• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi sengketa atau permasalahan dalam kehidupannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi sengketa atau permasalahan dalam kehidupannya."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sengketa merupakan bagian yang tak bisa terpisahkan dengan kehidupan manusia di belahan dunia mana pun. Oleh karena itu, sengketa bukan merupakan monopoli oleh masyarakat tertentu saja karena sengketa bisa terjadi di dalam lingkungan masyarakat macam apa pun. Semua lapisan masyarakat sering terjadi sengketa atau permasalahan dalam kehidupannya.

Di dalam masyarakat sendiri, banyak sengketa atau permasalahan yang memang dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Namun, di sisi lain juga banyak sengketa yang ketika dicari solusi terbaik dalam menyelesaikan sengketa tersebut, hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada kalanya sengketa yang terjadi itu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya, terkadang pula sengketa yang terjadi itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya.

Ketika manusia melakukan kegiatan demi memenuhi kebutuhan hidupnya, maka pasti ada suatu rambu-rambu hukum yang mengaturnya. Rambu-rambu tersebut bisa berupa peraturan yang ada di dalam al-Qur’an, al-Hadits, peraturan perundangan, ijma’, qiyas, istihsan, dan lain-lain. Akan tetapi cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya dan mendistribusikan kebutuhan yang diinginkan, tentunya didasari oleh pemikiran yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan perbedaan yang sering

(2)

terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan dari segi keyakinan agama, ideologi, maupun budaya hukum yang tumbuh dan juga berkembang di dalam lapisan masyarakat.

Selain itu, jika kita lihat dalam hal tertentu antara manusia yang satu dengan yang lainnya ketika melakukan kegiatan memenuhi kebutuhan hidupnya, bisa saja mempunyai unsur kesamaan jika menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai rambu-rambu dalam melakukan kegiatan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun rambu-rambu dalam melakukan kegiatan yang dimaksud, bisa dalam bentuk hukum perbankan, jual beli, asuransi, gadai, utang piutang, dan bisa juga dalam bentuk yang lainnya termasuk dalam bidang ekonomi yang dalam bahasa peraturan perundang-undangan dikenal dengan sebutan Hukum Ekonomi Syari’ah.

Hukum dan ekonomi dua hal yang tidak boleh dipisahkan, sebab dua hal ini saling melengkapi seperti dua sisi mata uang. Hukum ekonomi merupakan kajian tentang hukum yang berkaitan dengan ekonomi secara interdisipliner dan multidimensional.1 Hukum adalah suatu kaidah atau peraturan, ekonomi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, jadi Hukum Ekonomi syari’ah merupakan sebuah kaidah yang mengatur segala permasalahan tentang kegiatan yang dilakukan oleh manusia berdasarkan pada syari’at Islam yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

1Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syari’ah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan

(3)

Dalam hukum Islam, penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

a. Al-Sulh (Perdamaian)

Secara bahasa, “sulh” berarti meredam pertikaian, sedangkan menurut istilah “sulh” berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihan/pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara damai.2 Dalam melakukan perjanjian perdamaian itu sendiri ada tiga rukun yang wajib dipenuhi, yaitu ijab, kabul, dan lafaz dari perjanjian damai tersebut. Dari perjanjian damai itulah kemudian lahir suatu ikatan hukum, yang mewajibkan pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut untuk melaksanakan perjanjian yang disepakati.

Perjanjian perdamaian (sulh) yang dilaksanakan sendiri oleh kedua belah pihak yang berselisih atau bersengketa, dalam praktik di beberapa negara Islam, terutama dalam hal perbankan syari’ah disebut dengan

“tafawud” dan “taufiq” (perundingan dan penyesuaian). Kedua hal yang

terakhir ini biasanya dipakai dalam mengatasi persengketaan antara intern bank, khususnya bank dan lembaga-lembaga keuangan pemerintah.3

b. Tahkim (Arbitrase)

Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase, yaitu pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasit dari adanya dua orang atau lebih, guna menyelesaikan persengketaan mereka dengan cara damai, dan orang yang menyelesaikan sengketa disebut dengan “hakam”.

2

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir (Kamus Arab-Indonesia), (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002) , hal. 843

3

(4)

c. Wilayat al-Qadha (Kekuasaan Kehakiman)

1. Al-Hisbah

Al-Hisbah merupakan lembaga resmi negara yang diberi wewenang

untuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak memerlukan peradilan dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

2. Al-Madzalim

Lembaga ini dibentuk oleh pemerintah tujuannya untuk membela orang-orang yang teraniaya yang disebabkan oleh sikap semena-mena dari pembesar negara atau keluarganya, yang biasanya sulit untuk dapat diselesaikan oleh pengadilan biasa atau kekuasaan hisbah.

3. Al-Qadha (Peradilan)

Kata “peradilan” berasal dari akar kata “adil”, dengan awalan “per” dan dengan imbuhan “an”. Kata “peradilan” sebagai terjemahan dari “qadha”, yang berarti memutuskan, “melaksanakan”, “menyelesaikan”.4 Dan ada pula yang menyatakan bahwa umumnya kamus tidak membedakan antara peradilan dengan pengadilan.5

Ilmu ekonomi syari’ah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana untuk memiliki kegunaan-kegunaan alternatif berdasarkan hukum Islam. Adapun studi ilmu ekonomi syari’ah adalah suatu studi yang mempelajari cara-cara manusia mencapai kesejahteraan dan mendistribusikannya berdasarkan hukum Islam.

4

Ahmad Warson Munawir, Op. Cit., hal. 1215.

5

Abdul Mujib Mabruri Thalhah Sapiah AM. Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994) , hal.258.

(5)

Kesejahteraan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai dan harga, mencakup harta kekayaan, baik dalam bentuk menjual dan dibeli oleh para pebisnis, maupun dalam bentuk transaksi lainnya yang sesuai dengan ekonomi syari’ah.

Undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Munculnya Undang-Undang baru ini membawa implikasi besar terhadap perundang-undangan yang mengatur harta benda, bisnis, dan perdagangan secara luas. Pada pasal 49 poin i disebutkan dengan jelas bahwa peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.

Berdasarkan pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 yang diperbaharui atau diamandemen dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, maka peradilan agama memiliki kewenangan dalam memeriksa sengketa-sengketa bisnis yang diajukan kepadanya. Satu hal mendasar yang membedakan pengadilan agama dengan pengadilan negeri dalam memeriksa sengketa bisnis adalah basis sengketanya, yaitu lembaga ekonomi syari’ah.

Wewenang baru yang diberikan kepada pengadilan agama tersebut bisa dikatakan sebagai tantangan bagi lembaga pengadilan. Dikatakan sebagai tantangan karena selama ini sebelum adanya wewenang ekonomi syari’ah yang menjadi kewenangan mutlak peradilan agama, belum ada pengalaman bagi

(6)

pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah sehingga jika sekiranya datang suatu perkara yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah, maka sudah menjadi kewajiban bagi lembaga ini untuk mencari dan mempersiapkan diri dengan seperangkat peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sengketa ekonomi syari’ah.

Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang absolute pengadilan agama, maka dibutuhkan adanya kodifikasi hukum ekonomi syariah yang lengkap agar hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki rujukan standar dalam menangani dan menyelesaikan kasus-kasus sengketa dalam bisnis syari’ah.

Kodifikasi merupakan himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang. Dalam sejarahnya, formulasi suatu hukum atau peraturan dibuat secara tertulis yang disebut jus scriptum. Dalam perkembangan selanjutnya lahirlah berbagai peraturan-peraturan dalam bentuk tertulis yang disebut corpus juris. Setelah jumlah peraturan itu menjadi demikian banyak, maka dibutuhkan sebuah kodifikasi hukum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Para ahli hukum dan hakim pun berupaya menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik agar mereka bisa menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat dengan penuh keadilan dan kemaslahatan.

Berdasarkan pada dasar pemikiran di atas, dapat diketahui bahwa hukum ekonomi syariah yang berasal dari fiqh muamalah, yang telah dipraktekkan atau diterapkan dalam aktivitas di Lembaga Keuangan Syariah (LKS),

(7)

memerlukan wadah peraturan perundang-undangan yang tujuannya agar memudahkan penerapannya dalam kegiatan usaha di lembaga-lembaga keuangan syariah. Wadah peraturan perundang-undangan itulah yang kemudian dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan di pengadilan tentunya dalam bidang ekonomi syariah.

Dari latar belakang masalah di atas, peneliti kemudian tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang “KENDALA KEWENANGAN ABSOLUTE PENGADILAN AGAMA DALAM MENANGANI SENGKETA EKONOMI SYARI’AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan atau uraian dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah kewenangan Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah sudah berjalan efektif ?

2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah ?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang sejauh mana kewenangan Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A berjalan efektif dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah.

2. Untuk mengetahui secara jelas tentang penyebab atau kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang kendala kewenangan absolute Pengadilan Agamadalam menangani sengketa ekonomi syari’ah diharapkan memiliki manfaat tertentu. Manfaat tersebut sekurang-kurangnya memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Sosial (social value), yang diharapkan berguna untuk:

a. Memberi gambaran bagi masyarakat muslim Indonesia tentang bagaimana efektivitas kewenangan Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah.

b. Memberikan gambaran bagi masyarakat muslim tentang kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A ketika menangani sengketa ekonomi syari’ah.

(9)

c. Memberi informasi kepada masyarakat muslim pada umumnya, khususnya bagi para pelaku bisnis syari’ah dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah melalui Pengadilan Agama.

d. Menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat muslim tentang ekonomi syari’ah.

2. Manfaat Akademik (academic value)

a. Diharapkan penulisan skripsi tentang kendala kewenangan absolute Pengadilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syari’ah ini dapat dijadikan sebagai pemenuhan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana S-1 Syari’ah Universitas Muhammadiyah Malang.

b. Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini, bisa menambah khazanah keilmuan dalam bidang ekonomi syari’ah yang pada saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.

E.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research), yaitu semua jenis penelitian yang memerlukan kancah sebagai obyek penelitian.6 Dapat diketegorikan juga sebagai penelitian empiris sosiologis, yaitu penelitian yang diteliti pada

6

Endang Poerwanti, Dimensi-dimensi Riset Ilmiah (Malang: UMM PRESS, 1998), hal. 26.

(10)

awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau masyarakat.7

2. Obyek Penelitian

Sesuai dengan judul dan rumusan masalah yang diambil peneliti, maka lokasi penelitian adalah Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A. Hal ini dikarenakan data-data maupun sumber yang terkait dengan kasus yang diambil oleh peneliti tentang sengketa ekonomi syari’ah terdapat di Pengadilan Agama Kota Malang Kelas 1 A.

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif diartikan dengan penelitian dengan sasaran penelitian yang terbatas, tetapi dengan keterbatasan sasaran penelitian yang ada itu digali sebanyak mungkin data mengenai sasaran penelitian.8 Pendekatan deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun veriabel tertentu.9

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dikarenakan sasaran dalam penelitian ini terbatas, namun dengan adanya keterbatasan itulah peneliti akan menggali data sebanyak mungkin yang

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-PRESS1986), hal. 52.

8

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hal. 29.

9

(11)

kemudian peneliti akan menggambarkan situasi, kondisi yang timbul pada objek penelitian itu.

4. Sumber Data a. Data Primer

Yang dimaksud data primer dalam penelitian ini adalah data-data yang diperoleh dari subyek penelitian yaitu dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Hakim Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A.

b. Data Sekunder

Yang dimaksud data sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung yang diperoleh dari beberapa literatur yang ada, seperti: buku, majalah, atau lainnya yang masih terkait dalam penelitian ini.

c. Data Tersier

Data Tersier adalah penjelasan terhadap data primer dan data sekunder seperti kamus, ensiklopedi, dan indeks kumulatif.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.10

10

(12)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.11

Wawancara tersebut dilakukan kepada narasumber yaitu Hakim Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A. Sebelum melakukan wawancara, peneliti minta waktu terlebih dahulu, kapan dan dimana bisa melakukan wawancara. Dengan cara ini, maka suasana wawancara akan lebih baik, sehingga data yang diperoleh akan lebih lengkap dan valid.12 b. Observasi

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.13 Observasi dalam penelitian ini merupakan observasi tidak terstruktur, yaitu peneliti melakukan pengamatan dengan terlebih dahulu mempersiapkan dan mencatat hal-hal yang dibutuhkan dari obyek penelitian tersebut. 11 Ibid,. 12 Ibid., hal. 134 13 Ibid., hal. 139

(13)

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah teknik yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Peneliti akan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang di dapatkan dari Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A seperti prosedur penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah yang diajukan ke Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A, alasan yang melatarbelakangi kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah, dan lain sebagainya.

6. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa data yang diperoleh. Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.14

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa data deskriptif kualitatif. Peneliti akan menganalisa data yang diperoleh di lapangan, yakni Pengadilan Agama Kota Malang Kelas I A dalam jumlah yang terbatas. Namun dengan adanya keterbatasan itu, peneliti akan berusaha menggambarkan situasi atau kondisi yang terjadi di lapangan.

14

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 191.

Referensi

Dokumen terkait

Standar Operasional Prosedur (SOP) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Al-Hikmah Bumi Agung Way Kanan adalah proses penataan, pengembangan serta evaluasi dan penilaian

Berdasarkan kesimpulan dan data temuan hasil penelitian maka dapat diimplikasikan bahwa (1) penerapan metode simulasi dalam proses pembelajaran IPS memiliki peranan yang berarti

ekstra untuk menyelesaikan penelitian yang akan saya gunakan untuk tesis ini, karena saat itu saya sedang hamil,” tutur Roisah Nawatila, ketika ditemui UNAIR NEWS

[r]

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kandungan logam berat Pb dan Cu dalam sedimen di Muara Sungai Morosari (Demak), maka dapat diambil kesimpulan bahwa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan pasien memilih terapi pijat dalam perawatan stroke di Kecamatan Gunungsitoli adalah faktor psikologis (mean=4,75), faktor manfaat

Beberapa hal yang menjadi perhatian penting dalam konfigurasi Apache versi 2.0 di sistem Debian adalah secara otomatis apabila administrator mengetikkan alamat domain

Apabila Sekolah tidak dapat mengirimkan peserta mohon segera menghubungi kami supaya kami dapat segera mencari pengganti.. Ki Ageng