• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KERJA ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN OSCILLATION TERHADAP CURAH HUJAN DI PONTIANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KERJA ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN OSCILLATION TERHADAP CURAH HUJAN DI PONTIANAK"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN KERJA

ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN

OSCILLATION TERHADAP CURAH HUJAN DI

PONTIANAK

OLEH

13.06.1560

RANDY ARDIANTO

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III

JURUSAN METEOROLOGI

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

AGUSTUS, 2009

(3)

i

LAPORAN KERJA

ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN

OSCILLATION TERHADAP CURAH HUJAN DI

PONTIANAK

OLEH

13.06.1560

RANDY ARDIANTO

LAPORAN KERJA INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI AHLI MADYA METEOROLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III

JURUSAN METEOROLOGI

AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

AGUSTUS, 2009

(4)

ii

PENGESAHAN

LAPORAN KERJA

ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN

OSCILLATION TERHADAP CURAH HUJAN DI

PONTIANAK

OLEH:

13.06.1560

RANDY ARDIANTO

Penguji I Penguji II

Drs. Heri Hariyanto, M.Sc Drs. Suyatim, M.Si NIP: 195007161975011001 NIP: 195703111979101001

Tangerang, Agustus 2009 Disahkan oleh

Direktur AMG Pembimbing

Drs. Suko Prayitno Adi, M.Si

NIP. 196303151985031001 NIP. 195505171977091001 Drs. Soetamto, M.Si

(5)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat karunia dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga laporan kerja ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan kerja ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua dan keluarga yang tanpa henti memberikan dorongan semangat, dukungan dan do’a.

2. Bapak Drs. Soetamto, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan, arahan dan bimbingan kepada penulis.

3. Bapak Drs. Suko Prayitno Adi, M.Si selaku Direktur Akademi Meteorologi dan Geofisika.

4. Ibu Ir.Boedi Setijawati selaku Kepala Sub Bagian Administrasi dan Ketarunaan Akademi Meteorologi dan Geofisika

5. Ibu Nani Nuraini, SH sebagai Bintal Meteorologi B Angkatan 41.

6. Seluruh Dosen Pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Akademi Meteorologi dan Geofisika

7. Seluruh Staf Pegawai BMKG Pusat, Stamet Supadio Pontianak, AMG dan Perpustakan AMG yang telah membantu dalam menyediakan literatur dan data untuk penyusunan laporan kerja ini.

8. Seluruh rekan-rekan seangkatan, terutama rekan bimbingan, kelas Meteorologi B Angkatan 41 yang telah memberikan saran dalam penyelesaian laporan kerja ini.

Akhir kata penulis mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam penulisan laporan kerja ini.

Tangerang, Agustus 2009 Penulis

(6)

iv Randy Ardianto

NPT : 13.06.1560

AMG, Jurusan Meteorologi

Dosen Pembimbing Drs. Soetamto, M.Si

ANALISA DAMPAK MADDEN JULIAN OSCILLATION

TERHADAP CURAH HUJAN DI PONTIANAK

ABSTRAK

Begitu banyak fenomena global yang mempengaruhi pola perkembangan cuaca di wilayah indonesia, salah satunya adalah Madden Julian Oscillation yang pertama kali ditemukan oleh Roland A. Madden dan Paul R. Julian pada tahun 1971. MJO sebagian besar berpengaruh terhadap pola curah hujan di Indonesia dan daerah sekitarnya (Geerts dan Wheeler, 1998). Pontianak merupakan salah satu wilayah indonesia yang dilintasi oleh garis khatulistiwa, dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi serta masuk dalam daerah propagasi MJO menjadikan wilayah ini sebagai daerah yang potensial untuk diteliti keterkaitannya dengan osilasi madden julian.

Dengan menggunakan Indeks Real-time Multivariate MJO (RMM) yang didapat dari Bureau of Meteorology Research Centre (BMRC) yang kemudian diolah dengan mengggunakan metode statistik untuk dikaitkan dengan anomali curah hujan dasarian di Pontianak selama 27 tahun yaitu tahun 1981-2007.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ketika MJO dominan berada pada fase 1-4 maka anomali curah hujan di Pontianak positif, hal ini menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Pontianak meningkat. Dan sebaliknya ketika dominan berada pada fase 5-8 maka anomali curah hujan di Pontianak negatif menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di Pontianak menurun. Secara garis besar MJO merupakan fenomena yang cukup berpengaruh terhadap curah hujan di wilayah Pontianak.

(7)

v

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Batasan Masalah... 3 1.5 Metodologi Penelitian... 3 1.6 Sistematika Penelitian... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian MJO... 5

2.2 Fase MJO ... 6

2.3 Karakteristik MJO... 7

2.4 Mengidentifikasi MJO... 9

2.5 Pengertian Hujan ... 10

2.6 Pengaruh MJO Terhadap Hujan ... 10

BAB III DATA DAN METODE 3.1 Data... 11

3.2 Kerangka Berpikir... 11

(8)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Dan Pembahasan ... 15

4.1.1 Kondisi Curah Hujan Di Pontianak ... 15

4.1.2 Analisis Anomali Curah Hujan Dasarian Terhadap Fase MJO... 16

4.1.3 Analisis Anomali Curah Hujan Dan Amplitudo Indeks RMM... 18

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 20

DAFTAR PUSTAKA... 22

(9)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Posisi fase Maden Julian Oscillation (MJO)

(10)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Pontianak.

Gambar 2.1 Hasil analisis periode osilasi MJO oleh maden dan julian pada tahun 1994, yang disempurnakan dari anlisis sebelumnya yaitu pada tahun 1972.

Gambar 2.2. Fase Madden Julian Oscillation dan penggambarannya dengan indek RMM (Real-time Multivariate MJO).

Gambar 2.3.Gelombang propagasi ke timur dari fenomena MJO merupakan adaptasi dari penggambaran Madden dan Julian 1972.

Gambar 2.4. Pola korelasi linier MJO terhadap variabel OLR,biru menunjukkan daerah enhanced konvektif dan merah suppressed konvektif.

Gambar 2.5. Struktur 3 dimensi MJO (Rui dan Wang,1990)

Gambar 2.6. Nilai EOFs menggambarkan konveksi gabungan orientasi

vertikal dari sirkulasi sel MJO yang menyebar ke arah timur disekitar bidang ekuatorial.

Gambar 2.7. Pola korelasi linier MJO terhadap dampak variabel hujan di daerah Tropis dan Subtropis.

Gambar 3.1 Skema kerangka berpikir

Gambar 4.1. grafik rata-rata curah hujan dasarian di Pontianak tahun 1981-2007 Gambar 4.2. grafik rata-rata anomali curah hujan dasarian di Pontianak tahun

1981-2007.

Gambar 4.3. Skema rangkaian proses kerja analisis anamali curah hujan dasarian terhadap fase MJO

Gambar 4.4. Prosentase fase MJO terhadap anomali positif dan negatif Gambar 4.5. Grafik fase MJO terhadap frekuensi kejadian dan anomali curah

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Indeks RMM (Real Multivariate MJO) Tahun 1981 – 2007 Lampiran 2. Data Hasil Pengolahan Anomali Curah Hujan Dasarian di Pontianak

Tahun 1981 – 2007 (Januari, Februari, Maret, April)

Lampiran 3. Data Hasil Pengolahan Anomali Curah Hujan Dasarian di Pontianak Tahun 1981 – 2007 (Mei, Juni, Juli, Agustus)

Lampiran 4. Data Hasil Pengolahan Anomali Curah Hujan Dasarian di Pontianak Tahun 1981 – 2007 (September, Oktober, November, Desember) Lampiran 5. Data Hasil Pengolahan Anomali Curah Hujan Dasarian Positif dan

Indeks RMM

Lampiran 6. Data Hasil Pengolahan Anomali Curah Hujan Dasarian Negatif dan Indeks RMM

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Wilayah Indonesia mempunyai letak geografis yang sangat strategis yaitu diapit oleh benua Australia dan benua Asia serta oleh samudera Hindia dan samudera Pasifik. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan begitu banyak timbulnya fenomena meteorologi yang mempengaruhi cuaca di indonesia. Salah satu fenomena tersebut adalah MJO/ISO ( Madden Julian Oscillation/Intra

Seasonal Oscillation) yang merupakan osilasi sub musiman dari suatu sistem

interaksi laut dan atmosfer. MJO pertama kali ditemukan oleh Roland A. Madden dan Paul R. Julian pada tahun 1971, mereka menemukan semacam osilasi yang berperiode 41-53 hari pada saat menganalisis anomali angin zonal di Pasifik Tropis dengan menggunakan data tekanan 10 tahun P. Canton (2°8” LS - 171°7” BB) dan data angin lapisan atas Singapura (Madden dan Julian 1971,1972). Namun seiring dengan perkembangan penelitian, dengan mengevaluasi data stasiun dan menambahkan titik pengamatan serta periode waktu yang berbeda, mereka menyatakan osilasi tersebut lebih sering mengarah kepada osilasi 30-60 hari (Madden dan Julian,1994).

(13)

2

Pontianak dengan luas mencakup 107,82 Km2 yang dilintasi oleh garis Khatulistiwa yaitu pada 0°2’24” LU - 0°05’37” LS dan 109°16’25” BT - 109°23’01” BT dengan ketinggian antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut (www.pontianak.go.id). Kota ini mempunyai intensitas curah hujan yang cukup tinggi serta termasuk dalam pola hujan jenis ekuatorial. Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum, jumlah curah hujan maksimum setelah terjadi ekinoks (Tjasyono,1999). Wilayah Pontianak yang terletak di ekuator serta masuk dalam daerah propagasi MJO sehingga daerah ini memiliki potensi untuk diteliti keterkaitannya dengan Madden Julian Oscillation.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Salah satu bagian yang penting dalam meteorologi adalah membuat prakiraan hujan. Untuk membuat suatu prakiraan hujan, banyak faktor yang harus diperhatikan salah satunya adalah Madden Julian Oscillation (MJO). Dimana MJO ini merupakan fenomena cuaca yang cukup penting dalam mempengaruhi aktivitas konveksi pada lapisan troposfer. Dengan menggunakan Indeks Real-time Multivariate MJO (RMM) dari Bureau of Meteorology Research Centre (BMRC) yang kemudian diolah dengan menggunakan metode statistik untuk dikaitkan dengan curah hujan dasarian di Pontianak selama 27 tahun yaitu tahun 1981-2007, maka akan diketahui seberapa besar pengaruh MJO terhadap curah hujan di Pontianak.

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan membuka wawasan tentang Madden Julian Oscillation serta mengetahui seberapa besar pengaruh fenomena ini terhadap curah hujan di Pontianak, dengan harapan hasil pengkajian ini dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk prakiraan hujan di wilayah tersebut.

(14)

3

1.4. BATASAN MASALAH

Ruang lingkup pembahasan antara lain :

1. Menganalisis seberapa besar dampak MJO terhadap curah hujan di Pontianak, dengan menggunakan data curah hujan dasarian dan indeks RMM selama 27 tahun yaitu dari tahun 1981-2007.

2. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori tentang MJO (Madden Julian Oscillation), Hujan, serta keterkaitan antara dua komponen tersebut.

1.5 METODOLOGI PENELITIAN

1. Studi Pustaka, mencari sumber-sumber referensi terkait dengan topik yang diangkat dalam karya tulis ini.

2. Menetukan obyek daerah analisis.

3. Mengumpulkan data-data yang diperlukan seperti data curah hujan dan indeks RMM, serta data gambar dan grafik dari berbagai sumber.

4. Mengolah data dengan metode statistik yang diselaraskan dengan ilmu meteorologi.

5. Menampilkan hasil olahan disertai analisis tersebut dalam bentuk nilai, tabel dan grafik.

6. Pembahasan hasil dan penarikan suatu kesimpulan.

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, sistematika penulisan serta kerangka berpikir.

BAB II LANDASAN TEORI

Berisi uraian teori-teori tentang pengertian dasar MJO, fase dan karakteristik MJO, identifikasi MJO, pengertian hujan, pengaruh MJO terhadap hujan.

(15)

4 BAB III DATA DAN METODE

Berisi mengenai data yang digunakan, metode analisis dan pengolahan data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi penjelasan tentang hasil penelitian dari data anomali curah hujan yang dikaitkan dengan amplitudo indeks RMM dan fase MJO.

BAB V KESIMPULAN

Berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang yang dikemukakan serta saran-saran yang bermanfaat dari hasil penelitian dan dibagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka serta lampiran-lampiran.

(16)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN MJO

Madden Julian Oscillation adalah suatu gelombang atau osilasi sub musiman yang terjadi di lapisan troposfer wilayah tropis, akibat dari sirkulasi sell skala besar di ekuatorial yang bergerak dari barat ke timur yaitu dari laut Hindia ke Pasifik Tengah dengan rentang daerah propagasi 15°LU - 15°LS. MJO secara alami terbentuk dari sistem interaksi laut dan atmosfer, dengan periode osilasi kurang lebih 30-60 hari (Madden dan Julian, 1971, 1972; Madden dan Julian,

1994).

(Sumber: Madden dan Julian,1994)

Gambar 2.1. Hasil analisis periode osilasi MJO oleh madden dan julian pada tahun 1972, yang disempurnakan lagi pada analisis pada tahun 1994.

Madden Julian Oscillation juga merupakan fluktuasi utama dari sirkulasi atmosfer yang menjelaskan variasi cuaca di tropis dan meregulasi Monsun Asia Selatan (South asian Monsoons). MJO mempengaruhi variasi dari angin, SST, awan, dan curah hujan (http://www.gsfc.nasa.gov), Hal inilah yang menyebabkan MJO menjadi salah satu variabilitas dominan yang sangat penting di daerah tropis.

(17)

6

2.2. FASE MJO

Madden Julian Oscillation mempunyai dua mode/fase yang berbeda jelas sebagaimana yang diungkapkan (Suryantoro,2004) yaitu fase basah-pelan dan kering-cepat dimana fase MJO basah-pelan dapat diidentifikasikan pada saat divergensi paras atas maksimum berada di daerah konveksi aktif seperti di daerah samudera Hindia, Pasifik Barat, Amerika Selatan dengan kecepatan fase penjalaran 5 m/s. Fase MJO kering-cepat muncul pada saat gangguan bergerak melalui daerah-daerah dengan aktivitas konveksi rendah seperti di Pasifik Tengah sampai Timur dan Atlantik dengan kecepatan penjalaran berkisar 30 m/s untuk parameter tekanan permukaan serta 15-20 m/s untuk parameter kecepatan potensial paras atas dan angin zonal. MJO dibagi menjadi 8 fase (Sumber:

http://bmg.batam.go.id/) yaitu :

Fase Posisi Area Konvektifitas

1 210º BB – 60º BT Afrika bagian timur 2 60º BT – 80º BT samudera Hindia bagian barat 3 80º BT – 100º BT samudera Hindia bagian timur 4 dan 5 100º BT – 140º BT benua maritim Indonesia

6 140º BT-160º BT kawasan Pasifik barat

7 160º BT – 180º BT Pasifik tengah

8 180º – 160ºBB daerah konveksi di belahan bumi bagian barat

Tabel 2.1.Posisi Fase Madden Julian Oscillation (MJO)

(Sumber: http://www.apsru.gov.au)

Gambar 2.2. Fase Madden Julian Oscillation dan penggambarannya dengan indek RMM (Real-time Multivariate MJO).

(18)

7

2.3. KARAKTERISTIK MJO

Meski uraian penelitian MJO sudah maju dengan mantap sepanjang tahun, tidak satu pun dari teori-teori saat ini yang mampu secara penuh menjelaskan karakteristik-karakteristik dasar MJO (Hayashi dan Golder, 1993). Kendatipun demikian karakteristik MJO secara eksplisit terlihat sebagai propagasi wilayah kenaikan (enhanced) dan penurunan (suppressed) dari curah hujan di wilayah tropis, kejadian ini terlihat pertama kali di wilayah lautan Pasifik yang menjalar menuju ke timur hingga lautan Pasifik Tengah.

(Sumber: http://www.cpc.noaa.gov)

Gambar 2.3. Gelombang propagasi ke timur dari fenomena MJO merupakan adaptasi dari penggambaran Madden dan Julian 1972.

Karakteristik secara eksplisit ini dapat dilihat karena pada umumnya hujan di daerah tropis adalah hujan konvektif dimana puncak awan konvektif sangat dingin dengan kata lain sedikit emisi radiasi gelombang panjang. oleh karena itu MJO dapat dideteksi atau dimonitor dengan memperhatikan variasi OLR yang di pancarkan oleh sensor inframerah pada satelit.

(19)

8

(Sumber: http://www.cpc.ncep.noaa.gov)

Gambar 2.4. Pola korelasi linier MJO terhadap variabel OLR,biru menunjukkan daerah enhanced konvektif dan merah suppressed konvektif.

(Sumber: http://www.crseo.ucsb.edu/)

Gambar 2.5. Struktur 3 dimensi MJO (Rui dan Wang,1990)

Untuk menggambarkan karakterisik MJO lebih dalam (Rui dan Wang, 1990) menggunakan struktur 3 dimensi, dapat terlihat bahwa terdapat dua pola perputaran massa udara yaitu siklonik dan antisiklonik hal ini menyebabkan pergerakan awan konvektif dari barat ke timur sepanjang Pasifik Tropis ditandai dengan konvergensi di lapisan bawah (troposfer) dan divergensi di lapisan atas (stratosfer) (www.kadarsah.wordpress.com).

(20)

9

2.4. MENGIDENTIFIKASI MJO

Madden Julian Oscillation dapat diidentifikasi dengan berbagai cara,

(Wheeler et al., 2004) menyatakan bahwa MJO dapat diidentifikasi dengan 3

teknik pendekatan yaitu :

a. Penyaringan frekuensi panjang gelombang b. Model forecast dari interaksi laut dan udara

c. Proyeksi dari observasi harian yang mengkombinasikan EOFs (Empirical

Orthogonal Functions) pada rentang 15°S-15°N dari rata-rata OLR (Outgoing Long Wave Radiation), u850 dan u200 untuk mendapatkan dua

indikasi yang dinamakan “Real-time Multivariate MJO” (RMM1 dan RMM2). Indeks ini terdiri dari RMM1, RMM2, Fase, dan Amplitudo Indeks dalam series waktu harian.

(Sumber: http://www.ecmwf.int)

Gambar 2.6. Nilai EOFs menggambarkan konveksi gabungan orientasi vertikal dari sirkulasi sel MJO yang menyebar ke arah timur disekitar bidang ekuatorial.

Selain itu data satelit juga bisa digunakan untuk melihat indikasi adanya konvektivitas kuat di tropis dan dimana wilayah yang terjadi konvektivitas menyimpang dari rata-rata. Penyimpangan ini menjadi alat diagnosis fundamental yang digunakan langsung untuk memonitor dan memprediksi Madden Julian Oscillation (http://www.cpc.noaa.gov/).

(21)

10

2.5. PENGERTIAN HUJAN

Hujan adalah curahan yang terdiri dari partikel air cair, tetes air, dengan diameter lebih besar dari 0,5 mm, banyaknya curah hujan yang mencapai tanah atau permukaan bumi selama selang waktu tertentu dinyatakan dengan ketebalan atau ketinggian air hujan tadi seandainya menutupi proyeksi horisontal permukaan bumi tersebut dan tidak ada yang hilang karena penguapan, limpasan, dan infiltrasi atau peresapan (Prawirowardoyo,1996). Curah hujan 1(satu) milimeter, artinya pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter jika luasannya 1 m2. Sedangkan, intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan terhadap waktu (BMG,2007).

2.6. PENGARUH MJO TERHADAP HUJAN

MJO mempengaruhi aktivitas konveksi pada lapisan troposfer dimana, aktifitas konveksi merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembentukan awan konvektif. Awan konvektif ialah awan yang terjadi karena kenaikkan udara di atas permukaan yang nisbi panas (Tjasyono,1999). Dari awan konvektif tersebutlah muncul potensi terjadinya hujan konvektif yaitu hujan yang terjadi akibat adanya pemanasan radiasi matahari dan proses thermal sehingga menyebabkan udara permukaan mengalami pemuaian dan naik ke lapisan atas.

(Sumber:http://www.cpc.ncep.noaa.gov)

Gambar 2.7. Pola korelasi linier MJO terhadap dampak variabel hujan di daerah Tropis dan Subtropis.

(22)

11

BAB III

DATA DAN METODE

3.1. DATA

Data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Data yang digunakan untuk analisa meliputi data curah hujan harian yang dikonversikan menjadi data curah hujan dasarian selama 27 tahun yaitu tahun 1981-2007 yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Pontianak.

2. Data Indeks RMM (Real-time Multivariate MJO) selama 27 tahun yaitu tahun 1981-2007 yang diperoleh dari BMRC (Bureau of

Meteorologi Research Centre) (http://www.bom.gov.au/bmrc/).

Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan dan Indeks RMM dengan series waktu selama 27 tahun dimaksudkan agar dapat memberikan suatu pola hasil penelitian yang dapat mewakili karakteristik wilayah tersebut sesuai dengan parameter yang dianalisis, juga mempunyai akurasi hasil yang baik.

3.2. KERANGKA BERPIKIR

(23)

12

3.3. METODE PENGOLAHAN DATA

Dalam pengolahan data, ada beberapa rangkaian proses kerja yang digunakan yaitu sebagai berikut :

a) Menentukan anomali curah hujan dasarian dalam kurun waktu tertentu - Hal yang pertama dilakukan adalah mengkonversikan data curah hujan

harian menjadi dasarian kemudian diturunkan menjadi ”indeks hujan dasarian” yaitu dengan merata-ratakan jumlah data persepuluharian, dengan demikian didapat 3 nilai curah hujan dalam tiap bulannya.

=

... (3.1) Keterangan :

Y = Curah hujan dasarian (dasa I,II atau III)

n

= Jumlah hari dengan nilai 10 untuk dasa I dan dasa II, sedangkan dasa III, nilai n adalah sisa jumlah hari dalam bulan tersebut.

Xi

=Jumlah curah hujan selama 24 jam atau selama sehari

- Mencari rata-rata curah hujan dasarian dalam kurun waktu tertentu, dengan begitu dapat kita ketahui nilai rata-rata dasa I,II,III tiap bulannya.

=

... (3.2) Keterangan :

= Rata-rata curah hujan dasarian (rata-rata dasa I,II atau III)

n

= Jumlah tahun yang digunakan dalam data tersebut

(24)

13

- Menentukan anomali curah hujan dasarian

Y

anomali

=

i

-

...(3.3) Keterangan :

Yanomali = Anomali Curah hujan dasarian

Yi = Curah hujan dasarian (dasa I,II atau III)

= Rata-rata curah hujan dasarian (rata-rata dasa I,II atau III)

b) Memfiltrasi atau memisahkan suatu komponen induk menjadi beberapa bagian komponen sesuai dengan kriteria atau parameter yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, filtrasi yang dilakukan adalah terhadap anomali curah hujan dasarian yang dibagi menjadi 2 kategori yaitu anomali dasarian positif dan negatif dengan tujuan untuk mengetahui hubungan indeks RMM dan fase MJO pada saat anomali curah hujan dasarian positif dan saat anomali tersebut negatif.

c) Menampilkan hasil-hasil tersebut dengan grafik untuk mempermudah menganalisis dari berbagai sudut pandang.

Metode penunjang yang digunakan dalam menganalisis hasil proses rangkaian kerja tersebut adalah

- Metode Korelasi Pearson

Dalam analisis ini digunakan uji analisis korelasi untuk mencari hubungan variable bebas (x) yaitu unsur cuaca yang dianalisis dengan variable terikat (y) yaitu Indeks RMM (Real-time Multivariate MJO). dihitung dengan menggunakan rumus:

r

=

………... (3.4)

r adalah harga koefisien korelasi dengan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ 1). Apabila r = - 1 menandakan bahwa korelasi negatif sempurna (berbanding terbalik antara dua variabel tersebut), r = 0

(25)

14

menandakan tidak ada korelasi dan r = 1 menandakan korelasi sempurna positif sangat kuat (berbanding lurus antara dua variabel tersebut)

(Santoso, 2006).

Dalam mengintrepetasikan metode ini lebih rinici adalah sebagai berikut

(Prihartini,et.al., 2000) :

a. Jika harga r(x,y) mendekati +1, berarti hubungan antara kedua variabel tersebut semakin kuat dan sifatnya berbanding lurus.

b. Jika harga r(x,y) mendekati -1 berarti hubungan antara kedua variabel tersebut semakin kuat dan sifatnya berbanding terbalik.

c. Jika harga r(x,y) ≥ +0.5 atau ≥ -0.5, berarti hubungan antara kedua variabel dianggap cukup kuat.

d. Jika harga r(x,y) < +0.5 atau > -0.5 berarti hubungan antara kedua variabel dianggap lemah.

(26)

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Kondisi curah hujan di wilayah Pontianak

Gambar 4.1. grafik rata-rata curah hujan dasarian di Pontianak tahun 1981-2007.

Grafik diatas menunjukkan pola curah hujan dasarian di Pontianak dari tahun 1981-2007, dapat dilihat bahwa grafik tersebut berbentuk gelombang sinusoidal dengan dua puncak sesuai dengan pola curah hujan ekuatorial, dimana terlihat puncak tertinggi adalah kurang lebih diatas 120 mm.

Gambar 4.2. grafik rata-rata anomali curah hujan dasarian di Pontianak tahun 1981-2007.

(27)

16

Grafik diatas menunjukkan pola anomali curah hujan di Pontianak dari tahun 1981-2007, dapat dilihat bahwa anomali yang bernilai positif tinggi terjadi pada bulan januari dasa ke-1 dan bulan april dasa ke-1. Anomali yang bernilai negatif tertinggi terjadi pada bulan april dasa ke-2 dan bulan desember dasa ke- 2.

4.1.2. Analisis anomali curah hujan dasarian terhadap fase MJO

Data diolah dengan proses sebagai berikut :

Gambar 4.3. Skema rangkaian proses kerja analisis anamali curah hujan dasarian terhadap fase MJO

Setelah series waktu kedua variabel tersebut sama yaitu berupa dasarian, maka variabel-variabel dipasangkan, kemudian difiltrasi lagi fase dominan yang ada dari kelompok anomali positif dan anomali negatif maka ditemukan nilai sebagai berikut :

(28)

17 Berdasarkan gambar diatas dapat dideskripsikan :

- Pada saat anomali positif, MJO dominan berada pada fase 1-4 yaitu bernilai 66% dari total data anomali positif, sedangkan fase 5-8 bernilai 30%, dan fase imbang sebesar 4%.

- Pada saat anomali negatif, MJO dominan berada pada fase 5-8 yaitu bernilai 58% dari total data anomali positif,sedangkan fase 1-4 bernilai 37% dan fase imbang sebesar 5%.

- Dari hasil tersebut untuk daerah pontianak fase MJO dibagi menjadi 3 kelompok yaitu fase 1-4, fase 5-8, fase imbang yaitu nilai modus atau kemunculan fase 1-4 dan 5-8 sama banyak dalam satu dasarian.

Dengan mengelompokkan anomali curah hujan berdasarkan fase 1-4, fase 5-8, dan fase imbang, maka jika ditampilkan dalam visualisasi grafik akan dihasilkan :

Gambar 4.5. Grafik fase MJO terhadap frekuensi kejadian dan anomali curah hujan.

(29)

18 Berdasarkan grafik diatas dapat dideskripsikan :

- Anomali dengan fase 5-8 banyak terjadi pada saat anomali curah hujan negatif, hal ini menunjukkan bahwa intensitas curah hujan di wilayah Pontianak menurun.

- Anomali dengan fase 1-4 banyak terjadi pada saat anomali curah hujan positif, hal ini menunjukkan bahwa intensitas curah hujan di wilayah Pontianak meningkat.

- Anomali dengan fase imbang frekuensinya sangat kecil, hal ini dianggap sebagai masa peralihan atau transisi dari dominan fase 1-4 ke dominan fase 5-8. anomali curah hujan pada fase imbang ini tidak terlalu nyata menurun atau naik baik pada anomali positif maupun negatif.

4.1.3. Analisis anomali curah hujan dan amplitudo indeks RMM

Anomali curah hujan dasarian dikorelasikan dengan nilai indeks RMM pada setiap bulan per dasa-nya, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil nilai korelasi anomali curah hujan dasarian dengan indeks RMM BULAN DASA I II III JANUARI 0.124088964 0.271755988 0.091498759 FEBRUARI -0.007513967 -0.179064818 0.082860761 MARET 0.282951439 0.44247392 0.044976831 APRIL 0.138570086 -0.500029685 0.096399027 MEI 0.027633978 -0.224671574 -0.139583326 JUNI 0.065249239 0.312250251 -0.251188554 JULY -0.079781652 -0.034858874 0.157972724 AGUSTUS 0.03351249 -0.133162408 0.03536808 SEPTEMBER 0.154488193 -0.057676244 -0.010907369 OKTOBER -0.232020521 -0.11419344 0.209306518 NOVEMBER 0.359631814 -0.159505206 0.048727746 DESEMBER 0.473629884 0.105230427 -0.021076814

(30)

19 Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan :

- Nilai korelasi positif tertinggi terjadi pada bulan desember dasa ke-1, yaitu 0,47 dan bulan maret dasa ke-2 bernilai 0,44. Hal ini merupakan korelasi positif (berbanding lurus), dimana ketika intensitas curah hujan meningkat, maka amplitudo indeks RMM juga akan meningkat. Dan sebaliknya ketika intensitas curah hujan menurun maka amplitudo indeks RMM juga akan menurun.

- Nilai korelasi negatif tertinggi terjadi pada bulan april dasa ke- 2, yaitu bernilai -0,50. Merupakan korelasi negatif (berbanding terbalik), dimana ketika intensitas curah hujan meningkat, maka amplitudo indeks RMM justru akan turun. Dan sebaliknya ketika intensitas curah hujan menurun maka amplitudo indeks RMM akan meningkat.

- Nilai korelasi 0,47 pada bulan desember dasa ke-1 dan bulan maret dasa ke2 bernilai 0,44, serta bulan april dasa ke 2, yaitu bernilai -0,50. Adalah nilai korelasi yang cukup besar bila dilihat series data yang cukup panjang, yaitu series data selama 27 tahun.

- Pada waktu lain, MJO pengaruhnya kecil terhadap curah hujan di Pontianak dengan nilai rentang korelasi – 0,25 sampai 0,35.

(31)

20

BAB V

KESIMPULAN

4.1. KESIMPULAN

Dari hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pola curah hujan di Pontianak mempunyai pola ekuatorial dimana pada grafik curah hujan terdapat dua puncak atau maksimum curah hujannya. 2. Berdasarkan hasil analisis fase MJO terhadap anomali curah hujan

dasarian dapat dinyatakan bahwa, pada saat MJO berada pada dominan berada fase 1-4 maka anomali curah hujan di Pontianak cenderung positif, hal ini menandakan bahwa kondisi curah hujan di Pontianak meningkat. Sebaliknya ketika MJO dominan berada fase 5-8 maka anomali curah hujan di Pontianak cenderung negatif, hal ini menandakan bahwa kondisi curah hujan di Pontianak menurun, sedangkan MJO yang berada pada fase imbang dianggap merupakan fase transisi atu peralihan dari dominan fase 1-4 ke dominan fase 5-8 ataupun sebaliknya, dimana anomali curah hujan pada fase imbang ini tidak terlalu nyata turun atau naik baik pada anomali positif maupun negatif.

3. Besar kecilnya pengaruh MJO terhadap curah hujan di wilayah tersebut tergantung dari intensitas MJO itu sendiri semakin kuat MJO maka semakin kuat pula pengaruh yang ditimbulkan, dan sebaliknya semakin lemah intensitas MJO tersebut maka akan semakin kecil pengaruh atau dampak yang ditimbulkan terhadap curah hujan khususnya untuk wilayah Pontianak.

4. Berdasarkan hasil analisis anomali curah hujan terhadap Indeks RMM dapat disimpulkan :

a. Pada bulan desember dasa ke-1 dan bulan maret dasa ke-2 untuk wilayah Pontianak merupakan puncak hubungan korelasi positif (berbanding lurus), yaitu saat amplitudo indeksnya naik curah

(32)

21

hujan juga akan meningkat dan sebaliknya saat amplitudo indeksnya turun curah hujan juga akan menurun.

b. Pada bulan april dasa ke- 2, untuk wilayah Pontianak merupakan puncak hubungan korelasi negatif (berbanding terbalik), yaitu saat amplitudo indeksnya naik curah hujan akan menurun dan sebaliknya saat amplitudo indeksnya turun curah hujan akan meningkat.

5. Dari keseluruhan analisis dapat dinyatakan bahwa Madden Julian Oscillation merupakan fenomena yang cukup berpengaruh terhadap curah hujan di wilayah Pontianak.

(33)

22

DAFTAR PUSTAKA

BMG, 2007. Buku Prakiraan Musin Hujan 2007/2008 di Indonesia.Jakarta

Geerts B. dan M. Wheeler, 1998. The Madden Julian Oscillation http://www.das.uwyo.edu/~geerts/c wx/notes/chap12/mjo.html , akses 12 Januari 2009

Gottschalck,J., et al. Madden Julian Oscillation

http://www.cpc.noaa.gov/products/precip/CWlink/MJO/MJO_summary.pd f. akses 6 febuari 2009

Hayashi, Y., dan D. G. Golder, 1993. Tropical 40-50 and 25-30 Day Oscillations

Appearing in Realistic and Idealized GFDL Climate Models and ECMWF Dataset. J. Atmos. Sci., (50), 464-494

Madden, R.A dan Julian, P.R.1971. Detection of a 40±50 Day Oscillation in The

Zonal Wind in The Tropical Pasific. J Atmos Sci 28 : 702-708

Madden, R.A dan Julian,P.R.1972. Description of Global-Scale Circulation Cells

in The Tropics With a 40-50 Day Period. J Atmos Sci 29 : 1109-1123

Madden R.A dan Julian,P.R 1994. Observations of the 40-50 day tropical

oscillation: A review. Mon. Wea.Rev., 112-814-837

Prawirowardoyo,Susilo.1996. Meteorologi. Bandung:Penerbit ITB

Prihartini,Djatmiko.H.T.,Swarinoto.Y.S.2005. Kaitan Southern Oscillation Index

dengan Curah Di Pontianak. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 1

No.1 (Januari-Maret 2000) hal 15-20

Santoso, S. 2006. Menguasai Statistik Di Era Informasi Dengan SPSS 14. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Suryantoro, Arief.2004. Fenomena MJO/ISO dan Hubungannya Dengan Pola

Aktivitas Awan Konvektif dan Curah Hujan di Lampung, Sumatera Selatan dan Aceh. Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 5 No. 4 2008

hal 30-45

Tjasyono,Bayong.1999. Klimatologi Umum. Bandung:Penerbit Institut Teknologi Bandung

Wheeler,M.,Hendon,H dan Alves,O. 2004. Techniques and experiences in real-timeprediction of the MJO: The BMRC perspective

(34)

23

http://www.bom.gov.au/bmrc/clfor/cfstaff/matw/maproom/RMM/RMM1RMM2. 74toRealtime.txt akses 23 Desember 2008

http://bmg.batam.go.id/content/BULETIN_STAMET_BATAM-AGUSTUS.pdf., akses 23 Desember 2008

http://www.kadarsah.wordpress.com , sains dan atmosfer akses 29 Oktober 2008

http://www.pontianak.go.id akses 29 Oktober 2008

http://www.gsfc.nasa.gov/topstory/20021015monsoon.html akses 6 febuari 2009

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/precip/CWlink/daily_mjo_index/details. html, akses 6 februari 2009

http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/olr/CWlink/daily_mjo_index/details.html akses 6 februari 2009

http://www.apsru.gov.au/mjo/explore.asp akses 12 Februari 2009

http://www.crseo.ucsb.edu/esrg/papers/paper3/toga_paper.html akses 12 Februari 2009

(35)

Gambar

Gambar 1.1. Peta Pontianak.
Gambar 2.5. Struktur 3 dimensi MJO (Rui dan Wang,1990)
Gambar 3.1 Skema kerangka berpikir.
Gambar 4.1. grafik rata-rata curah hujan dasarian di Pontianak tahun  1981- 1981-2007
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Untuk harga kapasitas sembarang, hubungan antara kapasitas dengan daya dan efisiensi dapat dilihat dalam tabel 9.2 dan dari tabel 9.2 tersebut dapat digambarkan grafik

(1993) pada embrio kambing rnenghasilkan perkembangan embrio sampai tahap morula/blastosis sebesar 25,5.%. Perbedaan yang tidak s i g n i f h antara ketiga kriteria

Prinsip dasar dalam penentuan kadar air tanah yaitu kadar air tanah dinyatakan sebagai perbandingan berat air yang ada dalam contoh tanah sebelum pengeringan dan berat contoh

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu: (1) terdapat perbedaan rapat arus yang signifikan dari sampel sedimen, namun perbedaan tersebut disebabkan oleh sampel

Berdasarkan uraian penjelasan yang meliputi tugas dan kewenangan Dinas Perhubungan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Fungsi-fungsi yang dimiliki, struktur organisasi, dan

Pentingnya pengelolaan prasarana dan sarana air limbah yang ada di Bandara Adisutjipto Yogyakarta dilakukan sebagai salah satu pendukung dalam mewujudkan Eco-Airport di

FATTAH JASIN,