• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR) DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan tepung mocaf dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae, serta untuk mengetahui kandungan nutrisi mocaf dan membandingkannya dengan tepung terigu. Proses pembuatan tepung mocaf yaitu singkong dikupas, dicuci dengan air pada suhu 60 oC, dipotong sampai ukuran kecil. Mencampur singkong, aquadest dan jamur kemudian melakukan proses fermentasi sesuai dengan variabel yang telah ditentukan. Pembuatan tepung mocaf terdiri dari beberapa tahap yaitu menyaring hasil fermentasi untuk memisahkan singkong dengan air dan jamur, mengeringkan singkong hingga kadar airnya 12 – 14%, menggiling singkong sampai halus, dan melakukan analisa kandungan pada tepung mocaf. Dari hasil penelitian didapatkan kenaikan kadar protein dan kadar lemak pada mocaf. Kadar protein dan lemak yang terbaik didapat pada waktu fermentasi selama 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae (protein 2,290% dan lemak 3,635%) dan Rhizopus oryzae (protein 4,722% dan lemak 3,756%), sedangkan pada Lactobacillus plantarum kandungan nutrisi mocaf tebaik didapat pada fermentasi 5 hari (protein 8,557% dan lemak 2,801%). Untuk kadar abu, dan serat tidak ada perubahan yang signifikan (konstan). Dan terdapat penurunan pada kadar HCN dan kadar karbohidrat. Kadar HCN terendah diperoleh pada waktu fermentasi 3 hari yaitu untuk Saccharomyces cereviseae (HCN 2,850 mg/kg) dan Rhizopus oryzae (HCN 2,775 mg/kg), sedangkan pada Lactobacillus plantarum kadar HCN terendah diperoleh pada fermentasi selama 5 hari (1,800 mg/kg). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae yang harganya murah dan non patogen mampu meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar HCN dari tepung mocaf.

Kata Kunci— mocaf, fermentasi, Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, Rhizopus oryzae

Telah diseminarkan di Seminar Nasional Teknik Kimia “Soebardjo Brotohardjono IX” Prodi Teknik Kimia UPN Veteran Surabaya Jawa Timur pada 21 Juni 2012

I. PENDAHULUAN

ingkong (Manihot Esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Indonesia memiliki potensi umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat sekaligus bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu,

yaitu ganyong, gembili, ubi jalar, garut, singkong (singkong) dan lain sebagainya. Rendahnya harga singkong dipengaruhi oleh sifat singkong segar yang mudah rusak bila tidak segera dilakukan penanganan pasca panen karena kadar air singkong segar yang tinggi, adanya asam sianida (HCN) yang menyebabkan racun.

Singkong sering dianggap bahan baku yang bermutu rendah karena rendahnya protein, mineral dan vitamin [5];[17]. Namun varietas tertentu dari singkong mengandung banyak cyanogenic glikosida (linamarin dan lotaustralin) yang dapat dihidrolisis menjasi asam sianida (HCN) oleh enzim endogen (linamarase) ketika jaringan tanaman rusak selama pemanenan, pengolahan atau proses mekanis lainnya [8]. Singkong juga mengandung asam tannic, zat ini yang dapat menimbulkan warna kusam pada produk olahan singkong sehingga mempunyai nilai pasar yang rendah [11].

Singkong di beberapa daerah penggunaannya digunakan sebagai makanan membantu untuk meringankan masalah kelaparan sehingga sangat penting dalam hal keamanan pangan [5]. Oleh karena itu, dibutuhkan proses untuk meningkatkan nilai protein dan mengurangi kadar HCN. Penelitian sebelumnya menggunakan prose fermentasi dimana Rhizopus oryzae

dan Saccharomyces cereviseae digunakan untuk meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar HCN dari produk singkong [2].

Tepung mocaf merupakan komoditas tepung cassava dengan teknin fermentasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip seperti terigu, yaitu putih, lembut, dan tidak berbau singkong. Dengan karakterisrik yang mirip dengan terigu, tepung mocaf dapat menjadi komoditas subtitusi tepung terigu. Indonesia memiliki tingkat permintaan yang tinggi terhadap tepung terigu, baik oleh industri atau rumah tangga. Sedangkan kapasitas produksi tepung terigu di Indonesia masih rendah, tingginya permintaan tepung terigu menyebabkan harga tepung terigu menyebabkan harga tepung terigu yang tinggi. Produksi gandum

PEMBUATAN MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR) DENGAN

PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN Lactobacillus

plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae

Lina Ika Kurniati, Nur Aida, Setiyo Gunawan, dan Tri Widjaja

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail

: gunawan@chem-eng.its.ac.id

(2)

nasional belum mampu memenuhi total permintaan dalam negeri sehingga dari tahun ke tahun terjadi peningkatan impor gandum.

Penelitian ini diharapkan dapat mengawali penigkatan tambahan produksi total tepung sekitar 20% dari kebutuhan impor nasional selama lima tahun kedepan. Pada tahun 2009, impor gandum mencapai 5,2 juta ton. Sedangkan dari 22,7 juta ton produksi singkong, yang diolah menjadi bahan pangan dan non pangan baru mencapai 22,3 % atau sekitar 4,6 juta ton. Hal ini berarti peluang pasar untuk tepung dari singkong masih cukup besar [10].

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. Persiapan Bahan

Singkong dikupas, dicuci dengan air pada suhu 60 o

C, dipotong samapi ukuran kecil. Mencampur singkong, aquadest dan jamur kemudian melakukan proses fermentasi sesuai dengan variabel yang telah ditentukan. Pembuatan tepung mocaf terdiri dari beberapa tahap yaitu menyaring hasil fermentasi untuk memisahkan singkong dengan air dan jamur, mengeringkan singkong hingga kadar airnya 12 – 14%, menggiling singkong sampai halus, dan melakukan analisa kandungan pada tepung mocaf.

B. Analisa kadar lemak ( AOAC 2003)

Kadar lemak pada tepung mocaf ditentukan dengan AOAC (2003). Tepung mocaf sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring diletakkan di dalam ekstraktor dan diektrak dengan solvent n-hexane teknis pada suhu 75oC selama 4 jam. Dengan 4 jam ekstraksi ini, lipida dalam mangrove sudah benar-benar terekstrak semua sehingga prosesnya dapat dihentikan. Selanjutnya, hasil yang diperoleh berupa campuran lipid dan n-hexane didistilasi untuk memisahkan keduanya. Ekstrak berupa lipida dimasukkan botol yang sebelumnya telah ditimbang. Dipanaskan lagi pada suhu 80oC untuk mendapatkan hasil yang murni. Kemudian ditimbang hasilnya.

C. Analisa Kadar Protein ( AOAC 2003)

Kandungan protein ditentukan dengan analisa kandungan nitrogen[3]. Jumlah total protein ditentukan dengan mengalikan jumlah nitrogen dengan faktor koreksi sebesar 6,25.Uji kandungan protein dilakukan dengan cara menguji kadar Nitrogen dalam sampel (tepung mocaf). Kemudian hasilnya dikonversi dengan mengalikan kadar nitrogen yang didapat dengan 6,25. Hasil konversi yang didapat itu merupakan kandungan

protein dalam sampel. Untuk menguji kadar nitrogen, sampel sebanyak 6 gram dimasukkan dalam labu Kjeidahl. Ditambahkan air sebanyak 150 mL kedalamnya. 100 mL HCl 1 N dan beberapa tetes indikator mix dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang kemudian dihubungkan dengan labu Kjeidahl. Dipanaskan pada suhu 100oC. Setelah mendidih, tambahkan 23 mL larutan NaOH 30% ke dalam labu Kjeidahl. Pemanasan dihentikan apabila tidak ada yang menetes lagi pada erlenmeyer (tak ada aliran ke erlenmeyer). Hasil larutan yang di erlenmeyer dititrasi dengan HCl hingga warnanya berubah menjadi kehijauan. Persen protein dihitung dengan menggunakan rumus:

(1) (2)

D. Analisa Kadar Abu (AOAC 2003)

Kandungan ash (abu) dalam tepung mocaf ditentukan dengan AOAC (2003). Untuk penentuan ash, cawan kosong dan bersih dipanaskan pada suhu 600 0C selama 1 jam dalam muffle furnace. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Berat cawan kosong dicatat sebagai W1. 1 gram sampel (tepung mocaf) ditaruh dalam cawan (W2). Kemudian cawan tersebut diletakkan dalam muffle furnace pada suhu 400 0C selama 6 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W3). Persen ash dihitung dengan rumus:

(3)

E. Analisa Kadar Serat (AOAC 2003)

Kadar serat ditentukan dengan AOAC (2003). Sampel 0,5 gram (W1) ditambahkan 150 ml H2SO4 dan beberapa tetes acetone sebagai anti foaming. Campuran kemudian dipanaskan 100 oC hingga mulai mendidih. Kemudian suhu dikurangi menjadi 45 oC selama 30 menit. Endapan disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest hingga bebas asam. Kemudian dengan prosedur yang sama diulangi dengan menggunakan KOH. Kertas saring beserta endapannya dipanaskan dalam oven pada suhu 150 oC selama 1 jam, kemudian diletakkan dalam desikator dan ditimbang (W2). Endapan dan kertas saring diletakkan cawan penguap dan dipanaskan dalam furnace selama 3-4 jam, kemudian di letakkan dalam desikator dan ditimbang (W3) Persen crude fiber dihitung dengan rumus:

(3)

F. Analisa Kadar Air (AOAC 2003)

Kadar air ditentukan dengan mengeringkan sampel tepung mocaf (W1) ke dalam oven pada suhu 800 C kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakukan berulang ulang hingga beratnya konstan (W2) Persen moisture content dihitung dengan rumus:

(5)

G. Analisa Kadar Karbohidrat

Analisa kadar karbohidrat menggunakan perhitungan :

% karbohidrat =100% - (% protein+ % lemak + % abu + % air ) (6)

H. Analisa Kadar Pati

Timbang 2-5 gram contoh yang berupa bahan padat yang telah dihaluskan, tambahkan 50 ml aquadest dan aduk selama 1 jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 250 ml. Pati yang terdapat sebagai residu pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml eter biarkan eter menguap dari residu, kemudian cuci lagi dengan 150 ml alkohol 10%. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquadest dan tambahkan 20 ml HCl ± 25% ( berat jenis 1,125), tutup erlenmeyer dan panaskan dengan water bath selama 2,5 jam. Setelah dingin netralkan dengan NaOH 45% dan encerkan sampai volume 450 ml kemudian saring. Tentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh. Penentuan glukosa seperti pada penentuan gula reduksi. Berat glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.

I. Analisa Kadar HCN

Timbang sampel sebanyak 15 gr lalu tambahkan dengan 100 mL aquades dan diletakkan pada labu Kjeldahl, kemudian dilakukan perendamAn selama 2 jam. Setelah itu, ditambahkan lagi 100 mL aquades, kemudian didistilasi dengan uap (steam). Tampung distilat dalam erlenmeyer berisi 20 mL NaOH 2.5%. Setelah distilat mencapai 150 mL, tambahkan 8 mL NH4OH, 5 mL KI 5% dan dititrasi dengan 0.02 N AgNO3 sampai terjadi kekeruhan (letakkan kertas karbon hitam dibawah labu titrasi).

ml titar (blanko-sampel) x 20 . NAgNO3 Bobot HCN=

ml titar blanko kg sampel x 0.54 mg (7)

J. Pengujian Mineral

Pengujian mineral dapat dilakukan dengan menggunakan alat Inductively Coupled Plasma Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Sampel (bubuk mangrove) didekstruksi terlebih dahulu. Sampel sebanyak 2 gram dicampur dengan asam nitrat 10 ml kemudian dipanaskan pada suhu 60 0C selama 20 menit. Setelah itu larutan ditambahkan dengan HCl sebanyak 5 ml dan dipanaskan pada suhu 60 0C selama 20 menit. Kemudan ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml dan dipanaskan pada suhu 60 0C sampai larutan berkurang setengah dari volume awal. Setelah itu disaring menggunakan kertas saring. Kertas saring dibilas berulang kali dengan aquadest sampai mineral larut sempurna. Larutan yang didapat diencerkan sampai 100 ml, kemudian diencerkan kembali hingga 50 kali pengenceran. Sampel 5-10 ml dianalisa dengan ICP-OES.

III. HASIL DAN DISKUSI

A. Analisa Kadar Abu

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa kadar abu singkong lebih tinggi dari pada kadar abu tepung mocaf

hal ini dapat dilihat dari warna tepung yang dihasilkan, dimana tepung singkong tanpa melalui fermentasi warnanya agak kuning sedangkan tepung mocaf

mempunyai warna yang lebih putih . Hal ini disebabkan karena kemampuan dari mikroorganisme dalam perubahan warna produk fermentasi [13].

Gambar 1. Grafik Kadar Abu

Tetapi tidak ada perubahan yang signifikan (konstan) pada tepung mocaf dengan Lactobacilus plantarum, Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus oryzae karena kadar abu tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi [14].

B. Analisa Kadar Serat

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa kadar serat singkong lebih tinggi dari pada kadar serat tepung

(4)

mocaf, hal ini dapat dilihat karakteristik kelembutan tepung yang dihasilkan, dimana tepung singkong tanpa melalui fermentasi, tepung yang dihasilkan agak kasar sedangkan tepung mocaf lebih lembut. Hal ini disebabkan karena kemampuan dari mikroorganisme dalam perubahan tekstur produk fermentasi [13]. Mikroorganisme mampu menghidrolisa serat yang berupa polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa) [12].

Gambar 2. Grafik Kadar Serat

Kadar serat terendah diperoleh pada tepung mocaf hasil fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus oryzae selama 3 hari, yaitu 3,126%, 2,793 % dan 2,459.

C. Analisa Kadar Lemak

Dari gambar 3 dibawah ini dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar lemak dari tepung mocaf selama proses fermentasi, namun tidak terlalu signifikan. Kadar lemak tertinggi pada tepung mocaf hasil fermentasi selama 3 hari menggunakan Saccharomyces cereviseae, yaitu sebesar 3,635 % dan Rhizopus oryzae sebesar 3,756 % sedangkan pada fermentasi menggunakan

Lactobacillus plantarum kadar lemak tertinggi pada fermentasi selama 4 hari, yaitu sebesar 2,876 %.

Gambar 3. Grafik Kadar Lemak

Kenaikan kadar lemak ini disebabkan karena mikroorganisme dapat memproduksi minyak mikroba selama proses fermentasi [4]. Mikroorganisme, seperti setiap sistem sel hidup lainnya, menghasilkan lipid atau lemak. Inilah yang disebut dengan spesies berminyak,

dan minyak yang kemudian tidak hanya berguna untuk mikroorganisme dalam hal penggunaaan kembali dalam setiap periode berikutnya karena kelaparan, tetapi juga dapat dianggap sebagai sumber komoditas dari minyak. Minyak yang yang dihasilkan disebut sebagai single cell oil (SCO), yang merupakan eufemisme mirip dengan single cell protein yang biasa digunakan untuk menunjukkan protein yang berasal dari mikroorganisme sel tunggal [19].

D. Analisa Kadar Protein

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa kadar protein singkong lebih rendah dari pada kadar protein tepung

mocaf. Kadar protein tertinggi diperoleh pada tepung

mocaf hasil fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus oryzae selama 3 hari, yaitu 2,290 % dan 4,722 %, sedangkan pada fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum kadar protein teringgi diperoleh pada waktu 5 hari, yaitu 8,577 %.

Gambar 4. Grafik Kadar Protein

Kenaikan protein ini disebabkan karena kemampuan dari

Saccharomyces cerevisae maupun Rhizopus oryzae

untuk mensekresikan beberapa enzim ektraseluler (protein) kedalam singkong selama proses fermentasi, atau berkembangnya Saccharomyces cerevisae maupun

Rhizopus oryzae kedalam singkong dalam bentuk protein sel tunggal selama proses fermentasi [2];[15]. Selama fermentasi bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum

menghasilkan enzim proteinase. Proteinase akan menghidrolisis protein menjadi peptida yang sederhana. Adanya kenaikan kadar protein diperoleh dari aktivitas enzim protease yang dihasilkan oleh mikrobia yang ada dalam proses fermentasi [18].

E. Analisa Kadar Pati

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa ada kecenderungan penurunan kadar pati pada tepung mocaf

selama proses fermentasi berlangsung. Kadar pati terendah pada tepung mocaf hasil fermentasi selama 3 hari menggunakan Saccharomyces cereviseae, yaitu sebesar 71 % dan Rhizopus oryzae sebesar 48,2% sedangkan pada fermentasi menggunakan Lactobacillus

(5)

plantarum kadar pati terendah pada fermentasi selama 5 hari, yaitu sebesar 55,4 %.

Gambar 5. Grafik Kadar Pati

Penurunan kadar pati selama proses fermentasi baik menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae dan Rhizopus oryzae karena bahan organik (pati) digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi untuk pertumbuhan mikroorganisme [6]. Menurut [9], bahwa bahan organik yang diuraikan oleh mikroorganisme disebabkan oleh bekerjanya enzim amilase dan lipase yang bekerja dalam pemecahan amilum dan lemak dari substrat sehingga kandungan bahan organik selama fermentasi mengalami penurunan. Menurut [7] bahwa selama proses fermentasi pati dihidrolisis menjadi gula sederhana sehingga kadar gula reduksi menjadi meningkat. Fermentasi menyebabkan karbohidrat lebih mudah dihidrolisis sehingga gula reduksi akan meningkat akibatnya daya cerna juga meningkat.

F. Analisa Kadar HCN

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa ada kecenderungan penurunan kadar HCN pada tepung

mocaf selama proses fermentasi berlangsung. Kadar HCN terendah pada tepung mocaf hasil fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum diperoleh pada fermentasi 5 hari, yaitu sebesar 1,800 mg/kg. Sedangkan pada Saccharomyces cerevisae dan Rhizopus diperoleh pada fermentasi 3 hari, yaitu sebesar 2,850 mg/kg dan 2,775 mg/kg.

Penurunan kadar HCN ini disebabkan karena mikroorgamisme mampu memecah sianogenik glikosida dan produk turunannya. Selain itu produk olahan singkong yang melibatkan proses perendaman dan pencucian dengan air panas, proses fermentasi dan proses pengeringan dapat menurunkan kadar HCN pada singkong [2];[16]. Proses perendaman dan pencucian dengan air panas dapat menghilangkan HCN, sebab HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29ºC.

Gambar 6. Grafik Kadar HCN

Hasil uji statistik menunjukan bahwa metode ini secara nyata dapat menurunkan kadar HCN dan semakin lama proses perendaman maka makin tinggi persentase penurunan kadar HCN. Disamping itu juga cara perendaman dapat melarutkan senyawa linamarin dan lotaustralin, serta memacu pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menguraikan racun menjadi asam organik. Metode fermentasi singkong bertujuan inaktivasi enzim linamarase sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan HCN [1].

G. Kandungan Mineral

Tabel 1. Kandungan Mineral Tepung Mocaf

Menggunakan Saccharomyces sereviseae Saccharomyces cerevisae Lama Fermentasi (hari) Ca (ppm) Fe (ppm) Mg (ppm) Zn (ppm) 0 38,550 2,9500 ND ND 3 37,965 1,0300 ND ND 5 37,595 ND ND ND

Tabel 2. Kandungan Mineral Tepung Mocaf

Menggunakan Rhizopus oryzae Rhizopus oryzae Lama Fermentasi (hari) Ca (ppm) Fe (ppm) Mg (ppm) Zn (ppm) 0 38,5500 2,9500 ND ND 3 37,3000 46,530 ND ND 5 38,4950 46,120 ND ND

(6)

Tabel 2. Kandungan Mineral Tepung Mocaf

Menggunakan Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum Lama Fermentasi (hari) Ca(ppm) Fe (ppm) Mg (ppm) Zn (ppm) 0 38,5500 2,9500 ND ND 3 39,3650 46,8200 ND ND 5 44,9750 46,4700 ND ND IV. KESIMPULAN

Tepung mocaf dapat dihasilkan dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae yang harganya murah dan non pathogen dapat meningkatkan kadar protein dan menurunkan kadar HCN pada tepung mocaf. Tepung mocaf dengan kandungan nutrisi terbaik dihasilkan pada waktu fermentasi 3 hari dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae dan

Rhizopus oryzae, sedangkan dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum tepung mocaf

terbaik pada waktu fermentasi 5 hari. Tepung mocaf yang dihasilkan dari karakteristik fisik hampir menyerupai tepung terigu, sedangkan untuk kandungan nutrisi protein, tepung terigu masih lebih baik dari tepung mocaf.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Adamafio, Sakyiamah M, and Josephyne T. 2010. Fermentation in cassava (Mani¬hot esculenta Crantz) pulp juice improves nutritive value of cassava peel. Academic Journals 4(3): 51-56 [2] Akindahunsi, A. A., Oboh, G., & Oshodi, A. A.

(1999). Effect of fermenting cassava with Rhizopus oryzae on the chemical composition of its flour and gari. Riv. Ital. Sostanze Grasse, 76, 437–440. [3] AOAC, 2003. “Official Methods of Analysis”. 17th

ed. (2 revision). AOAC International,Gaithersburg, MD, USA.

[4] Akindumila, F., & Glatz, B. A. (1998). Growth and oil production of Apiotrichum curvatum in tomato juice. Journal of Food Protection, 61(11), 1515-1517.

[5] Aletor,V. A. (1993). Allelochemichal in plant food and feedingstuffs: 1. Nutrional, Biochemichal and physiophatological aspects in animal production.

Veterinary and Human Toxicology, 35(1), 57-67.Available:http://www.fao.org/es/ESN/nutrition/r equirementspubs.en.htm (accessed 1.09.10). [6] Ardhana, M. 1982. The Microbial Ecology og Tape

Ketan Fermentation. Thesis. The University of New South Wales University, Sydney.

[7] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 365 hlm.

[8] Conn, E. E. (1973). Cyanogenic glucosides: their occurrence biosynthesis and function. In B. Nestle, & B. McIntyr (Eds.), Chronic cassava toxicity (pp. 55–63). Ottawa: International Development Centre. [9] Ginandjar, I. 1977. Fermentasi Biji Mucuna proriens DC dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Protein. Disertasi. IPB. Bandung.

[10] Hadi.Samsul, 2010. Mocaf (Modified Cassava Flour). Jawa timur : Jember

[11] Hahn, S. K. (1992). Cyanide and tannin, traditional processing and utilizatin of cassava in Africa. International Institute for Tropical Agriculture (IITA).

[12] Hikmiyati N dan Yanie N.S. (2009), Pembuatan Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong melalui Proses Hidrolisa Asam. Skripsi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang

.

[13] Kusmiati .(2002). Aktifitas Bakteriosin dari Leuconostoc mesenteroides Pbac1 pada Berbagai Media. Universitas Indonesia. Jawa Barat : Depok. [14] Lehninger, A. L. (1987). Bioenergetics and

metabolism, principle of biochemistry (2nd Preprint). CBS.

[15] Okafor, N. (1998). An integrated bio-system for the disposal of cassava wastes, integrated bio-systems in zero emissions applications. In Proceedings of the Internet Conference on Integrated Bio-Systems. Available:

http://www.ias.unu.edu/proceedings/icibs.

[16] Oke, O. L. (1968). Cassava as food in Nigeria. World Rev. Nutr. Diet, 9, 227–250..

[17] Onwueme, I. C. (1978). The tropical tuber crops. UK: John Wiley and Sons Ltd.

[18] Rahman, A., 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

[19] Wynn, James P., and Ratledge, Colin. 2005.

Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition, Six Volume Set. Edited by Fereidoon Shahidi. Copyright John Wiley & Sons, Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Surakarta dilaksanakan dengan beberapa tahap, yaitu : Penerimaan permintaan kredit limit dan atau perubahan serta dokumen

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa terdapat hanya satu aktor yang berhubungan dengan sistem yaitu aktor pemain dan terdapat dua Use Case yaitu Use Case mengontrol ninja vampire

Definisi Operasional Variabel Variabel Konsep Variabel Indikator Pengukuran Variabel Skala Hasil belajar pelajaran IPS Terpadu siswa pada ranah sikap Kemampuan dalam

menggunakan EPIC Model pada minuman isotonik Fatigon Hydro versi “Macet” dan pengaruhnya terhadap sikap penonton di kota Pekanbaru, maka untuk selanjutnya dapat

3.3 Database Basis data database adalah kumpulan data yang disimpan secara sistematis di dalam komputer yang dapat diolah atau dimanipulasi menggunakan perangkat lunak program

Hasil wawancara mengenai masalah gap in market menunjukkan bahwa pada responden pemilik produk pianna chair telah melakukan identifikasi gap in market secara lebih

Menurut Muhammad Bagir Al-Habsyi iddah adalah masa menunggu yang harus dijalani oleh seorang mantan isteri yang ditalaq atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum ia dibolehkan

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan inayah-Nya berupa kemampuan berfikir dan berkarya pada penulis untuk dapat menyelesaikan