• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Saing

Daya saing merupakan salah satu kriteria untuk menentukan keberhasilan dan pencapaian sebuah tujuan yang lebih baik oleh suatu negara dalam peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Michael Porter (1990) dalam buku PPSK-BI (2008) daya saing diidentifikasikan dengan masalah produktifitas, yakni didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Meningkatnya produktifitas ini disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal dan tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi.

Selanjutnya Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih mencipatakan efisiensi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, mendefinisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.

(2)

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing dilihat dari beberapa indikator yaitu keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolute. Menurut Tarigan (2005:76), Keunggulan komperatif adalah suatu kegitatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pegembangan daerah. Lebih lanjut menurut Tarigan (2005:75) istilah comparative adventage (keunggulan komperatif) mula-mula dikemukakan oleh David Ricardo (1917) sewaktu membahas perdagangan antara dua negara.

Daya saing juga dapat diartikan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, kemampuan bersaing mengandung arti bahwa produk pariwisata yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (consumer’svalue perception)

2.2 Faktor – faktor yang Menentukan Daya Saing

Daya saing menurut Pusat Studi dan Pendidikan Kebanksentralan Bank Indonesia (2002) harus mempertimbangkan beberapa hal :

1. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produtivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebh memilih mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perkonomian” dari pada “kemampuan sektor swasta atau perusahan”.

2. Pelaku ekonomi(economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadau dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta, perusahaan dalam perekonomian.

(3)

3. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan eknomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka penigkatan standar kehidupan masyarakat.

4. Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup (Abdullah, dkk,2002:15)

Tinggi rendahnya daya saing suatu industri/institusi tergantung kepada faktor-faktor yang memengaruhinya. Ruang lingkup daya saing pada skala makro menurut Sumihardjo (2008) meliputi: “(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan, (8) governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi mikro.” 2.3 Industri Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara penerima wisatawan (Gomang, 2003). Istilah industri pariwisata (Tourism Industry) lebih banyak bertujuan memberikan dayatarik agar pariwisata dapat

(4)

dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara, terutama pada negara-negara sedang berkembang.Gambaran pariwisata sebagai suatu industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara konkret, dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas (Yoeti, 2008).Industri pariwisata berbeda dengan industri manufaktur.Industri wisata tidak berdiri sendiri seperti industri semen, garmen, atau industri sepatu. Melainkan lebih bersifat tidak berwujud (intangible), sehingga industri pariwisata sering disebut sebagai industri tanpa cerobong asap (smokeless industry).

Industri wisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata (Freyer, 1993) dalam Damanik & Webber. Industri pariwisata dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:

1. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dll. Secara faktual hotel menjadi pihak paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti oleh biro perjalanan.

2. Pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk- produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan sebagainya.

Batasan pariwisata sebagai industri, seperti dijelaskan oleh Yoeti (2008),dimana kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan

(5)

pelayanankepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Tanpa bantuan kelompok perusahaan ini, wisatawan tidak akan memeroleh kenyamanan (comfortable), keamanan (security), dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari kesenangan yang diinginkan. Perusahaan-perusahaan dimaksudkan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata No. Jenis Perusahaan Fungsi dan Tugasnya

1 Tour operator /

Wholesaler Memberi informasi/advis/paket wisata 2 Maskapai Penerbangan Menyediakan seats dan baggages services 3 Angkutan Pariwisata Melayani transfer service dari dan ke

airport 4 Akomodasi Hotel, Motel,

Inn, dll Menyediakan kamar, laundry, dll 5 Restoran dan sejenisnya Menyediakan makanan dan minuman 6 Impresariat, Amusement,

dll Menyediakan atraksi wisata dan hiburan 7 Lokal tour operator Menyelenggarakan city-sighseeing &

tours

8 Shopping Center/Mall, dll Menyediakan cenderamata dan oleh-oleh 9 Bank/Money Changer Melayani penukaran valuta asing

10 Retail Servis Bermacam-macam keperluan wisatawan Sumber: Yoeti, 2008

2.4 Peranan Pariwisata dalam Perekonomian

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan, restoran, dan jasa hiburan.Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan

(6)

pusat-pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam Febriawan (2009)).

World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia.Pariwisata menjadi penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional.

Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):

1. Peningkatan perolehan devisa negara.

2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha. 3. Memperluas kesempatan kerja.

4. Mempercepat pemerataan pendapatan (Distribution of Income). 5. Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah. 6. Meningkatkan pendapatan nasional.

7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

(7)

Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:

1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan pembaharuan suprasarana pariwisata.

2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.

3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah pemakaiannya.

4. Memperluas pasar barang-barang lokal.

5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional. 6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata

memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau di tempat penginapan lainnya, usaha perjalanan, di kantor-kantor pemerintah yang mengurus pariwisata-pariwisata dan penerjemah, industri kerajinan tangan dan cenderamata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).

2.5 Pariwisata dari Sisi Permintaan

Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand) dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata

(8)

(karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup).Sedangkan yang dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.

World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata.

2.6 Pariwisata dari Sisi Penawaran

Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun yang potensial.Penawaran dalam pariwisata menunjukkan suatu atraksi wisata alamiah dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang dapat menarik wisatawan untuk datang mengunjungi suatu kawasan wisata (Gomang, 2003). Menurut Heriawan (2004), sektor inti dari pariwisata mencakup: hotel, restoran, transportasi domestik dan lokal, industri kerajinan (souvenir), jasa hiburan, rekreasi dan budaya, serta biro perjalanan (paket tour).

Dalam melakukan perjalanan pariwisata pengunjung harus dimanjakan dengan berbagai hal yang boleh ditawarkan atau yang akan didapat ketika berkunjung. Suatu obyek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar obyek tersebut diminati pengunjung, yaitu:

a. Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa dilihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan

(9)

kata lain obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut. b. Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana

bisa melakukan sesuatu yang berguma untk memberikan perasaan senang, bahagia, relax, berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.

c. Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada umumnya adalah ciri khas atau icon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh.

Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri dari triple A,yang terdiri dari:

1. Atraksi

Atraksi dapat diartikan sebagai obyek wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan.Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan.Atraksi alam meliputi pemandangan alam, seperti Danau Toba atau Gunung Bromo, udara sejuk dan bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain.Atraksi budaya meliputi peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti pasar Terapung di Kalimantan.Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur lain yang melekat dalam atraksi adalah

(10)

hospitally, yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.

2. Aksesibilitas

Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata.Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan, dan keselamatan.Moda transportasi layak ditawarkan adalah angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).

3. Amenitas

Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan.Bank, pertukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat digolongkan ke dalam unsur ini.

2.7 Prasarana dan Sarana Wisata

Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut.Karena sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata. Menurut Yoeti (1996:186), mengatakan: “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memingkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan

(11)

pelayanan untuk memuaskan lebutuhan wisatawan yang beranekaragam”. Prasarana tersebut antara lain:

1. Perhubungan : jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut 2. Instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih

3. Sistem komunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televisi 4. Pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit

5. Pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga obyek wisata maupun pos-pos polisi untuk untuk menhaga keamanan di sekitar obyek wisata

6. Pelayananwisatawan baik berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata

7. Pom bensin 8. Dan lain-lain

Sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung danhidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan (Yoeti, 1996:199). Sarana kepariwisataan tersebut adalah :

a. Perusahaan akomodasi : hotel, losmen, bungalow

b. Perusahaan transportasi : pengangkutan udara, laut atau kereta api dan bus-bus yang melayani khusus pariwisata saja.

c. Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari obyek wisata tersebut.

(12)

d. Toko-toko penjual cinderamata khas dari obyek wisata tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas obyek tersebut.

e. Dan lain-lain

Dalam pengembangan sebuah obyek wisata sarana dan prasarana tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu obyek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata disana maka akan menyedot banyak pengunjung yang kelak akan berguna juga untuk peningkatan ekonomi baik untuk komunitas di sekitar obyek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.

2.8Competitiveness Monitor

Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC) pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing. Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):

1. Human Tourism Indicator (HTI)

Indikator ini menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi daerah akibat kedatangan turis pada daerah destinasi.

2. Price Competitiveness Indicator (PCI)

Indikator ini menunjukkan harga komoditi yang dikonsumsi oleh turis selama berwisata seperti biaya akomodasi, travel, sewa kendaraan dan sebagainya.

(13)

3. Infrastructure Development Indicator (IDI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan jalan raya, perbaikan fasilitas sanitasi dan peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas air bersih.

4. Environtment Indicator (EI)

Indikator ini menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungannya.

5. Technology Advancement Indicator (TAI)

Indikator ini menunjukkan perkembangan infrastruktur dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan meluasnya internet, mobile telephone dan ekspor produk-produk berteknologi tinggi.

6. Human Resources Indicator (HRI)

Indikator ini menunjukkan kualitas Sumber Daya Manusia daerah destinasi tersebut dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada turis yang berkunjung ke daerah tersebut.

7. Openess Indicator (OI)

Indikator ini menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi terhadap perdagangan internasional dan turis internasional.Hal ini dilihat dari jumlah wisatawan internasional yang datang berkunjung.

8. Social Development Indicator (SDI)

Indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi.Dilihat dari lamanya masa tinggal turis disuatu daerah wisata.

(14)

2.9 Penelitian Terdahulu

Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sekarang, diantaranya:

Trisnawati, et al (2007)dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (Kajian Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta)” dengan menggunakan analisis competitiveness monitor menyatakan dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah dibandingkan Yogyakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan bahwa pariwisata Yogyakarta lebih unggul.Dimana tingkat kedatangan wisatawan di Yogyakarta lebih besar dan memiliki masa tinggal yang lebih lama. Indeks teknologi dan pendidikan di daerah destinasi Yogyakarta juga lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih tinggi yaitu 0,0268 berbanding 0,00143. Hal ini membuat sumbangan sektor pariwisata terhadap PAD di destinasi Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan destinasi Surakarta.

Rochma Afriyani (2011) dengan penelitiannnya yang berjudul “Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor” dengan menggunakan analisis shift share dimana faktor yang paling menentukan daya saing pariwisata kota Bogor adalah faktor yang dapat diunggulkan yaitu kondisi permintaan yang terdiri dari variabel jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara, kemudian faktor industri pendukung dan terkait yang terdiri dari jumlah restoran,

(15)

dan jumlah biro perjalanan wisata. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul adalah jumlah obyek wisata, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah daerah, dan jumlah hotel.

Floriyana (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur” dengan menggunakan Competitiveness Monitor dan melalui uji-t. Berdasarkan hasil analisis Competitiveness Monitor,perkembangan indikator perkembangan infrastruktur, indikator keterbukaan, dan indikator pengaruh pariwisata menunjukkan pertumbuhan yang negatif.Indikator sosial, indikator lingkungan, indikator sumberdaya manusia, dan indikator persaingan tingkat harga cenderung konstan.Apabila dibandingkan dengan Kabupaten Bogor, hanya indikator lingkungan dan indikator dayasaing tingkat harga yang menunjukkan posisi yang lebih baik.Sedangkan, indikator pengaruh pariwisata dan indikator keterbukaan berada di posisi yang lebih rendah.Pertumbuhan indikator-indikator penentu dayasaing Competitiveness Monitor yang cenderung konstan dan negatif perlu menjadi perhatian pemerintah daerah Kabupaten Cianjur.Lebih lanjut, posisi dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Bogor harus menjadi tantangan bagi Kabupaten Cianjur untuk memperbaiki dan meningkatkan faktor-faktor pendukung sektor pariwisata.Jumlah hotel, jalan beraspal kualitas baik, tingkat hunian hotel, dan tingkat pendidikan tenaga kerja sektor pariwisata berpengaruh secara nyata dan signifikan terhadap industri/sektor pariwisata.Jumlah restoran ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap industri pariwisata Kabupaten Cianjur.

(16)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Nama Judul Metode

Penelitian Hasil Penelitian Trisnawati (2007) Analisis Daya Saing IndustriPariwisaa Untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (kajian perbandingan daya saing pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta) Competitiveness Monitor (CM) Dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah dibandingkan Yogyakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan bahwa pariwisata Yogyakarta lebih unggul.

Rochma Afriyani (2011) Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor

Shift Share Faktor yang dapat

diunggulkan yaitu kondisi permintaan yaitu variabel jumlah wisatawan, kemudian faktor industri pendukung dan terkait yang terdiri dari jumlah restoran, dan jumlah biro perjalanan wisata. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul adalah jumlah obyek wisata, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah daerah, dan jumlah hotel. Floriyana (2012) Analisis Daya Saing Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Industri Pariwisata Kabupaten Cianjur Competitiveness Monitor dan melalui uji-t Pertumbuhan indikator-indikator penentu dayasaing Competitiveness Monitor yang cenderung konstan dan negatif . posisi dayasaing pariwisata Kabupaten Cianjur yang lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Bogor

(17)

2.10 Kerangka Konseptual

Penentuan variabel daya saing industri pariwisata Kabupaten Samosir disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini.Analisis perkembangan daya saing industri pariwisata penting untuk dilakukan.Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta memaksimalkan potensi yang ada.Selain itu, untuk menentukan daya saing industri pariwisata menggunakan analisis Competitiveness Monitor yang memperhatikan kedelapan indikator.Selain dari kedelapan indikator tersebut dapat menggunakan alat analisis yaitu Indeks Pariwisata, Index Composite dan Indeks Daya Saing Pariwisata. Untuk lebih jelas, diagram alur berpikir dapat dilihat berikut:

Gambar 2.1

DAYA SAING

INDEKS

PARIWISATA

INDEKS

KOMPOSIT

INDEKS DAYA SAING

PARIWISATA DI

KABUPATEN SAMOSIR

Gambar

Tabel 2.2  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  DAYA SAINGINDEKS PARIWISATA INDEKS  KOMPOSIT

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan perilaku seksual pranikah siswa membuktikan bahwa layanan bimbingan kelompok teknik diskusi memberikan pengaruh terhadap pemahaman tentang perilaku seksual pranikah

4 Mahasiswa mengetahui model bisnis yang gratis dan menguntungkan Kemampuan menyerap perkuliahan, memahami permasalaha n, dan keaktifan dalam diskusi serta mengekspre sikan

Mengingat semakin ketatnya persaingan industri bank syariah di Indonesia dan banyaknya tantangan yang harus dihadapi oleh perbankan syariah, maka bank-bank syari’ah

Apabila lingkungan kerja memungkinkan, maka para karyawan akan menjadikan tempat kerja sebagai suatu lingkungan yang menyenangkan dalam melaksanakan aktivitas

Untuk menjalankan program PHP ini, komputer harus telah memiliki sebuah sistem yang telah terinstalasi dan terkonfigurasi dengan baik Apache Web Server, PHP, dan database

(3) Untuk karyawan dengan visibilitas berbagi pengetahuan yang dirasa tinggi, hubungan positif antara imbalan organisasi dan KS lebih kuat ketika ideologi

 Area Unggulan Pelaksana Induk yaitu Area yang Unitnya tidak terdapat Kantor Pelayanan Satelit seperti Area Kramatjati, Area Jatinegara, Area Kebon Jeruk, Area Pondok Gede,

Berdasarkan hasil penjelasan dapat disimpulkan bahwa pertimbangan hakim menolak praperadilan pemohon yaitu: Pertama, Penetapan tersangka baru menjadi objek