• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Relevan Sebelumnya

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang telah peneliti lakukan bahwa penelitian kompositum bahasa Muna belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun, penelitian yang relevan dengan penelitian ini telah diperoleh data tentang tulisan kata majemuk dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Universitas Muhammadya Malang dan tulisan tentang ajektiva bahasa Muna dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mahasiswa yang menulis skripsi tersebut adalah seperti berikut ini.

Eva Mariati Saragih (2011) dalam skripsinya yang berjudul kata mejemuk dalam bahasa Simalangun. Permasalahan dalam penelitianya ada tiga yakni (1) bagaimanakah bentuk kata majemuk dalam bahasa Simalungun? (2) bagaimanakah pola kata majemuk dalam bahasa Simalungun? dan (3) bagaimanakah makna kata majemuk dalam bahasa Simalungun?. Sesuai dengan hasil penelitiannya bahwa Eva menyimpulkan makna kata majemuk bahasa Simalungun diuraikan menurut kelas kata kata majemuk. Makna kata majemuk timbul akibat adanya proses morfologis yaitu afiksasi dan reduplikasi. Perubahan makna kata majemuk kata benda timbul karena proses afiksasi yaitu „alat‟ dan „tempat‟, dan perubahan makna karena proses reduplikasi yaitu „jamak‟ dan „menyerupai‟. Perubahan makna kata majemuk kata

(2)

kerja timbul karena proses afiksasi yaitu „memakai‟ ,‟memiliki‟, „menanam‟, „memelihara‟, dan „kausatif‟. Makna kata majemuk kata kerja karena proses reduplikasi yaitu „berulang-ulang‟. Makna kata majemuk kata sifat karena proses afiksasi yaitu „sifat‟. Makna kata majemuk kata sifat yang timbul karena proses reduplikasi yaitu „jamak‟.

Rosdiana Shite (2007) dalam skiripsinya yang berjudul Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba. Masalah dalam penelitian adalah 1) bagaimanakah wujud kata majemuk bahasa Batak Toba?, 2) bagaimanakah pola kata majemuk bahasa Batak Toba?, dan 3) bagaimanakah makna kata majemuk bahasa Batak Toba?. Hasil penelitianya adalah kata majemuk dalam bahasa Batak Toba adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang menimbulkan makna baru dan gabungan kata tersebut tidak dapat disisipi kata lain, misalnya na „yang‟. Kata majemuk bahasa Batak mempunyai tiga ciri yaitu ciri prakategorial, ciri morfologis dan ciri sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan dan kata majemuk berulang, Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M dan M-D. Maknanya adalah jamak, jumlah, tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang, memakai, memiliki, menanam, memelihara, saling, kausatif dan sifat.

Dari kedua kajian relevan di atas, persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang kompositum. Perbedaannya adalah pada objek penelitian. Eva objek penelitianya adalah bahasa Simalungun, Rosdiana pada bahasa Batak Toba sedangkan penelitian ini objeknya adalah bahasa Muna. Perbedaan lain adalah pada permasalahan yang diangkat. Permasalahan yang diangkat oleh Eva dan

(3)

Rosdiana sama-sama melihat bentuk, pola dan makna, sedangkan di dalam penelitian ini hanya fokus pada dua permasalahan yaitu jenis-jenis dan makna kompositum bahasa Muna. Selain itu, teori-teori digunakan oleh Eva dan Rosdiana merujuk pada konsep Badudu (1978) dan Ramlan (1972), sedangkan penelitian ini merujuk pada konsep Harimurti (2007) dan Muslich (2008).

Kajian yang relevan selanjutnya oleh Asmi (2005) dengan judul skripsi Ajektiva Bahasa Muna. Permasalahan yang diangkat yaitu 1) bagaimana ciri ajektiva bahasa Muna?, 2) bagaimana bentuk ajektiva bahasa Muna, 3) bagaimana sifat ajektiva bahasa Muna? dan 4) bagaimana makna ajektiva bahasa Muna?. Pada hasil penelitianya terkait dengan permasalahan yang kedua terdapat bentuk ajektiva majemuk. Bentuk ajektiva majemuk masih berhubungan dengan penelitian ini. Ajektiva bentuk majemuk bisa dikatakan kompositum. Uraian bentuk majemuk hanya berupa dasar karena Asmi fokus penelitian bukan bentuk majemuk. Persamaan lain dengan penelian ini terlatak pada objek penelitian yaitu bahasa Muna. Perbedaannya adalah pada fokus penelitian. Asmi fokus penelitiannya adalah pada ajektiva bahasa Muna sedangkan pada penelitian ini fokus penelitian yaitu kompositum bahasa Muna.

(4)

2.2 Kajian Teori

Penelitian dikatakan ilmiah ketika ada kajian teori yang mendukung atau landasan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Oleh karena itu, sebagai landasan teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

2.2.1 Kata

Istilah kata sering didengar dan sering kita gunakan. Bahkan kata ini hampir setiap hari dan setiap saat selalu kita gunakan dalam segala kesempatan dan segala keperluan. Dalam hubungan ini, Qodratillah (2011: 217) menyatakan bahwa kata itu adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan dan mengandung makna. Pengertian kata ini lebih diperluas lagi oleh Pateda (2009: 97) yang menyimpulkan kata berdasarkan beberapa pendapat para ahli bahwa kata adalah (1) merupakan momen bahasa “taal momen”; (2) kata dapat dipindahkan “uitennplaatsbaar”; (3) kata dapat disosialisakan “isoleeebaar”; (4) kata dapat ditukar “omstelbaar”.

Crystal (dalam Ba‟dulu, dkk, 2004: 4) menjelaskan bahwa kata adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Lebih lanjut Putrayasa (2010: 44) menguraikan bahwa kata adalah bentuk bebas terkecil yang mempunyai kesatuan fonologis yang mengandung satu pengertian, sedangkan Finoza (2010: 80) lebih singkat lagi menjelaskan bahwa kata adalah satuan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kata adalah media bahasa yang berbentuk kecil, dapat berdiri

(5)

sendiri, dan mempunyai makna. Misalnya kata dalam BM kaharo “sapu”, tende “lari”, ajhati “adat”.

2.2.2 Kompositum

Percakapan sehari-hari baik pada bahasa Indonesia maupun bahasa daerah memiliki gabungan dua kata atau lebih yang memiliki makna baru. Gabungan ini merupakan kompositum atau biasa dikenal dengan sebutan kata majemuk, bentuk majemuk, persenyawaan dan pemajemukan. Chaer (2003: 105) menjelaskan bahwa konsep kata majemuk mempunyai satu pengertian atau membentuk pengertian lain akhirnya menyeret. Kemudian Chaer (2007: 108) memperluas lagi konsep pengertian komposisi. Komposisi adalah hasil penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru. Misalnya lalu lintas, daya juang dan rumah sakit. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muslich. Muslich (2008: 57) menjelaskan yang dimaksud dengan proses pemajemukan atau komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relativ baru. Misalnya kamar tidur, keras kepala, sapu tangan.

Selanjutnya Warsie (2012: 45) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata majemuk adalah gabungan yang memiliki makna baru, dan makna baru yang terbentuk bukan merupakan gabungan makna dari unsur-unsur pembentuknya, sedangkan menurut Harimurti (2007: 104-105) yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi adalah proses penggabungan dua leksem atau

(6)

lebih yang membentuk kata. Output proses itu disebut paduan leksem atau kompositum yang menjadi calon kata majemuk. Misalnya buta warna, daya juang dan lain-lain.

Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas, peneliti dapat meyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kompositum adalah proses bergabunganya dua morfem dasar baik yang bebas maupun terikat atau leksem atau kata menjadi padu dan tidak bisa dipisahkan antara unsur-unsurnya kemudian proses ini akan menggeser makna kedua gabungan unsurnya tersebut sehingga menghasilkan makna baru. Misalnya dalam BM gabungan unsur kabhala “besar” dan wubha “mulut” menjadi kabhala wubha “besar mulut” yang artinya rakus.

Sebelum melangkah kesub berikutnya perlu diketahui bahwa kompositum bahasa Indonesia, ada dua pendapat. Pendapat pertama, mengatakan kompositum dalam bahasa Indonesia itu ada dan pendapat kedua bahwa kompositum bahasa Indonesia itu tidak ada. Pendapat kedua mengatakan bahwa bahasa Indonesia tidak ada kompositum dilatarbelakangi anggapan bahwa tidak ada perbedaan struktur antara unsur-unsur yang terdapat dalam frasa. Kompositum dan frasa sepintas sukar dibedakan sebab paling tidak keduanya terdiri atas bentuk dasar. Dari kedua pendapat tersebut, peneliti mengikuti pendapat pertama bahwa dalam bahasa Indonesia ada kompositum. Hal ini telah diberikan ciri oleh Harimurti (2007: 104-105) perbedaan antara frasa dan kompositum. Secara empiris ciri-ciri di bawah ini membedakan kopositum atau paduan leksem atau kata majemuk dari frasa.

(7)

1) ketaktersisipan; artinya di antara komponen-komponennya kompositum tidak dapat disisipi apapun. Buta warna merupakan kompositum karena tidak dapat disisipi apapun sedangkan alat negara merupakan frasa karena karna dapat disispi partikel dari, menjadi alat dari Negara.

2) ketakterluasan; artinya komponen kompositum itu masing-masing tidak dapat dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk semua komponennya sekaligus. Misalnaya kompositum kereta api dapat dimodifikasikan menjadi perkeretaapian.

3) ketakterbalikan; artinya komponen kompositum tidak dapat dipertukarkan. gabungan seperti bapak ibu, lebih kurang bukanlah kompositum, melainkan frasa koordinatif karena dapat dibalikan. Kontruksi seperti arif bijak sana, hutan belantara, bujuk rayu bukanlah frasa melainkan kompositum.

2.2.3 Jenis-jenis kompositum menurut para ahli

Setiap pokok pembahasan dalam kajian morfologi bahasa Indonesia pasti memiliki jenis-jenis misalnya afiksasi yang memiliki beberapa jenis yakni sufiks, konfiks, prefiks dan lain-lain. Begitu juga dengan kompositum pasti memiliki beberapa jenis. Mess (dalam Pateda: 2009-114) membagi persenyawaan menjadi tiga jenis yakni: 1) persenyawaan gabungan atau dwandwa misalnya laki bini, kaya miski, 2) persenyawaan determinatif atau tatpurusya yakni bagianya saling menerangkan misanya ibu kota, orang tua, kereta api dan lain-lain, 3) persenyawaan persesif atau bahuwrihi yakni yang menyatakan sifat seperti yang diberikan oleh kata-kata itu. Misalnya pancasila, segitiga dan sebagainya. Muchlis (2008: 62) membagi

(8)

kompositum atas tiga jenis berdasarkan hubungan unsur-unsur pendukungnya yakni 1) bentuk majemuk yang unsurnya pertama diterangkan (D) oleh unsur kedua (M), 2) Bentuk majemuk yang unsur pertama menerangkan (M) unsur kedua (D), dan 3) Bentuk majemuk yang unsur-unsurnya tidak saling menerangkan tetapi hanya merupakan rangkaian yang sejajar (kopulatif). Ketiga bentuk majemuk ini akan diuraikan lagi seperti berikut ini.

Bentuk majemuk jenis pertama dapat dibedakan lagi atas dua macam yaitu (1) karmadharaya dan (2) tatpurusa. Bentuk majemuk dikatakan karmadharaya apabila unsur kedua (sebagai M) berkelas kata sifat dan dikatakan tatpurusu apabila unsur kedua (sebagai M) berkelas kata selain kata sifat. Contoh kompositum karmadharaya adalah kompositum orang kecil, hari besar, meja hijau dan lain-lain, Sedangkan contoh kompositum tatpurusa adalah kompositum meja tulis, ruang tamu, kamar mandi.

Bentuk majemuk jenis kedua pada umumnya berasal dari unsur serapan terutama dari bahasa Sanskerta. Misalnya perdana mentri, bumi putra, purbakala, bala tentara dan sebagainya. Bentuk-bentuk ini sudah tidak produktif lagi karena saat ini orientasinya sudah tidak diarahkan pada bahasa Sanskerta.

Bentuk majemuk ketiga biasa disebut dwandwa. Apabila dilihat dari hubungan makna antarunsurnya, ada yang setara, ada yang berlawanan, dan ada yang bersinonim misalnya, hubungan setara: kaki tangan, daya juag, tanggung jawab, hubungan berlawanan: jual beli, simpan pinjam, ibu papak dan hubungan bersinonim: hancur lebur, pucat pasi dan sebagainya.

(9)

Muslich (2008: 63) kembali membagi dua jenis berdasarkan jumlah unsurnya yakni 1) kata majemuk berunsur dari dua buah bentuk misalnya orang tua, anak muda, rumah monyet; dan 2) kata majemuk berunsur lebih dari dua bua unsur misalnya senjata makan tuan, apa boleh buat dan lain-lain. Berbeda lagi dengan Harimurti. Harimurti lebih luas membagi jenis-jenis kompositum bahasa Indonesia.

Harimurti (2007: 109-153) mengklasifikasikan kompositum menjadi lima golongan yakni 1) Kompositum subordinatif subtantif atau biasa disebut tipe A, 2) Kompositum subordinatif atribut atau biasa disebut dengan tipe B, 3) Kompositum koordinatif atau biasa disebut tipe C, 4) Kompositum berpoleksem ata biasa disebut tipe D dan 5) Kompositum sintetis atau biasa disebut dengan tipe E.

1) Tipe A kompositum subordinatif subtantif

Tipe ini mencakup 19 subtipe. Kesamaan di antaranya adalah semua kompositum memiliki kompositum subtantif dan tidak ada penghubung berupa partikel atau afiks di antara komponen-komponennya. Adapun 19 subtipe tersebut sabagai berikut.

(1) Tipe A1 : a bagian dari b (urutan bagian–keutuhan)

Sebagian besar dari tipe ini merupakan kompositum yang komponen awalnya berupa kata anak, batang, biang, bibir, kepala, buah, daun, ibu, hidung, induk, indung, jantung, kaki, kepala, mata, perut, tajuk dan tangan. Misalnya kompositum anak air, batang air, bibir jalan, buah baju, daun pintu, ibu kota, induk bala, indung madu, mata bisul, kepala suku, hidung mobil dan buah pantat dan lain-lain.

(10)

(2) Tipe A2 b di-a (kan) (urutan perbuatan–sasaran)

Walaupun golongan kompositum ini mempunyai urutan yang sesuai dengan sintaksis bahasa Indonesia, yaitu urutan VO ada beberapa ciri yang menjadi dasar dimasukanya sebagai kontruksi asintaksis: (a) sebagai kompositum golongan ini berkelas nominal, bukan verbal jadi bukan merupakan frase verbal, (b) obyek langsung dalam kompositum ini tidak dapat dijadikan subyek dan (c) tidak ada afiks penanda verba leksem pertama. Misalnya alih bahasa, belah batang, bina raga, goreng kacang, ikat kepala, tata usaha, lomba lari dan lain-lain.

(3) Tipe A3: a yang di-b- (kan) atau a hasil pe-b-an (urutan benda–perlakuan)

Kompositum ini terjadi dari leksem nominal dan leksem verbal. Leksem pertama merupakan sasaran perbuatan leksem kedua. Misalnya alat gesek, anak asuh, ayam goring, nara pidana, nasi dandang, peluru kendali dan lain-lain.

(4) Tipe A4; a dengan b (urutan perbuatan–alat)

Kompositum ini terjadi dari leksem verbal diikuti leksem nominal yang dapat diberi makna alat. Misalnya hormat senjata, mandi suap dan sebagainya,

(5) Tipe A5; a secara b (urutan perbuatan-cara)

Kompositum ini terjadi dari leksem verbal diikuti beberapa jenis leksem yang dapat diberi makna „cara‟. Misalnya cetak biru, kerja bakti, hukum gantug dan lain-lain.

(11)

(6) Tipe A6; a untuk keperluan b (urutan perbuatan–tujuan)

Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti oleh berbagai jenis yang dapat diberi makna tujuan. Misalnya sumpah jabatan, tindak lanjtu, turun main, temu wicara dan lain-lain.

(7) Tipe A7; a untuk b (urutan benda atau yang dibendakan–tujuan atau maksud) Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti oleh berbagai jenis leksem yang dapat diberi makna tujuan. Misalnya abu gosbok, ayam daging, kawan bicara, daya guna, jalan masuk dan lain-lain.

(8) Tipe A8; a tempat b (urutan tempat–perbuatan atau keadan)

Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti berbagai jenis leksem yang dapat diberi makna pekerjaan atau keadaan. Misalnya bengkel kerja, rumah makan, jalan pintas dan lain-lain.

(9) Tipe A9; a bersumber pada b (urutan hasil–penghasil)

Kompositum tipe ini terjadi dari leksem nominal diikuti berbagai jenis leksem. Dalam kompositum ini leksem kedua menjadi sumber atau penyebab adanya leksem pertama atau penghasil adanya leksem pertama. Misalnya abang kandung, buah mimpi, kabar angin, daya batin dan lain-lain.

(10) Tipe A10; a ada di b (ururtan benda–tempat)

Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti leksem berbagai kelas. Leksem kedua itu dapat ditafsirkan sebagai tempat bagi leksem pertama. Misalnya bajak laut, kapal laut, uang muka dan lain-lain.

(12)

(11) Tipe A11; b menerangkan a (urutan benda–keadaan)

Kompositum ini terjadi dari leksem nominal diikuti leksem berbagai kelas. Leksem kedua dapat ditafsirkan sebagai yang menunjukan keadaan leksem pertama. Urutan komponen-komponen dalam kompositum ini bserupa dengan frasa yang berkontruksi DM. Walaupun begitu, kompositum ini tidak digolongkan frase, karena komponen-komponennya tidak dapat digabungkan dengan yang. Misalnya angin sakal, bungai rampai, ubi rambut dan lain-lain.

(12) Tipe A12: a memakai b (urutan benda–alat)

Kompositum ini terjadi kompositum leksem nominal diikuti leksem nominal. Leksem nominal kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai alat dan pelengkap leksem pertama. Misalnya ban angin, sumpah pocong, nasi rawon dan lain-lain.

(13) Tipe A13: a menguasai b (urutan penguasa yang dikuasi). Misalnya kuasa usaha, nara sumber, tuan kebun dan lain-lainl.

(14) Tipe A14: b bekeadaan a (urutan hal–banda atau yang dibendakan).

Kompositum ini terjadi dari leksem verbal atau ajektival dan leksem nominal atau nominal deverbal. Leksem petama dapat ditafsirkan sebagai predikator leksem kedua. Misalnya salah anggapan, tata tertib, wajib belajar dan lain-lain.

(15) Tipe A15: a menghasilkan b

Kompositum ini terjadi dari leksem obat dan leksem lain. Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai a menghilangkan b. Ini berlainan dengan bentuk lain dengan obat seperti obat kuat, obat bius dan sebagainya yang merupakan A7.

(13)

(16) Tipe A16; b terjadi pada b (urutan waktu-kejadian)

Kompositum ini terjadi dari dua komponen, yang pertama bermakna waktu dan yang kedua kejadian. Misalnya, bulan madu, musim dingin, hari jadi dan lain-lain.

(17) Tipe A17; a terjadi pada b (urutan kejadian-waktu)

Kompositum ini terjadi dari dua komponen yang pertama bermakna kejadian dan yang kedua bermakna waktu. Misalnya doa malam, kuliah subuh, kuliah subuh dan lain-lain.

(18) Tipe A18: a berupa b

Kompositum ini terjadi dari leksem utang dan leksem nominal lain. Misalnya, utang budi, utang kepala, utang nyawa dan lain-lain.

(19) Tipe A19: a bergerak dibidang b atau a biasa melakukan b

Kompositum ini terjadi dari leksem jago, juru, pandai, tukang, utas, diikuti oleh leksem nominal atau leksem verbal. Misalnya, jago balap, juru muat, utas perigi dan tukang pungut.

2) Tipe B kompositum subordinatif atribut

Tipe B mencakup 16 subtipe. Kesamaan di antaranya ialah bahwa semua kompositum ini merupakan kompositum atributif (yang sebagian besar juga berfungsi secara predikatif) dan sebagai satuan maknanya tergantung dari nomina di luar kompositum itu, jadi bersifat peka konteks. Kompositum ini bersifat subornitaf. (huruf a kecil dan b kecil untuk menandai komponen-komponen kompositum. tanda X dipakai untuk menandai nomina di luar kompositum itu, yang dapat menjadi induk

(14)

bersama dengan kompositum itu sebagai modifikator. Unsur lain di luar ditandai dengan Y.

(1) Tipe B1: b dari atau di X adalah a

Ciri yang yang menyolok dari kompositum ini adalah komponen nomina itu merupakan milik, bagian dari, atau di X yaitu nomina yang ada di luar kompositum itu sehingga kompositum berat hati tidak sulit untuk ditafsirkan sebagai beratku/mu/nya.

(2) Tipe B2: a dari atau di X adalah b

Urutan leksem dalam beberapa di antara kompositum ini merupakan kebalikan dari tipe B1. Misalnya, kepala berat dengan berat kepal, mata rambang dengan rambang mata, hampa tangan dengan tangan hanpa.

(3) Tipe B3: urutan predikat X-obyek

Kompositum ini terjadi dari komponen pertama berupa verba diikuti oleh nomina yang berfungsi sebagai obyek atau pelengkap. Urutan komponen-komponen kompositum tipe ini sama benar dengan urutan komponen frasa verbal, misalnya angkat tangan dengan mengangkat tangan, turun tangga dengan menuruni tangga tetapi kompositum tanpa berafiks me itu bersifat idiomatis. Contoh kompositum tipe ini adalah adu cepat, banting tulang, cuci muka, goyang pinggul dan lain-lain

(15)

(4) Tipe B4; X berkeadaan atau melakukan b secara atau dengan a (urutan keterangan-atributif X)

Kompositum ini terjadi dari dua leksem, leksem yang kedua merupakan predikat dari X, leksem pertama merupakan keterangan atas predikat tersebut. Misanya, asal beli, buruk ambil, kurang jadi, salah bikin dan lain-lain.

(5) Tipe B5; X ada dalam keadaan a dalam hal atau dalam hubungan dengan b (urutan atribut X-jangkauan)

Tipe ini dapat diberi tafsiran X dalam hal atau ditinjau dari b ada adalam keadaan x. Misalnya, ada angin, bawah angin, berat anak dan lain-lain.

(6) Tipe B6; a karena b (urutan predikat X-sebab)

Kompositum ini dapat ditafsirkan X berkeadaan karena b. Misalnya, buang air, busung lapar, mandi angin, masak tangan dan lain-lain.

(7) Tipe B7; a secara b (urutan predikat X-cara)

Kompositum ini dapat ditafsirkan X berkeadaan secara b. Misalnya, gagal total, kawin lari, mogok duduk, terima salah dan lain-lain.

(8) Tipe B9; a sebanyak b (urutan predikat X-jumlah)

Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan a sebanyak b. Misalnya, kembar lima, lipat banyak, lipat dua dan lain-lain.

(9) Tipe B9; a terhadap b (urutan predikat X-lawan)

Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X dalam keadaan a terhadap b. misalnya, kedap air, tahan api, tahan tangan dan lain-lain.

(16)

(10) Tipe B10; a serupa b (urutan predikat X-rupa)

Kompositum in dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan serupa atau sebagai b. Misalnya, bulat telur, buta ayam dan lain-lain.

(11) Tipe B11; a oleh b (urutan predikat-pelaku)

Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berkeadaan a oleh b. Misalnya banjir buan, penuh air, tembus mata dan lain-lain.

(12) Tipe B12; a ke b (urutan predikat-tempat)

Kompositum ini dapat ditafsirkan sebagai X berbuat a ke arah atau ke tempat b. Kompositum ini mempunyai padanan sintaksis berupa gabungan leksem yang dihubungkan dengan prepesisi ke. Misalnya, masuk desa dengan masuk ke desa, pulang kandang dengan pulang ke kandang dengan perbedaan makna.

(13) Tipe B13; X menjadi b (urutan predikat-perubahan keadaan)

Kompositum ini diawali dengan leksem yang memperlihatkan perubahan X. Misalnya, jatuh cintah, masuk belanda, naik besar, pergi haji dan lain-lain.

(14) Tipe 14; X me-a sehingga Y b (urutan predikat-akibat)

Tipe ini merupakan gabungan antara perbuatan dan akibat yang ditimbulaknya pada benda lain. Misalnya, bagi rata, pukul mundur dan lain-lain. (15) Tipe B15; X a Y dalam keadaan b (perbuatan-keadaan obyek)

Tipe ini terjadi dari leksem verbal diikuti oleh leksem yang menerangkan obyek. Misalnya, tahu ada, tahu beres, tangkap basah dan lain-lain.

(17)

(16) Tipe B16; a dari X mempunyai ciri b(urutan benda-rupa)

Tipe ini terjadi leksem nominal diikuti oleh leksem nominal lain yang sebagai kesatuan menangkan rupa X dan berfungsi sebagai predikat X. Misalnya, kepala angin, mata keranjang, mata uang dan lain-lain.

3) Tipe C kompositum koordinatif

Tipe ini seluruhnya bersifat koordinatif. Urutan komponennya tetap dan tidak dapat dibalikan atau ditukar posisinya. Ciri tersebut membedakanya dengan gabungan leksem yang dapat dibalikan seperti bapak ibu dan ibu babak, pulang pergi dan pergi pulang, lebih kurang dan kurang lebih yang memberi kesempatan kepada pemakai bahasa memilih mana yang akan didahulukan atau mengungkapkan apa yang dimaksud. Tipe ini mencakup 7 subtipe. Klasifikasi dilakukan berdasrkan hubungan makna di antara komponen-komponennya. (1) Tipe C1; a bersinonim b, misalnya adat istiadat, gagah perkasa dan lain-lain, (2) Tipe C2 a dan b saling melengkapi misalnya akal budi, arah tujuan, asal usul dan lain-lain, (3) Tipe C3 a berprosisi dengan b misalnya atas bawah, bongkar pasang dan sebagainya. (4) Tipe C4 a pria, b wanita misalnya ayah bunda, dewa dewi dan lain-lain, (5) Tipe C5; a lebih tua daripada b misalnya anak cucu, kakak adik, tua muda dan lain-lain, (6) Tipe C6; b akibat a misalnya basah kuyuk, rusak binasa, terus terang dan lain-lain, dan (7)Tipe C7 a lalu b misalnya ambil alih, sekali dunia, peluk cium, tanya jawab dan lain-lain. 4) Tipe D kompositum berproleksem

Tipe ini merupakan gabungan proleksem dan leksem. Di antara proleksem yang dimaksudkan di sini ada yang menjadi bentuk bebas, yaitu anti, non, pro. Perlu

(18)

dicatatat bahwa anti dan pro sebagai bentuk bebas sudah terpakai dalam bahasa Belanda yang menjadi bahasa perantara dalam proses peminjaman bentuk-bentuk itu. Misalnya kompositum yang proleksem a anasional, adi adibusana, desa desa sila, anti korupsi, alofon, diskredit dan laia-lan.

5) Tipe E kompositum sintetis

Dalam bahasa Indonesia terdapat kompositum yang terjadi dari bentuk yang secara morfologi terikat dan bentuk yang secara morfologi bebas, atau bentuk terikat dan bentuk terikat. Kompositum semacam itu berasal dari bahasa asing dan sebagian besar merupakan kosa ilmu dan teknologi. Misalnya kompositum bentuk terikat dan bentuk bebas : afro asia, dekameter, purbakala, bentuk teikat dan bentuk terikat eksogami, etnologi, dan lain-lain.

2.2.4 Makna Kompositum

Sebelum membahas makna kompositum, ada baiknya akan dibahas masalah makna sebagai dasar untuk menentukan makna kompositum. Persoalan makna yang berhubungan dengan kata, Djajasudarma (2012: 7) telah menguraikan definisi tantang makna, bahwa makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Setiap kata memiliki makna leksikal tetapi ketika beberapa kata digabungkan maka makna dari kata-kata tersebut akan beruba seperti kompositum yang memiliki makna gramatikal. Untuk mengetahui makna kompositum, Pateda (2009: 146) menjelaskan bahwa dalam makna kata majemuk dapat ditelusuri melalu kategori kata yang membentuknya. Makna kata majemuk dalam bahasa Indonesia berkategori verbal, nomina, adjektiva dan sebagainya.

(19)

1) Verbal

Yang dimaksud dalam kategori Verbal adalah semua kata yang menyatakan kegiatan atau lakuan. Sebagai contoh makna kata majemuk pada kata yang berkategori verbal antara lain:

i. Melaksanakan kegiatan, misalnya bunuh diri, tatap muka ii. Penyebab misalnya gegar otak, mabuk laut

iii. Untuk misalnya barani mati, mabuk laut dan lain-lain. 2) Nomina

Yang dimaksud dengan berkategori nomina adalah makna berupa dari semua benda dan segala yang dibendakan. Sebagai contoh makna kata majemuk yang berkategori nomina antara lain:

i. Tempat misalnya rumah makan ii. Kepunyaan misalnya kaki meja iii. Tentang misalnya tata kota 3) Ajektiva

Makna kata majemuk yang berkategori ajektiva artinya makna kata yang menyatakan sifat atau hal sebuah keadaan atau sesuatu. Contoh makna sifat misalnya baik budi, panjang tangan dan sebagainya.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tersebut menunjukan bahwa analisis efektivitas pada ADD terlihat beragam di Kabupaten Deli Serdang, jika dilihat dari analisis lebih lanjut, hal

Atribut ACCOUNTABLE (A) merupakan posisi dimana stakeholder terkait merupakan pihak yang berwenang atau memiliki kekuasaan tertinggi terhadap berbagai aset terkait

Parfum Laundry Gunungsitoli Selatan Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI JENIS PRODUK

Sedangkan untuk mengetahui WTP terhadap sistem tarif parkir dilakukan penyebaran kuesioner dengan format pertanyaan berdasarkan metode Choice Modelling yang merupakan salah

Manajemen Penerbitan Memastikan Proses Submission Naskah sampai Publish secara elektronik Editor @ Section Editor Reviewer Copy Editor Layout Proofreader 1.. Editor

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

Lembar jawaban SR01 pada soal nomor 3 diketahui bahwa subjek kurang memahami soal dengan baik, pemahaman soal dan pemikiran suatu rencana siswa belum memahaminya.

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan