• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juli 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi Juli 2017"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN JUNI 2017 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Juni 2017

Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca - iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Juni 2017:

El Nino Southern Oscillation (ENSO)

Selama Juni 2017, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) menunjukkan kecenderungan normal. Anomali suhu muka laut mingguan terakhir tercatat +0.52°C sedangkan nilai bulanan Juni 2017 adalah +0.45 sehingga termasuk kategori Normal / Netral. Hal ini juga terlihat dari anomali angin pasat serta temperatur subsurface/ bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan kondisi Normal / Netral. Nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai -7.3 juga menunjukkan kondisi normal / netral. Dengan kecenderungan suhu muka laut Nino 3.4 yang normal maka diprediksi kondisi normal masih akan berlangsung pada Juli 2017 hingga Desember 2017.

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai akhir Juni 2017 (Sumber : BoM)

(2)

2 Dipole Mode

Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif. Indeks Dasarian III Juni 2017 tercatat bernilai +0.40, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi penambahan massa udara dari Samudera Hindia ke sebagian wilayah Indonesia bagian barat. Kondisi DMI normal ini diprediksi berlangsung hingga Desember 2017.

Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Juli 2017 (Sumber : BoM)

Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Posisi aktifitas MJO selama Juni 2017 sempat aktif di Benua Maritim Indonesia yaitu pada 1 – 4 Juni 2017 namun lemah, yang tentunya kurang berkontribusi pada kondisi liputan awan di wilayah Benua Maritim Indonesia. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa didominasi warna ungu yang menunjukkan cukup banyaknya liputan awan selama Juni 2017. Pemusatan daerah tutupan awan terlihat di sekitar wilayah Ekuator.

Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Juni 2017, Warna ungu-merah adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA)

(3)

3 Sirkulasi Monsun Asia – Australia

Bulan Juni 2017, monsun Timuran sudah stabil meskipun sering bervariasi dari Timur laut - Tenggara. Memasuki akhir Juni 2017 monsun Timuran terlihat tetap stabil. Kondisi tersebut diprediksi masih berlangsung pada awal Juli dimana dibawah kondisi rata-ratanya yang mengindikasikan monsun timuran yang menguat dan berdampak pada berkurangnya kejadian hujan. Hujan yang terjadi lebih dipicu oleh hangatnya suhu muka laut.

Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien

Juni (sumber: misae4u)

Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Juni 2017 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA)

Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di seluruh wilayah Jawa Timur selama Juni 2017 (rata-rata bulanan) kondisinya tidak terjadi anomali (netral) yang mengindikasikan tidak ada dominasi massa udara, namun masih sama dengan kondisi rata-ratanya. Untuk komponen meridional (Utara – Selatan) di mayoritas Jawa Timur umumnya netral dan anomali positif artinya sedikit ada massa udara dari Selatan. Kondisi tersebut juga turut berperan dalam variabilitas hujan di Jawa Timur selama Juni 2017.

(4)

4 Suhu muka laut perairan Indonesia

Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Juni 2017 berkisar antara -1.0 hingga +1.0º C, namun mayoritas wilayah perairan relatif normal (tidak ada anomali) termasuk perairan sekitar Jawa sehingga kondisinya sama dengan kondisi normalnya. Namun secara harian masih sering terjadi anomali positif (hangat) di sekitar Jawa. Dengan suhu muka laut kisaran 26 – 30 °C menunjukkan potensi penguapan masih cukup tinggi dalam pembentukan awan selama Juni 2017. Hangatnya suhu perairan ini menjadi salah satu faktor dalam membentuk hujan di Jawa Timur selama Juni 2017 walaupun pola angin sudah dominan timuran, selain kondisi dinamika atmosfer skala global hingga lokal lainnya.

Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Juni 2017 (sumber: NOAA)

Gangguan Tropis

Selama Juni 2017 tidak terdapat aktifitas gangguan tropis berupa badai tropis di wilayah Samudera Hindia selatan Indonesia. Adapun aktifitas siklon tropis terjadi di Belahan Bumi Utara yaitu Siklon MERBOK pada 11 – 12 Juni 2017. Secara langsung tentu saja tidak berdampak pada kondisi cuaca Indonesia. Namun secara tidak langsung turut membuat monsun timuran stabil. Pola pertemuan angin yang terbentuk akibat siklon tropis tersebut juga meningkatkan aktivitas pertumbuhan awan dan hujan di beberapa wilayah. Untuk wilayah Banyuwangi secara umum hanya terpengaruh berupa peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang terutama perairan selatan Banyuwangi selama periode terjadinya siklon tropis tersebut.

Gambar 7. Lintasan Siklon Tropis Merbok 11-12 Juni 2017 dan analisa streamline.(sumber : unysis

dan BMKG)

(5)

5 Kelembaban udara

Kelembaban udara relatif selama Juni 2017 di Jawa Timur umumnya lebih basah dibanding bulan sebelumnya dengan rata-rata kisaran 68 – 75%. Jawa Timur bagian timur kondisinya lebih kering dibanding bagian Barat. Dari peta anomali terlihat di Jawa Timur bagian TImur anomali positif 3 - 6 % dari rata-ratanya. Kondisi yang lebih basah terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat dengan anomali sebesar 6 – 9 % dari rata-ratanya, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Juni 2017 dimana wilayah Jawa Timur bagian Barat lebih banyak sebaran awan dan hujannya.

Gambar 8. Kelembaban Udara Relatif Juni 2017 dan Anomalinya pada level 850 mb (Sumber:ESRL NOAA)

Aktivitas Cuaca

Selama bulan Juni 2017 mayoritas wilayah Banyuwangi masih berlangsung musim hujan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi terjadi hujan bervariasi dengan intensitas ringan hingga sangat lebat. Hujan mayoritas terjadi mulai malam hingga pagi hari. Selain dipicu oleh suhu muka laut perairan Jawa yang masih hangat, sering juga disebabkan oleh pola angin Eddy (pusaran) di sekitar Laut Jawa yang turut memicu peningkatan curah hujan di Jawa Timur termasuk Banyuwangi. Memasuki akhir bulan mulai terjadi penurunan curah hujan. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa curah hujan mulai menurun di sebagian besar wilayah Banyuwangi menjelang akhir bulan Juni 2017.

Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/rata-rata bulan Juni tentunya secara spasial mayoritas berada pada kondisi normal hingga atas normal, mengingat sebagian besar wilayah Banyuwangi secara normal memasuki musim kemarau pada bulan Juni. Hal ini merupakan dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal yaitu variabilitas monsun, gangguan tropis, pola angin, suhu muka laut perairan Jawa dan sekitarnya, serta labilitas atmosfer.

(6)

6

B. Pantauan kondisi cuaca bulan Juni 2017 di Kota Banyuwangi

Dari rentetan peta synoptic selama bulan Juni 2017, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah yang bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Selatan, dengan kecepatan 2 – 10 knots. Kondisi cuaca cerah, berawan, dan hujan ringan, sedang hingga sangat lebat (12 Juni 2017, dampak dari adanya Sirkulasi Eddy (pusaran) di utara Jawa dan hangatnya suhu muka laut di perairan utara Jawa). Kecepatan angin maksimum terjadi pada 2 Juni 2017 dari arah Selatan dengan kecepatan 10 knots. Jumlah Hujan di Kota Banyuwangi dalam satu bulan sebanyak 173.2 mm (Atas Normal). Suhu tertinggi 31.2 °C terjadi pada 6 dan 7 Juni 2017, suhu terendah sebesar 22.9 ºC terjadi pada 28 Juni 2017.

Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Juni 2017, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal/ rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan.

Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Juni 2017

NO PARAMETER HASIL OBSERVASI JUNI 2017 NORMAL JUNI (1981-2010)

1 Temperatur rata-rata 26.8 ⁰C 26.4 ⁰C

2 Temperatur maksimum 30.0 ⁰C 31.6 ⁰C

3 Temperatur minimum 24.3 ⁰C 21.6 ⁰C

4 Temp. maks. absolut 31.2 ⁰C 33.5 ⁰C

5 Temp. min. absolut 22.6 ⁰C 19.5 ⁰C

6 Tekanan udara rata-rata * 1012.1 mb 1010.7 mb

7 Kecepatan angin rata-rata 2.2 knots 3 knots

8 Arah angin terbanyak 200 ⁰ 170 ⁰

9 Kelembaban rata-rata 75 % 79 %

10 Curah hujan 173.2 mm 65.0 mm

(7)
(8)

8

Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Juni 2017 (Sumber: BMKG)

Penguapan selama Juni 2017 mencapai 101.2 mm dengan rata-rata harian 3.4 mm, penguapan tertinggi 6.1 mm terjadi pada 11 Juni 2017.

Penyinaran matahari rata-rata Juni 2017 mencapai 7 5 %, minimal 0 % terjadi pada 12 dan 13 Juni 2017 sedangkan maksimal 100% terjadi pada antara dasarian I, II, dan III bulan Juni 2017.

Tekanan udara (QFF) tertinggi 1013.6 mb pada 3 J u n i 2017 dan terendah 1010.2 mb pada 24 Juni 2017.

Rata-rata kelembaban udara relative (RH) Juni 2017 adalah 8 3 % dengan RH tertinggi 95 % pada 13 Juni 2017, dan RH terendah 66 % pada 29 Juni 2017.

Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin bervariasi. Angin dominan bertiup dari arah Selatan, kecepatan angin dominan 2 - 6 knots sebesar 41.7 %. Kecepatan angin tertinggi 10 knots dari arah Selatan.

C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari

Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Juli 2010. Hingga Juni 2017 terdapat tiga maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia, Wings Air dan yang terbaru adalah NAM Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA).

Kondisi parameter cuaca selama Juni 2017 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut :

Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Juni 2017 normalnya berada pada masa musim kemarau, namun dikarenakan suhu muka laut Jawa Timur dan sekitarnya dalam kondisi hangat, serta faktor interaksi dinamika atmosfer, mengakibatkan masih terjadinya hujan ringan hingga sedang di Bandara Blimbingsari, Banyuwangi.

Curah hujan selama Juni 2017 mencapai 189.6 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 88 %. RH tertinggi 96 % tanggal 13 Juni 2017, terendah 80 % tanggal 2 9 J u n i 2017. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1013.1 mb, tertinggi 1014.5 mb dan terendah 1011.4

(9)

9 mb. Suhu rata–rata 26.1 °C dengan suhu maksimum absolut 30.8 °C terjadi pada 7 Juni 2017, suhu minimum absolut 21.2 °C pada 28 Juni 2017. Arah angin bervariasi, kecepatan angin 2 – 13 knots. Angin dominan bertiup dari arah Tenggara. Mayoritas kecepatan angin mencapai 38.7 % berkisar antara 2– 6 knots. Kecepatan angin tertinggi 13 knots, terjadi pada 15 Juni 2017 dari arah Selatan.

Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Juni 2017 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG)

(10)

10

D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk

Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Juni 2017 angin dominan dari arah Tenggara - Baratdaya dengan kecepatan angin bervariasi 1.2 – 14.2 knots. Suhu berkisar antara 25.2 – 30.0 °C, Kelembaban Udara Relatif 60.3 – 100 %, dan tekanan udara berkisar 1007.0 – 1013.9 mb. Kondisi cuaca bervariasi dari Cerah Berawan dan hujan intensitas ringan - sedang. Berikut grafik parameter cuaca selat Bali :

(11)

11

E. Analisis Hujan Juni 2017 Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan data curah hujan bulan Juni 2017 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut :

Curah hujan tertinggi 701 mm terjadi di Bayulor dengan 18 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 15 mm terjadi di Kebondalem dengan 2 hari hujan.

Gambar 13. Peta Distribusi Curah Hujan Juni 2017 dan Sifat Hujan Juni 2017 di Banyuwangi (Sumber:BMKG)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juni 2017 mengalami curah hujan bervariasi 15 - 701 mm sebagai dampak interaksi faktor - faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Bawah Normal dan Atas Normal. Hanya sebagian kecil wilayah sifat hujannya Bawah Normal yaitu kebondalem, tegaldlimo dan kalibaru. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan dan hujan selama Juni 2017. Bervariasinya spasial curah hujan pada wilayah Banyuwangi tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomena laut-atmosfer selama Juni 2017.

(12)

12

F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut

Gambar 14. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Juni 2017 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi)

Dari peta terlihat bahwa secara spasial hampir mayoritas wilayah Banyuwangi pada Juni 2017 masih mengalami banyak hujan terutama pada awal hingga akhir bulan Juni 2017. Hal tersebut menyebabkan monitoring hari tanpa hujan berturut-turut di dominasi oleh warna hijau, hijau muda dan kuning muda yang mengindikasikan kejadian hari tanpa hujan sangat pendek, bahkan hingga awal Juli 2017 sebagian besar wilayah Banyuwangi diprediksi masih berpotensi terjadi hujan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi suhu muka laut yang hangat sebagai suplai/ tersedianya uap air untuk pembentuk awan-awan hujan, serta akibat interaksi fenomena laut-atmosfer selama Juni 2017.

(13)

13

II. PROSPEK CUACA BULAN JULI 2017 A. Prediksi Dinamika Atmosfer Juli 2017

Monitoring perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa periode Normal / Netral mulai Desember 2016 hingga Juni 2017, sehingga tidak ada suplai massa udara dari Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Memasuki bulan Juli 2017 diprediksi kondisi Normal dan akan berlangsung hingga Desember 2017. Sementara itu Dipole Mode Indeks (DMI) yang terpantau normal pada Juni 2017, diprediksi masih tetap normal hingga Desember 2017, mengindikasikan tidak adanya penambahan massa uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia bagian Barat hingga Desember 2017.

Suhu muka laut (Sea Surface Temperature/ SST) perairan Indonesia Juli 2017 umumya SST perairan Indonesia dan sekitarnya normal, sedangkan bagian Utara Sumatera, Kalimantan hingga Papua dominan anomali positif. Wilayah Pasifik Barat dan Tengah mengalami anomali positif sedangkan Pasifik Timur anomali negatif. Samudera Hindia didominasi anomali positif. Bulan Agustus hingga September 2017 SST perairan Indonesia dominan netral hingga anomali negatif (dingin). Wilayah Pasifik Barat dan Tengah mengalami anomali positif, sedangkan Pasifik Timur semakin meluruh menuju netral. Samudera Hindia dominan anomali positif. Bulan Oktober hingga Desember 2017 SST perairan Indonesia didominasi anomali positif. Wilayah Pasifik Timur relatif bertahan pada kondisi netral bahkan meluas hingga ke pasifik tengah, sedangkan samudera Hindia berada pada kisaran anomali positif hingga netral.

Madden Jullian Oscillation pada Juni 2017 tidak aktif di Benua Maritim Indonesia (BMI), sedangkan untuk awal bulan Juli 2017 MJO juga masih tidak aktif di BMI, dan diprediksi tetap tidak aktif hingga pertengahan Juli 2017.

Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah selama bulan Juni 2017 masih sering muncul di Belahan Bumi Selatan (BBS) akibat masih hangatnya suhu muka laut Samudera Hindia. Seiring pergerakan semu matahari memasuki Juli 2017 potensi terjadinya gangguan tropis di BBS sangat kecil namun potensi kejadian di BBU cukup tinggi yang tentunya akan membuat monsun timuran menjadi stabil dan akan berdampak terhadap pola angin dan curah hujan yang berkurang.

Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa seluruh wilayah Banyuwangi pada bulan Juli 2017 berada pada musim kemarau. Masih perlu kewaspadaan menghadapi musim kemarau. Untuk prakiraan curah hujan bulanan, sebagai dampak hangatnya suhu muka laut perairan Jawa dan pola monsun timuran yang sudah stabil maka diprediksi akumulasi curah hujan Juli 2017 mayoritas wilayah masih sama dengan kondisi rata-rata / normalnya hanya sebagian kecil wilayah diprediksi curah hujannya diatas kondisi normalnya.

(14)

14

Gambar 15. Prediksi ENSO, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber : BMKG, NCEP - NOAA)

(15)

15

B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan Juli 2017 – Agustus 2017

Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan Juli 2017 hingga Agustus 2017 diprakirakan sebagai berikut :

Gambar 16. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Juli dan Agustus 2017 Banyuwangi (Sumber:BMKG)

(16)

16

C. Prakiraan Potensi Banjir Juli 2017

Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan Juli 2017, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah. Memasuki bulan Juli 2017 seluruh wilayah Banyuwangi diprediksi sudah berlangsung musim kemarau namun perlu diwaspadai variabilitas intensitas hujan harian yang tinggi yang berpotensi menyebabkan hujan dengan intensitas yang bervariasi juga.

.

(17)

17

III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI JULI 2017

Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan Juli 2017 di wilayah Kota Banyuwangi :

IV. KEJADIAN GEMPABUMI DIRASAKAN SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI

Gambar 18. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Juni 2017 (Sumber:BMKG)

Kejadiaan Gempa Bumi yang signifikan dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi bulan Juni 2017 adalah NIHIL/ tidak ada kejadian Gempabumi yang dirasakan signifikan sampai wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Juli 2017 Juli 2017

Tanggal Matahari Terbit (WIB)

Matahari

Terbenam (WIB) Tanggal

Matahari Terbit (WIB) Matahari Terbenam (WIB) 1 5:36:49 17:16:01 16 5:37:56 17:19:22 2 5:36:57 17:16:16 17 5:37:55 17:19:34 3 5:37:06 17:16:30 18 5:37:53 17:19:45 4 5:37:13 17:16:44 19 5:37:50 17:19:56 5 5:37:20 17:16:58 20 5:37:47 17:20:07 6 5:37:27 17:17:12 21 5:37:43 17:20:17 7 5:37:33 17:17:26 22 5:37:38 17:20:27 8 5:37:38 17:17:40 23 5:37:33 17:20:37 9 5:37:42 17:17:53 24 5:37:26 17:20:46 10 5:37:46 17:18:07 25 5:37:19 17:20:55 11 5:37:50 17:18:20 26 5:37:11 17:21:03 12 5:37:52 17:18:33 27 5:37:03 17:21:11 13 5:37:54 17:18:46 28 5:36:53 17:21:19 14 5:37:55 17:18:58 29 5:36:43 17:21:26 15 5:37:56 17:19:11 30 5:36:32 17:21:32 31 5:36:20 17:21:38

(18)

18

V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM JUNI 2017

Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa.

Tabel 2. Cuaca/ Iklim Ekstrim Bulan Juni 2017 Banyuwangi

KRITERIA KETERANGAN

Angin dengan kecepatan > 45 Km/jam -

Suhu udara > 35˚ C -

Suhu udara < 15˚ C -

Kelembaban udara < 30 % -

Curah Hujan >100 mm / hari

Banyuwangi kota 137.2 mm, 12 Juni 2017 Rogojampi 200 mm, 8 Juni 2017

Bayulor 112&107, 13 dan 19 Juni 2017 Alasmalang 146&127 mm, 7 dan 14 Juni 2017 Turus 158&186&135 mm, 9,13 dan 21 Juni 2017

Tanah Longsor -

Banjir

-Puting beliung / Waterspout -

DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI

ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli

membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya.

Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang

dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.

Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan

penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge.

(19)

19

MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian.

OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk

menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2.

Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap

setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia.

Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/ Inter Tropical Convergence Zone)

merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan.

Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan

pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter.

Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan

yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten.

Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi

menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu :

a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20

c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan

Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang

ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya

(20)

20 c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap

rata-ratanya

Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang

seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik

Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau

pergerakan lempeng bumi

Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan

gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (ML), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (mb), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md).

Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa

berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut.

Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya,

dikemukan oleh Richter (1930).

Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa

dikaitkan dengan intensitasnya

Tabel Skala Intensitas Gempabumi BMKG dalam MMI

Gambar

Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar  Pasifik Ekuatorial sampai akhir Juni 2017 (Sumber : BoM)
Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga awal Juli 2017 (Sumber : BoM)
Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Juni 2017 lapisan 850 mb  (sumber: ESRL NOAA)
Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Juni 2017 (sumber: NOAA)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian koefesien determinasi untuk hipotesis kedua dapat disimpulkan korelasi antara Intellectual Capital (VAIC) dengan Net Profit Margin (NPM) adalah sebesar 0,543

Layar scienceDirect dan menu-menu yang ditampilkan pada dokumen ini hanya ilustrasi untuk memudahkan pemakaiannya, tampilan layar sebenarnya mungkin saja berbeda ketika anda

Karena nilai standar deviasi lebih kecil yaitu sebesar 0,2235 dari nilai rata-rata maka tidak ada kesenjangan yang cukup besar antara nilai minimum dan nilai maksimum dari

rekaman, dalam proses penelitian ini merupakan sumber data utama, dengan menggunakan teknik sampling, yaitu dengan cara mewawancarai kepada pihak kepala madrasah sebagai

Tabel XXII PSPEC Input Data Pembelian

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang

Peranan p o lit ik h uku m d alam pengembangan ekonomi syariah harus dilihat secara inte- gral, karena masing-masing unsur bersifat komplementer dan berada dalam suatu