• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Leguminosa Indigofera sp. Sebagai pakan ternak. Indigofera sp. adalah termasuk keluarga leguminosa (kacang-kacangan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Leguminosa Indigofera sp. Sebagai pakan ternak. Indigofera sp. adalah termasuk keluarga leguminosa (kacang-kacangan)."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Leguminosa Indigofera sp.Sebagai pakan ternak

Indigofera sp. adalah termasuk keluarga leguminosa (kacang-kacangan). Tumbuhan ini mempunyai multifungsi, antara lain sebagai sumber warna biru alami untuk kain, dan obat tradisional, antimikroba yang antara lain melawan bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Escherichia coli (Selvakumar dan Karunakaran, 2004); pupuk hijau misalnya dalam sistem pertanian yang berbasis padi (PCARRD, 2002), penutup tanah, misalnya 1L arrecta (Lemmens and Cardon, 2005), sebagai pakan hijauan ternak, hijauan Indigofera mempunyai kualitas nutrisi dan produktivitas yang tinggi dan dengan kandungan protein yang bervariasi yaitu 21 - 25% (Tarigan et al., 2010). Laporan lain menyebutkan 15,9 - 29,8% (Hassen et al., 2008).

Gambar 1. Legume Indigofera sp.

Nilai nutrisi tepung daun Indigofera adalah: protein kasar 27,97%; serat kasar 15,25%, Ca 0,22% dan P 0,18%. Selanjutnya disebutkan bahwa sebagai sumber protein, tepung daun Indigofera sp. mengandung pigmen yang cukup tinggi seperti xantofil dan carotenoid, (Akbarillah et al, 2002) dan menurut Abdullah (2010) Indigofera sp. memiliki kandungan PK sebesar 27,68%; NDF

(2)

43,56%; ADF 35,24%; Ca 1,16%; P 0,26%; kecernaan bahan kering (KCBK) 67,50%; kecernaan bahan organik (KCBO) 60,32%; tannin 0,08% dan saponin 0,41%.

Tabel 1. Komposisi Nutrien IndigoferaSp.

Komponen nutrien Legume Indigofera Sp

Bahan Kering 21,97 Protein kasar (%BK) 24,17 Serat kasar (%BK) 17,83 Lemak kasar (%BK) 6,15 Abu (%BK) 6,41 BETN (%BK) 38,65

Sumber : Sirait et al., (2008).

Kandungan senyawa anti nutrisi dalam Indigofera sp

Menurut Aylward et al., (1987), Indospicine merupakan asam amino non-protein yang hampir sama dengan arginine yang banyak diketemukan pada bagian biji dan daun dari tanaman I. spicata, I. hirsute, I. linifolia dan 1. endecaphylla,

sedangkan pada species Indigofera yang lain dilaporkan hanya sedikit dan tidak berpotensi menyebabkan keracunan dan penurunan palatabilitas. Dalam upaya mempertahankan kualitas dan kuantitas hijauan pakan ternak pada daerah kering diperlukan tanaman yang toleran terhadap defisit air seperti halnya tanaman

I. zollingeriana. Dikatakan oleh Hassen et al., (2007), bahwa karakteristik dari tanaman leguminosa Indigofera sp. adalah kandungan proteinnya tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tanah yang memiliki salinitas tinggi, sehingga tanaman tersebut sangat baik untuk dikembangkan sebagai hijauan pakan ternak di daerah yang memiliki potensi cekaman biotik dan abiotik tinggi.

(3)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi antara taraf cekaman kekeringan dan interval pemangkasan terhadap kualitas hijauan I. zollingeriana.

Widodo (2003), menyatakan bahwa zat antinutrisi alkaloida merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman yang bersifat toksik. Zat ini terkandung dalam jaringan tanaman sebagai mekanisme dari perlindungan diri tanaman tersebut terhadap ancaman dari lingkungan biotik dan abiotik. Dikatakan pula bahwa anti nutrisi pada tanaman umumnya terjadi karena faktor dalam (intrinsik) yaitu suatu keadaan dimana tanaman secara genetik mampu memproduksi anti-nutrisi tersebut dalam organ tubuhnya, sedangkan faktor luar (lingkungan), yaitu keadaan dimana secara genetik tanaman tidak mengandung unsur anti-nutrisi, tetapi karena pengaruh lingkungan mendesak zat yang tidak diinginkan diproduksi dalam organ tubuhnya sebagai perlawanan terhadap cekaman lingkungan. Menurut Saurabh et al. (2010), zat anti nutrisi yang terdapat pada bagian daun dan biji tanaman Indigofera sp. antara lain tannin dan saponin, selebihnya adalah

alkaloid, flavonoid, carbohydrate glycosides, terpeniods, steroids dan indospicine.

Ampas tahu

Ampas tahu adalah limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kedelai menjadi tahu. Ampas tahu masih memiliki kandungan nutrien yang tinggi. Kandungan nutrien dari ampas tahu adalah sebagai berikut: BK 13,4- 17,2 %, SK 18,8-25,6 %, dan PK 21-29 %. Pengaruh penggunaan ampas tahu terhadap pertumbuhan domba jantan lepas sapih (umur 6-8 bulan) yang diberi ransum dasar rumput lapangan ditambah dengan ampas tahu segar ad libitum mampu meningkatkan bobot badannya sekitar 123 g/ekor/hari, sedangkan yang mendapat

(4)

rumput lapangan, penambahan bobot badannya hanya 4 g/ekor/hari (Kusnadi dan Prawiradiputra, 1985).

Komposisi zat gizi ampas tahu hasil analisis laboratorium terdiri atas bahan kering 8,69, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar ,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Melihat, ampas tahu memiliki kadar protein yang cukup tinggi, akan tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah atau banyak mengandung air. Tingginya kandungan protein dan air menyebabkan ampas tahu tidak tahan lama disimpan karena mudah mengalami pembusukan akibat tumbuhnya mikroorganisme perusak. Karena sifatnya yang mudah rusak, biasanya penggunaan ampas tahu tidak lebih dari satu hari dan oleh peternak langsung diberikan pada hari itu juga (Hernaman et al., 2005).

Kambing Peranakan Etawa

Kambing Peranakan Etawa merupakan salah satu bangsa kambing lokal Indonesia dengan jumlah populasi yang, relatif kecil. Kambing ini mempunyai konformasi tubuh yang lebih besar dari jenis lainnya sehingga sering dipakai dalam program perbaikan mutu bibit kambing di Indonesia. Selama ini ternak kambing masih berfungsi sebagai ternak tabungan bagi petani, untuk mengatasi masa-masa sulit seperti mat kegagalan panen atau jika perlu uang tunai yang sifatnya mendadak (Sadikin, 1992, Sarwono dan Dwipa, 1993). Dengan demikian, pengembangan ternak kambing terutama pada daerah-daerah marginal dalam rangka menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dan sekaligus membantu memecahkan masalah kemiskinan di pedesaan (Pranada dan Syahbuddin, 1992). Kambing Peranakan Ettawa merupakan bangsa kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Peranakan Etawa

(5)

memiliki sifat antara Kambing Ettawa dengan kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah hidung agak melengkung, telinga agak besar dan terkulai. Berat tubuh bangsa kambing Peranakan Ettawa sekitar 32 - 37 kg dan produksi air susunya 1 - 1,5 liter per hari. Keunikan kambing peranakan ettawa adalah bila kambing jantan dewasa dicampur dengan kambing betina dewasa dalam satu kandang akan selalu gaduh atau timbul keributan (Murtidjo, 1993).

Kambing Peranakan Ettawa berfungsi sebagai ternak penghasil daging dan susu (Setiawan dan Arsa, 2005). Menurut Mulyono dan Sarwono (2008), sebagai kambing peliharaan, kambing Peranakan Ettawa memiliki dua kegunaan, yaitu sebagai penghasil susu (perah) dan pedaging. Ciri khas kambing peranakan ettawa antara lain : bentuk muka cembung dan dagu berjanggut, di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga panjang, lembek, menggantung dan ujungnya agak berlipat, tanduk berdiri tegak mengarah ke belakang, panjang 6,5-24,5 cm, tinggi tubuh (gumba) 70-90 cm, tubuh besar, pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak ke belakang, bulu tubuh tampak panjang di bagian leher, pundak, punggung dan paha, dengan pengelolaan budi daya intensif, 13 kambing Peranakan Etawa dapat diusahakan beranak tiga kali setiap dua tahun dengan jumlah anak setiap kelahiran 2-3 ekor, kambing peranakan ettawa lebih cocok diusahakan di dataran sedang (500-700 mdpl) sampai dataran rendah yang panas.

(6)

Table 2. Kinerja Produksi Kambing Peranakan Etawa

Parameter Kisaran

1. Berat Badan dewasa (Kg)  Jantan

 Betina

45-80 30-50

2. Jumlah anak sekelahiran 1-3

3. Berat Lahir (Kg)  Kelahiran Tunggal  Kelahiran Kembar  Jantan  Betina 3-5 3-3,5 3-5 2-4,5

4. Masa Laktasi (Hari) 90-265

5. Produksi Susu harian (liter) 1,5-3,7

Sumber : Mulyono dan Sarwono, (2004)

Pakan Kambing Etawa

Pakan kambing sebagian besar terdiri dari hijauan, yaitu rumput dan daun - daunan tertentu (daun nangka, daun waru, daun pisang dan daunan leguminosa). Seekor kambing dewasa membutuhkan kira - kira 6 kg hijauan segar sehari yang diberikan 2 kali, pagi dan sore, tetapi kambing lebih suka mencari dan memilih pakannya sendiri di alam terbuka. Untuk kambing jantan yang sedang dalam periode memacek sebaiknya ditambah pakan penguat (konsentrat) ± 1 kg. Konsentrat yang terdiri dari campuran 1 bagian dedak dengan 1 bagian bungkil kelapa ditambah garam secukupnya adalah cukup baik sebagai pakan penguat. Pakan penguat tersebut diberikan sehari sekali dalam bentuk bubur yang kental (Sosroamidjojo, 1985). Kambing makan pakan yang tidak biasa dikonsumsi oleh hewan lain. Pakan utama kambing adalah tunas-tunas sesuai dengan sifat alamiah kambing (browser). Kambing sangat efisien dalam mengubah pakan berkualitas rendah menjadi protein yang berkualitas tinggi (Blakely dan Bade, 1994).

(7)

Menurut Mulyono dan Sarwono (2008), pada dasarnya kambing tidak selektif dalam memilih pakan. Segala macam daun-daunan dan rumput disukai, tetapi 17 hijauan dari daun-daunan lebih disukai daripada rumput. Hijauan yang baik untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan belum menghasilkan bunga karena hijauan yang masih muda memiliki kandungan PK (protein kasar) yang lebih tinggi. Hijauan yang diperoleh pada musim hujan sebaiknya dilayukan atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pakan kambing.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrien Kambing

Bobot badan (lb) BK (lb) %BB PK (lb) TDN (lb) Kebutuhan hidup pokok

22 0,63 2,80 0,05 0,35 45 1,08 2,40 0,08 0,59 67 1,46 2,20 0,11 0,80 90 1,81 2,03 0,14 0,99 112 2,13 1,90 0,17 1,17 134 2,44 1,82 0,19 1,34 157 2,76 1,80 0,21 1,50 Sumber : NRC, (1981)

Tabel 4. Kebutuhan Tambahan untuk Produksi Susu PerPound dilihat dari Persentase Lemak (%)

Lemak Susu (%) BK(lb/ekor) %BB PK(lb) TDN(lb)

3 0,13 0,73 3 0,14 0,74 4 0,15 0,75 4 0,16 0,76 5 0,17 0,77 5 0,l8 0,78 Sumber : NRC, (1981)

Kebutuhan hijauan untuk kambing sekitar 70 % dari total pakan (Setiawan dan Arsa, 2005). Kambing akan memperoleh semua gizi yang dibutuhkan dari hijauan bila pakan berupa campuran daun-daunan dan rumput-rumputan dicampur dengan perbandingan 1 : 1. Dengan komposisi

(8)

demikian, zat gizi yang terdapat pada masing-masing jenis hijauan yang diberikan tersebut akan saling melengkapi dan menjamin ketersediaan gizi yang lebih baik,pencernaan tidak terganggu (Mulyono dan Sarwono, 2008).

Metabolisme karbohidrat pada ruminansia

Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, butirat, valerat dan format dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 50-70% asetat, 17-21% propionat, 14-20% butirat, valerat dan format hanya terbentuk dalam jumlah kecil (Schlegel, 1994). VFA berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba rumen, dan merupakan sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba. Kisaran produksi total VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mM (Sutardi, 1977).

(9)

Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber: McDonald et al. (2002).

Ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Di dalam rumen, polisakarida dihidrolisa menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acid) berupa asetat, propionat, butirat dan gas CH4serta CO2. VFA diserap melalui dinding rumen melalui penonjolan-penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari

(10)

total VFA yang diproduksi akan diserap langsung retikulo-rumen yang masuk ke darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002).

Metabolisme protein pada ruminansia

Mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum ternak ruminansia dapat mensintesis asam-asam amino esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal itu, dibutuhkan protein makanan yang berkualitas baik, namun juga terdapat kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia untuk sintesis protein tubuhnya (McDonald et al., 2002), Produksi NH3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH3 (Arora, 1989). Menurut Sutardi (1977), protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen mula-mula akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi oligopeptida, sebagian dari oligopeptida akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk menyusun protein selnya, sedangkan sebagian lagi akan dihidrolisa lebih lanjut menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi asam keto alfa dan amonia.

(11)

Gambar 3. Proses Metabolisme Protein didalam Rumen Ternak Ruminansia Sumber: McDonald et al. (2002)

Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba (Sakinah, 2005). Menurut Astuti et al., (1993), sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon, makin tinggi kadar NH3di rumen maka kemungkinan makin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh. Konsentrasi nitrogen amonia sebesar 5 mg persen setara dengan 3,57 mM sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba. Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urine dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva. Proses metabolisme protein dan pembentukan amonia (NH3) Untuk mencegah dampak yang buruk dari pemenuhan nitrogen amonia asal urea, produksi NH3 di dalam rumen akan diproduksi terus-menerus walaupun

(12)

sudah terjadi akumulasi (Sutardi, 1977). Konsentrasi amonia yang optimum untuk 26 menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 6-21 mM (McDonald et al., 2002).

Metabolisme lemak pada ruminansia

Bakteri rumen memiliki fungsi yang sangat penting terhadap fermentasi serat dan tanaman berpolimer (Arora, 1989). Bakteri mengurai karbohidrat polimer dalam pakan menjadi senyawa sederhana seperti asam lemak dan alkohol dari selulosa, amilum, fruktosan dan xilan (Schlegel, 1994).

Pada ruminansia, protozoa yang bersilia berkembang di dalam rumen dan membantu pencernaan zat– zat makanan dari rumput – rumputan yang kaya akan serat kasar. Protozoa jenis Holotrica terutama memecah gula terlarut seperti glukosa, maltosa, sukrosa dan pati terlarut dan melepaskan asam asetat, asam butirat, asam laktat, CO2, H2 dan amilopektin. Amilopektin sebagai simpanan energi bagi protozoa digunakan apabila substrat dalam lingkungan rumen berkurang (Arora, 1989).

Keadaan kelaparan atau kekurangan makanan jangka lama merupakan faktor utama penyebab berkurangnya jumlah protozoa. Rendahnya pH mengurangi populasi protozoa secara drastis. Protozoa mempunyai kemampuan sangat kecil untuk mensintesa asam amino dan vitamin B kompleks. Protozoa memperoleh dua golongan zat makanan tersebut dari bakteri dan dapat menghidrogenasi asam – asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh (Arora, 1989), Sebagian besar protozoa memakan bakteri untuk memperoleh sumber nitrogen dan mengubah protein bakteri menjadi protein protozoa,

(13)

bersamaan dengan itu memperoleh tambahan sumber protein dan pati dari ingesta rumen.

Biosintesis dan sekresi susu

Susu diproduksi oleh glandula mammae dari kumpulan sel-sel epithelial sekretoriyang spesifik. Sel-sel ini membentuk struktur yang disebut alveoli. Sel-sel alveoli dikelilingi oleh sel-sel kontraktil yang disebut sel-sel myoepithelial. Sel-sel berkontraksi sebagai respon dari hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary yaitu oxytocin. Kelenjar mammae adalah kelenjar eksokrin dimana sekresi eksternal dari alveoli dialirkan melalui sistem pembuluh ke puting yang dapat dihisap oleh anaknya. Kelenjar mammae ini adalah perkembangan dari kelenjar keringat (Damayanti, 2006).

Kelenjar mammae dapat dibagi menjadi jaringan yang mensupport dan jaringan yang terlibat dalam sintesa dan transportasi susu. Struktur jaringan yang menunjang/menyuport adalah kulit, ligamen dan jaringan konektif. Support yang utama berasal dari ligamentum suspensory lateral yang tidak elastis dan

ligamentum suspensory median yang elastis. Jaringan konektif terbagi dalam sintesa susu dan system transportnya ke beberapa bagian. Bagian yang paling besar disebut lobus. Lobus ini terbagi pula atas beberapa lobulus yang lebih kecil, Setiap lobulus terdiri dari 150 – 225 alveoli. Alveoli-alveoli itu kecil dan strukturnya menyerupai kantung yang bulat, alveoli mempunyai lumen dan sejalan dengan sel-sel epithelial. Sel-sel epithelial adalah unit dasar sekresi susu dalam kelenjar mammae. Lebih dari setengah jumlah susu yang diproduksi

disimpan dalam lumen-lumen alveoli. Sisanya disimpan dalam pembuluh-pembuluh yang menuju lobulus dan lobus (Damayanti, 2006).

(14)

Suplai darah yang cukup kepada kelenjar mammae adalah sangat diperlukan untuk produksi susu. Nutrien yang dimanfaatkan dalam sintesa susu, berasal dari darah. Kira-kira 400 volume darah harus mengalir ke dalam kelenjar mammae untuk mensintesa 1 volume susu. ( Akers, 2002), Suplai darah yang utama untuk kelenjar mammae pada sapi, kuda, domba dan kambing adalah dari arteri pudic eksterna. Pada babi, kelenjar mammaenya disuplai oleh arteri pudic eksterna dan arteri thoracis ekstern. Arteri-arteri yang mempenetrasi cabang-cabang kelenjar mammae dan mengikuti jaringan konektif inilah yang membentuk lobus dan lobulus. Alveoli dikelilingi oleh sebuah network dari kapiler-kapiler arteri yang mentransfer nutrien yang digunakan dalam sintesa susu.

Produksi Susu

Produktivitas kambing PE dapat dilihat dari jumlah dan bobot lahir anak serta produksi susu yang dihasilkan, dan ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan termasuk nutrisi dan manajemen. Produksi susu kambing PE masih sangat beragam (0,45-2,1 liter/hari) dan angka kelahiran tunggal sering terjadi, padahal ternak ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan anak lebih dari satu. Salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat kelahiran adalah karena adanya kematian embrio (10-30%) yang umumnya terjadi sebelum hari ke-12 (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991).

Kambing PE betina rata-rata dapat menghasilkan susu 1,2 liter/ekor/hari (Irine, 2011), ditinjau dari segi kualitasnya susu kambing PE memiliki kualitas dan komposisi susu yang lebih baik dibandingkan dengan susu kambing Saanen, meskipun jumlah produksi susu kambing PE masih lebih rendah.

(15)

Pemberian pakan dan gizi yang efisien, paling besar pengaruhnya dibanding faktor-faktor lain, dan merupakan cara yang sangat penting untuk peningkatan produktivitas (Devendra dan Burns, 1994). selanjutnya Menurut Sutama et al., (1994), dengan perawatan biasa, induk kambing PE dapat menghasilkan susu sekitar 0,25-0,50 liter per hari. Kalau perawatannya diperbaiki, mutu, jumlah pakannya ditingkatkan, kesehatannya baik, dan diberi pakan penguat maka seekor induk kambing PE dapat menghasilkan susu sekitar 1,50-2,00 liter per hari dan lama produksinya bisa diperpanjang sampai 6-7 bulan.

Kambing PE merupakan temak perah mempunyai produksi susu 0,45 - 2,2 liter/ekor/hari (Sutama at al., 1995) lebih banyak dibandingkan kambing kacang hanya 0,1- 0,4 liter/ekor/hari (Sitorus, 1994). Panjang masa laktasi 92 Lokasi Bangsa kambing Cirebon Etawa Bogor Etawah Cianjur Etawah, Angora Bandung/Pangalengan Etawa, Angora Sumbar/Pangarasan Etawah Banyumas Etawah, Kasmir, Angora Pekalongan Etawah, Kasmir, Angora Kedu Etawah, Kasmir Surakarta Etawah, Kasmir Yogyakarta Etawah, Kasmir, Angora Sumbawa Etawah - 256 hari, dengan puncak produksi terjadi pada minggu 3 - 6 masa laktasi (Sutama et al., 1995).

Ternak kambing PE yang sedang laktasi terutama pada 8 minggu pertama masa laktasi aktivitas metabolisme kelenjar ambingnya meningkat. Untuk itu, diperlukan pasokan nutrien yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan ternak untuk sintesis air susu (Collier, 1985). Namun di sisi lain, pada awal laktasi induk kambing sangat sensitif terhadap kekurangan protein dan energi sebagai akibat menurunnya nafsu makan. Telah ketahui bahwa kualitas hijauan di daerah tropis adalah rendah sehingga jumlah hijauan yang dikonsumsi tidak mampu

(16)

memenuhi kebutuhan ternak akan energi diluar kebutuhan hidup pokok ternak (Devendra dan Mc Leroy, 1982). Selanjutnya, Tillman et al. (1986) dan Sauvan dan Morand Fehr, (1979) menyatakan bahwa ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan adalah rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi, sprotein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang pada giliran berikutnya dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan air susu. Konsentrat diharapkan dapat bertindak sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut, protein lolos degradasi, dan sebagai sumber glukosa untuk bahan baku produksi susu. Konsentrat memperluas peluang terbentuknya asam lemak atsiri (volatile fatty acid = VFA) terutama asam propionat yang lebih banyak dengan

produksi metan semakin kecil, sehingga efisiensi penggunaan energinya lebih tinggi (Blaxter, 1969; Orskov dan Ryle, 1990).

Konsumsi Pakan

Konsumsi seekor kambing akan dipengaruhi oleh kandungan energi dan protein pakan. Semakin tinggi kandungan energi atau protein, maka semakin sedikit pakan yang dikonsumsi karena kebutuhan ternak telah terpenuhi (Sutardi, 1981). Kandungan energi pakan berkorelasi negatif dengan tingkat konsumsi bahan kering, sedangkan bahan organik dan protein pakan berkolerasi dengan r = 0,85 (Partama, 2000; Adriani et al.,2003).

Pakan yang diberikan kepada ternak potong sebaiknya pakan yang masih segar. Bila pakan berada di dalam palungan lebih dari 12 jam maka pakan tersebut

(17)

akan menjadi basi, apek dan mudah berjamur. Pakan yang sudah basi akan menyebabkan pengambilan (intake) pakan oleh ternak berkurang dan hal ini akan berdampak terhadap menurunnya performa ternak. Setiap terjadi penurunan 1,0 % akan menyebabkan menurunnya pertambahan bobot badan sebesar 1,5-2,0 %. Untuk menjamin pakan di dalam palungan selalu segar, lakukan pemberian pakan minimal 2 kali sehari, bila terdapat sisa pakan dari pemberian sebelumnya harus dibuang. Idealnya ternak harus sudah diberikan pakan kembali kira -kira setengah jam setelah pakan pada pemberian sebelumnya habis. Inilah pentingnya menyusun ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak (Santosa, 2006).

Konsumsi pakan adalah banyaknya pakan yang dapat dimakan pada waktu tertentu. Produksi ternak hanya dapat terjadi apabila konsumsi energi pakan berada diatas kebutuhan hidup pokok. Keragaman konsumsi pakan disebabkan 21 oleh aspek individu, species dan bangsa ternak, status fisiologis, kebutuhan energi, kualitas pakan dan kondisi lingkungan (Soebarinoto et al., 1991). Ternak ruminansia yang normal (tidak sakit atau sedang bereproduksi) mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok (Siregar, 1996). Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu : tempat tinggal (kandang), palatabilitas, konsumsi nutrisi, bentuk pakan dan faktor internal yaitu: selera, status fisiologi, bobot tubuh dan produksi ternak itu sendiri (Kartadisastra, 1997).

Menurut Parakkasi (1999), konsumsi adalah faktor yang essensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok dan menentukan produksi.

(18)

Mulyono dan Sarwono (2008) meyatakan bahwa konsumsi pakan kambing dinyatakan dalam bahan kering.

Konversi Pakan

Efisiensi pakan dapat dihitung berdasarkan perbandingan pertambahan bobot badan (kg) dengan total konsumsi bahan kering (kg) dikalikan 100%. Efisiensi pakan sangat penting bagi para peternak agar tidak mengalami kerugian akibat terlalu banyak pakan atau kekurangan pakan (Anggorodi, 1984). Konversi pakan “Feed Convertion Ratio” adalah perbandingan atau rasio jumlah pakan (kg) yang dikonsumsi oleh ternak dengan produk yang dihasilkan (kg) oleh ternak tersebut. Konversi pakan merupakan petunjuk berapa persen konsumsi pakan diubah menjadi produksi (Blakely dan Bade, 1994). Semakin tinggi nilai konversi pakan berarti pakan yang digunakan untuk menaikkan bobot badan persatuan berat semakin banyak atau efisiensi pakan rendah (Siregar, 1994). Menurut Siregar (1996) konversi pakan dipengaruhi oleh bangsa ternak, tersedianya zat-zat pakan ransum dan kesehatan ternak.

Gambar

Gambar 1. Legume Indigofera sp.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Indigofera Sp.
Table 2. Kinerja Produksi Kambing Peranakan Etawa
Tabel 4. Kebutuhan Tambahan untuk Produksi Susu PerPound dilihat  dari     Persentase Lemak (%)
+3

Referensi

Dokumen terkait