• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gambaran umum lokasi penelitian, data univariat serta bivariat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gambaran umum lokasi penelitian, data univariat serta bivariat."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

46 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, data univariat serta bivariat.

1. Gambaran umum tempat penelitian

Penelitian tentang pengaruh SMS Reminder terhadap perubahan perilaku kepatuhan pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS ini dilakukan di ruang VCT Puskesmas Timika Kabupatem Mimika Papua yang dilakukan dari bulan April- Juni 2016. Wilayah kerja Puskesmas Timika meliputi 2 distrik, 6 kampung dengan luas wilayah 42.000 km2 dengan jumlah penduduk 205. 440 jiwa. Jumlah total pasien yang berobat ke VCT Puskesmas Timika sebanyak 46 orang.

Untuk mengukurkepatuhan pengobatan pasien dalam terapi ARV, rencana awalnya adalah dengan mengukur CD4 dan menghitung jumlah obat yang diminum oleh pasien sebelum dan sesudah intervensi. Peneliti kesulitan dalam memperoleh regimen CD4 dikarenakan regimen habis dan peneliti harus menunggu regimennya untuk waktu yang tidak ditentukan, sehingga peneliti hanya menghitung jumlah obat sebelum dan sesudah intervensi. Untuk mengurangi bias dalam penelitian ini, obat yang diprogramkan untuk sebulan diatur sedemikian rupa agar pasiennya kembali kontrol setiap 2 (dua) minggu supaya bisa tetap dipantau minum obatnya. Sebagian pasien kembali kontrol 2-3 hari sebelum obatnya habis sehingga peneliti tidak bisa memantau sisa obatnya diminum atau tidak. Upaya yang sudah dilakukan oleh petugas kesehatan setempat untuk meningkatkan

(2)

47

kepatuhan pasien adalah: konseling, menelpon pasien untuk mengingatkan pasien kontrol ulang dan menjemput pasien kerumah bila pasien tidak ada biaya untuk ke puskesmas. Adapun penjelasan hasil penelitian dijabarkan dalam bentuk analisisunivariat dan bivariat dengan tabel distribusi frekuensi untuk karakteristik responden dan tabel analisis bivariat yang diuraikan sebagai berikut.

(3)

48 2. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 29 responden yang menjalani pengobatan ARV di Puskesmas Timika Kabupaten Mimika Papua, diperoleh karakteristik responden sebagai berikut:

a. Gambaran karakteristik responden

Tabel 4.1.Frekuensi dan Prosentase Karakteristik Demografi pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Timika Papua April-Juni 2016 (n=29)

Variabel Karakteristik Frekuensi %

Umur (tahun) 18-25 7 24.1

26-55 22 75.9

Total 29 100.0

Jenis kelamin Laki-laki 12 41.4

Perempuan 17 58.6

Total 29 100.0

Status perkawinan Belum menikah 9 31.0

Sudah menikah 18 62.1 Duda/janda 2 6.9 Total 29 100.0 Suku Papua 9 31.0 Bukan papua 20 69.0 Total 29 100.0

Status pekerjaan IRT 6 20.7

Wiraswasta 11 37.9

Tidak bekerja 7 24.1

Lainnya 5 17.2

Total 29 100.0

Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD 1 3.4 SD 6 20.7 SLTP 2 6.9 SLTA 15 51.7 D3/S1 Keatas 5 17.2 Total 29 100.0

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan Tabel 4.1 menggambarkan bahwa umur responden sebagian besar adalah 26-55 tahun sebanyak 22 orang (75.9%). Sebagian besar berjenis kelamin

(4)

49

perempuan sebanyak 17 orang (58.6%). Status perkawinan sebagian besar adalah menikah sebanyak 18 orang (62.1. Sukunya sebagian besar adalah bukan papua sebanyak 20 orang (69.0%). Kemudian menurut status pekerjaan sebagian besar adalah wiraswasta sebanyak 11 orang (37.9%). Dan tingkat pendidikan sebagian besar adalah SLTA sebanyak 15 orang (51.7%).

b. Gambaran Pengobatan Pasien HIV

Tabel 4.2 Gambaran Pengobatan ARV Pada Pasien HIV-AIDS Di Puskesmas Timika Papua April- Juni 2016 (n=29)

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.2 Dapat diketehui bahwa responden yang berobat ke puskesmas timika sebanyak 55,2% responden menggunakan pengobatan FDC (Evafirenz, Lamivudine, Tenofovir). 79,3% tidak pernah diganti pengobatannya, dan 20,7% pernah diganti pengobatannya. Alasan penggantian pengobatan adalah karena efek samping obat.

Pengobatan Frekuensi %

Jenis Pengobatan

1. FDC (Evafirenz, Lamivudine, Tenofovir) 16 55,2

2. Lamivudine, Didanosine, Evafirenz 0 0

3. Evafirenz, Lamivudine, Tenofovir 8 27,6

4. Lamivudine, Zidovudine, Nevirapine 5 17,2

Penggantian pengobatan

1. Pernah 6 20,7

2. Tidak Pernah 23 79,3

Alasan penggantian pengobatan

1. Tidak pernah 23 79,3

(5)

50

c. Gambaran perubahan perilaku kepatuhan sebelum dan sesudah intervensi Tabel 4.3 Perubahan Perilaku Kepatuhan Pengobatan ARV Pada Pasien

HIV-AIDS Sebelum dan Sesudah SMS Reminder (n=29)

Sumber : Data primer 2016

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden, kepatuhan responden sebelum dilakukan intervensi dukungan SMS Reminder ada 16 responden (55.2%) dan sesudah dilakukan intervensi dukungan SMS Reminder mengalami peningkatan menjadi 26 responden (89.7%).

d. Uji Homogenitas

Uji homogenitas menggunakan uji One Way Anova hasilnya disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data

Variabel P – value

(6)

51

Hasil uji homogenitas data pre dan post memiliki p-value < 0,05 menunjukkan bahwa data tidak homogen.

e. Uji Normalitas.

Untuk menentukan statistik penelitian yang akan digunakan, data yang akan diteliti diuji terlebih dahulu kenormalannya. Data yang berdistribusi normal hasilnya lebih akurat bila menggunakan statistik parametrik, sebaliknya data yang berdistribusi tidak normal penelitiannya menggunakan statistik non parametrik. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk hasilnya disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Variabel P – value

Pre test 0.000

Post test 0.000

Hasil uji normalitas data pre dan post semuanya berdistribusi tidak normal karena memiliki p-value < 0,05. Hasil uji asumsi menunjukkan data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, sehingga uji analisisi hipotesis menggunakan non paramatrik yaituanalisis uji willcoxon.

(7)

52 3. Analisis Bivariat.

a. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kepatuhan Pengobatan Arv

Tabel 4.6 Tabulasi Silang Hubungan Karakteristik Responden berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, suku, status pekerjaan, pendidikan dengan Kepatuhan Pengobatan ARV di ruang VCT Puskesmas Timika Kabupaten Mimika Papua Pada

Bulan April- Juni 2016 (n=29)

Karakteristik

Kepatuhan Pengobatan ARV

p-value Tinggi Sedang Total

F % F % F % Umur (tahun) 18-25 6 85,7 1 14,3 7 100 0,694 26-55 20 90,9 2 9,1 22 100 Jenis kelamin Laki-laki 11 91,7 1 8,3 12 100 0,765 Perempuan 15 88,2 2 11,8 17 100 Status perkawinan Belum menikah 9 100 0 0,0 9 100 Sudah menikah 16 88,9 2 11,1 18 100 0,109 Duda/janda 1 50,0 1 50,0 2 100 Suku Papua 7 77,8 2 22,2 9 100 0,159 Bukan papua 19 95,0 1 5,0 20 100 Status pekerjaan IRT 5 83,3 1 16,7 6 100 Wiraswasta 10 90,9 1 9,1 11 100 0,662 Tidak bekerja 7 100 0 0,0 7 100 Lainnya 4 80,0 1 20,0 5 100 Tingkat pendidikan Tidak Tamat SD 1 100 0 0,0 1 100 SD 6 100 0 0,0 6 100 SLTP 2 100 0 0,0 2 100 0,793 SLTA 13 86,7 2 13,3 15 100 D3/S1 Keatas 4 80,0 1 20,0 5 100 26 89,7 3 10,3 29 100.0 Sumber:DataPrimer 2016

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa baik responden yang berumur 18-25 tahun maupun berumur 26-55 tahun sebagian besar memiliki perubahan perilaku

(8)

53

kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara usia 18-25 dan 26-55 tahun dengan perubahan perilaku kepatuhan. Sehingga usia responden tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-value pada analisis Chi Square sebesar 0,694 (p>5%).

Jenis kelamin responden menunjukkan baik perempuan maupun laki-laki sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dengan perubahan perilaku kepatuhan. Sehingga jenis kelamin responden tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-value pada analisis Chi Square sebesar 0,765 (p>5%).

Status perkawinan responden menunjukkan baik responden yang belum menikah, sudah menikah ataupun duda/janda sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara status perkawinan dengan perubahan perilaku kepatuhan. Sehingga status perkawinan responden tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-value pada analisis Chi Squaresebesar 0,109 (p>5%).

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui suku responden menunjukkan baik responden yang berasal dari suku Papua ataupun bukan Papua sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara suku Papua dan bukan Papua dengan perubahan perilaku

(9)

54

kepatuhan. Sehingga suku responden tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-value pada analisis Chi Square sebesar 0,159 (p>5%).

Status pekerjaan responden menunjukkan baik responden yang bekerja sebagai IRT, wiraswasta, tidak bekerja ataupun bekerja di bidang lainnya sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara status pekerjaan dengan perubahan perilaku kepatuhan. Sehingga status pekerjaan responden tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-valuepada analisis Chi Square sebesar 0,662 (p>5%).

Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui tingkat pendidikan menunjukkan bahwa seluruh tingkatan pendidikan responden dari tidak tamat SD sampai dengan D3/S1 keatas sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil perhitungan memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara pendidikan dengan perubahan perilaku kepatuhan. Sehingga pendidikan tidak menunjukkan adanya hubungan terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS dibuktikan dengan nilai p-value pada analisis Chi Squares sebesar 0,793 (p>5%)

(10)

55

b. Uji Beda Perubahan Perilaku Kepatuhan Pengobatan ARV, Sebelum Dan Sesudah Intevensi SMS Reminder.

Table 4.7Hasil Uji Beda Kepatuhan Pengobatan ARV Pada Pasien HIV-AIDS di Puskesmas Timika Kabupaten Mimika Papua Tahun 2016 (n=29)

Variable Mean Z wilcoxon p-value

Post test- pre test perilaku kepatuhan pengobatan ARV

7.00 3.419 0.001

Sumber :Data Primer 2016

Hasil uji wilcoxon perbedaan skor kepatuhan pretest dan post test pada kelompok perlakuan diperoleh nilai Wilcoxon sebesar 3,419 dan nilai p-value (0,001) < 0,05, artinya ada pengaruh SMS Reminder yang signifikan skor kepatuhan pada kelompok perlakuan pre-test dan post-test.

B. Pembahasan

1. Gambaran pengobatan pasien

Berdasarkan cara kerjanya ARV dibedakan dalam beberapa golongan yaitu golongan NRTI, NNRTI, dan PI yang termasuk dalam golongan NRTI adalah: Abacavir, Didanosin, Lamivudin, Stavudin, Tenolovir, Zalcibatin, Zidotudin sementara yang termasuk golongan NNRTI adalah: Efavirenz, Neviparin dan yang termasuk golongan PI adalah: Loponavir, Ritonavir, Nelfinavir, Saquinavir. Hasil penelitian menunjukkan pengobatan pada pasien HIV-AIDS di Puskesmas Timika atau rejimen (obat) yang digunakan oleh pasien terbanyak adalah FDC (Evafirenz, Lamivudine, Tenofovir)yaitu 16 responden atau 55,2%. Kemudian yang pernah mengganti rejimen sebanyak 6 responden atau 20,7%, alasan diganti rejimen adalah karena efek samping obat. FDC adalah kombinasi obat dari evafirenz, lamivudin dan tenofovir, penggunaan rejimen FDC lebih banyak diberikan kepada responden yang berobat di Puskesmas Timika, dikarenakan selain

(11)

56

meperkecil jumlah obat yang di konsumsi, obat ini juga lebih aman bagi pasien yang mengalami komplikasi TBC karena tidak memperberat fungsi kerja hati.

2. Karakteristik Responden terhadap Perubahan Perilaku Kepatuhan Pengobatan ARV a. Umur

Hasil penelitian menunjukan umur responden 26-55 tahun sebanyak 22 (75.9%), dengan tingkat kepatuhan pengobatan ARV tinggi sebanyak 20 orang dan 2 orang dengan kepatuhan sedang.Umur tersebut termasuk dalam usia dewasa awal sampai dewasa, dimana usia ini secara psikologis, cukup banyak yang kurang mampu mencapai kematangan akibat banyaknya masalah dihadapi dan tidak mampu diatasi baik sebelum maupun setelah menikah.

Usia berpengaruh terhadap pola fikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Usia seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin bertambahnya usia maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanakan suatu prosedur akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Semakin cukup umur seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak (Evin, 2009).

Menurut data Widoyono (2008), bahwa HIV/AIDS paling banyak terjadi pada usia produktif yang berkisar antara 20-29 tahun dengan persentase sebanyak 49,57 % dikarenakan faktor resiko seperti berhubungan seksual yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom) dari penderita yang banyak terjadi pada usia produktif. HIV dapat dikontrol dengan pelayanan kesehatan yang tepat dan dukungan sosial, selain faktor internal. Pemerintah telah mengupayakan berbagai program untuk

(12)

57

menanggulangi HIV-AIDS, seperti penyuluhan, pembagian kondom, konseling, dan pengobatan ARV.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa, responden yang berumur 18-25 tahun maupun di atas 25 tahun tidak berbeda dalam perilaku kepatuhan pengobatan ARV diketahui sebagian memiliki kepatuhan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan beradaptasi responden relative sama dan umur tidak dapat dijadikan dasar dalam penentuan individu dalam mengubah perilaku kepatuhan pengobatan ARV. Berdasarkan pengamatan kebutuhan akan pengobatan lebih dominan mendorong pasien HIV-AIDS patuh dalam pengobatan, terkait karakteristik usiapasien memiliki keinginan Perilaku Kepatuhan Pengobatan ARV yang tinggi.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar adalah perempuan sebanyak 17 orang (58,6%), dengan kepatuhan tinggi sebanyak 15 orang sedangkan 2 orang kepatuhan rendah dalam perilaku kepatuhan pengobatan ARV.Hasil ini sesuai dengan penelitian Khairurahmi (2009) yang menyimpulkan bahwa jenis kelamin bukan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perawatan kesehatan pada pasien ODHA. Hal ini menunjukkan bahwa ODHA yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan tidak berbeda dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Pasien jenis kelamin laki-laki maupun perempuan yang terserang HIV-AIDS akan merasakan beban psikologis yang sama. Faktor psikologi baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan. Sedangkan faktor

(13)

58

psikologi, seperti depresi, cemas, dan gangguan makan yang dialami pasien dikaitkan dengan ketidakpatuhan.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan terdiri dari tidak tamat sekolah dasar sampai perguruan tinggi sebagian besar memiliki perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Hasil tersebut memberikan gambaran tidak adanya perbedaan pendidikan yang tidak tamat SD sampai perguruan tinggi dengan perubahan perilaku kepatuhan. Berdasarkan perhitungan Chi Square diperoleh nilai signifikansi p-valuesebesar 0,793 (p>5%) sehingga sehingga tingkat pendidikan responden tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS.

Pendidikan dapat menjadi salah satu faktor untuk melakukan perubahan untuk mengkonsumsi obat. Menurut penelitian Martoni (2013), pengetahuan adalah faktor yang paling kuat dalam mempengaruhi kepatuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan rendah sampai perguruan tinggi memiliki kepatuhan yang sama.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bello (2011) yang berjudul AIDS Patient’s Adherence to Antiretroviral Therapy in Sobi Specialist Hospital, Ilorin, Nigeria. Hasil analisis menunjukkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam melakukan pengobatan ARV adalah rendahnya tingkat pendidikan pasien.

Tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan dapat sebabkan adanya intervensi dari petugas kesehatan tentang manfaat patuh mengkonsumsi obat, sehingga baik tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan rendah berkeinginan sama tetap sehat dengan kepatuhan tinggi.

(14)

59 d. Status perkawinan

Status perkawinan responden sudah menikah, belum menikah janda atau duda menunjukkan perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi. Status perkawinan responden tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap perubahan perilaku pengobatan ARV pada pasien HIV-AIDS. Hasil tersebut memberikan gambaran tidak adanya perbedaan antara status belum menikah, sudah menikah dan duda/janda dengan perubahan perilaku kepatuhan.

Menurut pendapat Smet (1994) status perkawinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam mencari pengobatan, dimana orang yang belum menikah atau diceraikan lebih banyak mencari pengobatan dari pada yang berstatus menikah. Namun dalam penelitian ini status perkawinan tidak menjadi variabel yang mempengaruhi pasien HIV AIDS dalam kepatuhan pengobatan ARV.

Status perkawinan sebagian besar adalah menikah sebanyak 18 orang (62,1%), dengan kepatuhan tinggi sebanyak 16 orang dan 2 orang kategori sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pasien yang sudah menikah akan mendapatkan dukungan dari banyak orang yaitu keluarganya agar patuh dalam menjalani pengobatan ARV, namun belum meningkah, duda, janda juga patuh dengan kategori yang tinggi.

e. Suku

Berdasarkan suku responden menunjukan perubahan perilaku kepatuhan dengan kategori tinggi.Suku diluar papua 90% kepatuhannya tinggi sedangkan suku papua 75%. Hal ini menggambarkan bahwa suku papua maupun bukan papua tidak mempengaruhi kepatuhan pengobatan ARV. Gambaran tidak adanya perbedaan antara responden suku papua maupun bukan papua dengan perubahan perilaku kepatuhan.

(15)

60

Faktor lingkungan termasuk suku dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam hal kepatuhan pengobatan. Namun faktor lingkungan yaitu keluarga akan lebih dominan berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan daripada lingkungan masyarakat di sekitarnya. Dukungan keluarga merupakan salah satu yang menjadi motivasi penderita HIV selain program-program yang ditetapkan dalam menjalain program pengobatan (Hardiyatni, 2016).

f. Pekerjaan

Penelitian menemukan bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai wiraswasta/pedagang ada 11 responden (37,9%), dengan kepatuhan tinggi sebanyak 10 orang sedangkan yang sedang 1 orang.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Martoni (2012) yang menunjukkan bahwa pekerjaan bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien HIV- AIDS. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Pardita (2014) yang diketahui bahwa sebagian pekerjaan yang banyak digeluti penderita HIV - AIDS adalah sebagai wiraswasta. Berbicara mengenai pekerjaan yaitu berbicara tentang tingkat kesibukan dan status ekonomi responden, dalam penelitian ini pekerjaan tidak merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan, hal ini disebabkan karena pengobatan yang diberikan pada pasien HIV-AIDS di Puskesmas Timika bersifat gratis dan tempat pelayanan kesehatan masih bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan bahkan jalan kakipun bisa. Sehingga pasien yang miskin dan kaya sama-sama bisa mendapatkan pelayanan dan pengobatan yang sama tanpa dibedakan.

(16)

61

3. Pengaruh SMS Reminder terhadap Perubahan Perilaku Kepatuhan Pengobatan ARV

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 29 responden, kepatuhan responden sebelum dilakukan intervensi dukungan SMS Reminder ada 16 responden (55.2%) dan sesudah dilakukan intervensi dukungan SMS Reminder mengalami peningkatan menjadi 26 responden (89.7%). Intervensi SMS Reminder ini dilakukan hanya 4 minggu dan dikirim seminggu 3 kali danhasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara dukungan SMS Reminder dengan kepatuhan minum obat dengan nilai signifikan 0,001<0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Uganda dengan menggunakan interactive voice respon (IVR) dan SMS untuk menilai dosis yang terlewat yang dikirim sekali dalam seminggu selama 3-4 minggu. (Heberer, J E, et al, 2010). Penelitian di Kenya dilakukan selama 48 minggu, dengan mengirim sms mingguan dan hasil menunjukan sebanyak 53% pasien yang menerima sms reminder mingguan mencapai kepatuhan tidak kurang dari 90%. Penelitian ini juga menemukan bahwa sms mingguan lebih efektif dibandingkan dengan harian. (Pop- Eleches, et al, 2011). Berbeda dengan penelitian yang di lakukan oleh Lawrence Mbuagbaw pada tahun 2010, bahwa sms motivasi yang dikirim pada setiap minggunya tidak secara signifikan memperbaiki kepatuhan terhadap terapi ARV. (Mbuagbaw, L, et al, 2010).

Penggunaan mobile health berupa SMS Reminder dalam penelitian ini telah terbukti dapat meningkatkan kepatuhan pasien HIV-AIDS terhadap terapi ARV dengan tingkat kepatuhan mencapai 95%. Durasi dalam penelitian hanya 4 minggu sehingga tingkat kepatuhan responden dalam penelitian ini masih cenderung tinggi.

(17)

62

Kepatuhan terhadap pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh tenaga medis mengenai penyakit dan pengobatannya. Tingkat kepatuhan setiap pasien biasanya digambarkan sebagai presentase jumlah obat yang diminum setiap harinya dan waktu minum dalam jangka waktu tertentu (Osterberg dan Terrence, 2005).

Tingkat kepatuhan terhadap pengobatan dapat diukur melalui Pengukuran kepatuhan dilakukan dengan cara menghitung sisa obat sesuai dosis obat yang diberikan pada waktu tertentu. Kepatuhan tinggi adalah : jumlah kombinasi obat ARV kurang dari 0-3 dosis yang tidak diminum dalam periode 0-30 hari (≥ 95%). Kepatuhan sedang adalah jumlah kombinasi obat ARV antara 3-12 dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (80-95%). Kepatuhan rendah, adalah jumlah kombinasi obat ARV lebih dari 12 dosis yang tidak diminum dalam periode 30 hari (<80%) (Depkes, 2007).

Penelitian yang dilakukan di Kenya tentang pengaruh penggunaan SMS terhadap kepatuhan terapi ARV pada tahun 2007-2008, mencatat bahwa pasien yang menerima SMS dukungan dari petugas kesehatan secara signifikan dapat memperbaiki kepatuhan terapi ARV dan tingkat supresi virus yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol, sehingga penggunaan Mobile Phone dapat menjadi efektif untuk memperbaiki outcome pasien (Lester, et al, 2010).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniar Y,dkk tahun 2013 tentang faktor-faktor pendukung orang dengan HIV-AIDS dan penelitian Sugiharti dkk pada tahun 2014 tentang gambaran kepatuhan orang dengan HIV-AIDS (ODHA) dalam minum obat ARV di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, bahwa salah satu factor pendukung kepatuhan adalah motivasi dari dalam diri pasien itu sendiri. Sehingga dapat

(18)

63

dilihat bahwa dukungan petugas kesehatan melalui layanan SMS Reminder merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan pengobatan karena selain mengingatkan untuk minum obat dengan teratur didalamnya ada kata-kata yang memberikan motivasi, dukungan, semangat sehingga pasien merasa dipedulikan atau diperhatikan.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Kalalo (2012) yang diketahui bahwa status penderita HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV adalah karena dukungan dari tenaga medis yang prima. Adanya motivasi dalam bentuk SMS Reminder tentu akan menambah motivasi pasien karena merasa banyak orang yang peduli dengan kesehatanya.

Sebagai perangkat “Mobile Health” atau “Electronic Health”. Salah satu fungsinya adalah memberikan intervensi yang bertujuan untuk mengubah perilaku kesehatan, seperti kepatuhan terhadap terapi ARV. Intervensi yang diberikan berupa SMS Reminder yang dikirim pada pasien HIV-AIDS satu kali dalam seminggu, secara signifikan kepatuhan pasien dalam terapi ARV dapat meningkat.Hal ini dapat dinilai pada setiap akhir periode dari jumlah obat ARV yang tersisa dan pemeriksaan laboratorium berupa viral loads yang menunjukkan HIV-1 RNA darah ≤ 400/ ml. (Lester, et al, 2010 dalam Nuriya, 2013).

Perawat memiliki peran penting dalam memberikan asuhan keperawatan pasien HIV-AIDS. Ada dua hal yang harus dilakukan perawat yakni: memfasilitasi strategi koping dan dukungan sosial, dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan emosional, agar pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai; dan diperhatikan. Perubahan perilaku kepatuhan adalah proses neurobehavior atau hubungan antara otak dengan perilaku atau proses berpikir manusia, hal ini terkait pola perilaku hidup seseorang yang berhubungan dengan sistem neural (system saraf). Neurobehavior ini di atur oleh hormon yang di produksi oleh

(19)

64

otak yaitu hormone serotonin. Pasien yang mengalami stress akan mempengaruhi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotornya sehingga akan kesulitan untuk menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. (Daniel Sadana, 2014). Dukungan SMS Reminder terhadap pasien merupakan dukungan emosional yang mana sms yang dikirm bukan hanya mengingatkan pasien minum obat tapi didalamnya ada kata-kata yang memberikan dukungan semangatdengan demikian dapat mengurangi tingkat stress pasien dan pasien mudah menerima stimulus yang diberikan dan termotivasi untuk mau patuh dengan program pengobatan yang dijalani. Motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi.

Identifikasi strategi yang efektif untuk mengoptimalkan kepatuhan ART dan resistensi dalam perawatan HIV adalah prioritas. Penggunaan Mobile Health menawarkan cara untuk mendukung keterlibatan pasien dalam kepatuhan dan retensi dalam perawatan. Pengaruh SMS Reminder memberikan dukungan positif dengan adanya peningkatan perubahan perilaku kepatuhan pengobatan ARV di Puskesmas Timika. Perubahan peningakatan kepatuhan diketahui setelah melakukan pengukuran sebelum dan sesudah diberikan intervensi SMS Reminder. Berdasarkan hasil tersebut, petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat menjadi salah satu alternatif media elektronik sehingga dapat meningkatkan kesadaran, motivasi pasien HIV. Keputusan untuk patuh dapat menjadi motivasi internal dan eksternal bagi pasien sehingga kemandirian pasien dapat terbangun menjadi suatu kebiasaan untuk dapat bertahan melawan penyakit HIV.

(20)

65

Berdasarkan hasil penelitian, teori dan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa faktor dukungan petugas kesehatan memiliki peran yang positif dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien, salah satunya dengan memanfaatkan teknologi yang berkembang seperti pemberian dukungan dengan SMS Reminder. Perubahan perilaku kepatuhan pengobatan ARV yang dilakukan oleh pasien baik dengan adanya informasi petugas kesehatan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran pasien untuk tetap bertahan hidup dan meningkatkan imun, hal ini menunjukan adanya respon yang baik terhadap stimulus yang diberikan yaitu dukungan SMS Reminder.

C. Keterbatasan penelitian

1. Jumlah sampel dalam penelitian ini sedikit dan pemilihan responden dalam penelitian ini tidak berdasarkan random, sehingga kemungkinan bias dapat terjadi.

2. Sebagian responden kembali kontrol 2-3 hari sebelum obatnya habis, sehingga peneliti tidak bisa memantau sisa obatnya diminum atau tidak.

3. Hanya terdapat satu kelompok penelitian saja sehingga hasilnya kurang dapat dibandingkan antar yang diberikan intervensi SMS Reminder dan yang tidak diberikan intervensi, atau diberikan intervensi lain.

4. Durasi dalam penelitian ini juga pendek, hanya 4 minggu sehingga tingkat kepatuhan responden dalam penelitian ini masih cenderung tinggi.

Gambar

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian demi mengetahui dan menelaah lebih jauh mengapa saat ini banyak perusahaan tidak lagi memandang

Secara periodik, sistem administrasi PT.(Persero) Bank Rakyat Indonesia Cabang Pembantu Unit Keera harus di teliti atau di periksa oleh pihak yang bebas dari tugas rutin yaitu

Pada alat tenun ini benang lusi dalam posisi vertikal dan selalu tegang karena ada pemberat atau beban, sedangkan benang pakan disisipkan dengan suatu alat yang disebut

Program spyware dapat mengumpulkan berbagai jenis informasi pribadi, seperti kebiasaan surfing internet dan situs yang telah dikunjungi, tetapi juga dapat mengganggu kontrol

Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.&#34; ( HR. Sebenarnya, sikap percaya diri adalah sikap positif, namun jika berlebihan, akan menjadi sikap

Apabila dikaitkan antara proyeksi pendapatan daerah dengan proyeksi belanja daerah Kabupaten Barru, maka jumlah pendapatan yang ada tidak mencukupi untuk mendanai

Penelitian ini dilatar belakangi rendahnya hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 65.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan

Pemanfaatan sumber daya mineral bijih mangan kadar rendah menjadi MnO 2 dapat dilakukan dengan proses pemanggangan reduktif yang dilanjutkan dengan proses pelindian