Penataan dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah sebagai Destinasi Wisata Kota Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe

Download (0)

Full text
(1)

Penataan dan Optimalisasi Kawasan Lahan Basah sebagai

Destinasi Wisata Kota

Kasus: Kawasan Waduk Pusong Kota Lhokseumawe

Nova Purnama Lisa

Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Kota, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh.

Abstrak

Kawasan Waduk Posung yang dibangun pada tahun 2010 tidak hanya berfungsi sebagai flood controle saja. Sebagai kawasan lahan basah sangat potensial. Kondisi saat ini kawasan waduk Pusong menjadi semakinbanyak didatangi pengunjung seiring dengan perkembangan Kota Lhokseumawe yang kian berkembang pesat sebagai pusat perdagangan. pemerintah setempat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Lhokseumawe 2011-2031 merencanakan pengembangan pada kawasan waduk Pusong sebagai kawasan lahan basah buatan tersebut menjadi destinasi wisata kota tepian air. Beberapa pengembangan pada kawasan waduk Pusong telah dilaksanakan seperti penataan akses sirkulasi dengan membangun jalan lintas waduk. Namun pengembangan tersebut belum mengatasi permasalahan pada kawasan secara keseluruhan dan arahan pengembangannya hanya menitikberatkan pada fungsi komersial, bukan terhadap fungsi ruang publik. Sehingga diperlukan arahan dan pengembangan baru terhadap kawasan sesuai dengan rencana pemerintah untuk mengembangkannya menjadi kawasan destinasi wisata waduk. Metoda penelitian Terapan, Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengangkat konsep Placemaking, dimana Placemaking adalah proses mengubah ruang/space menjadi tempat/place.

Kata-kunci : Kawasan waduk, lahan basah, Placemaking, destinasi wisata

Pengantar

Kawasan Waduk Pusong berada di kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Waduk Pusong ini berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat kota Lhokseumawe, dan berbatasan dengan Pusong Lama dan Mongeudong. Kawasan ini dahulu merupakan daerah aliran sungai Kreung Cunda, yang merupakan aliran air laut yang memisah-kan daratan Lhokseumawe dengan daratan Pu-lau Sumatera. Waduk Pusong di bangun di lahan seluasan ±60 Ha. Pada umumnya sungai me-miliki hubungan yang sangat signifikan seiring dengan sejarah berdirinya serta terbentuknya sebuah wilayah kota. Dalam Kajian perkem-bangan kota-kota di Asia Tenggara khususnya lingkup studi kota-kota sungai di pantai timur pulau Sumatera, hal ini digambarkan oleh (Marsden, 1999 dalam Pedia dan William)

bah-wa pada mulanya struktur kota yang terbentuk pada kawasan sungai diawali dari akses berupa alan yang harus dilalui dari area pantai-pantai pada bagian utara Pulau Sumatera. Tentu saja karaktek lahan kawasan seperti ini adalah karakteristik dari kawasan lahan basah.

Lahan basah (wetland) adalah wilayah-wilayah dimana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Lahan basah terdiri dari 2 jenis yaitu lahan basah alamiah dan lahan basah buatan. Pada kasus ini Waduk Pusong merupakan kawasan lahan basah buatan, keberadaannya sangat potensial seba-gai keberlanjutan wilayah kota dan diharapkan dapat dimanfaat secara optimal serta dikelola oleh manusia agar bermanfaat bagi kesejah-teraan masyarakat.

(2)

Waduk Pusong yang merupakan kawasan lahan basah buatan dinilai sebagai destinasi wisata kota berdasarkan pertimbangan, sebagai berikut:

1. Waduk Pusong merupakan akses utama keluar masuk menuju wilayah kota. Kondisi tapak yang sangat muda untuk dilalui 2. Letak waduk Pusong berada di lintasan

kreung Cunda/sungai Cunda. Kualitas visual alam yang disajikan disini sangat berbeda dengan destinasi wisata di daerah Aceh lainnya.

3. Keberadaan waduk Pusong ini juga sebagai Area konservasi smber daya alam melalui pemanfaatan sumber daya wisata kota seca-ra berkelanjutan serta menciptakan pence-gahan dampak negatif lingkungan.

Faktor geografis yang menjadikan Kota Lhok-seumawe sebagai kota pesisir memiliki potensi pariwisata yang cukup signifikan. Selain itu keberadaan kawasan waduk Pusong yang berbatasan langsung dengan laut juga memiliki potensi sebagai kawasan destinasi wisata kota tepi air. Sehinga mampu meningkatkan eksis-tensi dan poeksis-tensi dari sarana serta prasarana dalam penataan secara optimal sebagai destinasi wisata lahan basah.

Penataan kawasan waduk ini sebagai destinasi wisata kota bertujuan untuk menghasilkan masterplan serta konsep penataan kawasan yang menjadi urban contex sebagai fungsi teknis maupun non teknis.

Kondisi saat ini kawasan waduk Pusong menjadi semakin ramai didatangi pengunjung seiring dengan perkembangan Kota Lhokseumawe yang kian berkembang pesat sebagai pusat per-dagangan. pemerintah setempat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Lhokseumawe 2011-2031 merencanakan pengembangan pada kawasan waduk Pusong sebagai kawasan lahan basah buatan tersebut menjadi destinasi wisata kota tepian air. Beberapa pengembangan pada kawasan waduk Pusong telah dilaksanakan seperti penataan akses sirkulasi dengan mem-bangun jalan lintas waduk. Namun pengem-bangan tersebut belum mengatasi permasalahan pada kawasan secara keseluruhan dan arahan

pengembangannya hanya menitikberatkan pada fungsi komersial, bukan terhadap fungsi ruang publik. Sehingga diperlukan arahan dan pengembangan baru terhadap kawasan sesuai dengan rencana pemerintah untuk mengem-bangkannya menjadi kawasan destinasi wisata waduk. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengangkat konsep Placemaking, dima-na Placemaking adalah proses mengubah ruang/ space menjadi tempat/place, (Schneeklth dan Shibley, 1995). Space/ruang yang belum me-miliki fungsi yang sesuai dan belum meme-miliki karakter yang kuat, diarahkan menjadi place/ tempat yang sudah memiliki fungsi yang sesuai dan karakter yang kuat.

Dalam kasus penelitian ini, waduk Pusong sebagai “space” yang akan dikembangkan menjadi “place” dengan memiliki fungsi yang sesuai yakni sebagai destinasi wisata kota, dan memiliki karakter yang kuat yakni karakter waterfront (tepi air). Unsur-unsur pembentuk place (tempat) adalah activity (aktivitas), form (tempat perwadahan), dan image (citra tempat), sehingga variabel yang digunakan adalah activity; aktivitas yang terjadi pada kawasan yang mengarah pada aspek fungsi sebagai destinasi wisata kota, serta form dan image yang merupakan faktor-faktor pembentuk dan penguat karakter waterfront. Prinsip utama optimalisasi kawasan waduk Pusong sebagai destinasi wisata perkotaan tentunya adalah daya tarik yang dimiliki oleh kawasan tersebut. untuk menciptakan daya tarik suatu ruang maupun tempat tentunya diperlukan penataan serta pemanfaatan yang optimal.

Kuhn, 1993 mengatakan interpretasi merupakan pemaknaan dan penafsiran, biasa dikenal de-ngan metode hermeneutik, penggunaan metode hermeneutik atau interpretasi dalam studi ini adalah untuk memahami obyek dalam konteks ruang dan waktu dimana obyek tersebut berada, terkait didalamnya keseluruhan aspek kondisi sosial, ekonomi, budaya (human behavior), pandangan hidup maupun sejarahnya.

Potensi sumber daya alam memiliki makna keku-atan serta karakter tersendiri dalam menopang perkembangan kepariwisataan. Salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan

(3)

dorongan bagi pertumbuhan dan perkembangan sebagai destinasi wisata adalah kawasan waduk pusong. Seperti yang disebutkan dalam UU.No.9 Tahun 1990, bahwa keberadaan objek wisata pada suatu daerah akan snagat menguntungkan, antara lain meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Menurut Echols & Shadily (2007), yang menyatakan bahwa “Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang mengunjungi tempat tertentu secara sukarela dan bersifat sementara dengan tujuan berlibur atau tujuan lainnya bukan untuk mencari nafkah”.

Menurut Warpani (2007), yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah berbagai bentuk kegiatan wisata sebagai kebutuhan dasar manu-sia yang diwujudkan dalam berbagai macam kegiatatan yang dilakukan oleh wisatawan, di-dukung oleh fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.

Destinasi wisata kota berupa kawasan waduk Pusong keberadaan dan fungsi didukung oleh kebijakan dalam Pedoman Tata ruang Wilayah Kota (RTRW) kota Lhokseumawe tahun 2011-2031,yang menetapkan dalam perencanaan tata ruang kota yang menghasilkan konsep pengem-bangan pembangunan sector pariwisata serta untuk menciptakan sistem pariwisata yang dikelola oleh masyarakat.

Metode

Studi ini dilakukan secara kualitatif dengan memperhatikan hasil studi pada kawasan lahan basah waduk sebagai destinasi wisata kota. Metode Penelitian yang digunakan merupakan Penelitian Terapan/Applied research yang mempunyai alasan praktis, keinginan untuk mengetahui, bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang jauh lebih baik, lebih efektif, dan efisien serta terfokus pada problem solving yang terjadi pada ruang kota (Andranovich, 1993)

Penelitian terapan atau applied research dilakukan berkenaan dengan kenyataan-kenya-taan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh penel-itian dasar dalam kehidupan nyata. Penelpenel-itian

terapan berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah masalah tertentu. Tujuan utamanya adalah pemecahan masalah sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk kepen-tingan manusia baik secara individu atau kelompok.

Metode Pengumpulan Data a. Data sekunder

Studi kajian pustaka untuk mendapatkan kerangka teori yang pada penelitian ini mendasarkan pada metode applied research, teori placemaking yang dikemukakan dan metode hermeneutik.

b. Data primer

Penelitian di lapangan untuk mendapatkan data fenomena daerah penelitian yang dilakukan antara lain: Identifikasi terhadap kegiatan pembangunan infrastruktur penunjang dan prasarana destinasi wisata pada kawasan waduk Pusong, observasi; penggalian fenomena la-pangan obyek penelitian; survey lala-pangan yang nantinya diharapkan dapat memenuhi semua ketentuan yang diberikan untuk mencapai tujuan studi ini; penga-matan gambar/foto yang merupakan data visual; pemetaan aktivitas lingkungan penelitian.

(4)

Analisis dan Interpretasi

1.Tinjauan Eksisting Kawasan waduk Pusong

Gambar 1. Peta Kondisi Eksisting Kawasan Lahan

Basah Buatan Kawasan Waduk Pusong, Kecamatan Banda Sakti. Sumber Observasi Lapangan, 2014

Gambar 2. Peta Batasan Kondisi Eksisting Kawasan

Lahan Basah Buatan Kawasan Waduk Pusong, Luasan 60 Ha. Sumber: Observasi Lapangan, 2014

2. Arah Perencanaan dan Pengembangan sebagai Destinasi Wisata Kota

Menginterpretasikan data lapangan dengan memproyeksikan arah perencanaan dan pengembangan jangka panjang. Dengan meng-identifikasi masalah dan memberi pendekatan yang menjadi dasar problem solving. Arah perencanaan tata ruang memperhatikan bebe-rapa hal utama yaitu, potensi dan kendala, potensi pengunjung, kebijakan tata ruang dan dampak yang ditimbulkan.

3. Konsep Penataan dan Pengembangan Kawasan Destinasi Wisata

Penataan kawasan sejalan dengan prinsip pengembangan. Konsep Berdasarkan kajian literatur, serta analisa kontektual.

Tabel.1 Indentifikasi Konsep Placemaking

Elemen Analisa Kontektual

Placemaking

 Activity Pendekatan Aktivitas Pendekatan perilaku  Form

Pendekatan ekonomi  Image

Pendekatan Sumber daya

4. Konsep Penataan Perancangan

Kawasan Wisata

Secara garis besar penataan perancangan kawasan wisata waduk Pusong ini meliputi penataan tata lansekap dan arsitektur, building form, kenyamanan, aksesibilitas serta fungsi. Kompleksitas yang tinggi dalam penataan fasilitas yang diperuntukan pada kawasan wisata ini saling mendukung. Penataan tata lansekap yang tidak monoton sehingga dapat meningkatkan kualitas visual pada tapak. Lansekap juga dilengkapi dengan elemen dan atribut arsitektural pembentuk ruang luar diantaranya, sign/ penanda, fasilitas penerangan dan lainnya.

Prinsip penataan dan perancangan kawasan berdasarkan:

a). menata pola koridor dari gate utama dari dua titik dari jalan pase dan sisi jalan

Waduk langsung berbatasan dengan Laut Waduk langsung berbatasan dengan Laut Akses Sirkulasi Jl.Reklamasi Kondisi Bronjong Batu Gunung Kawasan PPI Joging Track (dalam

Proses pengerjaan)

Bring wall waduk Tepian waduk Berbatasan dengan Pasar Buah Berbatasan dengan Terminal Angkutan Kota Area Pengembangan Area Pengembangan

(5)

Kreung Cunda, pada analisi pencapaian akses diakomodir jembatan Pusong-Kandang (dalam pengerjaan). Gate one system diharapkan dapat mempermudah para pengunjung.

b). Sirkulasi didalam site diarahkan mengalir dan bersifat dinamis.

c). Efisiensi sirkulasi ruang luar diperlukan untuk menghindar kemacetan, dengan zona parkir yang di letakkan secara me-nyebar setiap sudut kawasan wisata.

Gambar 3. Peta Rencana Master Plan Kawasan

Waduk Pusong

Gambar 3. Peta Kawasan wisata Waduk

Dasar penataan master plan dalam konsep kawasan destinasi wisata waduk secara garis besar, diantaranya:

a). Mendata kegiatan operasional yang akan diwadahi di dalam kawasan wisata yan akan dibangun.

b). Mengidentifikasi potensi dan masalah di dalam tapak berkaitan dengan orientasi bangunan dan sirkulasi

c). Mengidentifikasi potensi kawasan dan bangunan yan menjadi landmark kawasan. d). Menginventarisasi potensi arsitektur local

berkaitan dengan gubahan massa, simbol corak dan ragam hias.

Lingkup penataan pada kawasan waduk dibatasi pada penataan sarana dan prasarana termask infrastrktur yang mendukung fasilitas yang direncanakan.

Tabel 2. Analisa Kebutuhan Ruang Penataan

Keb.Ruang Penataan Fasilitas Kawasan Penataan Utilitas Kawasan Penataan Tata Lansekap

Knt.Pengelola Play ground Air Bersih Gate utama Pusat

Souvenier

Gazebo Air Kotor Pos jaga

Area Kliner Tower Landmark Ins.Listrik Akses/sirkulasi

Hall Jogging Track Audio Parkir

Setting Ground Unit Penampungan sampah Taman/RTH

Gambar 4. Pada gambar (a), keberadaan gate/gerbang menjadi sangat pentin. Gerbang menjadi banyak fungsi, antara lain penanda teritori kawasan dan juga sebagai elemen

a . c. b . d .

(6)

dekoratif pada tapak. (b). Area jajanan kuliner menggunakan konsep bangunan tepi air.

Kesimpulan

Kawasan destinasi wisata kota yang merupakan kawasan wisata lahan basah waduk Pusong, penataan kawasan wisata di tata berdasarkan integritas secara komersil ruang publik bagi masyarakat kota lhokseumawe khususnya. Secara keseluruhan penataan kawasan waduk Pusong ini diharapkan dapat mencapai opti-malisasi yang kompleks sesuai dengan urban contex pada saat ini dan masa yang akan datang.

Daftar Pustaka

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.

Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc. Zahnd, Markuz. (2006). Perancangan Kota secara

Terpadu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Pemerintah Kota Lhoksemawe 2011, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Lhokseumawe. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Lhokseumawe.

Figure

Gambar  1.  Peta  Kondisi  Eksisting  Kawasan  Lahan  Basah  Buatan  Kawasan  Waduk  Pusong,  Kecamatan  Banda Sakti

Gambar 1.

Peta Kondisi Eksisting Kawasan Lahan Basah Buatan Kawasan Waduk Pusong, Kecamatan Banda Sakti p.4
Tabel 2. Analisa Kebutuhan Ruang

Tabel 2.

Analisa Kebutuhan Ruang p.5

References

Related subjects :

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in