• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), yayasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), yayasan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Tempat Penelitian

1. Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

1.1. Sejarah

Rumah sakit Panti Wilasa Citarum adalah sebuah rumah sakit umum kelas madya (C) yang merupakan salah satu unit kerja dari Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM), yayasan yang didirikan atas kerjasama antara Sinode Gereja Kristen Jawa dan Sinode Gereja Kristen Indonesia. Semula adalah Rumah Sakit Bersalin yang didirikan pada tahun 1950 di Jl.Dr.Cipto No.50 Semarang.

Seiring dengan perkembangan pelayanan dan karena keterbatasan lahan, maka kemudian didirikan Rumah Bersalin Panti Wilasa di jalan Citarum No.98 Semarang, yang pada 5 Mei 1973 diresmikan dengan fasilitas pelayanan pemeriksaan dan perawatan Ibu dan Anak serta pelayanan persalinan, juga dilengkapi sekolah bidan.

Pada tahun 1980, berubah status menjadi Rumah Sakit Umum dengan nama Rumah Sakit Panti Wilasa I sedangkan yang di Jl. Dr.Cipto menjadi Rumah Sakit Panti Wilasa II. Untuk

(2)

52

menghilangkan kerancuan nama antara Rumah Sakit Panti Wilasa I dan II, maka pada tahun 1995 Rumah Sakit Panti Wilasa I diganti menjadi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, sedangkan Rumah Sakit Panti Wilasa II menjadi Rumah Sakit Panti Wilasa dr.Cipto.

1.2. Visi-Misi

1.2.1. Visi

Visi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum adalah : Rumah Sakit yang profesional, aman, dipercaya dan penuh kasih.

1.2.2. Misi

Misi Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu, holistik dan aman untuk masyarakat kelas menengah, bawah tanpa mengabaikan kelas atas.

b. Optimalisasi sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten dan berbudaya YAKKUM

c. Efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan menuju sustainabilitas dan pertumbuhan institusi

d. Membangun dukungan masyarakat dan kemitraan untuk peningkatan jangkauan pelayanan serta advokasi pelayanan kesehatan.

(3)

53

1.3. Sarana dan Prasarana

1.3.1. Pelayanan Rawat Jalan

Rumah Sakit Panti Wilasa memiliki berbagai macam klinik dengan masing-masing dokter yang sesuai dengan kualifikasi dan kompentensinya. Mulai dari Klinik Umum, Klinik Gigi dan berbagai klinik spesialis meliputi : Klinik spesialis bedah (umum, tulang, plastik dan rekonstruksi, tumor, saraf, digestif, urologi, mulut dan thorax), klinik penyakit dalam, klinik spesialis penyakit kulit, klinik spesialis kesehatan jiwa, klinik spesialis saraf, klinik spesialis mata, klinik spesialis THT, klinik spesialis rehabilitasi medik, klinik psikologi, klinik konsultasi gizi, klinik akupuntur, klinik ibu dan anak.

1.3.2. Pelayanan Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum memiliki Kapasitas 201 tempat tidur yang terdiri dari bangsal perawatan Anggrek, Bougenvile, Cempaka, Dahlia dan Flamboyan, Peristi dan Ruang Perawatan Intensif (ICU/HCU/PICU/NICU), Ruang Perawatan dengan pengawasan khusus yang dibagi menjadi kelas VIP, 1A-B, 2A-B dan 3. Bed Occupacy Rate (BOR) atau jumlah hunian unit rawat inap pada tahun 2011 sebanyak 70%. Bulan Januari – April 2012 meningkat menjadi 71%.

(4)

54

1.3.3. Unit Gawat Darurat

Unit gawat darurat dibuat dilengkapi dengan 2 kamar tindakan bedah minor. Jumlah kunjungan pasien pada tahun 2011 di unit gawat darurat sebesar 6.680 kunjungan (66,8%). Pada bulan Januari – April 2012 adalah 2.562 kunjungan (26,62%).

1.4. Jumlah Perawat

Jumlah perawat yang terdapat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum terdiri dari 130 orang perawat tetap pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 155 perawat pada tahun 2012, dan terdapat 10 orang perawat yang masih magang. Tingkat pendidikan D3 sebanyak 135 orang, S1 sebanyak 30 orang. Lama masa kerja kurang dari 5 tahun 60 orang, lebih dari 5 tahun sebanyak 105 orang.

2. Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang

2.1. Visi-Misi dan Moto

2.1.1. Visi

“Rumah Sakit Bermutu Pilihan Masyarakat”. Makna Visi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Rumah Sakit bermutu : sebagai rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan medis, keperawatan dan penunjang secara

(5)

55

professional untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

b. Rumah Sakit Pilihan masyarakat : sebagai rumah sakit yang mampu menjadi rujukan masyarakat yang memiliki pelayanan yang berkualitas, penuh cinta kasih yang tulus, hangat dan bersahabat.

2.2.2. Misi

Misi Rumah Sakit Panti Wilasa dr. Cipto Semarang adalah : a. Meningkatkan nilai bagi steakholder

b. Menciptakan pengalaman bagi pelanggan c. Meningkatkan sistem pelayanan

d. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

e. Budaya cinta dan kasih dan bertanggung jawab sosial

2.2.3. Motto

Moto Rumah Sakit Panti Wilasa dr Cipto Semarang adalah melayani dengan cinta kasih, mengutamakan kualitas pelayanan.

2.2. Sarana dan Prasarana

2.2.1. Unit Rawat Jalan

Rumah Sakit Panti Wilasa Dr Cipto Semarang memiliki berbagai macam klinik dan dokter-dokter spesialis sesuai dengan bidang kompetennya, antara lain adalah : Klinik Spesialis, Klinik Umum, Klinik Alergi, Klinik Gigi, Klinik Akupuntur Medik, Klinik

(6)

56

Konsultasi Gizi, Klinik Rehabilitasi Medik, Klinik Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB), Pelayanan Khusus, Pelayanan Secara Paket, dan Pelayanan Penunjang Medik.

2.2.2. Unit Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Wilasa dr.Cipto Semarang memiliki kapasitas 180 tempat tidur yang terdiri pada dari bangsal Alpha, Beta, Gamma, Delta, Etha, Familia dan Gracia, Helsa, Perinatologi, IRIN (ICU/CCU/PICU/NICU/RU). Bed Occupacy Rate (BOR) atau jumlah hunian unit rawat inap pada tahun 2011 sebanyak 60,65%. Pada bulan Januari – April 2012 sebesar 67,43%.

2.2.3. Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat dilengkapi dengan empat ruang tindakan yaitu : Triase, Resusitasi, Bedah dan Non Bedah. Jumlah kunjungan pasien baru pada tahun 2011 di unit gawat darurat sebesar 7.437 kunjungan (74,37%). Pada bulan Januari – April 2012 adalah 3.662 kunjungan (36,62%).

2.3. Jumlah Perawat

Jumlah tenaga perawat di Rumah Sakit dr.Cipto Semarang pada tahun 2012 adalah sebanyak 151 orang.

(7)

57

B. Perhitungan Jumlah Tenaga Perawat

Jumlah Keseluruhan Perawat di Citarum = 155 orang Jumlah Keseluruhan Perawat di dr Cipto = 151 orang Jumlah Perawat Rawat Inap di Citarum = 116 orang Jumlah Perawat Rawat Inap di dr Cipto = 92 orang Jumlah Perawat UGD di Citarum = 12 orang Jumlah Perawat UGD di dr Cipto = 13 orang Jumlah Keseluruhan Tempat Tidur di Citarum = 201 buah Jumlah Keseluruhan Tempat Tidur di dr Cipto = 180 buah

1. Perhitungan jumlah tenaga keperawatan yang diperlukan

dihitung menggunakan rumus Peraturan Men.Kes.RI

No.262/Men.Kes/Per/VII/1979

Diketahui bahwa Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dan Rumah Sakit Panti Wilasa dr Cipto adalah rumah sakit yang sama-sama bertipe C, jumlah perawat pada kedua rumah sakit tersebut adalah sebanyak 306 orang perawat, dan tempat tidur yang tersedia adalah 381 buah tempat tidur. Sedangkan, jumlah perawat unit rawat inap yang tersedia adalah sebanyak 208 orang. Dari data tersebut dapat disimpulkan diperlukan 173 orang perawat (381 tempat – 208 orang perawat =173) lagi untuk melengkapi jumlah tempat tidur yang terdapat pada kedua rumah sakit tersebut agar jumlah perawat sama dengan jumlah tempat tidur yang tersedia

(8)

58

(perbandingan untuk rumah sakit tipe C adalah 1 tempat tidur : 1 perawat).

C. Gambaran Umum Responden Penelitian

Penelitian dilakukan pada perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat yang bekerja di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dan Rumah Sakit Panti Wilasa dr Cipto, Semarang. Didapatkan 306 orang perawat tetap yang bekerja di kedua rumah sakit ini pada tahun 2012 yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Peneliti menggunakan purposive sampling sehingga memutuskan untuk mengambil sampel perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat pada tahun 2012. Pengambilan Sampel menggunakan rumus dari Notoadmodjo (2002), yaitu :

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁 (0,1)2

Dari hasil perhitungan diatas mendapatkan hasil 75,3 yang dibulatkan menjadi 75 responden. Tetapi berdasarkan pertimbangan peneliti sesuai dengan jumlah perawat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien pada setiap unit layanan, maka besar sampel yang di ambil sebanyak 50 orang yang terdiri dari 25 perawat unit gawat darurat dan 25 perawat unit rawat inap.

(9)

59

D. Karakteristik Responden Penelitian

1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Total Responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 berikut :

Tabel 4 :

Persentasi Responden Menurut Jenis Kelamin Di Unit Rawat Inap

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-Laki 2 8%

Perempuan 23 92 %

Total 25 100 %

Tabel 5 :

Persentasi Responden Menurut Jenis Kelamin Di Unit Gawat Darurat

Jenis Kelamin Jumlah %

Laki-Laki 5 20%

Perempuan 20 80 %

Total 25 100 %

Pada kedua tabel diatas terlihat jelas bahwa pada unit rawat inap dan unit gawat darurat responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden laki-laki, yakni pada unit rawat inap terdapat 2 orang (8%) responden laki-laki dan 23 orang (92%) responden perempuan. Sedangkan di unit gawat darurat 5 orang (20%) responden laki-laki dan 20 orang (80%) responden perempuan.

(10)

60

2. Karakteristik Responden Menurut Usia

Dari data usia responden, diketahui bahwa usia termuda adalah 24 tahun dan usia tertua adalah 55 tahun. Persentase responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 6 dan 7 berikut :

Tabel 6 :

Responden Menurut Usia Di Unit Rawat Inap

Rentang Usia Jumlah %

24 – 30 tahun 11 44%

31 - 40 tahun 8 32 %

41 – 55 tahun 6 24%

Total 25 100 %

Pada tabel 6 terlihat bahwa pada unit rawat inap usia responden yang dominan adalah rentang usia antara 24-30 tahun dengan jumlah sebanyak 11 orang (44%), selanjutnya adalah rentang usia 31-40 tahun sebanyak 8 orang (32%), dan yang terakhir adalah rentang usia 41 – 55 tahun sebanyak 6 orang (24%).

Tabel 7 :

Responden Menurut Usia Di Unit Gawat Darurat

Rentang Usia Jumlah %

24 – 30 tahun 10 40%

31 - 40 tahun 13 52 %

41 – 55 tahun 2 8%

(11)

61

Pada tabel 7 terlihat bahwa pada unit rawat inap usia responden yang dominan adalah rentang usia antara 31-40 tahun tahun dengan jumlah sebanyak 13 orang (52%), selanjutnya adalah rentang usia 24-30 tahun sebanyak 10 orang (40%), dan yang terakhir adalah rentang usia 41 – 55 tahun sebanyak 2 orang (8%).

3. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Total Responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 8 dan 9 berikut :

Tabel 8

Persentasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di Unit Rawat Inap

Tingkat Pendidikan Jumlah %

D3 23 92 %

S1 2 8 %

Total 25 100 %

Tabel 9

Persentasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di Unit Gawat Darurat

Tingkat Pendidikan Jumlah %

D3 22 88 %

S1 3 12 %

Total 25 100 %

Pada kedua tabel diatas terlihat jelas bahwa pada unit rawat inap dan unit gawat darurat responden dengan tingkat pendidikan D3 Keperawatan lebih banyak dibandingkan dengan S1 Keperawatan, yakni pada unit rawat inap terdapat 2 orang (8%) responden dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan dan 23

(12)

62

orang (92%) responden dengan tingkat pendidikan D3 Keperawatan. Sedangkan di unit gawat darurat 3 orang (12%) responden dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan dan 22 orang (88%) responden dengan tingkat D3 Keperawatan.

4. Karateristik Responden Menurut Masa Kerja

Total responden menurut masa kerja dapat dilihat pada tabel 10 dan 11 berikut ini :

Tabel 10 :

Persentasi Responden Menurut Masa Kerja Di Unit Rawat Inap

Masa Kerja Jumlah %

1 – 5 tahun 10 40%

> 5 – 10 tahun 5 20 %

> 10 tahun 10 40%

Total 25 100 %

Pada tabel 10 terlihat bahwa pada unit rawat inap jumlah responden dengan masa kerja 1 – 5 tahun dan > 10 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing masa kerja 10 orang (40%) sedangkan masa kerja > 5 – 10 tahun sebanyak 5 orang (20%).

Tabel 11 :

Persentasi Responden Menurut Masa Kerja Di Unit Gawat Darurat

Masa Kerja Jumlah %

1 – 5 tahun 7 28 %

5 – 10 tahun 7 28 %

> 10 tahun 11 44 %

(13)

63

Pada tabel 11 terlihat bahwa responden dengan masa kerja > 10 tahun lebih banyak yaitu 11 orang (44%) dibandingkan dengan rentang masa kerja lain yang memiliki jumlah yang sama.

E. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Penelitian

a. Penyusunan alat ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket stres kerja perawat yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan Beehr dan Newman (1978) yang meliputi aspek gejala fisik, apek gejala psikis dan aspek gejala perilaku.

1. Gejala Fisik, seperti : Detak jantung meningkat, Timbulnya gangguan perut, Kelelahan fisik, Timbulnya masalah pernapasan, Keringat berlebihan, Gangguan kulit, Sakit kepala, Ketegangan otot, dan Gangguan tidur.

2. Gejala psikologi, seperti : Kecemasan, ketegangan, kebigungan dan mudah tersinggung, Perasaan frustasi, marah dan kesal, Emosi menjadi sensitif dan hiperaktif, Perasaan tertekan, Kemampuan berkomunikasi efektif menjadi berkurang, Menarik diri dan depresi, Perasaan terisolir dan terasing, Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja, Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual, Kehilangan konsentrasi, Kesulitan membuat keputusan,

(14)

64

Kehilangan spontanitas dan kreativitas, dan Menurunnya harga diri.

3. Gejala perilaku, seperti : Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan, Kinerja dan produktivitas kerja menurun, Meningkatnya ketergantungan pada alkohol, obat penenang, Melakukan sabotase pekerjaan, Makan berlebihan sebagai pelarian, Kehilangan selera makan, menurunnya berat badan, Meningkatnya perilaku beresiko tinggi, Agresif, brutal dan mencuri, Hubungan yang tidak harmonis dengan teman dan keluarga, dan Kecenderungan melakukan bunuh diri.

Angket ini terdiri dari dua kelompok item yang berbentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan yang tidak mendukung (unfavorable). Skoring untuk skala ini didasarkan pada alternatif jawaban model skala Likert. Kategori yang disediakan ada empat, yaitu : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sebaran Itemnya adalah sebagai berikut :

(15)

65

Tabel 12

Sebaran Item Angket Stres Kerja Perawat

NO ASPEK ITEM Jumlah Favorable Unfavorable 1 Gejala Psikologis 1, 5, 10, 15, 25, 30, 32, 37, 43 3, 6, 12, 18, 22, 35, 38, 41, 44, 49 19 2 Gejala Fisik 2, 7, 11, 19, 29, 39, 45, 50 9, 14, 16, 21, 26, 33, 47 15 3 Gejala Perilaku 4, 13, 20, 23, 28, 36, 40, 48 8, 17, 24, 27, 31, 34, 42, 46 16 Jumlah 25 25 50

b. Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas skala supaya hasil pengukuran yang diperoleh dapat pertanggungjawabkan.Sebelum melakukan penelitian, peneliti juga melakukan uji coba bahasa. Uji coba bahasa yang dimaksudkan adalah angket stres kerja diberikan kepada beberapa perawat untuk mengetahui apakah item-item pernyataan yang terdapat dalam angket tersebut dapat dipahami oleh responden yang nantinya akan diteliti. Hasil uji coba bahasa ini didapatkan responden memahami pernyataan yang terdapat dalam angket tersebut. Selain Uji coba bahasa, uji coba lain yang dilaksanakan adalah uji validitas yang dilaksanakan pada tanggal 23 – 28 Mei 2012 dan tanggal 20-25 Juni 2012, dengan menggunakan try out terpakai. Try Out terpakai

(16)

66

adalah subjek yang diuji cobakan digunakan sekaligus dalam penelitian guna menghemat waktu, tenaga dan biaya (Hadi, 2000).

c. Perijinan Penelitian

Setelah mendapat surat perijinan penelitian dari fakultas pada tanggal 2 Mei 2012 untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, pada tanggal 8 Mei 2012 peneliti memasukan surat penelitian tersebut ke bagian diklat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum. Seminggu setelah memasukkan surat penelitian tersebut peneliti kembali untuk menanyakan kepada bagian diklat kapan peneliti dapat melakukan penelitian dan karena bagian perawatan rumah sakit tersebut masih sibuk untuk persiapan seminar, jadi penelitian ditunda sampai tanggal 23 Mei 2012. Tanggal 23 Mei 2012 setelah mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian, dan setelah berdiskusi dengan bagian perawatan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, peneliti kemudian membagikan angket kepada responden dan pada tanggal 28 mei 2012 angket di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dikumpulkan.

Setelah Peneliti mengumpulkan angket di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum, peneliti kemudian pada hari itu juga, 28 Mei 2012 peneliti mengantarkan surat untuk melakukan validitas dan penelitian ke bagian diklat Rumah Sakit Panti Wilasa Dr.Cipto Semarang. Setelah surat penelitian di rumah sakit dr Cipto

(17)

67

diberikan pada tanggal 20 Juni 2012, maka pada hari itu juga peneliti langsung menyebarkan angket dan angket dikumpulkan kembali pada tanggal 25 Juni 2012.

2. Pelaksanaan Penelitian

a. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di dua rumah sakit. Rumah sakit yang pertama adalah rumah sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, yang dilakukan pada bulan mei 2012, sedangkan rumah sakit yang kedua adalah Rumah Sakit Panti Wilasa Dr.Cipto Semarang yang dilakukan pada bulan juni 2012. Alasan peneliti memilih dua rumah sakit ini sebagai tempat penelitian adalah :

1. Merupakan rumah sakit kerjasama dengan Fakultas llmu Kesehatan – Universitas Kristen Satya Wacana

2. Karena kedua rumah sakit tersebut memiliki tipe yang sama dan berada dalam satu yayasan YAKKUM, terletak di kota Semarang sehingga mudah dijangkau oleh peneliti.

3. Kendala Yang Dihadapi Selama Penelitian

Kendala yang penulis hadapi selama penelitian dilakukan adalah terdapat sebagaian waktu untuk pengambilan kusioner yang kadang tidak sesuai dengan kesepakatan antara penulis dan responden sehingga membuat penulis harus menunggu selama

(18)

68

beberapa hari lagi untuk pengambilan kuisioner dari waktu yang telah ditentukan.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Uji Validitas

Peneliti menggunakan uji validitas berdasarkan rumus pearson product moment. Parameter hasil dari r adalah besarnya koefisien korelasi pearson product moment antara 0,0 – 1. Dikatakan valid bila r hitung > dari r tabel atau dengan melihat nilai p value < dari 0,05. Acuan yang digunakan sebagai dasar untuk memilih item yang valid menggunakan pemilihan item total yang menggunakan r hitung > dari r tabel (Riyanto, 2010). Setelah dilakukan dua kali perhitungan dengan menggunakan program SPSS versi 16.00 terdapat 18 item yang gugur dari 50 item pernyataan yang diuji, sehingga hanya 32 item yang dapat digunakan. Item valid dan gugur dari angket stres kerja perawat dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini.

(19)

69

Tabel 13 :

Sebaran Item Valid dan Gugur Tingkat Stres Kerja Perawat

NO ASPEK

ITEM Jumlah Item

Favorable Unfavorable Valid Gugur

1 Gejala Psikologis 1, 5, 10, 15, 25*, 30, 32, 37*, 43 3*, 6, 12, 18, 22, 35*, 38, 41, 44, 49* 14 5 2 Gejala Fisik 2, 7*, 11*, 19, 29, 39*, 45, 50 9, 14, 16, 21*, 26*, 33*, 47* 8 7 3 Gejala Perilaku 4, 13, 20, 23*, 28, 36*, 40, 48 8, 17, 24*, 27, 31*, 34*, 42, 46* 10 6 Jumlah 50 32 18

Ket : Angka yang di tebalkan dan diberi tanda * adalah item yang gugur

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach, dengan menggunakan standar reliabilitas oleh Azwar (2002), yaitu :

 < 0,7 : Tidak reliabel 0,7 ≤  < 0,8 : Cukup Reliabel 0,8 ≤  < 0,9 : Reliabel

0,9 ≤  < 1.0 : Sangat Reliabel

Hasil perhitungan dari 32 item tingkat stres kerja perawat yang masuk dalam item valid dapat dilihat pada tabel berikut :

(20)

70

Tabel 14

Hasil Perhitungan Reliabilitas Kuisioner Tingkat Stres Kerja Perawat

Kuisioner Koefisien Reliabilitas Kategori

Tingkat Stres Kerja Perawat

0, 919 Sangat Reliabel

Sesuai dengan standart reliabilitas menurut Azwar (2002), maka pada tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kuisioner tingkat stres kerja perawat ini reliabel dengan kategori yang sangat baik yaitu : 0,919.

3. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor responden normal atau tidak. Dalam penelitian ini pengujian normalitas dilakukan terhadap distribusi jumlah skor tingkat stres kerja pada perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat, aturan yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya data adalah p > 0,05 maka sebaran normal dan jika p < 0,05 maka sebaran data tidak normal. Untuk uji kenormalan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov karena terdapat sampel sebanyak 50 orang (Dahlan, 2008).

Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov-Sminorv untuk sampel perawat unit rawat inap dihasilkan data Z = 1,683 (p > 0,05) dan signifikansi untuk sampel perawat unit gawat

(21)

71

darurat dihasilkan data Z = 1,418 (p > 0,05). Dengan melihat aturan yang telah dikemukakan diatas, maka didapat signifikansi dari masing-masing kelompok tersebut > dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua jenis data berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas datanya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15

Uji Normalitas Data Tingkat Stres Perawat Unit Rawat Inap dan Perawat Unit Gawat Darurat

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Perawat Unit R.Inap Perawat UGD N 25 25 Normal Parametersa Mean 3.64 4.04 Std. Deviation .569 .676 Most Extreme Differences Absolute .337 .284 Positive .270 .284 Negative -.337 -.276 Kolmogorov-Smirnov Z 1.683 1.418

Asymp. Sig. (2-tailed) .007 .036

a. Test distribution is Normal.

4. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah sampel tingkat stres kerja perawat bersifat homogen. Berdasarkan uji homogenitas diketahui bahwa nilai signifikansi sampel perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat

(22)

72

sebesar 0,634. Karena Signifikansi 0,634 > 0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel penelitian ini bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.

G. Hasil Analisa Deskriptif

Untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat stres kerja pada perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat digunakan lima kategori, yakni: sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah. Jumlah item yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah 32 item, maka skor yang mungkin diperoleh bergerak dari 32 sampai 128 (32x4). Adapun rumus yang digunakan untuk mencari rentang skor adalah sebagai berikut:

𝑖 =skor tertinggi − skor terendah banyaknya kategori 𝑖 =128 − 32 5 𝑖 =96 5 𝑖 = 19,2

Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat ditemukan kategori sebagai berikut :

Sangat Tinggi : 108,8 ≤ x ≥ 128 Tinggi : 89,6 ≤ x > 108,8 Cukup : 70,4 ≤ x > 89,6

(23)

73

Rendah : 51,2 ≤ x > 70,4 Sangat Rendah : 32 ≤ x > 51,2

Hasil kategorisasi tingkat stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit darurat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16

Deskripsi Pengukuran Stres Kerja Perawat Unit Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat

No Rentang

Skor Kategori

N Persentase

%

Mean

R.Inap UGD R.Inap UGD R.Inap UGD

1 x ≥128 108,8≤ Sangat tinggi 0 0 0% 0% 66,72 60,04 2 89,6≤ x >108,8 Tinggi 0 0 0% 0% 3 70,4≤ x >89,6 Cukup 10 5 40% 20% 4 51,2≤ x >70,4 Rendah 14 14 56% 56% 5 32≤ x >51,2 Sangat Rendah 1 6 4% 24% Total 25 25 100% 100%

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tingkat stres perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat memiliki persentase terbesar yang sama pada kategori rendah dengan jumlah perawat adalah masing-masing 14 responden (56%). Selain itu juga dapat dilihat juga bahwa tidak ada perawat unit rawat inap dan unit gawat darurat yang memiliki kategori sangat tinggi dan tinggi. Pada unit rawat inap terdapat 10 responden (40%) memiliki

(24)

74

kategori cukup dan pada perawat unit gawat darurat terdapat 5 responden (20%) yang juga memiliki kategori cukup. Sedangkan, 1 responden (4%) pada unit rawat inap memiliki kategori sangat rendah dan 6 responden (24%) yang juga memiliki kategori sangat rendah. Pada tabel juga terlihat bahwa mean perawat unit rawat inap 66,72 lebih besar dibandingkan mean perawat unit gawat darurat, yaitu 60,04.

H. Uji Hipotesis

T-test independent sample digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, dimana antara satu kelompok dengan kelompok yang lain tidak saling berhubungan. Untuk melakukan pengujian ini maka sebaran data harus berdistribusi normal (Riwidikdo, 2010).

T-test menunjukkan nilai uji beda t-tes dibaca berdasarkan equal variance assumed, diperoleh nilai t sebesar 2,265 ( > dari t tabel) dan p value 0,028 (p < 0,05), mean perawat unit rawat inap adalah 4,04 dengan standar deviasi 0,676, sedangkan perawat unit gawat darurat adalah 3,64 dengan standar deviasi 0,569. Hasil tersebut berarti bahwa H1 diterima dan H0 ditolak atau dengan kata lain terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat, yakni perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan

(25)

75

perawat unit gawat darurat. Hasil uji t-tes dapat dlihat pada tabel berikut :

Tabel 17

Hasil T-tes Tingkat Stres Kerja Perawat Unit Rawat Inap dan Perawat Unit Gawat Darurat

Tingkat Stres Kerja Perawat Mean SD SE N P Value t Perawat Unit Rawat Inap 4,04 0,676 0,135 25 0,028 2,265 Perawat Unit Gawat Darurat 3,64 0,569 0,114 25 I. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat stres kerja perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat. Perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih besar dibandingkan dengan perawat unit gawat darurat di rumah sakit Panti Wilasa Citarum dan dr Cipto, Semarang.

Menurut peneliti, kemungkinan alasan yang melatarbelakangi perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih besar dari perawat unit gawat darurat pada kedua rumah sakit tersebut adalah karena perawat unit rawat inap melakukan rutinitas yang cenderung sama tiap hari, perawat yang bertugas sedikit, kondisi kerja tidak kondusif dan rekan kerja yang tidak dapat berkerja sama dengan baik. Selain itu pula, di bagian

(26)

76

rawat inap seorang perawat seharusnya ada di samping pasien setiap saat, apalagi jika pasien yang memerlukan observasi terus-menerus. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Hudak dan Gallo (1997) menyatakan bahwa sumber dari stres perawat adalah pekerjaan yang di ulang-ulang. Sedangkan, menurut Abraham & Shanley, (dalam Sunaryo, 2004) Lima sumber stres kerja perawat secara umum adalah beban kerja berlebih, kesulitan berhubungan dengan staf lain, kesulitan merawat pasien kritis, berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien serta kegagalan merawat pasien.

Alasan kedua adalah berdasarkan karakteristik responden menurut masa kerja pada perawat unit rawat inap memiliki dominan masa kerja yang sama antara perawat 1-5 tahun dan > 10 tahun sebesar 40% sedangkan pada perawat unit gawat darurat masa kerja yang dominan adalah > dari 10 tahun sebanyak 44% dan yang memiliki masa kerja 1-5 tahun lebih sedikit dibandingkan perawat unit rawat inap yaitu 28%. Menurut peneliti, lamanya seorang perawat bekerja pada sebuah institusi rumah sakit memberikan banyak pengalaman yang membuat perawat lebih tenang dalam menghadapi persoalan yang terjadi, salah satunya stres kerja, semakin kecil pengalaman yang dimiliki seseorang semakin pula orang tersebut merasakan ketakutan atas pekerjaan

(27)

77

yang baru dimilikinya. Menurut, Sokoco (2001) pengaruh antara masa kerja terhadap stres kerja tenaga kerja yaitu semakin lama masa kerja, maka semakin menurun tingkat stres kerja karena tenaga kerja sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya.

Usia merupakan alasan ketiga yang dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan perawat unit gawat darurat. Menurut karateristik responden menurut usia perawat unit rawat inap memiliki 44% perawat yang berumur 24-30 tahun sedangkan perawat unit gawat darurat memiliki 52% perawat yang berumur 31-40 tahun. Menurut Hartono, dkk (2005) usia 31-40 tahun merupakan usia yang produktif. Usia ini akan mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sehingga seseorang tidak mudah mengalami stres kerja.

Alasan keempat yang menjadi kemungkinan perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan perawat unit gawat darurat didasarkan pada perhitungan perkiraan jumlah tenaga perawat. Realita jumlah perawat unit rawat inap yang tersedia pada kedua rumah sakit tersebut hanya 208 orang perawat dan jika bandingkan dengan jumlah tempat tidur yang tersedia sebanyak 381 buah, maka pada

(28)

78

kedua rumah sakit tersebut masih memerlukan 173 orang perawat lagi agar sebanding dengan tempat tidur yang tersedia pada kedua rumah sakit tersebut. Hal tersebut berarti, pada kedua rumah sakit tersebut beban kerja yang dimiliki oleh perawat unit rawat inap menjadi lebih besar. Menurut Jauhari (dalam Prihatini, 2007) standar beban kerja perawat senantiasa harus sesuai dengan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien dan untuk menghasilkan pelayanan yang efektif dan efisien harus diusahakan kesesuaian antara ketersediaan tenaga perawat dengan beban kerja yang ada. Restiaty, dkk (dalam Prihatini, 2007) menambahkan juga bahwa semakin berat beban kerja di tempat kerja maka semakin tinggi pula stres kerja yang akan dimiliki.

Berdasarkan tabel deskripsi pengukuran tingkat stres kerja perawat terlihat bahwa tingkat stres perawat unit rawat inap dan perawat unit gawat darurat memiliki persentase terbesar yang sama pada kategori rendah dengan jumlah perawat adalah masing-masing 14 responden (56%). Selain itu juga dapat dilihat juga bahwa tidak ada perawat unit rawat inap dan unit gawat darurat yang memiliki kategori sangat tinggi dan tinggi. Pada unit rawat inap terdapat 10 responden (40%) memiliki kategori cukup dan pada perawat unit gawat darurat terdapat 5 responden (20%) yang juga memiliki kategori cukup. Sedangkan, 1 responden (4%) pada unit

(29)

79

rawat inap memiliki kategori sangat rendah dan 6 responden (24%) yang juga memiliki kategori sangat rendah. Hal tersebut berarti kedua perawat tesebut memiliki tingkat perawat yang rendah, namun bukan berarti tidak memiliki stres kerja. Selye (dalam Hartono, dkk) menyatakan bahwa stres adalah bumbu kehidupan dan setiap orang pasti mengalami stres. Oleh karena itu tidak ada stres sama sekali berarti kematian (Keliat, 1999).

Pada latar belakang masalah penulis berasumsi bahwa tingkat stres kerja perawat unit gawat darurat lebih tinggi dibandingkan perawat unit rawat inap, namun hasil penelitian menunjukan bahwa perawat unit rawat inap memiliki tingkat stres kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat unit gawat darurat. Menurut peneliti hal tesebut dapat terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kunjungan di unit gawat darurat yang mungkin lebih sedikit dibandingkan dengan perawat unit rawat inap pada bulan Januari - April 2012 pada kedua rumah sakit tersebut, yaitu jumlah hunian di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum bulan Januari – April 2012 sebesar 71 %, Rumah Sakit Panti Wilasa dr. Cipto sebesar 67,43%, sedangkan kunjungan unit gawat darurat pada bulan Januari - April 2012 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum sebesar 25,62%, dan di Rumah Sakit Panti Wilasa dr Cipto sebesar 36,62%. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa

(30)

80

pada bulan Januari – April 2012 beban kerja perawat unit rawat inap lebih besar dibandingkan perawat unit gawat darurat, sehingga dapat menimbulkan stres kerja rawat inap lebih tinggi di bandingkan perawat unit gawat darurat. Menurut Prihatini (2007) menyatakan bahwa beban kerja yang berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional, gangguan pencernaan, sakit kepala dan mudah marah.

Selain beban kerja, lingkungan kerja juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat stres kerja perawat. Menurut Krisanty,dkk (2009) perawat yang bekerja di ruang gawat darurat membutuhkan penanganan cepat dan tepat, kerja yang terus-menerus, jumlah pasien yang relatif banyak, mobilitas tinggi, alat-alat modern dan kondisi keluarga dapat menimbulkan stres yang tinggi sehingga mengakibatkan kerja perawat dan tim kesehatan lainnya tidak lancar. Namun, menurut Lazarus dan Folkman dalam Prasetya (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan akan mendapatkan stres kerja apabila hari-harinya lebih banyak terisi hal-hal yang menjengkelkan dibandingkan hal-hal yang menyenangkan. Menurut Prasetya (2008) kemampuan seseorang untuk mengembangkan sikap positif dapat membantu diri sendiri untuk mengatasi masalah dan menghindarkan dirinya dari stres yang berkepanjangan.

Referensi

Dokumen terkait

Saran dari penelitian perancangan antarmuka sistem pakar penyakit padi berbasis web adalah sebagai berikut: a) Pemberian warna menu yang berbeda pada menu yang sedang dibuka

Perbedaannya adalah dalam objek penelitian, dimana penelitian objek penelitian ini adalah Bank Pembangunan Daerah di Indonesia selama periode 2008 sampai dengan 2012

spesifik identitas transnasional 26. Selanjutnya Cronin menyebutkan tiga elemen penting di dalam pembangunan Security Community, yakni: 1) identitas transnasional; 2) persepsi

This study aims to determine the content of active compound contained, the potential of ethanol extract of the stem thistle as an antimalarial, and knowing the

Krayan, maka dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir dalam acara pembuktian/klarifikasi dokumen kualifikasi sesuai jadwal berikut :.. Tempat : Kantor Dinas Pekerjaan

Sebagaimana yang diperlihatkan pada iklan kondom sutra yang menggunakan aktris yang menarik dan aktor yang maskulin. Setting pangungpun diseting sedemikian rupa

mengumumkan pemenang pada e-lelang sederhana pascakualifikasi sistem gugur untuk pekerjaan:3. Nama Paket

(3) Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual