TINGKAT KEMISKINAN
5.1. Hasil Estimasi Model Ekonometrika
Setelah dilakukan respesifikasi-respesifikasi terhadap model desentralisasi fiskal Provinsi Riau, diperoleh 28 persamaan yang terdiri 18 persamaan struktural dan 10 persamaan identitas. Hasil estimasi model dengan menggunakan metode ekonometrik 2SLS (two stage least squares) menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel-variabel endogen dalam model yaitu terhadap 18 persamaan struktural tersebut. Hasil analisis terhadap variabel endogen masing-masing akan dijelaskan.
Keragaan umum hasil estimasi model ekonometrika yang terdiri dalam 4 blok secara keseluruhan menunjukkan hasil yang baik. Semua peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam persamaan mempunyai tanda yang sesuai dengan harapan dilihat dari teori ekonomi. Evaluasi hasil estimasi berdasarkan kriteria statistika yaitu lebih dari 80 persen persamaan memiliki nilai R2 di atas 0.70, nilai
Dw berkisar antara 0.6 - 2.171 dan secara umum parameter peubah penjelas
signifikan pada taraf nyata α < 25 %. Meskipun demikian, secara umum variabel eksogen yang dimasukkan dalam persamaan mampu menjelaskan keragaman setiap variabel endogennya. Selain kriteria statistik (R2) tersebut, hasil analisis menunjukkan bahwa semua variabel eksogen dan predetermined memiliki tanda yang sesuai dengan dugaan dan berdasarkan teori ekonomi serta kondisi di lapang, hasilnya cukup logis.
Hasil statistik t menunjukkan semua variabel predetermined yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen yang menggunakan taraf nyata atau
α = 25 %. Secara keseluruhan hasil estimasi model cukup representatif menggambarkan fenomena kinerja fiskal dan perekonomian daerah dalam otonomi di Provinsi Riau. Tanda dan besaran parameter estimasi dari keragaan umum ini baik secara teoristis dan logis mampu memperkuat keberadaan model untuk analisis selanjutnya.
5.2. Keragaan Penerimaan Daerah
Keragaan blok penerimaan fiskal daerah ditunjukkan oleh Pajak Daerah (TAXD), Retribusi Daerah (RETRD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Penerimaan Bagi Hasil Pajak (BHTAXD).
5.2.1. Pajak Daerah
Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) dan Konsumsi Masyarakat (KONM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah (TAXD). Parameter estimasi peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) bertanda negatif yang berarti terdapat penurunan jumlah pungutan pajak pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa semakin besar Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) akan berpengaruh terhadap usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan ketersediaan fiskal melalui mekanisme pajak daerah, dan dalam jangka pendek tidak elastis namun dalam jangka panjang memiliki respon yang elastis terhadap penerimaan pajak daerah. Demikian halnya dengan Konsumsi Masyarakat (KONM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah. Pajak daerah memiliki peranan penting setelah desentralisasi fiskal sebagai sumber PAD, sebelum desentalisasi fiskal sumber PAD didominasi dari retribusi
daerah. Hasil regresi dari model-model pada Blok Penerimaan Daerah tertera pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum dan Bagi Hasil Pajak Sumberdaya Alam
Model Variabel Parameter
Estimasi Elastisitas Prob>|T| Kepatutan Statistik SR LR Pajak Daerah (TAXD)
Total Pengeluaran Pemerintah
(TEXP) 0.018028 0.15 1.2 0.0001
Konsumsi Masyarakat (KONM) 0.000069176 0.11 0.16 0.0042 R2=0.8252
Dummy Otonomi (DDF) -23565 0.0182 Fhit = 51.189
Lag TAXD 0.078497 0.2089 DW = 0.923
Retribusi Daerah (RETRD)
Produk Dometik Regional
Bruto (PDRB) -0.00000328 0.76 1.06 0.1669 R2= 0.625 Total Pengeluaran Pemerintah(TEXP) 0.005659 0.45 0.71 0.0001 Fhit =28.262 Dummy Otonomi (DDF) 10841 0.2079 DW = 1.392 Dana Alokasi Umum (DAU)
Total Pengeluaran Pemerintah
(TEXP) 0.319255 0.15 0.18 0.0001
Angkatan Kerja (AKED) -1.499357 1.12 1.14 0.3033 R2=0.9649
Populasi(POP) 1.158344 0.11 0.16 0.0459
Bagi Hasil Pajak Sumberdaya
Alam (BHPJSDA) -0.64378 1.02 1.28 0.0001 Fhit =268.58
Dummy Otonomi(DDF) 348073 0.0366 DW = 2.042
Bagi Hasil Pajak Daerah (BHPJSDA)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1.493081 1.13 1.19 0.0001 R2= 0.9442
Pengeluaran Sektor
Ekonomi(PESE) 0.30203 0.11 0.15 0.0001 Fhit = 287.28
Dummy Otonomi -170301 0.46 0.55 0.0003 DW = 1369
5.2.2. Retribusi Daerah
PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap Retribusi Daerah begitu juga Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Retribusi Daerah (RETRD). Parameter estimasi peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) bertanda positif yang berarti terdapat perbedaan jumlah pungutan retribusi pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal yang menunjukkan peningkatan pungutan retribusi.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa semakin besar PDRB akan berpengaruh terhadap usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan ketersediaan fiskal melalui mekanisme retribusi daerah, dan dalam jangka pendek tidak elastis
namun dalam jangka panjang memiliki respon yang elastis terhadap penerimaan retribusi daerah. Sementara Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) berdampak positif terhadap meningkatnya penerimaan pajak daerah namun respon jangka pendek dan jangka panjangnya tidak elastis terhadap penerimaan retribusi daerah.
5.2.3. Dana Alokasi Umum
Angkatan Kerja Daerah (AKED) dan bagi hasil penerimaan sumberdaya alam (BHPJSDA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU), artinya semakin besar AKED dan BHPESDA maka alokasi DAU terhadap daerah semakin kecil. Sementara Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) dan Jumlah Penduduk (POP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap DAU, artinya semakin besar TEXP dan POP maka alokasi dana perimbangan untuk daerah semakin besar. Peubah Dummy Desentralisasi (DDF) menunjukkan perbedaan yang signifikan jumlah DAU pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal, dimana daerah setelah diberlakukannya desentralisasi fiskal mengalami peningkatan alokasi DAU dan pada saat yang terjadi peningkatan total penerimaan daerah.
Meningkatnya Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) dan Populasi penduduk (POP) signifikan terhadap semakin meningkatnya dana alokasi umum (DAU) dengan respon yang kurang elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa dana alokasi umum (DAU) sebagai instrumen desentralisasi fiskal dan sebagai dana penyeimbang dari pemerintah pusat merupakan sumber utama ketersediaan fiskal (fiskal available) di daerah untuk membiayai kebutuhannya. Sehingga meningkatnya kebutuhan fiskal di daerah sangat direspon oleh meningkatnya transfer dana alokasi umum (DAU).
Salah satu dampaknya pemerintah daerah menjadi berkurang upayanya terhadap meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak dan retribusi, dan akan terjadi kecendrungan pemerintah daerah tergantung terhadap dana alokasi umum (DAU).
Angkatan Kerja Daerah (AKED) dan bagi hasil penerimaan sumberdaya alam (BHPJSDA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU), memiliki respon yang elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap DAU. Semakin besar jumlah PDRB dan AKED maka jumlah alokasi DAU semakin kecil yang diterima daerah. Hal ini menunjukkan bahwa daerah telah memiliki ketersediaan fiskal yang baik, sehingga alokasi DAU semakin kecil dari pemerintah pusat.
Variabel Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) berpengaruh positif dan signifikan terhadap DAU. Hal tersebut menunjukan bahwa setelah desentralisasi fiskal DAU meningkat dibandingkan sebelum desentralisasi fiskal. Peningkatan DAU setelah desentralisasi fiskal merupakan fenomena yang disebabkan karena setelah desentralisasi fiskal pengeluaran rutin dan pembangunan semakin meningkat hingga 100 persen. Aspek peningkatan alokasi dana rutin dan pembangunan di daerah menunjukkan bahwa daerah merespon baik terhadap kebijakan desentralisasi fiskal terutama dalam peningkatan penerimaan dan pengalokasian fiskal. Harapannya fenomena tersebut mampu memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatnya palayanan publik dari anggaran yang tersedia secara seimbang antar sektor.
5.2. 4. Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pengeluaran Sektor Ekonomi (PESE), berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah (BHTAXD). Peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) bernilai negatif yang menunjukkan terjadi penurunan jumlah Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah pada sesudah desentralisasi fiskal.
Bagi hasil pajak merupakan variabel dana perimbangan atau transfer pemerintah pusat, namun menunjukan potensi pemungutan pajak daerah, artinya semakin banyak masyarakat yang sadar bahwa pajak terutama membayar pajak akan meningkatkan perolehan dana bagi hasil pajak.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa semakin besar PAD dan PDRB akan berpengaruh terhadap usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan ketersediaan fiskal melalui mekanisme peningkatan bagi hasil pajak daerah, dan dalam jangka pendek dan jangka panjang memiliki respon yang elastis terhadap Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah. Seme ntara Pengeluaran Sektor Ekonomi (PESE), berdampak positif terhadap meningkatnya penerimaan pajak daerah namun respon jangka pendek dan jangka panjangnya tidak elastis terhadap Penerimaan Bagi Hasil Pajak Daerah
Penerimaan daerah yang terkait dengan hubungan fiskal pusat dan daerah mempertimbangkan tentang karakteristik penduduk seperti jumlah orang miskin, kondisi sumberdaya daerah, seperti luas wilayah dan sumberdaya alam. Berdasarkan hasil kajian Shah (2000) bahwa secara rinci, faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengaloksikan Inpres dan sumbangan daerah otonom (SDO) yaitu jumlah penduduk, jumlah gaji pegawai negeri,
kondisi prasarana, jumlah usia sekolah, kebutuhan obat-obatan, desa tertinggal, dan penduduk miskin.
5.2.5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Total Pendapatan Daerah (TPED)
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah dari berbagai usaha Pemda untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya yang terdiri dari Pajak Daerah (TAXD), Retribusi Daerah (RETRD) dan Laba Usaha milik daerah (LABUD).
Total Pendapatan Daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum dan Khusus (DAU dan DAK), Bagi Hasil Pajak Daerah, Penerimaan Lain-lain dan Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SAPBDTS).
Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) dan Kepadatan Penduduk (KPDK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pajak Daerah (TAXD). Parameter estimasi peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) bertanda positif dan signifikan yang berarti terdapat perbedaan jumlah pungutan pajak pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal yang menunjukkan peningkatan jumlah pungutan pajak. Pajak daerah memiliki peranan penting setelah desentralisasi fiskal sebagai sumber PAD, sebelum desentalisasi fiskal sumber PAD didominasi dari retribusi daerah.
5.3. Keragaan Pengeluaran Daerah
Blok pengeluaran fiskal daerah ditunjukkan dengan adanya Pengeluaran Rutin Daerah (PERDA), Pengeluaran Pembangunan/Pengeluaran Sektor Ekonomi (PESE), dan Pengeluaran Sektor Pelayanan Sosial Umum (PEPSU). Keragaan
Pengeluaran Rutin ditunjukkan oleh Pengeluaran Rutin Gaji (PERGA), dan Pengeluaran Rutin Non Gaji (PERNGA). Sementara keragaan pengeluaran pembangunan/ekonomi ditunjukkan oleh pengeluaran sektor pertanian (PESPER): pertanian dan irigasi. Pengeluaran sektor non pertanian (PESNPER): sektor industri, perdagangan, tenaga kerja, transmigrasi, dan pariwisata. Pengeluaran sektor infrastruktur (PEINF): sektor transportasi dan sektor pembanguna n daerah. Kemudian keragaan Pengeluaran Sektor Pelayanan Sosial Umum (PEPSU) ditunjukkan oleh Pengeluaran sektor pelayanan sosial (PEPSO): pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan agama. Pengeluaran sektor pelayanan umum (PEPUM): sosial politik, hukum, keama nan, iptek, dan aparatur pemerintahan.
5.3.1. Pengeluaran Rutin Gaji
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Rutin Gaji (PERGA). Interaksi peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) dan Jumlah Pegawai Otonom (JPGO) menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pegawai berpengaruh terhadap peningkatan Pengeluaran Rutin Gaji (PERGA) yang signifikan antara periode sebelum dengan sesudah desentralisasi fiskal.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa semakin besar PAD, DAU dan DAK akan berpengaruh terhadap usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan pengeluaran fiskal melalui mekanisme pengeluaran rutin terutama pengeluaran rutin gaji (PERGA), dan dalam jangka pendek tidak elastis namun dalam jangka panjang memiliki respon yang elastis terhadap penerimaan pengeluaran rutin gaji (PERGA) daerah, namun DAK tidak memiliki respon yang elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap PERGA.
Tabel 12. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Rutin Gaji, Pengeluaran Rutin non Gaji, Pengeluaran Sektor Pertanian, Pengeluaran Sektor non Pertanian, Pengeluaran Infrastruktur, Pengeluaran Pelayanan Sosial dan Pengeluaran Pelayanan Umum
Model Variabel Parameter
Estimasi elastisitas Prob>|T| Kepatutan Statistik SR LR Pengeluaran Rutin Gaji (PERGA)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 0.383819 0.65 1.74 0.1874 R2=0.9954
Dana Alokasi Umum
(DAU) 0.151388 0.43 1.55 0.0032
Dana Alokasi Khusus
(DAK) 0.993192 0.03 0.05 0.0001
Jumlah Pegawai (JPGO) 22.04847 0.029 Fhit =2289.6
Dummy Otonomi (DDF) 306035 0.0001 DW = 2.012
Pengeluaran Rutin non
Gaji (PERNGA)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 4.826865 0.72 1.12 0.0001 R2=0.561
Sisa APBD tahun lalu
(SAPBDTS) 0.643801 0.22 0.25 0.0071
Populasi (POP) 1.270016 0.09 0.12 0.0204 Fhit =15.78
Dummy Otonomi (DDF) 389767 0.1968 DW = 1.179 Pengeluaran Sektor Pertanian (PEPER) Total Pengeluaran Pemerintah (TPED) 0.025489 1.75 1.81 0.0001 R2=0.8461
Penyerapan Tenaga kerja
Pertanian (PTKP) 0.355056 0.55 0.62 0.0118
Dummy Otonomi (DDF) 49899 0.0026 Fhit =68.65
Lag PESPER 0.061055 0.2873 DW = 1.371 Pengeluaran Sektor non Pertanian (PESNPER)
Total Pendapatan Daerah
(TPED) 0.058006 1.03 1.24 0.0001 R2=0.8979
Penyerapan Tenaga Kerja
non Pertanian (PTKNP) 0.156778 0.67 0.82 0.4078 Sektor Perdagangan (PDGN) -0.004609 0.51 0.75 0.0889 Fhit =109.9 Dummy Otonomi (DDF) 108565 0.0005 DW = 1.568 Pengeluaran Infrastruktur (PEINF)
Total Pendapatan Daerah
(TPED) 0.187368 1.09 1.14 0.0001 R2=0.915
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) 0.000038569 0.98 1.01 0.0652 Fhit =182.6 Luas Wilayah(LWIL) 6.069424 0.13 0.17 0.0505 DW = 1.643 Pengeluaran Pelayanan Sosial (PEPSO)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 2.724481 0.24 0.29 0.0001 R2=0.6765
Jumlah desa/kelurahan
(JEDEKE) 108.377488 0.77 1.08 0.5312
Sektor Pendidikan (PDDK) 3.34776 0.88 1 0.1057
Sektor Kesehatan (KSHT) 4.373712 0.0343 Fhit =14.63
Lag PEPSO 0.180812 0.0242 DW = 1673
Pengeluaran Pelayanan
Umum (PEPUM)
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 10.414599 0.66 0.71 0.0001 R2=0.8496
Sisa APBD tahun
sebelumnya (SAPBDTS) 0.372938 0.05 0.14 0.0147
Populasi (POP) 0.706894 0.0312
Dummy Otonomi (DDF) -531437 0.3796 Fhit =49.07
Hal ini mengindikasikan bahwa dari pengalokasian ketersediaan fiskal (fiscal available) terhadap pengeluaran rutin gaji sangat tergantung dari besar jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU). Semakin tinggi PAD dan DAU, maka akan berdampak positif terhadap pengeluaran rutin gaji.
5.3.2. Pengeluaran Rutin Non Gaji
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SAPBDTS), dan Jumlah Penduduk (POP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah pengeluaran Rutin Non Gaji (PERNGA). Peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap Pengeluaran Rutin Non Gaji (PERNGA) antara periode sebelum dengan sesudah desentralisasi fiskal.
Hasil estimasi mengindikasikan bahwa semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan berpengaruh terhadap usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan pengeluaran fiskal melalui mekanisme pengeluaran rutin terutama pengeluaran Rutin Non Gaji (PERNGA). Komponen pengeluaran rutin non gaji tersebut meliputi belanja barang, biaya pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan belanja lain-lain. Dalam jangka pendek tidak elastis namun dalam jangka panjang memiliki respon yang elastis terhadap penerimaan Pengeluaran Rutin Non Gaji (PERNGA) daerah. Sementara Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SAPBDTS) dan Jumlah Penduduk (POP) memiliki hubungan positif terhadap meningkatnya pengeluaran rutin gaji namun respon jangka pendek dan jangka panjangnya tidak elastis terhadap pengeluaran Rutin Non Gaji.
Hal ini mengindikasikan bahwa dari pengalokasian ketersediaan fiskal (fiscal available) terhadap pengeluaran Rutin Non Gaji sangat tergantung dari besar jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) . Semakin tinggi PAD, maka akan berdampak positif terhadap pengeluaran Rutin Non Gaji. Demikian pula halnya dengan kontribusi SAPBDTS terhadap Pengeluaran Rutin Non Gaji.
5.3.3. Pengeluaran Sektor Pertanian
Total Penerimaan Daerah (TPED), Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian (PTKP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Sektor Pertanian (PESPER). Jumlah Pengeluaran Sektor Pertanian tahun sebelumnya (LPESPER) menjadi pertimbangan besarnya alokasi sektor tersebut. Peubah
Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukkan perbedaan yang signifikan
Pengeluaran Sektor Pertanian pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
Total Penerimaan Daerah (TPED) memberikan pengaruh signifikan terhadap Pengeluaran Sektor Pertanian (PESPER) dan memiliki respon positif serta respon yang elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sementara Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian (PTKP) memiliki respon yang tidak elastis terhadap pengeluaran sektor pertanian baik jangka pendek maupun jangka panjang. Meningkatnya total penerimaan daerah (TPED) signifikan dan memiliki respon yang elastis terhadap meningkatnya pengeluaran sektor pertanian (PESPER).
Berkaitan dengan hubungan jumlah Pengeluaran Rutin Daerah (PERDA) dan Pengeluaran Sektor Pertanian (PESPER), harus ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk proporsional dalam pengeluaran rutin maupun pembangunan agar
tidak terjadi gap alokasi sektor terutama sektor pertanian. Dari hasil analisis alokasi anggaran APBD menunjukan bahwa di Provinsi Riau baik sebelum maupun sesudah desentralisasi fiskal (1997-2000) dan (2001-2004) alokasi pengeluaran sektor pertanian tidak ada perubahan yang signifikan. Padahal kenyataan riil sektor menunjukkan bahwa sektor pertanian harus mendapatkan penanganan yang optimal guna meningkatkan perekonomian daerah, terutama dalam hal alokasi anggaran dalam rangka meningkatkan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan produksi.
5.3.4. Pengeluaran Sektor Produksi Non Pertanian
Total Penerimaan Daerah (TPED), berpengaruh positif dan signifika n terhadap jumlah Pengeluaran Sektor Non Pertanian (PESNPER). Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Non Pertanian (PTKNP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Pembangunan Sektor Non Pertanian. Peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukka n perbedaan yang signifikan Pengeluaran Sektor Non Pertanian pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal.
Total penerimaan daerah menjadi bahan pertimbangan strategis dalam kaitannya pengalokasian terhadap sektor non pertanian, yang berarti kebijakan pengalokasian sektor non pertanian harus mampu memberikan pertumbuhan yang signifikan terhadap sektor pertanian, sehingga kedua sektor ini mampu berjalan dengan baik. Jumlah pengeluaran tahun sebelumnya (LPESNPER) berpengaruh nyata terhadap Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian.
Total Pendapatan Daerah (TPED) signifikan terhadap pengeluaran sektor non pertanian (PESNPER) dan memiliki respon yang elastis dalam jangka pendek
maupun jangka panjang serta hubungan yang positif. Jumlah Penyerapan Tena ga Kerja Non Pertanian (PTKNP) tidak elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap PESNPER. Hal ini menunjukan bahwa pengeluaran sektor non pertanian sangat dipengaruhi oleh besarnya Total Penerimaan Daerah (TPED), sementara Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Non Pertanian (PTKNP) berpengaruh positif namun tidak signifikan.
5.3.5. Pengeluaran Infrastruktur
Total Pendapatan Daerah (TPED) signifikan terhadap pengeluaran sektor infrastruktur (PEINF) dan memiliki respon yang elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta hubungan yang positif. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) memiliki respon yang elastis dalam jangka panjang, dan berbeda halnya dengan LWIL tidak elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap pengeluaran infrastruktur.
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi TPED, PDRB dan LWIL akan berdampak terhadap peningkatan alokasi fiskal pengeluaran infrastuktur, sebaliknya semakin rendah TPED, PDRB dan LWIL akan berdampak negatif terhadap pengeluaran infrastruktur.
Berdasarkan hasil analisis di atas, guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah, maka pemerintah daerah melalui mekanisme pengajuan APBD harus mempertimbangkan dengan baik terhadap pengeluaran infrastruktur. Kenyataan menunjukkan bahwa Provinsi Riau memiliki keterhambatan laju pertumbuhan ekonominya karena minimnya ketersediaan infrastruktur daerah khususnya transportasi (jalan). Hal ini berpengaruh secara operasional terhadap distribusi sumberdaya pertanian maupun non pertanian, sehingga tingkat mobilisasi
ekonomi dan teknis mengalami keterhambatan, terutama sektor pertanian. Alokasi dana APBD harus mampu meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang mampu diakses oleh publik dengan merata.
5.3.6. Pengeluaran Pelayanan Sosial
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Jumlah Penduduk (POP), Jumlah Desa dan Kelurahan (JDEKE), Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan (PDDK) dan kesehatan (KSHT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Pelayanan Sosial (PEPSO). Peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukkan ada perbedaan yang signifikan Pengeluaran Pelayanan Sosial pada periode sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. Pengeluaran LPEPSO tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran sektor pelayanan sosial.
5.3.7. Pengeluaran Pelayanan Umum
Meningkatnya jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) nyata berpengaruh terhadap meningkatnya pengeluaran sektor pelayanan umum (PEPUM), memiliki respon yang tidak elastis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sisa Anggaran Tahun Sebelumnya (SAPBDTS) berpengaruh positif terhadap pengeluaran sektor pelayanan umum dan tidak elastis.
Hasil estimasi di atas menunjukkan bahwa bahwa faktor yang utama menentukan pengeluaran fiskal daerah baik rutin maupun sektor-sektor pembangunan adalah jumlah pendud uk, pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan dan penerimaan daerah itu sendiri. Peningkatan jumlah pengeluaran rutin gaji juga meningkat signifikan setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal dimana gaji pemerintah yang masuk pada anggaran rutin pusat kini dibebankan
pada anggaran rutin daerah. Faktor luas wilayah dan kegiatan perekonomian juga berpengaruh positif terhadap pengeluaran pembangunan. Berbagai kajian sejalan dengan temuan penelitian ini yaitu besarnya belanja rutin tergantung dari jumlah penduduk, total pengeluaran pemerintah, jumlah pendapatan. Sedangkan belanja pembangunan terutama tergantung pada jumlah penerimaan pemerintah (Azis, 1984 ; Hanani, 2000; Brodjonegoro dkk, 2000).
5.4. Keragaan Perekonomian Daerah
Keragaan perekonomian daerah ditunjukkan oleh, Investasi Daerah (INVD), Ekspor Daerah (EXPRD), Impor Daerah (IMPRD), Produksi Sektor Pertanian (PRSP) dan Produksi Sektor Non Pertanian (PRSNP).
5.4.1. Investasi Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Upah Minimum Regional (UMR) berpengaruh negatif terhadap Investasi (INVD), sebaliknya Retribusi Daerah (RETRD) berpengaruh positif terhadap investasi daerah. Peubah Dummy Desentralisasi Fiskal (DDF) menunjukkan terjadi penurunan setelah desentralisasi fiskal terhadap Investasi daerah (INVD).
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat Retribusi Daerah (RETRD) berhubungan negatif terhadap Investasi Daerah (INVD). Jika retribusi daerah meningkat, maka akan mengurangi tingkat investasi daerah, sebaliknya jika retribusi daerah menurun, membuat kondisi kondusif bagi investasi daerah. Sementara UMR dan PAD berdampak positif dan signifikan terhadap investasi daerah namun memiliki respon tidak elastis pada jangka pendek namun elastis pada jangka panjang terhadap Investasi Daerah (INVD).
Tabel 13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi Daerah, Ekspor Daerah, Impor Daerah, Peroduksi Sektor Pertanian dan Produksi Sektor non Pertanian
Model Variabel Parameter
Estimasi Elastisitas Prob>|T| Kepatutan Statistik SR LR Investasi Daerah (INVD)
Upah Minimum Regional
(UMR) 190.651759 0.28 0.39 0.5431
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) 55.823292 0.55 0.62 0.3297 R2=0.888
Retribusi Daerah (RETRD) -270.73099 0.77 1.05 0.1028 Fhit =2.23
Dummy Otonomi (DDF) -11340105 0.0382 DW = 1.768
Ekspor Daerah (EXPRD)
Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) 0.900305 0.68 0.98 0.0001 R2=0.967
Exchange Rate (EXR) 11308 0.77 1.06 0.4706 Fhit =543.3
Lag (EXPRD) 0.056105 0.1222 DW = 1.29
Impor Daerah (IMPRD)
PDRB -0.563812 0.98 1.01 0.0001 R2=0.712
Ekspor Daerah (EXPRD) 0.645449 0.51 0.65 0.0001 Fhit =47.75
Lag IMPRD 0.137054 0.0959 DW = 1.621 Produksi Sektor Pertanian (PRSP) UPSP -105.42202 0.65 0.88 0.0025 R2=0.548
Populasi (POP) 46.905626 0.87 1.02 0.0001 Fhit =20.67
Dummy Otonomi (DDF) 9170293 0.0407 DW = 1.37
Produksi Sektor non Pertanian (PRSNP)
UPSNP (Upah Sektor non
Pertanian) 109.972294 1.18 1.33 0.0272 R2= 0.983
Total Pengeluaran Sektoral
(TPSEK) 0.997961 0.88 1.21 0.0001 Fhit =588.14
Dummy Otonomi (DDF) -8824538 0.1653 DW = 0.510
Hubungan yang signifikan antara investasi daerah dan pengeluaran pembangunan sektor ekonomi sejalan dengan studi Lin dan Liu (2000) yang mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah tidak hanya mempengaruhi sisi permintaan agregat melalui mekanisme konsumsi pemerintah (G) tetapi juga mempengaruhi sisi produksi melalui pembentukan modal dengan pilihan-pilihan infrastruktur dan alokasi pembiayaan sektor produksi yang lebih produktif.
5.4.2. Ekspor Daerah
Ekspor daerah merupakan salah satu sumber devisa daerah. Total Pengeluaran Pemerintah (TEXP) dan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ekspor Daerah (EXPRD). PDRB berpengaruh signifikan terhadap Ekspor Daerah (EXPRD) namun memiliki respon tidak elastis baik pada jangka
pendek maupun jangka panjang serta memiliki hubungan positif. Semakin meningkat nilai PDRB akan mampu meningkatkan jumlah ekspor daerah, terutama dari aspek produksi sektor pertanian dan non pertanian (produksi sektoral).
5.3.3. Impor Daerah
PDRB, nilai ekspor daerah (EXPRD) bertanda positif dan berpengaruh signifikan terhadap Impor Daerah (IMPRD). PDRB memiliki respon yang elastis dalam jangka panjang, hal ini menunjukkan bahwa PDRB yang di dalamnya ada total produksi sektoral memberika n pengaruh signifikan terhadap tingkat Impor daerah, semakin meningkat nilai produksi sektoral maka akan mangurangi tingkat impor, bahkan memiliki kecendrungan untuk ekspor.
5.3.4. Produksi Sektor Pertanian
Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (UPSP), yang menjadi variabel penjelas untuk Produksi Sektor Pertanian (PRSP) menunjukkan pengaruh negatif sedangkan populasi menunjukkan pengaruh yang positif terhadap PRSP.
Sementara populasi berpengaruh signifikan terhadap produksi sektor pertanian dan memiliki respon elastis dalam jangkapanjang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar populasi daerah terhadap sektor pertanian akan mampu meningkatkan jumlah produksi sektor pertanian dalam jangka panjang.
5.3.5. Produksi Sektor non Pertanian
Upah Tenaga Kerja Sektor Non Pertanian (UPSNP), Total Pengeluaran Sektoral yang menjadi variabel penjelas untuk Produksi Sektor Non Pertanian
(PRSNP) menunjukkan pengaruh positif. Sedangkan pengeluaran sektor perdagangan berpengaruh negatif.
Hasil estimasi memperlihatka n bahwa peningkatan tingkat upah akan meningkatkan produktifitas sektor non pertanian begitu juga pengeluaran pemerintah pada sektor ini. Sedangkan DDF yang bertanda negatif mengindikasikan ada penurunan produksi sektor non pertanian setelah desentralisasi fiskal.
5.5. Tingkat Kemiskinan
Tingkat kemiskinan digambarkan dengan melihat Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan (MISKT) dan Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan. Adapun Jumlah penduduk miskin (MISTOT) ditunjukkan dengan penjumlahan MISKT dan MISDS.
5.5.1. Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan
Dana Alakosi Umum (DAU), Tingkat Upah (UPSNP) dan Penyerapan Tenaga Kerja (PTKNP) serta DDF berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan (MISKT) sedangkan POP dan Pengeluaran Sosial dan Umum bernilai positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di perkotaan dapat berkurang dengan peningkatan Tingkat Upah (UPSNP) dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (PTKNP). Pembukaan lapangan kerja di perkotaan dan pemberian upah yang layak akan mengurangi beban kemiskinan di perkotaan.
5.5.2. Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan
Pengeluaran Sektor Ekonomi (PESE) dan Populasi signifikan terhadap pengeluaran sektor infrastruktur (PEINF) dengan hubungan yang positif. Sedangkan Bagi Hasil Pajak Daerah (BHPJSDA), DAU dan Penyerapan Tenaga Kerja (PTKP) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap MISDS.
Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan
Model Variabel Parameter
Estimasi Elastisitas Prob>|T| Kepatutan Statistik SR LR Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan (MISKT)
Dana Alokasi Umum (DAU) -0.00000510 0.234 0.02954 R2=0.9208
Populasi (POP) 0.000022058 0.0777 Fhit =92.60
Upah Sektor non Pertanian
(UPSNP) -0.000127 0.0083 DW = 1.131
Pengeluaran Sektor Umum
(PEPSU) 0.000005282 1.13 1.45 0.1785
Penyerapan Tenaga Kerja non
Pertanian (PTKNP) -0.00016 0.0027 Dummy Otonomi (DDF) -100.876347 0.0001 Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan (MISDS)
Pengeluaran Sektor Ekonomi
(PESE) 0.000039084 0.0001
Bagi Hasil Pajak Sumberdaya
Alam (BHPJSDA) -0.00001714 1.412 1.4205 0.0001 R2=0.981
Dana Alokasi Umum (DAU) -0.00002121 0.02126
Populasi (POP) 0.000037548 0.4414 Fhit =424.27
Penyerapan Tenaga Kerja
Pertanian (PTKP) -0.000177 0.0110 DW = 0.650
Dummy Otonomi (DDF) -368.005782 0.5109
Hal ini menunjukan bahwa meningkatnya BHPJSDA, DAU dan PTKP akan berdampak terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan Berdasarkan hasil analisis di atas, guna mengurangi tingkat kemiskinan, maka pemerintah daerah harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya baik di perkotaan maupun perdesaan. Hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyaraka t.