1 1.1 . Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak
negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir
semua negara berkembang memiliki masalah kemiskinan. Kemiskinan
dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dilihat dari berbagai dimensi, di
dalamnya antara lain mencakup dimensi rendahnya tingkat pendidikan
dan kesehatan, tidak adanya jaminan masa depan, kerentanan
(vulnerability), ketidakberdayaan, ketidakmampuan menyalurkan aspirasi,
dan ketersisihan dalam peranan sosial (Mawardi dan Sudarno, 2003).
Kemiskinan juga bisa muncul karena minimnya kepemilikan lahan,
maupun terbatasnya akses informasi untuk memberdayakan bagi kaum
miskin.
Kemiskinan juga memiliki arti yang lebih luas dari sekedar lebih
rendahnya tingkat pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar
kesejahteraan terukur seperti kebutuhan kalori minimum atau garis
kemiskinan. Akan tetapi kemiskinan memiliki arti yang lebih dalam karena
berkaitan juga dengan ketidakmampuan untuk mencapai aspek diluar
pendapatan (non-income factors) seperti akses kebutuhan minimum
Mengingat kemiskinan merupakan masalah multidimensional maka
upaya pengentasan kemiskinan tidak semata-mata menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat. Dengan diterapkannya otonomi daerah di
Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Kedua UU tersebut pada dasarnya merupakan
payung hukum pelaksanaan otonomi daerah, dimana kewenangan
sebagian besar didistribusikan ke daerah, sehingga peran dan tanggung
jawab pemerintah daerah dituntut lebih besar, termasuk di dalamnya
pengentasan kemiskinan agar supaya program dan strategi yang
dikembangkan tepat sasaran hal ini dikarenakan PEMDA mengetahui
betul karakteristik daerahnya. Otonomi daerah memberikan wewenang
penuh pada pemerintah daerah dalam mendesain dan melaksanakan
kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya
(Muhammad, et al, 2005).
Tanggung jawab demikian merupakan konsekwensi dari salah satu
tujuan pelaksanaan otonomi daerah, yakni menciptakan sistem layanan
publik yang lebih baik, efektif dan efisien, yang pada akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat.
Kondisi kemiskinan di Indonesia masih cukup memprihantinkan.
Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang berada jauh di atas angka
Gambar 1.1. Grafik Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Di Indonesia
Dilihat dari tingkat kemiskinan di Indonesia, Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi
terbanyak kelima setelah provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku dari 33 Provinsi di Indonesia
pertama jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi
tingkat kemiskinan di Provinsi Gorontalo adalah 18.01 persen, angka
tersebut adalah paling tinggi
(Tabel 1.1). 17,72 10,39 7,568,428,42 14,06 17,75 14,39 5,25 0 5 10 15 20 25 30 35 A c e h S u m a te ra U ta ra S u m a te ra B a ra t R ia u J a m b i S u m a te ra S e la ta n B e n g k u lu L a m p u n g B a n g k a B e lit u n g
(Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah)
Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Di Indonesia
Dilihat dari tingkat kemiskinan di Indonesia, Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi dengan persentase penduduk miskin terbanyak kelima setelah provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku dari 33 Provinsi di Indonesia. dan menjadi peringkat pertama jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi
inan di Provinsi Gorontalo adalah 18.01 persen, angka adalah paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi
5,256,35 3,72 9,61 14,4415,03 12,73 5,89 4,49 17,25 20,24 8,74 6,23 4,76 6,38 8,5 14,32 10,32 13,73 B a n g k a B e lit u n g K e p u la u a n R ia u D K I J a k a rt a J a w a B a ra t J a w a T e n g a h D I Y o g y a k a rt a J a w a T im u r B a n te n B a li N u s a T e n g g a ra B a ra t N u s a T e n g g a ra T im u r K a lim a n ta n B a ra t K a lim a n ta n T e n g a h K a lim a n ta n S e la ta n K a lim a n ta n T im u r S u la w e s i U ta ra S u la w e s i T e n g a h S u la w e s i S e la ta n
(Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah)
Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Di Indonesia, 2013
Dilihat dari tingkat kemiskinan di Indonesia, Provinsi Gorontalo dengan persentase penduduk miskin terbanyak kelima setelah provinsi Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara dan menjadi peringkat pertama jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi. Besarnya
inan di Provinsi Gorontalo adalah 18.01 persen, angka daerah lain di Sulawesi
10,32 13,73 18,01 12,23 19,27 7,64 27,14 31,53 S u la w e s i S e la ta n S u la w e s i T e n g g a ra G o ro n ta lo S u la w e s i B a ra t M a lu k u M a lu k u U ta ra P a p u a B a ra t P a p u a B a ra t
Tabel 1.1. Peringkat Tingkat Kemiskinan Provinsi Di Sulawesi, 2013
Peringkat Provinsi Persentase
1 Gorontalo 18,01 2 Sulawesi Tengah 14,32 3 Sulawesi Tenggara 13,73 4 Sulawesi Barat 12,23 5 Sulawesi Selatan 10,32 6 Sulawesi Utara 8,50
(Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah)
Banyak upaya yang dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah
pusat maupun daerah untuk menanggulangi kemiskinan seperti bantuan
operasional sekolah, program jaminan kesehatan masyarakat, program
rumah sangat murah, program kendaraan angkutan umum murah,
program air bersih untuk rakyat, program listrik murah dan hemat, dan
lain-lain.
Sementara itu, anggaran belanja daerah tahun 2013 tercatat sebesar
Rp. 1,078 triliun yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.
519,126 miliar dan Belanja Langsung Rp. 559,676 miliar. Angka tersebut
meningkat dari Rp. 466,587 miliar untuk Belanja Tidak Langsung dan Rp.
471,815 miliar untuk Belanja Langsung pada tahun 2012, dimana tingkat
kenaikan untuk Belanja Langsung lebih besar daripada tingkat kenaikan
untuk Belanja Tidak Langsung. Anggaran daerah (APBD) tersebut telah
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sejak tahun 2001
(Kementrian Keuangan, 2013).
Anggaran yang besar tersebut dibelanjakan oleh daerah untuk
menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah seperti pendidika kesehatan, infrastruktur, perhubungan, pertanian, kehutanan, pariwisata, perdagangan, perindustrian, kelautan dan perikanan, dan lain Termasuk dalam rangka penanggulangan k
Gorontalo.
Gambar 1.2. Grafik
(Sumber: Badan Pusat
Dari grafik diatas, terlihat bahwa pengaruh belanja daerah terhadap penurunan penduduk miskin menunjukkan hasil yang beragam. Sebagai contoh, pada tahun 2009 belanja daerah Provinsi Gorontalo meningkat dari Rp.527,504 miliar menjadi Rp.534,505 miliar, dan
penduduk miskinnya turun dari 20,47% menjadi 18,34%. Sementara pada tahun 2010 dan 2013 terjadi peningkatan belanja daerah namun tidak dibarengi dengan penurunan persentase kemiskinan, justru terjadi kenaikan terhadap jumlah persentase penduduk
Rp527.504 Rp0 Rp200.000 Rp400.000 Rp600.000 Rp800.000 Rp1.000.000 Rp1.200.000 B e la n ja D a e ra h ( ju ta a n r u p ia h )
menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah seperti pendidika kesehatan, infrastruktur, perhubungan, pertanian, kehutanan, pariwisata, perdagangan, perindustrian, kelautan dan perikanan, dan lain Termasuk dalam rangka penanggulangan kemiskinan
Grafik Perkembangan Belanja Daerah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Gorontalo
usat Statistik dan Kementrian Keuangan, diolah)
Dari grafik diatas, terlihat bahwa pengaruh belanja daerah terhadap penurunan penduduk miskin menunjukkan hasil yang beragam. Sebagai contoh, pada tahun 2009 belanja daerah Provinsi Gorontalo meningkat dari Rp.527,504 miliar menjadi Rp.534,505 miliar, dan
penduduk miskinnya turun dari 20,47% menjadi 18,34%. Sementara pada tahun 2010 dan 2013 terjadi peningkatan belanja daerah namun tidak dibarengi dengan penurunan persentase kemiskinan, justru terjadi kenaikan terhadap jumlah persentase penduduk miskin yang ada di
Rp527.504 Rp534.505 Rp568.218 Rp671.051 Rp938.402 Rp1.078.802 20,47 18,34 16,56 18,02 17,22 18,01 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Belanja Daerah Penduduk Miskin (%)
menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah seperti pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, perhubungan, pertanian, kehutanan, pariwisata, perdagangan, perindustrian, kelautan dan perikanan, dan lain-lain.
emiskinan di Provinsi
Daerah dan Persentase Penduduk
Dari grafik diatas, terlihat bahwa pengaruh belanja daerah terhadap penurunan penduduk miskin menunjukkan hasil yang beragam. Sebagai contoh, pada tahun 2009 belanja daerah Provinsi Gorontalo meningkat dari Rp.527,504 miliar menjadi Rp.534,505 miliar, dan persentase
penduduk miskinnya turun dari 20,47% menjadi 18,34%. Sementara pada tahun 2010 dan 2013 terjadi peningkatan belanja daerah namun tidak dibarengi dengan penurunan persentase kemiskinan, justru terjadi miskin yang ada di
Rp1.078.802 18,01 0 5 10 15 20 25 2013 P e n d u d u k M is k in ( % )
Provinsi Gorontalo. Jadi peningkatan jumlah belanja daerah yang
dianggarkan tidak selalu menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan di
Provinsi Gorontalo.
Pertanyaannya, apakah belanja daerah tersebut telah diprioritaskan
pada bidang-bidang yang berpengaruh positif untuk upaya
penanggulangan kemiskinan atau tidak. Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, belanja daerah yang dipergunakan untuk mendanai
berbagai urusan diklasifikasikan ke dalam urusan wajib (seperti
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, sosial, perumahan rakyat,
penataruang, perencanaan pembangunan, tenaga kerja, sosial, dan
lain-lain) dan urusan pilihan (seperti pertanian, kehutanan, energi dan sumber
daya mineral, pariwisata, kelautan dan perikanan, perdagangan, dan
lain-lain). Namun, urusan-urusan tersebut memiliki tingkat keterkaitan yang
berbeda dengan upaya mengurangi kemiskinan di daerah (Wahyudi,
2011).
Menurut Yao (2007) belanja sektor sosial yang bermanfaat besar
atau menguntungkan bagi orang miskin (pro-poor social expenditures)
mencakup pengeluaran untuk pendidikan dasar, kesehatan dasar, air
bersih dan sanitasi, jalan-jalan pedesaan.
Pada RAPBD-P 2013 pemerintah Provinsi Gorontalo fokus pada
pencapaian target pembangunan 4 program prioritas, yakni pendidikan
SDM, dimana 4 program unggulan ini menurut pemerintah Provinsi
Gorontalo sudah mengakomodir semua permasalahan daerah dan
menyentuh langsung kehidupan masyarakat (Biro Humas Protokol
Provinsi Gorontalo, 2014).
Namun, di tingkat kabupaten/kota Provinsi Gorontalo, peningkatan
belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum
dan infrastruktur. Belanja pendidikan pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota meningkat dari 20% dari total belanja di tahun 2007
menjadi 30% di tahun 2012, sedangkan kesehatan meningkat dari 6%
menjadi 9%. Masing masing urusan mengalami peningkatan belanja riil
sebesar 50% dalam kurun waktu 5 tahun. Di sisi lain, peningkatan
pendidikan dan kesehatan diiringi oleh turunnya proporsi belanja
pemerintahan umum dari 35% menjadi 26%. Peningkatan proporsi belanja
pendidikan dan kesehatan yang diiringi oleh turunnya proporsi belanja
pemerintahan umum merupakan hal yang positif karena sumber daya
fiskal untuk membiayai pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan
menjadi meningkat. Namun di sisi lain, penurunan proporsi belanja
infrastruktur dari 27% menjadi 10% harus diwaspadai karena dapat
berdampak pada kualitas infrastruktur di Gorontalo (Pemprov Gorontalo
1.2 Identifikasi Masalah
Kemiskinan di Provinsi Gorontalo bisa dikatakan masih sangat tinggi.
Banyak upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi
kemiskinan, salah satunya adalah dengan meningkatkan anggaran
belanja daerah pada sektor-sektor yang berkaitan erat dengan
masyarakat miskin. Namun, peningkatan jumlah belanja daerah yang
dianggarkan tidak selalu menghasilkan penurunan tingkat kemiskinan di
Provinsi Gorontalo. Banyak literatur dan studi yang menyatakan bahwa
kelompok belanja publik yang memiliki sifat pro-poor antara lain belanja
untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Mengingat
pentingnya belanja-belanja publik yang dikeluarkan pemerintah untuk
mengurangi tingkat kemiskinan di daerah, untuk itu peneliti tertarik meneliti
tentang “Pengaruh Belanja Publik Di Bidang Pendidikan, Kesehatan, Dan
Infrastruktur Terhadap Kemiskinan Di Provinsi Gorontalo”.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini dapat ditarik
beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh belanja publik di bidang pendidikan terhadap
kemiskinan di Provinsi Gorontalo.
2. Bagaimana pengaruh belanja publik di bidang kesehatan terhadap
3. Bagaimana pengaruh belanja publik di bidang infrastruktur terhadap
kemiskinan di Provinsi Gorontalo.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh belanja publik di bidang pendidikan
terhadap kemiskinan di Provinsi Gorontalo.
2. Untuk mengetahui pengaruh belanja publik di bidang kesehatan
terhadap kemiskinan di Provinsi Gorontalo.
3. Untuk mengetahui pengaruh belanja publik di bidang infrastruktur
terhadap kemiskinan di Provinsi Gorontalo.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan
keilmuan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis tentang pengaruh belanja publik
di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur terhadap kemiskinan di
Provinsi Gorontalo.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang terkait
2 Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan informasi bagi
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya.
3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada
peneliti selanjutnya untuk mencari ilmu lebih baik lagi dan
meningkatkan wawasan dalam melakukan penelitian-penelitian