• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, Bagian Utara Bengkulu, Bagian Barat Jambi, pantai Barat Sumatera Utara, Barat Daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minangkabau seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibu kota provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama dengan orang Minangkabau itu sendiri. (Wikipedia.com)

Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam kesenian, seperti seni tari, seni musik, seni pantun, dan seni bela diri yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari pesambahan (persembahan) merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing yang diiringi oleh alat musik. Alat musik Minangkabau dibagi menjadi 3 bagian dalam memainkannya, yaitu alat musik pukul, alat musik gesek, dan alat musik tiup. Alat musik pukul terdiri dari Talempong, Canang, Tambur, Rabano,

(2)

Indang, Gandang, dan Adok. Alat musik gesek satu-satunya yaitu Rabab. Sedangkan alat musik tiup terdiri dari Bansi, Pupuik Batang Padi, Sarunai Minangkabau, Pupuik Tanduak, dan Saluang.

Dalam tulisan ini penulis berfokus pada alat musik tiup yaitu Saluang. Saluang adalah alat musik yang tergolong dalam klasifikasi aerofon yang artinya alat musik yang sumber bunyi dihasilkan oleh udara. Saluang itu sendiri berasal dari kata sa-lu-ang yang berarti seruas, karena Saluang terbuat dari bambu maka berarti seruas bambu atau talang1. Ada juga Saluang itu berasal dari Sa + aluang. Aluang (Minangkabau) artinya bunyian. Sa = awalan yang artinya “satu” Sa + aluang berati satu bunyian. Kalau dilihat dari hakekat serta penampilan seni Saluang itu memang biasanya ditampilkan secara tunggal (solo). Saluang di dalam masyarakat Minangkabau berfungsi sebagai hiburan, seperti dalam acara baralek (pesta), pengangkatan pangulu (pengangkatan penghulu), khatam qur’an, maulid nabi besar Muhammad SAW dan yang lainnya.

Peniup Saluang biasanya adalah kaum laki-laki, dan zaman dahulu para pemainnya memiliki kemampuan menghipnotis penonton dengan mantera khusus bersamaan dengan bunyi merdu yang dikeluarkannya. Nama pemain Saluang disebut tukang Saluang. Keutamaan dari tukang Saluang ini adalah dapat memainkan alat musik ini dengan meniup dan menarik nafas secara bersamaan, sehingga peniupnya dapat memainkannya dari awal hingga akhir lagu secara terus-menerus tanpa terputus. Teknik ini dinamakan sebagai manyisiahan angok (menyisihkan nafas).

1

(3)

Tiap nagari (daerah) di Minangkabau mengembangkan cara meniup Saluang, sehingga masing-masing daerah memiliki ciri khas tersendiri-sendiri. Misalnya Saluang Sirompak yaitu sebutan bagi Saluang khas Payakumbuh. Diambil dari kata ‘rompak’ yang berarti memaksa, permainan Saluang ini terkenal bernuansa magis, dimana lirik magisnya mampu menjadi semacam pengantar kekuatan sihir. Ada lagi Saluang Darek, yaitu jenis Saluang yang berasal dari daerah pendalaman daerah Darek. Saluang Darek berbeda dengan Saluang Sirompak karena Saluang Darek lebih sebagai seni pertunjukan dan sering dikolaborasikan dengan musik kontemporer. Ada lagi Saluang Singgalang dan lain-lain. Dalam tulisan ini penulis berfokus pada jenis Saluang Darek.

Para seniman Saluang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk Saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai. Saluang Darek terbuat dari bambu atau talang yang mempunyai ruas yang panjang yaitu kira-kira 40-65 cm, dengan diameter dalam 2-4 cm. Dalam membuat Saluang Darek ini harus menentukan bagian atas dan bawahnya terlebih dahulu untuk menentukan pembuatan lubang. Saluang Darek memiliki 4 lubang nada, satu lobang tiupan yang terdapat pada ujung ruas bambu dan satu lobang keluaran udara yang berada pada pangkal bambu. Untuk bentuk dan besar lubang agar menghasilkan suara yang bagus, haruslah bulat dengan garis tengah sekitar 0,5-0,8 cm.

Cara memainkan Saluang Darek yaitu ditiup dari ujung ruas bambu yang terbuka (end blown flute). Cara meniupnya yaitu posisi mulut dengan posisi ujung sisi Saluang berada pada samping bibir dan udara yang masuk dibelah lingkaran

(4)

tepinya sehingga sebagian udara masuk ke lubang tiupan dan sisanya keluar melalui lingkaran luar tiupan Saluang.

Ada beberapa ciri khas dari alat musik Saluang Darek yaitu : (1) suara yang dihasilkan selalu bergema ; (2) jumlah lubang nada tidak mengikuti aturan tangga nada yaitu 4 lubang ; (3) Teknik permainannya adalah teknik pernafasan manyisiahkan angok (menyisihkan nafas) yaitu dimana seseorang bisa bernafas sambil meniup Saluang dari awal lagu sampai akhir lagu secara terus-menerus.

Pada saat awal melihat dan mendengarkan alat musik Saluang Darek ini dimainkan oleh dosen praktek Minangkabau di Universitas Sumatera Utara yaitu Bapak Zul Alinur (bang Koboy) lantai 2 ruang praktek Minangkabau Etnomusikologi USU, penulis merasa tertarik baik dari sisi ilmu maupun konteks budaya. Dari segi ilmu Etnomusikologi adalah bagaimana konteks dan aspek-aspek musikal Saluang Darek dalam peradaban masyarakat Minangkabau. Dari sisi konteks budaya, digunakan untuk apa saja alat musik ini, seterusnya bagaimana fungsinya. Tetapi penulis lebih tertarik untuk mengkaji organologis alat musik Saluang Darek. Dengan demikian penulis memilih judul untuk penelitian ini yaitu:

Kajian Organologis Saluang Darek Minangkabau Buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :

(5)

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Saluang Darek Minangkabau buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago?

2. Bagaimana teknik memainkan Saluang Darek?

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian terhadap Saluang Darek Minangkabau adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses dan teknik pembuatan Saluang Darek Minangkabau buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago.

2. Untuk mengetahui teknik permainan Saluang Darek.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai saluang Minangkabau di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Saluang Darek Minangkabau.

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang di peroleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

4. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional daerah sebagian bagian dari budaya Nasional.

(6)

5. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi program S-1 di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori Yang Digunakan 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Studi disebut juga dengan kajian (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Kajian merupakan kata jadian dari kata”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa pengertian kata’kajian’ dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaaan yang dilakukan dengan teliti (Badudu. 1982:132).

Sedangkan ‘organologi’ merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi semua aspek diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis Saluang Darek di Medan Deli buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago, adalah penelitian secara mendalam tentang deskripsi instrumen, juga mengenai teknik -teknik pembuatan, teknik permainan dan fungsi dari alat musik Saluang tersebut.

(7)

Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskipsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa studi organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.

Saluang Darek Minangkabau adalah instrumen musik yang tergolong ke dalam klasifikasi Aerophone, memiliki enam lobang, yang terdiri dari: empat buah lobang nada, satu lobang hembusan, dan satu lobang keluaran udara. Alat musik ini dimainkan secara tunggal.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Sebagai acuan berpikir dalam penelitian ini penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan penelitian penulis.

Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan

(8)

menjadi keterangan-keterangan emperis yang berpencar (Moh. Nazir, 1983 : 22-25).

Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel (1961) yaitu : sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu :

- Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,

- Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,

- Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit,

- Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai. Mengacu pada pengklasifikasian diatas tersebut, maka Saluang Darek Minangkabau adalah instrumen musik Aerofon dimana penggetar utama bunyinya adalah udara yang memiliki 4 lubang pengatur nada, satu lobang tiupan dan satu lobang keluaran udara.

Untuk mendeskripsikan alat musik, penulis berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima, 1978:174, yang mengatakan bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua sudut pandang yakni studi struktural dan studi fungsional. Studi struktural adalah studi yang berkaitan dengan pengamatan, pengukuran, perekaman, pencatatan bentuk, ukuran, konstruksi serta bahan bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut. Sedangkan Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik

(9)

tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan. Berdasarkan penjelasan di atas maka, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan Saluang Darek Minangkabau buatan Bapak Aziz Mandri Chaniago ke dalam Studi struktural dan fungsional.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: 2005).

Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan, (Koentjaraningrat 1997 : 16). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam Moleong dalam Metodelogi Penelitian Kualitatif, 1990 : 3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam

(10)

pembuatan Saluang Darek Minangkabau pada masyarakat Medan Deli diperlukan tahap-tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data dan penulisan laporan (Maleong, 2002 : 109). Disamping itu, untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh Maleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu : disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory discipline). Hasil dari kedua disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu akhir (a final study), (Meriam, 1964 : 37).

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, umumnya ada dua macam, yakni : menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires), menggunakan wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (observation) dan penggunaan catatan harian, (Djarwanto, 1984 : 25).

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu : (1) studi kepustakaan ; (2) kerja lapangan ; (3) kerja laboratorium.

1.5.1 Studi kepustakaan

Pada tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan), dan sebelum mengerjakan penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, literature, majalah, situs-situs internet, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian.

(11)

Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapat konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Beberapa referensi pendukung tulisan ini antara lain adalah:

1. Skripsi Etnomusikologi USU yang ditulis oleh Miduk Nadeak yang berjudul Organologis Sordam Pakpak.

Skripsi ini menulis tentang proses dan teknik pembuatan, teknik permainan, eksistensi serta fungsi Sordam pada masyarakat Pakpak.

2. Skripsi Etnomusikologi USU yang ditulis oleh Tribudi yang berjudul Organologis Saligung Simalungun.

Skripsi ini menulis tentang proses dan teknik pembuatan, teknik permainan, eksistensi serta fungsi Saligung pada masyarakat Simalungun. 3. Serta referensi dan buku-buku lainnya yang berhubungan dengan tulisan

ini.

1.5.2 Kerja lapangan

Dalam hal ini, penulis langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan tiga hal yang telah diketahui sebelumnya yaitu, observasi, wawancara, dan pemotretan (pengambilan gambar) dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga wawancara mendalam antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan penelitian terdapat juga hal-hal yang baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang dianggap mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap

(12)

memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang benar, untuk mendukung proses penelitian.

1.5.3 Wawancara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian wawancara adalah proses tanya-jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal.

Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1985 : 139), yaitu : Wawancara berfokus (Focused interview), Wawancara bebas (Free interview), Wawancara sambil lalu (Casual interview). Dalam hal ini penulis terlebihi dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik yang lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beranekaragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian.

Menurut Harsja W. Bachtiar (1985 : 155), wawancara adalah untuk mencacat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk advan T1J sebagai alat rekam. Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital bermerk samsung S5, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.

(13)

1.5.4 Kerja laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi. (Meriam 1995 : 85)

1.6 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Aziz Mandri Chaniago, yang bertempat tinggal di Jalan Rumah Pemotongan Hewan Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan.

Pemilihan lokasi ini bermula dari informasi pembuat Saluang Darek Minangkabau, yaitu Pada tanggal 16 November 2014, penulis meminta kepada Bapak Zul Alinur untuk membawa penulis ke tempat pembuatan alat musik Saluang Darek. Bapak Zul Alinur bersedia dan membawa penulis ke jalan Rumah Pemotongan Hewan, tepatnya di Kelurahan Mabar, kecamatan Medan Deli, Medan. Bapak Zul Alinur memperkenalkan penulis kepada seorang pembuat alat musik Saluang Darek Minangkabau yang bernama Bapak Aziz Mandri Chaniago yang berusia kurang lebih 45 tahun. Ketika penulis mengemukakan maksud akan mengkaji organologis Saluang Darek buatan beliau, maka ia sangat menyambut niat baik penulis.

(14)

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Zul Alinur, termasuk ia sendiri, Aziz Mandri Chaniago selain mahir memainkan Saluang Darek, Sarunai Minangkabau, Bansi, serta juga tari pencak silat beliau juga bisa membuat alat musik Sarunai Minangkabau, Bansi, dan Saluang Darek. Ketertarikan beliau sama alat musik Saluang Darek ini adalah karena beliau ingin melestarikan serta kecintaannya terhadap budayanya. Hingga sampai saat ini Bapak Aziz Mandri Chaniago masih aktif di dalam dunia kesenian Minangkabau. Salah satunya ia menjadi seniman Taman Budaya Medan yang berlokasi di jalan Perintis Kemerdekaan dan gedung BM3 (Badan Musyawarah Masarakat Minangkabau) di jalan Adinegoro. Beliau juga mempunyai grup yang dinamakan Pitunang Rantau. Pitunang Rantau pernah bermain untuk penyambutan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013.

Pada saat itu penulis banyak berbincang tentang alat musik Saluang Darek, seperti bagaimana struktur organologis Saluang Darek yang dibuat oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago. Beliau mengatakan awal mulanya ketertarikannya dalam kesenian Minangkabau pada tahun 1980 ketika beliau masih kelas 4 Sekolah Dasar sedang menemani sang ayah untuk menampilkan tarian pencak silat di sebuah acara adat Minangkabau. Ayah beliau termasuk seorang seniman pencak silat terkenal di daerah Minangkabau. Pada tahun 1985 beliau sudah mulai belajar kesenian Minangkabau melalui ayah beliau dan di tahun 1986 beliau resmi masuk grup kesenian Kinantan di Sumatera Barat yang menampilkan tari paring pada acara adat Minangkabau saat itu.

(15)

Pada tahun 1987 beliau tertarik dan mulai belajar bermain alat musik tiup Minangkabau salah satunya Saluang Darek dan di tahun 1989 berdasarkan pengamatan dan pendengaran saja, ia tertarik untuk mencoba membuat sendiri alat musik Saluang Darek tersebut dengan apa adanya, karena menurut beliau pemain musik harus mempunyai alat musik, dari situ beliau berkeinginan untuk membuat alat musik Saluang Darek sendiri, walaupun pada saat itu hasil karyanya belum sempurna dan selalu berulang-ulang untuk membuatnya. Seiring jalannya waktu dan selalu mencoba, ternyata hasil karyanya memiliki ciri khas dari mulai bentuk dan ukuran maupun suara yang dihasilkannya.

Terdapat ukiran di badan Saluang Darek yang dihasilkannya adalah hasil idenya sendiri yang mempunyai arti simbol yang menandakan hasil karyanya, penuh dengan makna-makna dalam budaya Minangkabau. Seperti ukiran Rumah Gadang dan ukiran monumen Jam Gadang adalah simbol dari budaya dan terkenal di Minangkabau. Sampai saat ini, Bapak Aziz Mandri Chaniago sudah membuat Saluang Darek lebih kurang sebanyak 300 buah hingga tahun 2014 berdasarkan kebutuhan permintaan pemesanan baik dari Medan maupun dari luar daerah Medan, bahkan sampai ke Malaysia.

Dalam proses pembuatannya, Bapak Aziz Mandri Chaniago masih tetap menggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yakni berupa gergaji besi, pisau kecil, solder dan bahan-bahan yang juga sederhana yaitu bambu, kertas pasir, alat ukur tali meteran baju dan pensil. Proses pembuatannya tergolong sederhana, karena hanya menggunakan tenaga manusia, tanpa bantuan mesin. Dibutuhkan waktu 2 hari untuk menyelesaikan 1 buah alat musik Saluang Darek.

(16)

Menarik untuk dibahas dari uraian di atas karena pembuatannya membutuhkan proses yang memiliki ciri khas Saluang Darek yang dibuat oleh Bapak Aziz Mandri Chaniago dan bagaimana struktur organologis Saluang baik dari segi struktural maupun fungsional.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi analitik dapat disimpulkan bahwa karakterisasi morfologi tanaman cabai yang terserang hama kutu kebul (bemisia tabaci) menunjukkan gejala

Faktor teknis adalah segala persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu macan yang berhubungan langsung dengan aspek teknis dalam

Indikator handal suatu komponen dapat dilihat dari nilai reliability yang dicapai oleh suatu sistem, menurunnya downtime, meningkatnya waktu produksi, dan meningkatkan

Antropolingistik ini lebih menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan didalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa didalam mempelajari bagaimana

sumber data adalah perannya dalam pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan sastra Jawa modern. Adapun alasan pemilihan cerkak DPBLL sebagai objek penelitian adalah

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

Dengan adanya banyak faktor ini, mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka peneliti hanya memilih empat faktor yaitu religiusitas, lokasi, produk dan

Penelitian ini menekankan pada pengaruh penggunaan belimbing wuluh terhadap kualitas ekternal telur ayam (berat telur, berat kerabang telur, tebal kerabang telur