HUKUM AGRARIA
LUAS SEMPIT
PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam
Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah
OBYEK Hak Penguasaan atas
Sumber-sumber Alam Hak Penguasaan Atas Tanah RUANG LINGKUP - Hukum Tanah - Hukum Air - Hukum Perikanan - Hukum Kehutanan - Hukum Pertambangan - Hukum atas Tenaga dan
Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa (bukan Space Law)
HUKUM TANAH YANG DUALISTIS
Perangkat Hukum
Tanah Barat Perangkat HukumTanah Adat
Kaedah-kaedahnya Kaedah-kaedahnya
Tertulis Tidak tertulis
Tertulis Tidak tertulis
Buku II BW Buku III BW Buku IV BW Hk. Kebiasaan (Belanda Kuno) Agr. Wet 1870 Agr. Besluit 1870 Pra BW (seb. 1848) Hk. Tanah Adm Diciptakan : -Pemr. HB -Pemr. Swaparja Sebagai hukum yang berlaku dikalangan orang Indonesia asli (Bumiputra) (Hk. Tanah Swapraja)
PLURALISTIS Ketentuan Pokok Ketentuan Pelengkap Hukum Tanah Adat Hukum Tanah Barat DUALISTIS
Hukum Tanah Antar Golongan
Hukum Tanah Administrasi
SEMUA TANAH DI INDONESIA SEBELUM UUPA Tanah Hak Indonesia Tanah Hak Barat
Diatur oleh Hukum Tanah Adat
Belum didaftar
Sudah didaftar
Diatur oleh Hukum Tanah Barat
SEBELUM UUPA S/D 23 SEPTEMBER 1960 SESUDAH UUPA (Sesudah 24 Sept. 1960) KEDUDUKAN HUKUM
Terpencar dalam berbagai hukum:
- Hk. Tanah Barat Adm.
Perdata
- Hk. Tanah Adat Adm.
Perdata - Hk. Tanah Administrasi - Hk. Tanah Swapraja - Hk. Tanah Antar Golongan Satu Obyek Satu Sistimatika
KEDUDUKAN NEGARA Pemilik /Badan Hukum
Perdata Badan Penguasa KEDUDUKAN HAK Hak-hak Barat
Hak-hak Adat
Hak-hak Swapraja
Unifikasi dalam Hak melalui Ketentuan Konversi
MACAM HAK PENGUASAAN ATAS TANAH (Berdasarkan Kewenangannya)
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN KHUSUS (Bersifat Publik dan Perdata)
HAK BANGSA INDONESIA (Ps. 1 UUPA) HAK MENGUASAI NEGARA (Ps. 2 UUPA)
HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT (Ps. 3 UUPA)
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN UMUM (Bersifat Perdata)
HAK PERORANGAN ATAS TANAH HAK ATAS TANAH
HAT PRIMER
HAT
SEKUNDER HAK JAMINAN ATAS TANAH
(Hak Tanggungan) UU No.4/1996
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN (uu No. 16 Th. 1985)
MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH
Pasal 4 jo. Pasal 16 jo. Pasal 53 jo. PP 40/1996 dan
PP 41/1996 jo. Penjelasan II/2
Hak Atas Tanah Primer
Hak Atas Tanah Sekunder
Hak Milik
Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai
Hak Sewa
Hak Usaha Bagi Hasil Hak Gadai
Hak Menumpang
Hak Guna Bangunan Hak Pakai
SUBYEK HAK ATAS TANAH
1.
Azas Kewarganegaraan
2.
Azas Persamaan
Pasal 9 ayat 2 UUPA
Tiap-tiap WNI, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta
untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik
bagi sendiri maupun keluarganya.
Kesimpulan : STATUS HUKUM SUBYEK
Hak untuk mengatur peruntukan dan penggunaan
tanah untuk keperluan sendiri dan untuk keperluan
pihak lain.
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah,
Badan-badan Usaha Milik Negara / Daerah,
Lembaga-lembaga
Pemerintah:
Departemen
/
Non
Departemen
HAK PENGELOLAAN
1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah
yang bersangkutan;
2. Menggunakan
tanah
tersebut
untuk
keperluan
pelaksanaan tugasnya;
3. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada
pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh
pemegang hak tsb, yang meliputi segi-segi peruntukan,
penggunaan, jangka waktu, dan keuangannya, dengan
ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak
ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat yang
berwenang.
KEWENANGAN SUBYEK HAK
PENGELOLAAN
FUNGSI TANAH
sebagai wadah sebagai faktor produksi
Perkotaan Hak-hak yang dapat diperoleh Pedesaan
1. HAK-HAK PRIMER
a. Hak Milik (untuk perumahan/usaha) a. Hak Milik (untuk sawah atau kebun) b. Hak Guna Bangunan (untuk kantor, b. Hak Guna Usaha (untuk perkebunan,
tempat usaha, pabrik atau industri) peternakan dan perikanan) Jadi, HGB untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat modern, tapi pada dasarnya c. Hak Pakai tetap dari Hukum Tanah Adat
c. Hak Pakai
d. Hak Pengelolaan (khusus untuk instansi pemerintah)
2. HAK-HAK SEKUNDER
a. Hak Sewa a. Hak Sewa
b. Hak Pakai b. Hak Pakai
c. Hak Guna Bangunan c. Hak Usaha Bagi Hasil
d. Hak Gadai
Status subyek menentukan status
tanah yang boleh dikuasai
WNI
Hak Milik
Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai
Hak Sewa Hak Gadai
Hak Usaha Bagi Hasil
Hak Menumpang
BHI
Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai
Hak Sewa
Hak Pengelolaan, khusus badan hukum Indonesia yang
sahamnya milik Negara
WNA / BHA
Hak Pakai (Pasal 42) Hak Sewa (Pasal 45
PENGERTIAN LANDREFORM
Landreform adalah suatu asas yang menjadi
dasar dari perubahan-perubahan dalam
struktur pertanahan hampir diseluruh dunia
termasuk di Indonesia. Asas itu adalah
bahwa “Tanah pertanian harus dikerjakan
atau
diusahakan
secara
aktif
oleh
pemiliknya sendiri”.
Secara
teknis
pengertian
Landreform
Pengertian Landreform dalam arti luas, yaitu :
1. Pelaksanaan pembaharuan hukum agraria, yaitu dengan mengadakan perombakan terhadap sendi-sendi hukum agraria yang lama dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi zaman modern dan menggantinya dengan ketentuan hukum yang lebih sesuai dengan perkembangan masyarakat modern.
2. Penghapusan terhadap segala macam hak-hak asing dan konsepsi kolonial.
3. Diakhirinya kekuasaan para tuan tanah dan para feodal atas tanah yang telah banyak melakukan pemerasan terhadap rakyat melalui penguasaan atas tanah.
4. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan atas
tanah serta berbagai hubungan-hubungan yang
berkenaan dengan pengusahaan atas tanah.
5. Perencanaan persediaan, peruntukkan dan penggunaan tanah secara berencana sesuai dengan kemampuan dan perkembangan kemajuan.
Pengertian Landreform dalam arti sempit merupakan
serangkaian tindakan-tindakan dalam rangka Agraria
Reform Indonesia, yaitu mengadakan perombakan
mengenai pemilikan dan penguasaan atas tanah serta
hubungan-hubungan yang bersangkutan dengan
pengusahaan atas tanah.
TUJUAN LANDREFORM
1. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar pembagian hasil yang adil pula, dengan mengubah struktur pertanahan secara revolusioner, guna merealisasi keadilan sosial.
2. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan alat pemerasan.
3. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi warganegara Indonesia, baik laki-laki
maupun wanita, yang berfungsi sosial. Suatu
pengakuan dan perlindungan terhadap privaat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat bersifat perseorangan dan turun temurun, tetapi berfungsi sosial.
4. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapus pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga dapat seorang laki-laki atau
wanita. Dengan demikian mengikis pula sistem
liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah.
5. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk gotong royong lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan adil disertai dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan ekonomi lemah.
LANDASAN HUKUM PELAKSANAAN
LANDREFORM DI INDONESIA
Landasan Ideal : Pancasila
Landasan Konstitusional : Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 Landasan Operasional :
- Pasal 7, 10, dan 53 UUPA;
- UU No. 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; - UU No. 2/1960 jo Inpres No. 13/1980 tentang Perjanjian Bagi
Hasil;
- PP No. 224/1961 jo PP No. 41/1964 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pembayaran Ganti Rugi;
- PP No. 4/1977 tentang Pemilikan Secara Absentee oleh Para Pensiunan Pegawai Negeri;
- UU No. 1/1958 jo PP No. 18/1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir dan Eigendom;
- Peraturan Kepala BPN No. 3/1991 tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform secara Swadaya;
- Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.
PROGRAM-PROGRAM LANDREFORM
1. Larangan menguasai tanah pertanian melampaui batas (Pasal 1-6 UU No. 56/Prp/1960).
2. Larangan pemilikan tanah secara absentee/guntai (Pasal 3 UU No. 56/Prp/1960)
3. Redistribusi tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum, tanah absentee, tanah bekas swapraja, tanah-tanah Negara lainnya (tanah-tanah obyek landreform) diatur dalam PP No. 224/1961 dan PP No. 41/1964.
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan (Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960). 5. Pengaturan kembali tentang perjanjian bagi hasil (UU No.
2/1960).
6. Penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian serta
larangan melakukan perbuatan-perbuatan yang
mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil (Pasal 9 UU No. 56/Prp/1960)