• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN INTRAPRENEURSHIP DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING PERUSAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN INTRAPRENEURSHIP DALAM MENCIPTAKAN KEUNGGULAN BERSAING PERUSAHAAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

29 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

PERAN INTRAPRENEURSHIP DALAM MENCIPTAKAN

KEUNGGULAN BERSAING PERUSAHAAN

Kukuh Mulyanto Abstract

Intrapreneurship has been acknowledged in literature and practice as a vital element of economic and organizational growth, success and competitiveness and can be considered as a unique competitive advantage. The purpose of the paper is to provide a comprehensive analysis of the concept of intrapreneurship. Concluding, the paper suggests directions for future research.

Keywords: intrareneurship, competitive advantage PENDAHULUAN

Lingkungan bisnis sekarang ini ditandai dengan perubahan yang terus-menerus sebagai akibat dari cepatnya perubahan tekhnologi, dan

meningkatnya perubahan

permintaan pelanggan dan ketatnya persaingan global (Ireland & Webb, 2009). Akibatnya, pelaku bisnis sekarang berada dalam tekanan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Menurut Morris, Kuratko & Covin (2008) keunggulan kompetitif berkelanjutan sekarang sudah tidak dapat lagi dicapai hanya dengan menurunkan biaya, kualitas tinggi dan layanan yang lebih baik, karena faktor-faktor tersebut sekarang sudah menjadi kriteria minimal dalam persaingan yang semakin kompetitif. Menurut Drucker (2002) dan Morris, Kuratko & Covin (2008) banyak pelaku bisnis yang setuju

bahwa kemampuan untuk

mendorong pertumbuhan bisnis dan menerapkan ide-ide baru dan inovatif menjadi prioritas organisasi di abad ke-21. Bisnis sekarang harus menyadari fakta bahwa keberhasilan ekonomi masa lalu tidak lagi

menjadi jaminan kesuksesan di masa depan.

Semakin kompleks dan kompetitif perkembangan sektor korporasi ternyata telah mengakibatkan munculnya konsep baru dalam bidang kewirausahaan, yaitu intrapreneurship (Nicolaidis &

Kosta, 2011). Bahkan

intrapreneurship sekarang ini diakui sebagai sarana untuk memperoleh dan mencapai keunggulan kompetitif yang unik (Kuratko, et al 2004). Akibatnya, sekarang ini semakin banyak organisasi yang beralih ke intrapreneurship karena berharap dapat manfaat berupa: pencapaian profitabilitas, pembaharuan strategi, peningkatan inovasi, perolehan pengetahuan untuk aliran pendapatan masa depan, dan keberhasilan dalam pasar internasional (Kuratko, et al 2004). Seperti yang pernah dinyatakan oleh Mitchell (dalam Nicolaidis & Kosta, 2011). "Intrapreneurship membutuhkan perpaduan unik dari keterampilan manajerial dan entrepenerurship untuk mencapai inovasi organisasi, pertumbuhan dan keunggulan kompetitif".

(2)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

30 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Intrapreneurship merupakan unsur penting dalam pengembangan organisasi dan ekonomi (Antoncic & Hisrich 2001). Para akademisi dan praktisi akhir-akhir ini menunjukkan minat yang besar terhdap konsep ini sejak awal tahun 1980-an karena dampak positifnya terhadap revitalisasi dan kinerja perusahaan. Intrapreneurship dapat menjadi penting tidak hanya untuk perusahaan besar, tetapi juga untuk usaha kecil dan menengah (Antoncic & Hisrich 2001). Namun demikian penelitian di bidang ini masih sangat jarang. Oleh karena itu dibutuhkan

penelitian mengenai

intrapreneurship terutama yang

mengeksplorasi peran

intrapreneurship (Alipour et al, 2011) dan dampaknya terhadap daya saing perusahaan (Nicolaidis & Kosta, 2011).

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah kajian komprehensif dari literatur yang ada tentang intrapreneurship, mengenai definisi, dimensi / karakteristik,

anteseden dan strategi

intrapreneurship.

Konsep Intrapreneurship

Dalam arti luas istilah intrapreneurship dapat diartikan sebagai entrepreneur dalam sebuah organisasi (Antoncic & Hisrich 2001).

Istilah intrapreneurship pertama kali diperkenalkan pada masyarakat akademik oleh Gifford dan Elizabeth Pinchot pada tahun 1978 (Nicolaidis & Kosta, 2011).

Pinchot menggambarkan

intrapreneur sebagai "orang yang berfokus pada inovasi dan kreativitas, dan yang mengubah mimpi atau ide menjadi usaha yang menguntungkan yang beroperasi

dalam lingkungan organisasi" (Nicolaidis & Kosta, 2011).

Perbedaan utama antara

entrepreneur dan intrapreneur adalah bahwa seorang entrepreneur berinovasi untuk organisasi bisnis yang mereka dirikan, karena mereka adalah pemilik dari organisasi bisnis. Sementara itu seorang intrapreneur melakukan inovasi untuk organisasi bisnis yang bukan milik mereka, karena mereka bekerja di organisasi tersebut.

Dalam penelitian Stevenson dan Jarillo (1990) intrapreneurship dipandang sebagai suatu proses dimana individu dalam organisasi

mengejar peluang tanpa

memperhatikan sumber daya yang mereka saat ini, dengan melakukan hal-hal baru dan berangkat dari adat untuk mengejar peluang (Vesper 1990), dan sebagai semangat entrepreneurship dalam organisasi yang ada (Hisrich & Peters 1998). Menurut Guth dan Ginsberg (1990) intrapreneurship pada dasarnya dapat dinyatakan dalam dua bentuk: penciptaan usaha baru dalam organisasi dan transformasi organisasi melalui pembaharuan strategis.

Zahra (1989) mendefinisikan intrapreneurship sebagai "proses menciptakan bisnis baru dalam perusahaan yang didirikan untuk meningkatkan profitabilitas organisasi dan meningkatkan kompetitif posisi perusahaan atau pembaharuan strategis bisnis yang ada. Corporate entrepreneurship memerlukan menciptakan bisnis baru dengan mendefinisikan kembali produk perusahaan (atau jasa) atau dengan mengembangkan pasar".

Dalam perkembangannya Antoncic & Hisrich (2003) memberikan pandangan yang lebih

(3)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

31 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

komprehensif tentang konsep intrapreneurship, dan menyatakan bahwa intrapreneurship adalah "proses yang terjadi di dalam perusahaan, terlepas dari ukuran, dan mengarah tidak hanya untuk usaha bisnis baru, tetapi juga untuk kegiatan inovatif dan orientasi lainnya seperti: pengembangan produk baru, layanan baru, teknologi baru, teknik administrasi baru, strategi baru, dan postur yang kompetitif" (Antoncic & Hisrich 2003). Dari sudut pandang Sathe (dalam Nicolaidis & Kosta, 2011) intrapreneurship dianggap sebagai proses pembaharuan organisasi. di mana "pembaharuan" didefinisikan sebagai "merevitalisasi bisnis perusahaan melalui inovasi dan mengubah profil yang kompetitif". Dimensi Intrapreneurship

Seperti halnya

entrepreneurship, aktivitas utama dan yang paling menonjol dari

intrapreneurship adalah

pembentukan usaha baru (Antoncic, & Zorn, 2004). Dalam intrapreneurship aktivitas ini dapat berbentuk penciptaan perusahaan otonom atau semi-otonom, penciptaan unit usaha otonom. Sementara itu aktivitas lainnya adalah inovasi produk / layanan, dimana kata inovasi disini mengacu pada proses pengembangan produk baru, perbaikan produk, dan metode produksi dan prosedur baru, atau pengembangan produk, jasa, teknik dan teknologi produksi.

Sementara itu Antoncic, & Hisrich (2001) menyatakan bahwa dimensi intrapeneurship terdiri atas empat dimensi, yaitu: penciptaan bisnis baru, inovasi, pembaharuan diri dan proactiveness. Dua dimensi pertama yang dijelaskan di atas.

Dimensi ketiga, pembaruan diri, mencerminkan "transformasi organisasi melalui pembaruan gagasan kunci yang mereka bangun ... termasuk redefinisi konsep bisnis, reorganisasi, dan pengenalan sistem perubahan untuk inovasi" (Antoncic, & Hisrich 2001). Akhirnya, dimensi proactiveness mengacu "sejauh mana organisasi berusaha untuk memimpin daripada mengikuti pesaing dalam bidang bisnis utama seperti: pengenalan produk atau jasa baru, teknologi operasi baru, dan teknik administrasi baru". Oleh karena itu proactiveness menekankan keputusan manajemen puncak dalam rangka meningkatkan daya saing.

Dalam Covin, & Slevin, (1989), menyatakan bahwa dimensi intrapreneurship juga meliputi diidentifikasi pengambilan risiko, agresivitas kompetitif, dan otonomi. Namun, temuan penelitian sesudahnya membuktikan secara empiris bahwa pengambilan risiko dan agresivitas kompetitif harus diakui termasuk dalam dimensi proaktif, sementara otonomi harus dimasukkan dalam dimensi pembentukan bisnis baru.

Intrapreneurship dan Keunggulan Bersaing

Salah satu masalah yang paling penting dari manajer adalah bagaimana menciptakan ide-ide baru dalam organisasi. Intrapreneurship atau entreprenerurship dalam perusahaan pada dasarnya merupakan alat penting dan berharga untuk merevitalisasi organisasi (Dunlap-Hinkler, Kotabe, & Mudambi, 2010). Dengan cara ini organisasi mencoba untuk memanfaatkan sumber daya internal mereka dan mempersiapkan

(4)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

32 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

lingkungan yang lebih kondusif untuk inovasi yang radikal (Schaper & Volery, 2007). Karena lingkungan yang semakin canggih dan dinamis maka perusahaan perlu mendapatkan lebih banyak perilaku entrepreneur sehingga mereka bisa mencapai peluang baru untuk kinerja yang lebih baik (Hayton, 2005).

Strategi intrapreneurial

merupakan perilaku

entrepreneurship yang secara sengaja dan terus menerus meremajakan organisasi dan membentuk lingkup operasinya melalui penemuan dan eksploitasi peluang kewirausahaan (Ireland et al, 2009).

Dalam penelitian Douglas & Fitzsimmons, (2009) Molina & Callahan, (2009) ditunjukkan bahwa intrapreneurship merupakan faktor kunci yang membantu organisasi untuk mempertahankan daya saing dan meningkatkan kinerja perusahaan. oleh karena itu menurut Romero-Martínez, Fernández-Rodríguez, & Vázquez-Inchausti, (2010) intrapreneurship merupakan

strategi perusahaan yang sangat vital.

Anteseden Intrapaneurship

Ada banyak pendapat

mengenai anteseden dari intrapreneurship. Menurut Zahra (1989) faktor yang mempengaruhi intrapreneurship adalah lingkungan (seperti persaingan, dinamisme dan heterogenitas).

Sementara itu Antoncic & Hisrich (2003) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi intrapreneurship dapat digolongkan menjadi lingkungan internal dan eksternal. Yang termasuk dalam lingkungan internal (organisasi) antara lain: komunikasi, penerapan kontrol formal, pengamatan lingkungan, dukungan organisasi, nilai-nilai terkait dengan persaingan dan nilai individu anggota. Adapun faktor-faktor eksternal yang dimaksud adalah: dinamisme, peluang teknologi, pertumbuhan industri, permintaan produk baru, perubahan yang tidak diinginkan dan persaingan.

Gambar 1

Anteseden Intrapreneurship menurut Antoncic & Hisrich (2003)

INTRAPRENEURSHIP

•Pendirian bisnis baru

•Inovasi •Pembaharuan diri •proaktivitas

LINGKUNGAN

•Dinamika •Peluang teknologi •Pertumbuhan industri

•Permintaan produk baru

•Perubahan yang tidak dikehendaki

•Persaingan

ORGANISASI

•komunikasi •kontrol formal •pengamatan lingkungan •dukungan organisasi

•nilai yang terkait dengan persaingan

(5)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

33 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Sementara itu Alipour et al (2011) berpendapat bahwa karena intrapreneurship berlangsung dalam organisasi, maka peran variabel organisasi tentunya adalah hal yang

sangat penting dalam

mempengaruhi perilaku

entrepenneruship dan peningkatan kinerja organisasi. Ini seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Ireland, Covin, & Kuratko (2009) bahwa faktor organisasi membantu menciptakan intrapreneurship dalam organisasi.

Menurut Alipour et al (2011) beberapa faktor organisasi yang mempengaruhi intrapreneurship. Faktor-faktor tersebut antara lain: 1. Struktur organisasi

Struktur organisasi yang dimmaksud disini dapat berupa: distribusi otoritas, aliran hubungan dalam organisasi, hierarki, rentang kendali manajer dan komunikasi. Struktur organisasi sering terbukti dapat memfasilitasi penyaluran, aliansi, akuntabilitas, penetapkan tingkat formalitas dan distribusi kekuasaan. Oleh karena itu struktur organisasi dapat mendorong fleksibilitas, kemampuan adaptasi, konsensus, dan interaksi terbuka dalam organisasi yang pada gilirannya akan memfasilitasi dan

mendukung dimensi

intrapreneurship. Mengacu pada Russell & Russell (1992), menurut Alipour et al (2011), tingkat desentralisasi, dan norma-norma inovasi secara signifikan

mempengaruhi strategi

entrepreneurship dalam

ketidakpastian lingkungan. 2. Budaya organisasi

Budaya organisasi sangat penting untuk meningkatkan perilaku intrapreneurship dalam organisasi. Oleh karena itu agar

organisasi dapat memiliki kinerja yang baik maka mereka harus

menciptakan perilaku

entrepreneurship dalam organisasi mereka, dengan fokus pada nilai-nilai dan norma-norma yang relevan.

3. Dukungan Managemen

Peran manajer dalam

menciptakan dan mengarahkan perilaku entrepreneurship sangat penting. Sebab pada dasarnya manajer dapat memberikan fasilitas dan memobilisasi sumber daya organisasi untuk mencapai kinerja organisasi yang tinggi. Manajer dapat memiliki gaya dan menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam memperkenalkan intrapreneurship dalam berbagai aspek dan proses dalam perusahaan. 4. Ketersediaaan sumber daya

Sumber daya organisasi dapat berbentuk aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud yang dimaksud disini adalah: modal fisik, sedangkan aset tak berwujud adalah modal manusia dan modal sosial untuk semua jenis kegiatan dalam organisasi. Modal manusia memiliki peran penting untuk penciptaan orientasi entrepreneurship. Modal manusia yang memiliki kualitas tinggi dapat menciptakan peluang entrepeneurship yang muncul dari perubahan faktor lingkungan. Dengan demikian, fokus upaya yang tinggi terkati dengan modal manusia ini harus dapat menemukan cara-cara baru untuk meningkatkan manfaat pelanggan melalui rekayasa proses produksi atau inovasi yang lebih efisien. Karakteristik modal manusia ini memungkinkan memiliki peran penting pada hasil entrepreneurship. Selanjutnya, modal sosial yang tinggi dapat

(6)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

34 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

mengakses informasi, kerjasama dan kepercayaan dari orang lain. Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan sumber daya merupakan faktor dasar

untuk mempengaruhi

intrapreneurship. Organisasi yang

kaya akan sumber daya memiliki kecenderungan dan kemampuan yang lebih besar untuk terlibat dalam kegiatan intrapreneurship dibandingkan dengan organisasi dengan sumber daya yang sedikit.

Dalam rangka untuk

mengadopsi strategi yang tepat, sebuah organisasi bisnis harus mempertimbangkan semua faktor

yang mempengaruhi

intrapreneurship tersebut.

Strategi Organisasi dalam

Menciptakan Intrapreneurship Sebagaimana yang sudah diuraikan di muka bahwa ada banyak keuntungan kompetitif terkait

dengan penanaman budaya

intrapreneurial dalam organisasi. Oleh karena itu organisasi tidak hanya perlu memiliki intrapreneur, tetapi juga perlu menyediakan lingkungan yang kondusif di mana mereka dapat berkembang dan dengan demikian membantu

mempertahankan atau

meningkatkan posisi pasar

perusahaan. Budaya

intrapreneurship kondusif akan membangun kebijakan dan praktek -didukung oleh struktur organisasi- yang memaksimalkan kemungkinan bahwa orang-orang bertemu (juga secara kebetulan), berkomunikasi secara terbuka, berbagi ide dan informasi, mendengarkan dan belajar satu sama lain, dan mengembangkan budaya saling percaya dan saling memberi dukungan.

Dengan membina etika intrapreneurial dalam perusahaan, karyawan dapat diberdayakan dan dimungkinkan menjadi "agen perubahan" perusahaan yang nyaman membawa ide-ide baru ke depan dan mempromosikan eksekusi mereka melalui pengambilan risiko. Gambar 1

Anteseden Intrapreneurship menurut Alipour et al (2011) INTRAPRENEURSHIP BUDAYA ORGANISASI DUKUNGAN MANAJEMEN

STRUKTUR

ORGANISASI

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA

(7)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

35 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Dalam kaitannya dengan hal ini perusahaan perlu memeriksa faktor-faktor yang akan menghambat budaya intrapreneurial, seperti: resistensi organisasi terhadap perubahan, permasalahan dalam alokasi sumber daya untuk ide-ide baru, kurangnya pelatihan dan dukungan bagi karyawan, kecilnya imbalan untuk prestasi karyawan, tingginya biaya kegagalan, kurangnya infrastruktur untuk proyek-proyek yang menjanjikan, birokrasi perusahaan yang menghambat atau memperlambat persetujuan proyek.

Simpulan

Sudah banyak yang mengakui bahwa intrapreneurship merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Namun demikian penelitian mengenai intrapreneurship masih jarang dilakukan. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai intrapreneurship untuk

mengeksplorasi peran

intrapreneurship dan dampaknya terhadap kinerja, upaya inovasi dan daya saing perusahaan.

Meskipun masing-masing penulis memberikan dimensi yang berbeda mengenai intrapreneurship, namun dimensi-dimensi tersebut harus dikombinasikan agar organisasi dapat menciptakan keunggulan kompetitif.

DAFTAR PUSTAKA

Alipour, Farhad, Khairuddin Idris, & Roohangiz Karimi, 2011, Intrapreneurship in Learning Organizations: Moderating Role of Organizational Factors, Journal of American Science

Antoncic, B., & Hisrich, R. 2001, Intrapreneurship Construct refinement and crosscultural validation. Journal of business venturing, 16(5), 495-527 Antoncic, B. & Zorn, O., 2004, The

mediating role of corporate entrepreneurship in the organizational support-performance relationship: An empirical examination, Managing Global Transitions, 2(1), 5-14

Antoncic, B. & Hisrich, R. D., 2003, Clarifying The Intrapreneurship Concept, Journal of Small Business and Enterprise Development, 10(1), 7-24 Covin, J.G., and Slevin, D.P. 1989.

Strategic Management of small firms in hostile and benign environments. Strategic Management Journal 10 (January): 75–87.

Fitzsimmons, J. R., Douglas, E. J., Antoncic, B. and Hisrich, R. D.. 2005, Intrapreneurship in Australian firms, Journal of Management & Organization, 11(1), 17-27

Drucker, P.F. 1985. Innovation and Entrepreneurship. New York, NY: Harper & Row.,

Dunlap-Hinkler, D., Kotabe, M., & Mudambi, R., 2010, A Story of Breakthrough vs. Incremental

Innovation: Corporate

Entrepreneurship in the Global Pharmaceutical Industry. SSRN eLibrary

(8)

VOLUME 4 NOMOR 1, MEI 2013

36 Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan (JIMAT)

Guth, W.D., and Ginsberg, A. 1990. Guest editors’ introduction: Corporate entrepreneurship. Strategic Management Journal11:5–15.

Hayton, J. C., 2005, Promoting corporate entrepreneurship

through human resource

management practices: a review of empirical research. Human resource management review, 15(1):21-41.

Hisrich, R.D., and Peters, M.P. 1998. Entrepreneurship: Starting, Developing, and Managing a New Enterprise (4th Ed.). Chicago,IL: Irwin. Ireland, R. D., Covin, J. G. &

Kuratko, D. F., 2009, Conceptualizing Corporate Entrepreneurship Strategy, Entrepreneurship Theory and Practice, 33 (1), 19-46 Ireland, R. D. & Webb, J. W., 2009,

Crossing the great divide of strategic entrepreneurship: transitioning between exploration and exploitation. Business horizons, 52(5):469-479.

Morris, M. H., Kuratko, D. F. & covin, J. G. 2008. Corporate entrepreneurs and innovation. 2nd edited. Mason, OH : South-Western. Kuratko, D. F., Hornsby, J. S. and

Goldsby, M. G., 2004,

Sustaining Corporate

Entrepreneurship,

Entrepreneurship and Innovation, 77-89

Molina, C., & Callahan, J., 2009, Fostering organizational performance. Training, 33 (5), 388-400.

Romero-Martínez, A., Fernández-Rodríguez, Z., & Vázquez-Inchausti, E., 2010, Exploring corporate entrepreneurship in privatized firms. Journal of World Business, 45 (1), 2-8. Zahra, S., 1989, Organizational

Strategy, Innovation and Performance, Academy of Management Best Papers Proceedings, 49th Annual Meeting, 349-353

Nicolaidis, Christos S. & Kosta,

Georgia C., 2011,

Intrapreneurship as a Unique

Competitive Advantage

Intrapreneurship as a Unique Competitive Advantage, World Academy of Science, Engineering and Technology

Schaper, M., & Volery, T., 2007, Entrepreneurship and small business: A Pacific Rim perspective: Wiley.

Stevenson, H., & Jarillo, J. (1990). A new entrepreneurial paradigm. Socio-Economics. Towards a new synthesis. ME Sharpe, New York. Vesper, K.H. (1990), New Venture Strategies (Rev. Ed.), Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall

Referensi

Dokumen terkait

Alasan penulis tertarik dalam meneliti kemasan produk Lays karena Lays selalu memperhatikan keamanan pada kemasannya untuk sampai ke tangan konsumen, kemasan Lays sangat

Penelitian ini berawal dari permasalahan masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika di MTs Al-Ishlah. Adapun rumusan masalah

Hasil dari penelitian ini adalah variabel proaktif, opportunity recognition dan networking mampu direfleksikan oleh mahasiswa yang telah selesai mengambil mata

Budaya perusahaan yang berbasis kewirausahaan harus dimiliki oleh PT Paya Pinang dimana pelaksanaan intrapreneurship dapat meningkatkan kemampuan inovasi karyawan, keberanian

lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. b) Memiliki persamaan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. c) Memiliki persamaan dengan merek

Dalam Sejarah Kerajaan Siak Sayid Osman Syahabuddin bin Abdurrahmanmerupakan salah satu tokoh penaihat yang telah banyak berperan dalam pengembangan Kerajaan Siak.Tujuan

(3) Penulis menawarkan sebuah gagasan yang berlandaskan teori-teori terdahulu yakni enam kontinum dalam Transgender Counseling; (4)Melalui gagasan yang ditawarkan

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) STAI Al-Musaddadiyah Garut adalah kegiatan sistemik dan sistematis di STAI Al-Musaddadiyah Garut yang didorong oleh kebutuhan dan