• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur unsur horor yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur unsur horor yang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Vincent Pinel (2006) Genres et Mouvements Au Cinémamenyebutkanfilm horor adalah film yang penuh dengan eksploitas unsur – unsur horor yang bertujuanmembangkitkan ketegangan penonton. Genre ini mencakup sejumlah subgenre dan tema – tema yang terus berulang, seperti pembunuhan berantai, vampire, zombie dan sebagainya, kesurupan, teror makhluk asing, kanibalisme, rumah angker, dan sebaginya.Film horor mempunyai sejarah yang panjang. Sejak awal sejarah film di akhir abad ke-19 film horor telah adadan menempati posisi penting. Dimulai penemuan teknologi dan teknik film yang mendasar, berlanjut lewat rute ekspresionisme Jerman. Lalu berkembang di berbagai domain industri film diseluruh dunia, hingga trend mutakhir film – film horor Asia, film horor berkembang terus.

Sejak pertama kali diproduksi, film horor selalu mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat. Film dengan tema horor berkembang dengan pesat hampir disemua negara. Film horor pertama diproduksi tahun 1986 di Perancis dengan judul Le Manoir Du Diable (The Devil’s Castle / The

Haunted Castle). Amerika sendiri memproduksi film – film horor sejak tahun

1990an. The Ghoul yang diproduksi tahun 1933, disebut – sebut sebagai film horor Inggris yang pertama(www.filmsite.org/horrorfilms).

(2)

Negara Asia khususnya Jepang, Indonesia, dan Thailand merupakan negara - negara yang aktif dalam memproduksi film horor. Tidak hanya itu, beberapa sutradara juga melakukan beberapa adaptasi terhadap film horor luar negeri, baik dari sesama Asia maupun dari negara – negara Barat.Untuk negara Asia seperti Jepang, film horor mulai dibuat sejak tahun 1953 dengan judul Ugetsu. Thailand merupakan negara Asia yang cukup terkenal dengan produksi film horornya. Film horor Thailand bersumber dari cerita – cerita lama Thailand seperti Mae Nak (hantu), Phi Kraseu (arwah gentayangan), dan lain sebagainya. Film horor pertamnya tentang Mae Nak diproduksi pada tahun 1959.

Industri perfilman di Indonesia sempat mati suri era tahun 90-an. Di masa itu banyak bermunculan film – film kelas bawah dan komedi yang tak segandrung di tahun – tahun sebelumnya. Namun sejak diproduksi film Ada Apa Dengan Cinta, menjadi penanda bangkitnya kembali industri perfiman di Indonesia. Tetapi seiringnya waktu, para produksi film lokal membuat film yang monoton, karena terkesan hanya menjadi pengikut atas film – film yang telah menuai sukses sebelumnya. Pada saat itu para pembuat film lebih fokus untuk membuat film bertema cinta remaja. Lalu pada tahun 2000-an ke atas film bertema horor mulai digandrungi oleh masyrakat, setelah adanya film Jelangkung yang mencetak sukses di pasaran. Maka pembuat film pun seakan – akan berlomba – lomba memproduksi film – film bertema serupa.

Kabar akan ditutupnya Taman Ismail Marzuki yang dikarenakan tidak ada kegiatan di dalamnya, karena itu pemerintah akan mengambil alih

(3)

kepemilikan Taman Ismail Marzuki. Banyak diantara seniman yang demo untuk memprotes adanya keputusan itu, maka banyak dari seniman yang memutuskan untuk mulai menyelenggarakan acara yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki agar mengembalikan fungsi dari Taman Ismail Marzuki itu sendiri dan ini menjadi solusi Taman Ismail Marzuki tidak jadi ditutup. Dengan ditempatkannya Museum Film Horor Asia di Taman Ismail Marzuki, itu menjadi salah satu solusi agar Taman Ismail Marzuki bangkit dari mati surinya dan tidak diambil alih oleh pemerintah.

Dari latar belakang tersebut digagaslah sebuah Museum Film Horor Asia dengan tema horor di Jakarta. Tema horordipilih karena mengarah pada isi dari film horor, yang dimaksudkan untuk dapat memancing atau menimbulkan rasa takut. Museum sebagai pusat informasi dengan fasilitas dan sarana yang kompleks meliputi ruang pamer, merchandise shop, café, ruang audiovisual yaitu ruang untuk pemutaran film bagi penikmat film horor yang dibalut interior bernuasa tradisional-modern, misterius, danspookydengan memunculkan atmosfer modern dengan temahoror.

B. BATASAN PERANCANGAN

1. Merancang interior sebuah fasilitas public and commercial space dengan ketentuan luas 800m² sampai 1200m².

2. Merancang interior museum seperti lobby, ruang pamer, ruang audiovisual, ruang control, merchandise shop, café, dapur, lavatory, dan gudang.

(4)

C. RUMUSAN PERANCANGAN

Ditinjau dari latar belakang dan perancangan maka desain interior Museum Film Horor Asia akan ditekankan pada :

1. Bagaimana merancang serta cara penerapan tema horor ke dalam interior Museum Film Horor?

2. Bagaimana merancang interior Museum Film Horor sebagai tempat rujukan film yang edukatif, informatif dan rekreatif?

3. Bagaimana merancang interior Museum Film Horor yang sesuai dengan kaidah – kaidah desain?

D. TUJUAN PERANCANGAN

1. Merancang Museum Film Horor dengan menerapkan tema horor sebagai atmosfer interior ruangan.

2. Merancang interior Museum Film Horor sebagai tempat rujukan film yang edukatif, informatif dan rekreatif.

3. Merancang Museum Interior Film Horor yang sesuai dengan kaidah – kaidah desain.

E. SASARAN PERANCANGAN 1. Sasaran Pengunjung

a. Kalangan penggemar film khususnya film horror.

b. Pelaku industri film langsung (pelaku perusahaan film, produser, dll) c. Pelaku industri film tidak langsung (aktor, aktris, dll)

(5)

2. Sasaran Desain

a. Merancang museum film horor sebagai sebuah bangunan kompleks dengan organisasi ruang, sirkulasi ruang, dan interior sistem yang fungsional dan efisien.

b. Merancang museum film horor sebagai fasilitas untuk menampilkan berbagai hal tentang perfilman khususnya film horor yang dikemas secara menarik dan fasilitas yang dapat mewadahi segala kegiatan dan kebutuhan tentang perfilman.

c. Merancang museum film horor dapat menghadirkan atmosfer interioryang edukatif, informatif dan rekreatif.

F. MANFAAT PERANCANGAN 1. Bagi Penulis/ Desainer

a. Mengenal dan menambah wawasan mengenai desain interior dan film horor.

b. Mengembangkan daya imajinatif ide dan gagasan mengenai sistem interior yang berkaitan dengan bangunan kompleks edukatif, informatif dan rekreatif.

c. Mengembangkan kreatifitas dalam perancangan interior bangunan, desain furniture, pemanfaatan ruang kososng, dan mengolah landscape menjadi kesatuan yang estetis dan seuai fungsinya.

2. Bagi Dunia Akademik

a. Memberikan informasi mengenai pentingnya melestarikan film khusunya film horor.

(6)

b. Memberikan pelajaran bagaimana mengenai film horor yang baik yang sesuai dengan aturan-aturan dalam dunia perfilman.

c. Memberikan refrensi baru dalam rancangan sebuah desain. 3. Bagi Masyarakat dan penikmat film horor

a. Memberikan solusi tempat edukatif, informatif dan rekreatif baru dengan memunculkan sebuah museum film.

b. Sebagai sarana edukatif dan tempat berkumpul bagi penggemar film khususnya film horror.

G. POLA PIKIR PERANCANGAN

Gambaran permasalahan yang terdapat dalam studi kasus akan mengarah pada studi literatur dan konsep desain. Data yang dikumpulkan sebagai sumber refrensi untuk pembanding dengan museum lainnya. Permasalahan yang akan dipecahkan menghasilkan gagasan ide / alternatif desain dan hasil akhirnya berupa desain akhir yang akan diwujudkan dalam visualisasi desain dalam perancanaan dan perancangan interior Museum Film Horor ini.

Kerangka pikir perancangan ini akan dipaparkan dalam bentuk skema sebagai berikut :

(7)

Skema 1.1Pola Pikir Perancangan Sumber : Analisa Data

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam Desain Interior Museum Film Horor ini adalah : BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, sasaran perancangan, mafaat, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(8)

BAB II KAJIAN TEORI

Kajian Teori berisi tentang uraian tentang prinsip teori/kajian teoritis mengenai proyek Desain Interior Museum Film Hororyang meliput pembahasaan teori tentang Film horor secara umum yang mencakup di dalamnya pengertian, sejarah perkembangan, manfaat, pengertian besaran ruang, komponen pembentuk ruang, system interior, serta pertimbangan desain. BAB III KAJIAN LAPANGAN

Studi Lapangan berisi tentang hasil observasi di lapangan, sebagai dasar atau acuan untuk mengkaji desain yang sesuai untuk sebuah public spaceyang akan didesain, segala keadaan yang berada di lapangan memberi gambaran mengenai kondisi yang diharapkan sesuai kebutuhan penggunaannya. Data observasi yang diperoleh dari lapangan mampu menjadi masukan dalam perencanaan maupun sebagai bahan pembanding dan pengayakan bagi proses analisa dari konsep Desain Interior Museum Film Horor.

BAB IV ANALISA DESAIN

Berisi analisa perencanaan dan perancangan yang diperoleh dari kajian teoritis dan hasil observasi lapangan yang merupakan dasar konsep perencanaan dan perancangan. Disini diuraikan tentang ide/gagasan yang melatarbelakangi tercitanya perancangan desain interior.

(9)

BAB V KESIMPULAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa data, evaluasi konsep perancanaan dan perancangan serta keputusan desain dari konsep perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dilakukan dengan mengevaluasi dan menilai penggunaan terapi antibiotik profilaksis pada pasien yang dikaji berdasarkan kriteria rasionalitas yaitu

Pengertian: sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspense atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, disuntikkan

Hal-hal yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai manajer adalah (1) pemberdayaan orangtua dilakukan kepala sekolah dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk ikut andil

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat

4 Bagi masyarakat yang mempunyai hak eigendom verponding, dan pemerintah melalui kantor pertanahan (BPN) masih melayani konversi eigendom verponding menjadi sertifikat

Dalam pesta adat perkawinan yang dilakukan masyarakat Nias di Kota Medan, tari Maena yang disajikan pada saat pesta pernikahan menggunakan Keyboard sebagai alat

Jika dilihat dari grafik diatas bahwa rata-rata nilai SKP bidang Dikmenti harus memenuhi standar capaian sebesar 60%. Hal ini terlihat bahwa untuk bekerja secara

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk