1 hingga S3. Perubahan yang dilakukan Poltek APP meliputi:

(2)

2 2. Penyesuaian dan penyusunan kurikulum baru.

3. Penyesuaian dan penempatan dosen di tiga Prodi. 4. Perubahan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) pegawai.

5. Perubahan struktur organisasi dan beberapa penempatan personel yang mengisi beberapa jabatan yang berubah akibat penyesuaian tersebut.

Selain itu, berubahnya APP menjadi Poltek APP menuntut dosen dan pegawai yang berurusan dengan kependidikan untuk membuat rencana strategis yang sesuai dengan status politeknik yang disandang institusinya. Hal ini menjadi pekerjaan dan tantangan baru yang dihadapi oleh pegawai Poltek APP, dan tantangan bagi Poltek APP sebagai sebuah organisasi untuk mampu menggerakkan anggota organisasinya menuju perubahan yang diinginkan.

Menurut Whelan-Berry, Gordon, dan Hinings (2003), organisasi melakukan perubahan untuk menjawab tantangan dan menghadapi lingkungan yang terus berubah, yaitu usaha untuk meningkatkan keuntungan, kualitas, dan keefektifan. Perubahan juga dapat berupa penyusunan program untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kinerja (Luecke, 2003). Selain itu, faktor sosial dan politik juga mempengaruhi organisasi dan mendorong perubahan (Halkos & Bousinakis, 2012). Perubahan yang sedang dijalankan oleh Poltek APP merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas dan fungsi sebuah institusi pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan menyiapkan sumber daya di bidang logistik. Namun berkembangnya APP menjadi sebuah politeknik juga membutuhkan sumber daya yang mendukung berjalannya institusi dengan level politeknik, antara lain kapasitas organisasi yang memadai sebagai politeknik,

(3)

3 tenaga pengajar yang memenuhi kualifikasi, tenaga struktural kependidikan yang memahami dan terampil untuk menjalankan sebuah politeknik, dan fasilitas belajar-mengajar untuk melaksanakan program pendidikan di level politeknik.

Poltek APP menyadari bahwa untuk berubah menjadi politeknik, sebuah institusi harus meningkatkan kualitas, baik organisasi maupun individunya. Oleh karena itu, manajemen Poltek APP melakukan beberapa tahapan sosialisasi kepada pegawainya, baik pada level pejabat di institusi maupun staf. Kemudian untuk peningkatan keterampilan dan pengetahuan, manajemen Poltek APP telah mengadakan seminar dan pelatihan bagi dosen dan tenaga kependidikan secara bertahap, serta mendorong dosen-dosennya untuk melanjutkan pendidikan dengan harapan kualitas dosen pengajar di Poltek APP akan meningkat. Namun usaha-usaha yang dilakukan oleh manajemen Poltek APP tersebut dirasa belum mendapat respon yang memuaskan dari para pegawai. Manajemen merasa sudah melakukan hal-hal yang dibutuhkan dalam menyiapkan para pegawai untuk berubah, namun para pegawai belum terlihat antusias untuk bergerak menjalankan perubahan. Akibatnya, terjadi kesenjangan dalam penyelesaian pekerjaan pada tiap-tiap pegawai, karena dampak dari perubahan adalah beban pekerjaan bertambah, sedangkan tidak semua pegawai dapat menerima hal tersebut. Apabila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus-menerus, maka dikhawatirkan perubahan tidak akan berjalan dengan sukses dan memperburuk atmosfer kerja para pegawai di lingkungan Poltek APP.

Kerber dan Buono (2005) mengemukakan hasil penelitiannya mengenai tantangan yang dihadapi oleh organisasi, yaitu pengembangan terhadap individu,

(4)

4 kelompok, dan keseluruhan organisasi agar mampu memahami pendekatan yang berbeda-beda terhadap perubahan dan beradaptasi pada proses perubahan pada situasi yang kompleks dan tidak menentu. Meskipun demikian, organisasi seringkali tidak mengetahui apa yang ada di benak anggotanya mengenai perubahan yang dijalankan. Sehingga seperti yang dialami oleh Poltek APP, manajemen sudah melakukan usaha atau intervensi untuk menyiapkan pegawainya menghadapi perubahan, namun manajemen sendiri menganggap bahwa usaha tersebut belum mencapai sasaran, sedangkan proses perubahan harus terus dilaksanakan.

Pegawai atau anggota organisasi merupakan individu yang memiliki peranan penting dalam keorganisasian. Menurut Whelan-Berry et al. (2003), perubahan di dalam organisasi berlangsung di level organisasi, kelompok, dan individu. Perubahan yang berlangsung di level organisasi akan menyebabkan perubahan di level kelompok dan individu. Namun berlangsungnya perubahan di masing-masing level membutuhkan waktu yang berbeda-beda, berkaitan dengan siklus yang terjadi di tiap level. Perubahan di level individu terjadi pada proses yang berlangsung di dalam kelompok, dan selanjutnya, perubahan di level kelompok terjadi pada proses yang berlangsung di dalam organisasi. Sehingga, perubahan yang terjadi pada level organisasi perlu memberikan waktu dan persiapan yang cukup pada level individu dan kelompok untuk menyesuaikan diri untuk berubah, mengingat proses yang terjadi pada level individu dan kelompok sangat mempengaruhi proses perubahan pada level organisasi.

Perubahan yang dialami oleh Poltek APP tergolong sebagai perubahan yang cepat akibat dari peraturan pemerintah yang mendorongnya. Sehingga dapat

(5)

5 dikatakan bahwa inisiatif perubahan berasal dari eksternal organisasi dan untuk itu, organisasi harus melaksanakan perubahan yang telah ditetapkan. Proses perubahan yang terjadi secara cepat di level organisasi akan menuntut kecepatan perubahan di level kelompok maupun individu. Namun melihat perkembangannya, manajemen Poltek APP merasa bahwa perubahan di level individu berjalan sangat lambat, dan hal ini berpengaruh pada proses perubahan di level kelompok hingga organisasi. Keadaan ini mengancam suksesnya proses perubahan yang berlangsung di Poltek APP. Whelan-Berry et al. (2003) membandingkan kecepatan proses perubahan di tiga level tersebut berdasarkan tahapan yang terjadi di tiap level ketika berubah. Hasilnya, suatu tahap di level organisasi selalu mendahului tahap yang sama di kelompok dan individu, bahkan dengan selisih waktu yang cukup banyak. Sedangkan waktu yang semakin tidak sinkron berpotensi menimbulkan konflik. Sebagai contoh, ketika proses perubahan di level organisasi mencapai tahap perencanaan atau implementasi, di level kelompok mungkin masih berada di tahap pengenalan dan banyak individu yang masih berada di tahap prekontemplasi.

Tahapan perubahan yang digunakan dalam penelitian Whelan Berry et al. (2003) sesuai dengan konsep perubahan Lewin (1947) yang mengemukakan bahwa perubahan melalui tiga tahapan, yaitu unfreezing, moving, dan refreezing. Proses ini berlaku tidak hanya di level organisasi, namun juga di level individu. Tahap awal dari perubahan adalah unfreezing. Armenakis, Harris, dan Mossholder (1993) berpendapat bahwa kesiapan berubah merupakan hal penting pada tahap ini. Sehingga penting pula bagi organisasi untuk menyiapkan anggotanya untuk menghadapi perubahan dan menjalankannya. Ketika organisasi merasa sudah

(6)

6 melakukan usaha-usaha yang diperlukan dalam menyiapkan individu untuk berubah, namun individu-individu di dalamnya tidak ikut menunjukkan perubahan yang diharapkan organisasi, maka organisasi perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat perubahan di level individu tersebut. Hambatan dan tantangan dalam proses perubahan perlu dikenali untuk kemudian diatasi secara bersama-sama agar proses perubahan dapat berjalan sesuai yang diinginkan (Hon, Bloom, & Crant, 2014).

Holt, Armenakis, Feild, dan Harris (2007) menggolongkan empat faktor utama yang mempengaruhi kesiapan berubah individual, yaitu kesesuaian mengenai perubahan, dukungan manajemen, kepercayaan diri untuk berubah, dan manfaat perubahan bagi pribadi. Secara umum, Tanwar (2009) menyatakan bahwa individu memiliki serangkaian hambatan tertentu yang menyebabkan mereka menentang perubahan, yaitu persepsi, pola pikir, dan kebiasaan yang selektif yang menghalangi mereka untuk menerima perubahan sebagai faktor untuk kelangsungan hidup mereka. Karena itu, empat faktor yang merupakan cerminan dari keyakinan, perilaku, dan niat dari individu untuk berubah dapat menilai tinggi rendahnya kesiapan berubah individual, dan faktor mana yang menjadi penghalang individu untuk berubah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pandangan individu terhadap kesesuaian mengenai perubahan mempengaruhi tingkat kesiapan individu untuk berubah (antara lain Kerber & Buono, 2005; Self & Schraeder, 2009; Vakola, 2014). Individu memandang kesesuaian perubahan sebagai kapasitas organisasi dan urgensi untuk berubah. Apabila anggota organisasi menilai bahwa organisasinya

(7)

7 memadai secara infrastruktur dan sumber daya untuk berubah, serta dapat meyakinkan anggotanya bahwa langkah yang diambil untuk perubahan telah tepat, maka anggota organisasi cenderung lebih siap untuk berubah. Namun sebaliknya, jika individu tidak menemukan kesesuaian pada perubahan, maka kesiapan berubahnya cenderung rendah. Demikian pula dengan pandangan individu terhadap dukungan yang diberikan oleh manajemennya (Self & Schraeder, 2009; Vakola, 2014). Semakin tinggi dukungan yang ditunjukkan oleh manajemen akan meningkatkan kepercayaan terhadap manajemen, sehingga pada tahap ini individu akan lebih siap untuk berubah. Kepercayaan diri individu untuk berubah merupakan cerminan dari keyakinan akan kinerja yang baik dan sukses (Holt et al., 2007). Sehingga individu yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi untuk berubah akan cenderung memiliki kesiapan berubah yang tinggi (Vakola, 2014). Kemudian apabila individu melihat bahwa perubahan tersebut akan membawa manfaat bagi dirinya, maka ia akan cenderung menerima perubahan dan siap untuk berubah (Holt et al., 2007; Halkos & Bousinakis, 2012). Berdasarkan rumusan-rumusan tersebut penulis berpendapat bahwa apabila individu memiliki faktor-faktor kesiapan berubah yang tinggi, maka individu akan cenderung menerima perubahan. Sedangkan apabila individu yang memiliki kekurangan pada faktor-faktor kesiapan berubah akan cenderung menentang perubahan dan hal ini dapat menghambat perubahan pada individu itu sendiri.

Perubahan seringkali dipersepsikan menjadi ancaman bagi kenyamanan di tempat kerja, rutinitas, dan status individu di dalam organisasi, sehingga mendapatkan penolakan dari individu (Luecke, 2003; Eilam & Shamir, 2005).

(8)

8 Perubahan dipandang tidak menguntungkan, demikian pula dengan penolakan (Tanwar, 2009). Penolakan menunjukkan bahwa individu kurang mengerti tentang perubahan, ketidakmauan, dan kurang mampu untuk menyerap volume dan kecepatan perubahan, sehingga kurang cepat untuk melakukan penyesuaian secara psikologis dan lainnya. Meskipun kurang terpenuhinya faktor-faktor kesiapan berubah individual dapat menyebabkan penolakan dan menghambat perubahan, penolakan terhadap perubahan sendiri perlu dicari sumbernya, apakah berasal dari aspek perilaku, afektif, atau kognitif (Piderit, 2000). Oreg, Nevo, Metzer, Leder, dan Castro (2009) mengukur penolakan terhadap perubahan berdasarkan ketiga aspek tersebut, sehingga mendapatkan empat dimensi penolakan terhadap perubahan, yaitu keenggganan meninggalkan rutinitas, reaksi emosional terhadap perubahan, fokus jangka pendek, dan kekakuan kognitif. Pengukuran terhadap keempat dimensi tersebut akan menunjukkan sumber-sumber penolakan berasal dari individu yang menghadapi perubahan.

Penelitian-penelitian terdahulu mengenai kesiapan berubah dan penolakan terhadap perubahan memasukkan aspek demografi individu, yaitu usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, titel pekerjaan, dan jenis kelamin sebagai atribut individu yang ikut diteliti untuk mengidentifikasi respon pegawai terhadap kesiapan dan penolakan terhadap perubahan di organisasi berdasarkan atributnya. Masa kerja, jenis pekerjaan, dan usia berdampak pada tingkat kesiapan berubah dan kecenderungan penolakan perubahan (Oreg et al., 2009; van Dam, Oreg, & Schyns, 2008; Saksvik & Hetland, 2009; Rusly, Sun, & Corner, 2015), sedangkan penelitian lainnya menunjukkan demografi pegawai tidak berkontribusi pada kesiapan

(9)

9 berubah dan penolakan (Saksvik & Hetland, 2009; Stewart, May, McCarthy, & Puffer, 2009; Zayim & Kondakci, 2015). Oleh karena itu, penelitian ini akan memasukkan atribut individu, yaitu usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, dan jenis kelamin, serta titel pekerjaan, yaitu Dosen Tetap dan Tenaga Kependidikan sebagai aspek-aspek yang akan diteliti untuk melihat responnya terhadap kesiapan berubah dan penolakan terhadap perubahan di Poltek APP.

1.2.Rumusan Masalah

Perubahan bentuk dari akademi menjadi politeknik berdampak pada perubahan keorganisasian pada Poltek APP. Mulai awal tahun 2015, Poltek APP telah melaksanakan perubahan pada level organisasinya karena tuntutan dari peraturan dan kebijakan pemerintah yang mengharuskan APP mengikuti target pemerintah untuk berubah menjadi politeknik pada tahun 2015 bersama ketujuh sekolah tinggi lainnya yang berada di bawah pengelolaan Kemenperin. Namun perubahan pada level organisasi tersebut belum diikuti oleh perubahan pada level grup dan individu di dalam organisasi. Sedangkan menurut Whelan-Berry et al. (2003), perubahan level organisasi selaras dengan perubahan yang terjadi pada level grup dan individu. Jika perubahan pada level individu tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi perubahan pada level grup, dan akhirnya berdampak negatif pada perubahan level organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi kesiapan berubah dan analisis sumber-sumber penolakan terhadap perubahan di Poltek APP untuk menemukan dan menganalisis terhambatnya perubahan pada level individu.

(10)

10 1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Seberapa tinggi kesiapan berubah individual pada proses perubahan di Politeknik APP Jakarta?

2. Apa sumber-sumber penolakan terhadap perubahan di Politeknik APP Jakarta? 3. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesiapan berubah dan sumber-sumber penolakan terhadap perubahan berdasarkan atribut pegawai (jenis kelamin, titel pekerjaan, tingkat pendidikan, usia, dan masa kerja)?

1.4.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengevaluasi kesiapan berubah individual pada proses perubahan di Politeknik APP Jakarta.

2. Menganalisis sumber-sumber penolakan terhadap perubahan di Politeknik APP Jakarta.

3. Menganalisis tingkat kesiapan berubah dan sumber-sumber penolakan terhadap perubahan berdasarkan atribut pegawai.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi Poltek APP, kalangan akademisi, dan penulis sendiri, sebagai berikut:

1. Manfaat bagi Poltek APP: menggunakan hasil analisis kesiapan berubah dan penolakan terhadap perubahan dalam penelitian ini sebagai masukan dan bahan

(11)

11 kajian untuk merumuskan kebijakan intervensi perubahan agar lebih tepat sasaran.

2. Manfaat bagi kalangan akademisi: menggunakan hasil penelitian ini dan implikasi manajerialnya sebagai tambahan literatur mengenai aplikasi model analisis kesiapan berubah dan penolakan terhadap perubahan di organisasi pemerintahan.

3. Manfaat bagi penulis: menggunakan proses, hasil penelitian, dan implikasi manajerialnya sebagai bahan pembelajaran di bidang perubahan keorganisasian, kesiapan berubah, dan penolakan terhadap perubahan, dengan harapan dapat menjadi bekal pengalaman untuk bekerja di organisasi tempat penulis bertugas.

1.6.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut: 1. Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai Politeknik APP Jakarta.

2. Penelitian ini menganalisis kesiapan berubah individual dan sumber-sumber penolakan terhadap perubahan pada proses perubahan di Politeknik APP Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk menyebarluaskan pengetahuan dan ketrampilan kepada para penjual umbi- umbian di Pasar Telo Karangkajen

terlibat melakukan transaksi tidak harus bertemu atau berhadapan secara langsung. Bisa saja para pihak yang telah melakukan transaksi tersebut berada pada tempat atau.

Faktor-faktor yang mempengaruhi WTP peserta terhadap Asuransi Syariah Fulnadi adalah adanya asuransi lain yang diikuti oleh responden, tingkat premi yang diberikan, serta

Yang disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana strata satu pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammdiyah Surakarta sejauh

PEMBUATAN FILM PENDEK TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA DENGAN TEKNIK CONTINUITY EDITING SEBAGAI UPAYA.. PENYADARAN

MANAJEMEN TRAFO TERHADAP BEBAN MAXIMUM YANG BERPENGARUH PADA EFESIESI TRAFO DI PT.PLN