• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak langsung (DKP, 2009).

Penyu juga telah terbukti sebagai hewan yang sangat rumit untuk dikelola. Hal ini diantaranya disebabkan oleh pertumbuhannya yang lambat, lambatnya usia matang kelamin, perbiakan yang tidak terjadi setiap tahun, tingkat kematian yang tinggi pada penyu muda, penyebaran tukik di laut, migrasi yang jauh antara tempat mencari makan dan tempat peneluran, kebiasaan untuk bertelur di lokasi yang sama, serta ketergantungan perbiakan terhadap suhu tertentu (Limpus, 1997).

Ada tujuh spesies penyu yang masih hidup sampai saat ini: penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), penyu Hijau (Chelonia mydas), penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), penyu Tempayan (Caretta caretta), penyu Pipih (Natator depressus), penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu Kemp’s Ridley (Lepidochelys kempi) (Harless dan Morlock, 1979). Namun hanya enam spesies yang disebut pertama yang ditemukan di perairan Indonesia. Spesies yang paling banyak ditemukan di perairan Indonesia adalah penyu Hijau (Chelonia mydas), yang banyak tinggal di habitat terumbu karang (Tomascik dkk., 1997)

Salah satu habitat peneluran dan pakan penyu Hijau (Chelonia mydas) terbesar di Indonesia adalah di Kepulauan Derawan. Penyu Hijau yang bertelur di

(2)

kepulauan ini diperkirakan berjumlah antara 4.000 – 5.500 ekor per tahun (Tomascik dkk., 1997). Namun menurut Spotila (2004), populasinya sudah berubah menjadi hanya sekitar 1.800 ekor per tahun penyu betina yang bertelur di kepulauan ini. Kepulauan yang terletak di Kabupaten Berau – Kalimantan Timur ini memiliki beberapa lokasi peneluran bagi penyu Hijau, di antaranya adalah pulau Sambit, pulau Bilang-bilangan, pulau Maratua, pulau Derawan, pulau Mataha, pulau Balikukup, pulau Belambangan, dan pulau Sangalaki.

Pulau Sangalaki merupakan salah satu habitat peneluran penyu hijau yang utama di Kepulauan Derawan. Penyu hijau bertelur sepanjang tahun di pulau dengan luas daratan sekitar 15 hektar ini. Menurut Adnyana dkk. (2007), total pendaratan dan peneluran di Sangalaki per bulan berturut-turut adalah antara 160 – 1.166 (rata-rata ± SD = 584 ± 234.5) dan 93 – 812 (354 ± 153), dengan aktivitas peneluran tertinggi antara Mei – Oktober dan aktivitas peneluran terendah antara bulan Nopember – April. Populasi pendaratan ini jauh menurun apabila dibandingkan dengan perkiraan total pendaratan penyu di Sangalaki pada tahun 1950-an dan 1970-an (Lindsay dan Watson dalam Adnyana dkk. (2007), yaitu 200 dan 150 ekor penyu per malam. Sementara sensus yang dilakukan oleh sebuah operator selam Sangalaki antara bulan April 1993 sampai bulan Juli 1994 mendapatkan populasi pendaratan penyu per malam yang lebih sedikit (39 ± 9.4) (G.F. Taylor dalam Tomascik dkk., 1997).

Penempatan sarang, bagi hewan yang meletakkan telurnya seperti penyu, mempunyai konsekuensi penting bagi kesuksesan reproduksinya. Menurut Bjorndal dan Bolten (1992), ketika seekor penyu muncul dari laut ke pantai untuk

(3)

bersarang, dia biasanya memasuki lingkungan heterogen yang relatif luas, sehingga dia harus memilih lokasi bersarangnya. Tempat dia bersarang dapat mempengaruhi kesuksesan dan kebugaran reproduksinya dilihat dari kelangsungan hidupnya dan kelangsungan hidup anakannya, dan rasio jenis kelamin dari anakannya.

Penyu memilih daerah untuk bertelur pada dataran yang landai dan tidak terkena pasang. Menurut Nuitja (1992), di pantai Sukamade jumlah sarang yang ditemukan pada zona intertidal hanya sebesar 0,05%, sedangkan selebihnya ditemukan pada zone supratidal yang mencapai 98,64%. Dari sarang yang berada di zone supratidal tersebut, sekitar 25,00% berada di bawah naungan pohon, sedangkan lainnya berada di daerah bebas naungan.

Penelitian lokasi bersarang yang dilakukan oleh Whitmore dan Dutton dalam Wood dan Bjorndal (2000), menyebutkan bahwa pada pantai peneluran di Suriname yang digunakan bersama oleh penyu Belimbing dan penyu Hijau, penyu Belimbing cenderung untuk bersarang di daerah pasir terbuka, sedangkan penyu Hijau cenderung bersarang di daerah yang ada vegetasi di belakang pasir terbuka. Sementara menurut Johannes dan Rimmer dalam Wood dan Bjorndal (2000), penyu Hijau di Australia cenderung untuk bersarang pada platform pasir yang berada 1 – 3 meter di atas pasang tertinggi pada pantai dengan salinitas rendah pada permukaan maupun kedalaman sarang. Namun sebaliknya, Stancyk dan Ross dalam Wood dan Bjorndal (2000) menyatakan bahwa penyu hijau yang bersarang di pulau Ascension menunjukkan toleransi yang lebar terhadap variasi dalam

(4)

warna pasir, distribusi ukuran butir pasir, kandungan air, pH, kandungan organik, dan kandungan kalsium karbonat.

Ada bermacam hipotesis yang berhubungan dengan preferensi lokasi bersarang penyu. Turkozan dkk. (2011) menyatakan bahwa beberapa peneliti menyebut bahwa preferensi lokasi bersarang adalah random, namun yang lain menemukan bahwa pasir pantai, kemiringan pantai, cahaya buatan, dan jarak dari pemukiman terdekat dan/atau vegetasi pantai dapat mempengaruhi pemilihan lokasi bersarang. Pada umumnya preferensi tersebut secara alami dilakukan secara adaptif dan berhubungan dengan keberhasilan kelangsungan hidup dan reproduksinya.

Pulau Sangalaki mempunyai panjang pantai sekitar 1.500 meter, yang terbagi ke dalam 60 sub sektor pantai yang masing-masing berjarak 25 meter. Seluruh sub sektor pantai di pulau seluas ± 15 hektar ini mempunyai akses langsung ke laut lepas. Hal inilah yang menjadikan pantai pulau Sangalaki mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan lokasi bersarang penyu hijau. Namun berdasarkan data seri pendaratan penyu hijau selama periode tahun 2004 – 2011 menunjukkan bahwa penyu hijau yang ada mempunyai kecenderungan untuk lebih menyukai sektor pantai tertentu dibandingkan sektor pantai yang lain.

Berdasarkan kecenderungan tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Adakah preferensi lokasi bersarang yang dilakukan oleh penyu hijau di pantai pulau Sangalaki, Kabupaten Berau – Kalimantan Timur?

(5)

2. Adakah perbedaan karakter lingkungan di antara sektor pantai peneluran di pulau Sangalaki?

3. Parameter lingkungan apa yang memengaruhi perilaku preferensi penyu hijau dalam memilih lokasi bersarangnya tersebut?

1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan preferensi lokasi bersarang penyu telah banyak dilakukan dengan lokasi, fokus, dan metode yang beraneka ragam. Penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan tersebut mendapatkan kesimpulan yang berbeda-beda mengenai parameter lingkungan yang memengaruhi penyu dalam memilih lokasi bersarangnya. Beberapa penelitian terkait yang sudah pernah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1. 1 Penelitian yang terkait dengan tema penelitian

No Judul Pengarang /

Tahun Fokus Kajian Hasil Penelitian 1. Factors influencing

beach selection by nesting sea turtles

Jeanne A. Mortimer / 1982 Mengkaji hubungan antara kepadatan sarang dengan karakteristik pantai, serta menentukan adanya hubungan antara prosentase penetasan dan kepadatan sarang yang ada Penyu di Ascension cenderung menyukai pantai tak berlampu dengan pantai pasir terbuka dan relatif bebas hambatan batu di muka pantai.

2. Individual nest site preference of green turtle, Chelonia mydas, on Mak Kepit beach and its relation with hatching success Ahmad Ali, Ku Kassim Ku Yaacob, Solahuddin A. Razak, dan Zulkifli Talib / 2005 Meneliti preferensi lokasi bersarang di antara individu penyu dan mengkuantifikasi pengaruh perilaku penyu betina pada kesuksesan

reproduksinya

Mayoritas penyu hijau di Mak Kepit lebih menyukai bersarang di bawah kanopi

3. Influence of beach slope and width on hawksbill (Eretmochelys

imbricata) and green turtle (Chelonia mydas) nesting activity in El Cuyo, Yucatan, Mexico

Eduardo Cuevas, Maria de Los Angeles, Liceaga-Correa, dan Ismael Marino-Tapia / 2010 Mengkaji pengaruh fitur morfologi pantai terhadap preferensi bersarang dari penyu sisik dan penyu hijau.

Penyu hijau lebih memilih pantai dengan lereng yang sedikit curam, terutama di daerah gundukan.

(6)

Tabel 1.1 Lanjutan

No Judul Pengarang /

Tahun Fokus Kajian Hasil Penelitian 4. Nest site preference and

hatching success of green (Chelonia mydas) and loggerhead (Caretta

caretta) sea turtles at

Akyatan beach, Turkey

Oguz Turkozan, Kristina Yamamoto, dan Can Yilmaz / 2011 Mengkaji preferensi lokasi bersarang dan kesuksesan menetas dari penyu tempayan dan penyu hijau

Penyu hijau di pantai Akyatan banyak bersarang di daerah bervegetasi yang jauh dari air laut. 5. Relation of temperature,

moisture, salinity, and slope to nest site selection in loggerhead sea turtles Daniel W. Wood dan Karen A. Bjorndal / 2000 Mengevaluasi pengaruh habitat mikro sebagai petunjuk dalam pemilihan lokasi bersarang penyu tempayan Faktor lingkungan yang memiliki pengaruh terbesar dalam penempatan sarang di pantai Merlbourne adalah kemiringan pantai 6. Spatial distribution of

green turtle (Chelonia

mydas) at Tortuguera, Costa Rica Karen A. Bjorndal dan Alan B. Bolten / 1992 Mengevalusi distribusi sarang di antara zona pantai antar tahun, baik pada level populasi maupun individu penyu

Pola sebaran sarang penyu hijau di antara zona di Tortuguero tidak konsisten.

7. The influence of beach sand characteristics on the nesting behaviour and clutch survival of green turtles (Chelonia

mydas)

Jeanne A. Mortimer / 1990

Menguji pengaruh karakteristik kimia dan fisika dari pasir pantai terhadap perilaku bersarang dan kelangsungan hidup anakan penyu hijau

Fitur pantai penting yang memengaruhi seleksi lokasi bersarang penyu hijau adalah orientasi garis pantai, kelandaian pantai, vegetasi bukit pasir, dan tekstur pasir.

Penelitian ini berusaha untuk mengisi celah di antara penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, dengan mengambil beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya serta lokasi penelitian yang memang belum pernah dilakukan penelitian preferensi lokasi bersarang penyu.

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui adanya preferensi lokasi bersarang penyu hijau di pulau Sangalaki, Kabupaten Berau – Kalimantan Timur;

(7)

2. Mengetahui adanya perbedaan karakter lingkungan di antara sektor pantai peneluran penyu di pulau Sangalaki;

3. Mengetahui parameter lingkungan yang memengaruhi perilaku preferensi penyu dalam memilih lokasi bersarang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai perilaku preferensi lokasi bersarang penyu hijau di pulau Sangalaki. Tersedianya data dan informasi tentang komponen lingkungan utama yang memengaruhi perilaku penyu hijau dalam menentukan lokasi bersarang dapat digunakan sebagai dasar pembinaan habitat peneluran penyu hijau di pulau Sangalaki dan juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengelola kawasan dalam menentukan blok inti perlindungan pantai peneluran penyu hijau. Secara umum, hasil penelitian ini nantinya diharapkan membantu pengelola kawasan dalam pengelolaan habitat peneluran satwa penyu hijau maupun habitat satwa liar lainnya yang ada di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Laut Pulau Sangalaki.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pulau Sangalaki yang terletak di Kepulauan Derawan merupakan habitat utama peneluran penyu hijau di Kabupaten Berau – Kalimantan Timur. Ada ribuan penyu hijau yang bersarang di pantai pulau Sangalaki tiap tahunnya. Namun begitu, dari data seri pendaratan penyu hijau di pulau Sangalaki selama delapan tahun berturut-turut (tahun 2004 – 2011) yang digunakan sebagai salah satu data acuan yang mampu mendukung penelitian ini, terlihat ada

(8)

kecenderungan bahwa penyu hijau di pulau Sangalaki lebih memilih sektor pantai tertentu dibandingkan sektor pantai yang lain untuk meletakkan telurnya. Untuk itulah penelitian ini akan mencoba mengetahui adanya preferensi lokasi bersarang, perbedaan karakter lingkungan di antara sektor pantai peneluran yang ada, serta mencoba mengetahui parameter lingkungan yang mungkin memengaruhi perilaku preferensi lokasi bersarang penyu hijau yang ada. Adapun bagan alir kerangka penelitian ini disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka penelitian Preferensi Lokasi Bersarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pulau Sangalaki

Penyu Hijau Bersarang di Pulau Sangalaki

Uji Chi-Square Data Pendaratan Penyu Hijau tahun

2004 - 2011

PCA + MLR

Karakter Lingkungan Site Preferensi Lokasi Bersarang Penyu hijau Uji Kruskal-Wallis Data Parameter Lingkungan pada Sektor Penelitian Preferensi Lokasi Bersarang Parameter Lingkungan yang memengaruhi Perilaku Preferensi Perbedaan Karakter Lingkungan Data Pendaratan

Penyu Hijau Aktual

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka  penelitian Preferensi Lokasi Bersarang Penyu Hijau  (Chelonia mydas) di Pulau Sangalaki

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut prinsip umum yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk mendorong diversifikasi pangan adalah: (1) dari sisi konsumsi, diversifikasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu analisis kekuatan mekanik komposit berpenguat serat kulit batang pohon waru dapat disimpulkan bahwa, Setelah

Analisa Mikroskop Hasil Pengolahan Bahan Galian Pengujian Variasi Volume Putaran Mesin 1 Pemompaan dari Monitor 1 .... Analisa Mikroskop Hasil Pengolahan Bahan Galian Pengujian

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas masyarakat Desa Klampok beragama Islam, terbukti dari sarana peribadatan yang sangat memadai. Salah satunya yaitu masjid

Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta. Dalam hal

Borges (2008) mengatakan nilai rendahnya DIC dan TA pada musim hujan di ekosistem mangrove terkait dengan salinitas, yaitu pada musim kemarau tingginya temperatur

Seburuk apapun hari saya, saya mau tunjukkan bahwa saya akan tetap menghadiri komsel dengan sepenuh hati dan tidak ada yang bisa menghalangi saya untuk berkumpul dan

Dalam uji coba produk bahan ajar Akidah Akhlak (bahan ajar komik) ini, yang menjadi subjek uji coba adalah siswa-siswa kelas V MIN Model Palangka Raya yang