• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN BALI. I Made Adnyana *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETERKAITAN SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR PARIWISATA DALAM PEREKONOMIAN BALI. I Made Adnyana *"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU dan BUDAYA | 3431 KETERKAITAN SEKTOR PERTANIAN DAN SEKTOR PARIWISATA

DALAM PEREKONOMIAN BALI I Made Adnyana*

Abstract

The study is aimed at prospect for linkages of agricultural sector and tourism industry in Bali that may promote economic growth. Tools of analyses used in the study is SAM (Social Accounting Matrix). The study has come to the finding that of the other sub-sectors in agriculture, the following sub-sectors show high rate multiple coefficient of linkage—cattle breeding, food plants, fishing; and that of the other sub-sectors in tourism industry, the followings show high rate of linkage—food industry, beverage and tobacco, restaurant and culture attractions. The sub-sectors having the least rate of linkage are jewelry, crafts industry, mining and hotels.

Keywords : agriculture, tourism, linkages

1. Pendahuluan

Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, dengan sumbangan terhadap PDB nasional sebesar 8,47 persen (BPS, 2008). Kontribusi ini terutama berasal dari sektor pariwisata, sebagaimana diketahui bersama bahwa pariwisata di Bali merupakan unggulan pariwisata nasional. Oleh karenanya pengembangan pariwisata di Bali tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, namun juga perlu mendapat perhatian utama dari Pemerintah Pusat.

Disamping sektor pariwisata, sektor pertanian juga memainkan peranan penting dalam perekonomian Provinsi Bali. Berdasarkan data Provinsi Bali Dalam Angka tahun 2011 dapat diungkapkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Bali pada tahun 2010 sebesar 19 persen, menurun 1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sektor pariwisata memberikan kontribusi 33 persen terhadap PDRB Provinsi Bali pada tahun 2010, meningkat 1 persen dibandingkan sektor lainnya. Kontribusi sektor lainnya, merupakan gabungan dari berbagai sektor, cukup tinggi, yakni sebesar 48 persen selama 3 tahun terakhir (periode 2008-2010).

Kondisi yang relatif berbeda apabila dilihat kontribusi sektoral dari aspek kesempatan kerja. Sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar pertama dari aspek kesempatan kerja, sedangkan sektor pariwisata menempati peringkat kedua. Pada tahun 2008, kontribusi sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja sebesar 36 persen, terus mengalami pernurunan dari tahun ke tahun, yakni menjadi sebesar 25 persen pada tahun 2010. Sebaliknya kontribusi

*

(2)

3432 | ILMU dan BUDAYA

sektor pariwisata dan sektor lainnya cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2008, kontribusi sektor pariwisata tarhadap PDRB Provinsi Bali sebesar 24 persen, secara persisten mengalami peningkatan, yakni menjadi 27 persen pada tahun 2011. Selanjutnya, kontribusi sektor lainnya terhadap PDRB Provinsi Bali pada tahun 2008 sebesar 40 persen, terus mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2011 kontribusinya menjadi 48% (BPS Provinsi Bali 2011).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, terlihat bahwa struktur perekonomian Bali mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Perekonomian Bali dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata sebagai leading sector dari aspek PDRB (pertumbuhan ekonomi) dan sektor pertanian merupakan sektor yang dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar dan secara langsung dapat mendukung industri pariwisata tersebut.

Aspek penting lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan ekonomi adalah pemerataan pendapatan. Para pemikir aliran Strukturalis menyatakan bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara sedang berkembang tidak dapat dinomorduakan, karena hal tersebut merupakan syarat yang harus dipenuhi guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa (Todaro, 2000): Pertama, kesenjangan yang besar dan kemiskinan yang meluas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga masyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap kredit, tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya dan memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Kedua, masyarakat yang berpendapatan tinggi di negara-negara sedang berkembang tidak dapat sepenuhnya diharapkan untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam perekonomian domestik. Ketiga, rendahnya pendapatan dan taraf hidup masyarakat miskin yang terwujud berupa kondisi kesehatan yang buruk, kurang gizi dan pendidikan yang rendah, justru menurunkan produktivitas mereka sehingga mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Keempat, upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin akan merangsang permintaan terhadap produk-produk domestik daripada golongan masyarakat kaya yang cenderung membelanjakan pendapatannya pada barang-barang impor yang serba mewah. Dan kelima, terciptanya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui upaya-upaya pengentasan kemiskinan akan memberikan banyak insentif materil dan psikologis sehingga mempercepat kemajuan ekonomi.

Besaran kontribusi sektor pertanian dan sektor pariwisata di Bali berdasarkan perhitungan pangsa PDRB dan pangsa kesempatan kerja yang telah dijelaskan di atas belum secara penuh dapat memberikan rekomendasi bahwa kedua sektor tersebut merupakan sektor prioritas dalam pembangunan ekonomi Bali. Secara teoretis, perhitungan kontribusi berdasarkan pangsa sektoral hanya menggambarkan efek langsung (direct effect) dari pengembangan suatu sektor. Dalam kerangka pemikiran ekonomi regional suatu sektor dinyatakan sebagai sektor prioritas (sektor andalan) diukur oleh total effect (efek total). Total efek

(3)

ILMU dan BUDAYA | 3433

merupakan penjumlahan dari nilai direct effect dan indirect effect (efek tidak langsung).

Sektor prioritas perlu ditetapkan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah dalam rangka untuk menetapkan besarnya sumberdaya yang harus dialokasikan (stimulus ekonomi oleh pemerintah) didasarkan pada pertimbangan adanya constraint (keterbatasan) sumberdaya yang dimiliki. Untuk memahami konsep ini, pendekatan teori unbalanced growth theory (teori pertumbuhan tidak seimbang) yang dikemukakan oleh Hirschman. Teori pertumbuhan tidak seimbang merupakan suatu strategi yang mengembangkan sektor yang memiliki keterkaitan kuat, baik keterkaitan ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke depan (forward linkage). Menurut Hirscman dalam Jhingan (2003) dan Arief (1998) investasi pada industri atau sektor-sektor perekonomian yang strategis dan berhubungan satu dengan yang lain melalui keterkaitan (linkage) akan menghasilkan kesempatan investasi baru dan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi lebih lanjut.

Berdasarkan penjelasan ini dapat dinyatakan bahwa sektor pertanian dan sektor pariwisata merupakan sektor andalan di Provinsi Bali masih merupakan sebuah hipotesis. Untuk itu pertanyaan dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Berapa besar tingkat keterkaitan antara sektor pertanian dan

sektor pariwisata?

Secara umum tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisis peranan sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan di Provinsi Bali. Secara spesifik tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Menganalisis keterkaitan antarsektor dalam perekonomian provinsi Bali, terutama sektor pertanian dan pariwisata.

II. Landasan Teori

Sir Roy Harrod dari Inggris dan E. Domar dari Amerika mencetuskan konsep pertumbuhan berimbang (eksponensial). Teori tersebut mencakup penjelasan tentang tingkat pertumbuhan alamiah jangka panjang. Analisis Harrod-Domar memberikan peranan penting kepada akumulasi modal dalam proses pertumbuhan ekonomi secara terus menerus, tetapi mereka menekankan bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu di satu pihak investasi menghasilkan pendapatan dan di lain pihak investasi akan menambah kapasitas produksi perekonomian.

Selanjutnya dalam model pembangunan menurut Harrod-Domar, pertambahan pendapatan nasional dihubungkan dengan pembentukan modal, hasrat marginal untuk menabung (marginal propensity to save/ MPS), dan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ke dalam suatu kesatuan hubungan

ekonomi. Tingkat pembangunan ekonomi (rate of development) ditentukan oleh hubungan antara pembentukan modal (capital formation), laju pertumbuhan penduduk (rate of population growth) dan rasio modal-output (COR). Dari model tersebut nampak jelas bahwa dalam pembangunan, seolah-olah hanya modal yang dianggap sebagai parameter yang strategis, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dan berbagai variabel lainnya dianggap konstan.

(4)

3434 | ILMU dan BUDAYA

II.1. Model Pertumbuhan Tidak Seimbang

Pada hakikatnya konsep pertumbuhan tidak seimbang adalah suatu strategi yang mengembangkan sektor yang memiliki keterkaitan kuat. Menurut teori keterkaitan ini yang dimaksud adalah meliputi keterkaitan ke belakang (backward

linkage) dan ke depan (forward linkage). Usulan untuk mengembangkan sektor

ekonomi yang memiliki keterkaitan ini berlaku tidak hanya pada sektor industri dan sektor pertanian tetapi juga untuk keseluruhan sektor ekonomi. Menurut Hayami dan Ruttan (1971) konsep ketidakseimbangan dalam dan antarsektor pertanian adalah suatu sumber penting dari keterkaitan ke belakang dan ke depan dalam mentransmisikan kemajuan teknologi di dalam sektor pertanian terhadap keseluruhan pembangunan ekonomi.

Saling ketergantungan antarsektor dapat dirumuskan dalam tiga jenis efek keterkaitan, yaitu: (1) efek keterkaitan antar industri (interindustry linkage effect), mengukur efek peningkatan satu unit permintaan akhir (final demand) terhadap tingkat produksi dalam setiap sektor, (2) efek keterkaitan antar tenagakerja

(employment linkage effect), mengukur penggunaan total tenaga kerja dalam satu

sektor sebagai akibat perubahan satu unit permintaan akhir, dan (3) efek keterkaitan penciptaan pendapatan (income generation linkage effect), mengukur efek perubahan salah satu variabel eksogen dalam permintaan akhir terhadap peningkatan pendapatan (Chenery dan Clark, 1959 dalam Ginting, 2006).

II.2. Ekonomi Pariwisata

Ekonomi pariwisata adalah suatu besaran ekonomi yang diciptakan oleh transaksi yang dilakukan antara para wisatawan (terkait dengan pengeluaran belanja wisata) dengan sektor-sektor ekonomi penyedia barang dan jasa. Australian Bureau of Statistics, ABS (1994) membagi ekonomi pariwisata dimaksud dalam tiga elemen, yaitu : (1) wisatawan, dalam hal ini diperlakukan sebagai konsumen yang mengkonsumsi barang dan jasa selama melakukan perjalanan wisata, (2) transaksi untuk memperoleh barang dan jasa dimaksud baik dalam perjalanan maupun di tempat tujuan wisata, dan (3) sektor/unit ekonomi yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kegiatan wisata.

III. Metodologi Penelitian III.1. Kerangka Dasar SAM

Salah satu tujuan menyusun SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem pendapatan nasional (System of National Account, SNA) dengan cara menggabungkan SNA dengan data distribusi pendapatan. Dalam pengertian ini, SAM memberikan sebuah metode yang bisa mengubah SNA dari statistik produksi menjadi statistik pendapatan, dengan cara demikian akhirnya SAM itu lebih terfokus kepada pembahasan mengenai tingkat kesejahteraan dari kelompok-kelompok sossial ekonomi yang berbeda (McGrath, 1987, dalam Arief Daryanto, 2010).

Ada enam tipe neraca dalam sebuah matriks SAM yang lengkap antara lain: (1) aktivitas, (2) komoditas, (3) faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), (4) institusi domestik yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan,

(5)

ILMU dan BUDAYA | 3435

pemerintah, (5) modal, dan (6) rest of the world (Sadoulet dan de Janvry, 1995; dan Thorbecke, 2001). Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca tersebut. Ke lima neraca tersebut dapat dilihat dalam kerangka dasar SAM Indonesia

III.2.Tahapan Membangun SAM Provinsi Bali

Dalam studi ini analisis data dilakukan dari aspek ekonomi regional dengan menggunakan Model Social Accounting Matrix (SAM) atau analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SAM). Dengan metode ini juga selanjutnya akan dilakukan analisis simulasi kebijakan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor pertanian dan sektor pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan distribusi pendapatan rumahtangga di Provinsi Bali. Klasifikasi SAM Provinsi Bali tahun 2007 dapat dilihat dalam Tabel berikut: Klasifikasi SAM Provinsi Bali Tahun 2007

Uraian Kode F aktor P roduk si Te na ga k erja Pertanian Penerima upah/gaji 1 Bukan penerima upah/gaji 2

Produksi, operator alat

angkut, operator angkutan dan buruh kasar

Penerima upah/gaji 3 Bukan penerima

upah/gaji 4

Tata usaha, penjualan, jasa-jasa Penerima upah/gaji 5 Bukan penerima upah/gaji 6 Kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi

Penerima upah/gaji 7 Bukan penerima

upah/gaji 8

Bukan Tenaga Kerja 9

Instit

usi

RT Buruh Tani 10

RT Pengusaha Pertanian 11

RT Gol. Rendah di Desa 12

RT Penerima Pendapatan di Desa 13

RT Gol. Atas di Desa 14

RT Gol Rendah di Kota 15

RT Penerima Pendapatan di Kota 16

RT Gol. Atas di Kota 17

Perusahaan 18 Pemerintah 19 S ektor P roduk si

Tanaman bahan makanan 20

Perkebunan 21

Peternakan 22

(6)

3436 | ILMU dan BUDAYA

Perikanan 24

Pertambangan 25

Industri makanan, minuman dan tembakau 27

Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit 28

Industri kayu 29

Industri kertas, barang dari kertas dan karton 30 Industri kimia, brg dr kimia, karet dan plastik 31

Bahan bakar minyak 32

Industri kerajinan dari bahan galian 33

industri karoseri dan alat angkuta 34

Industri barang perhiasan 35

Listrik dan Air minum 36

Bangunan 37

Perdagangan 38

Restoran, rumah makan, warung 39

Hotel bintang 40

Anghutan umum darat dan angkutan darat lainnya 41

Angkutan laut antar pulau/negara 42

Angkutan udara 43

Travel biro 44

Komunikasi, pos, giro 45

Perbankan 46

Jasa Pemerintahan Umum 47

Atraksi budaya 48

La

innya

Neraca Kapital 49

Pajak Tidak langsung 50

Luar Negeri 51

III.3. Metode Analisis

Kerangka SAM dapat digunakan sebagai kerangka data yang menjelaskan mengenai (BPS, 1995 dan 1999): Pertama, kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi, tabungan dan lainnya. Kedua, distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal. Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SAM ditunjukkan oleh baris neraca pertama pada kerangka umum SAM. Ketiga, distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan pendapatan. Keempat, pola pengeluaran rumahtangga (household expenditure

pattern). Pola pengeluaran menurut golongan rumahtangga dalam kerangka SAM

dapat dilihat pada neraca kolom masing-masing golongan rumahtangga Dan

kelima, distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka

yang bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan. akan memberikan

(7)

ILMU dan BUDAYA | 3437

masukan mengenai kondisi sosial masyarakat, yaitu distribusi tenaga kerja dan tingkat upah dan gaji menurut sektor-sektor ekonomi yang dianalisis.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

IV.1.Keterkaitan Sektor Pertanian dan Sektor Pariwisata dalam Struktur Perekonomian Provinsi Bali

Tabel 4.1, menyajikan hasil analisis pengganda output bruto, pengganda keterkaitan (ke depan dan ke belakang), pengganda nilai tambah, dan pengganda faktor produksi (tenaga kerja dan kapital). Koefisien pengganda output bruto seluruh sektor selalu lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa injeksi sebesar 1 miliar rupiah pada setiap sektor akan meningkatkan output bruto masing-masing sektor lebih besar dari 1 miliar rupiah.

Tabel 4.1. Koefisien Pengganda Output, Keterkaitan, Nilai Tambah dan Faktorial di Provinsi Bali Tahun 2007

No Sektor Output Keterkaitan Nilai Tambah Faktorial Ke Depan Ke Belakang Tenaga Kerja Kapital A. Pertanian

1 Tanaman bahan makanan 10.21 5.32 2.15 1.55 0.29 1.25

2 Perkebunan 3.10 2.01 2.44 1.58 0.37 1.21

3 Peternakan 12.81 6.42 3.55 1.68 0.50 1.18

4 Kehutanan 1.18 1.14 2.55 1.70 0.49 1.20

5 Perikanan 5.08 2.77 2.93 1.66 0.62 1.04

B. Pariwisata

6 Restoran, dan rumah

makan 7.13 4.02 3.22 1.61 0.46 1.15

7 Hotel 2.13 1.62 2.92 1.61 0.49 1.12

8 Industri makanan, minuman

dan tembakau 8.90 4.64 3.30 1.60 0.41 1.19

9 Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari

kulit 3.64 2.54 3.63 1.73 0.60 1.13

10 Industri kerajinan dari bahan

galian 1.64 1.50 3.29 1.71 0.59 1.12

11 Industri barang perhiasan 1.92 1.61 2.97 1.31 0.45 0.87

12 Travel biro 2.48 1.88 2.91 1.61 0.48 1.13 13 Atraksi budaya 6.56 3.99 2.89 1.73 0.59 1.14 C. Lainnya 14 Perdagangan 10.66 6.38 3.16 1.72 0.67 1.05 15 Pertambangan 1.51 1.43 2.79 1.89 0.73 1.16 16 Industri kayu 3.58 2.73 3.39 1.65 0.54 1.10

17 Industri kertas, barang dari

kertas dan karton 2.75 2.33 3.46 1.64 0.53 1.11

18 Industri kimia, brg dr kimia,

karet dan plastik 3.25 2.47 3.51 1.61 0.58 1.02

19 Bahan bakar minyak 5.31 3.75 1.00 0.00 0.00 0.00

20 industri karoseri dan alat

angkutan 2.71 2.10 2.70 1.49 0.42 1.07

21 Listrik dan Air minus 4.28 2.72 2.95 1.67 0.54 1.13

22 Bangunan 2.89 2.18 3.59 1.70 0.63 1.06

23 Anghutan umum darat dan

(8)

3438 | ILMU dan BUDAYA

24 Angkutan laut antar

pulau/negara 1.68 1.36 2.81 1.59 0.53 1.06

25 Angkutan udara 5.45 3.19 3.10 1.58 0.48 1.10

26 Komunikasi, pos, giro 3.67 2.37 2.76 1.55 0.40 1.15

27 Perbankan 9.02 4.88 2.47 1.54 0.33 1.21

28 Jasa Pemerintahan Umum 5.08 3.04 3.84 2.43 1.32 1.11

Sumber: Data diolah

Dari Tabel 4.1 juga dapat dilihat dari koefisien pengganda output bruto sektor yang memiliki koefisien tertinggi berturut-turut dari sektor pertanian adalah subsektor peternakan, subsektor tanaman bahan makanan dan yang ketiga adalah subsektor perikanan. Kemudian dari sektor pariwisata adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan, dan subsektor atraksi budaya.

Berbagai subsektor di sektor pertanian memiliki koefisien pengganda output bruto berkisar antara 1.18-12.81. Koefisien-koefisien pengganda ini memberi arti bahwa peningkatan pendapatan sebesar 1 miliar rupiah di sub-sub sektor pertanian tersebut akan meningkatkan output bruto sebesar 1.18 – 12.81 miliar rupiah.

Subsektor peternakan memiliki koefisien pengganda output bruto lebih besar daripada subsektor pertanian lainnya, adapun yang terendah adalah subsektor kehutanan. Subsektor kehutanan memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 1.18, yang mengindikasikan bahwa peningkatan pendapatan sebesar 1 miliar rupiah di subsektor kehutanan tersebut akan meningkatkan output bruto sebesar 1.18 miliar rupiah. Adapun untuk sektor pertanian dan sektor pariwisata setiap peningkatan pendapatan sebesar 1 miliar rupiah akan meningkatkan output bruto juga sebesar 1 miliar rupiah. Sedangkan pada sektor hilir dari sektor pertanian dan pariwisata ini, yaitu industri pengolahan produk pertanian dan sub-subsektor pariwisata setiap peningkatan pendapatan sebesar 1 miliar rupiah di subsektor pertanian dan pariwisata akan meningkatkan output bruto juga sebesar koefisien masing-masing subsektornya dikalikan dengan 1 miliar rupiah.

Berdasarkan koefisien pengganda keterkaitan ke depan berturut-turut subsektor peternakan, subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan dari sektor pertanian dan subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan atraksi budaya dari sektor pariwisata memiliki koefisien tertinggi dibandingkan dengan sektor sektor lainnya. Sedangkan subsektor dari sektor peranian yaitu kehutanan dan perkebunan, serta subsektor dari sektor pariwisata yaitu industri barang perhiasan, industri kerajinan dari bahan galian dan hotel mempunyai koefisien pengganda keterkaitan ke depan terkecil dibandingkan subsektor lainnya.

Dari sisi koefisien pengganda keterkaitan ke belakang berturut-turut subsektor dari sektor pertanian yaitu peternakan, perikanan dan kehutanan, sedangkan subsektor dari sektor pariwisata, yaitu industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, industri makanan, minuman dan tembakau, restoran dan industri kerajinan dari bahan galian memiliki koefisien tertinggi di bandingkan dengan sub-subsektor lainnya. Pada sektor pertanian koefisien pengganda

(9)

ILMU dan BUDAYA | 3439

keterkaitan ke depan berkisar antara 1.14 – 6.42, sedangkan koefisien pengganda keterkaitan ke belakang berkisar antara 2.15 – 3.55. Sedangkan dari sektor pariwisata keterkitan ke depan berkisar 1.50 - 4.64, sedangkan keterkaitan ke belakang berkisar 2.89 - 3.63. Subsektor peternakan memiliki koefisien pengganda keterkaitan ke depan yang lebih besar daripada subsektor pertanian lainnya, sedangkan yang terendah adalah subsektor kehutanan.

Dalam hal keterkaitan ke belakang di Provinsi Bali untuk sektor pertanian dansektor pariwisata masing masing menduduki urutan kedua, keempat dan kedelapan di antara ke 28 sektor lainnya. Hampir semua dari subsektor pertanian dan pariwisata mempunyai koefisien lebih dari satu atau diatas rata-rata.

Dari aspek pengganda nilai tambah, pada sektor pertanian yang memiliki nilai tertinggi adalah subsektor kehutanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan, berturut-turut sebesar 1.70, 1.68, dan 1.66. Untuk sektor pariwisata subsektor yang memiliki pengganda nilai tambah tertinggi adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor atraksi budaya dan subsektor industri kerajinan dari bahan galian, berturut-turut sebesar 1.73, 1.73 dan 1.71. Sementara itu, subsektor tanaman bahan makanan dari sektor pertanian dan subsektor industri barang perhiasan dari sektor pariwisata yang memiliki koefisien pengganda nilai tambah yang paling rendah dibandingkan dengan subsektor pertanian dan pariwisata lainnya.

Untuk sektor lainnya, koefisien nilai tambah subsektor perdagangan, subsektor pertambangan dan subsektor jasa pemerintahan umum masih lebih tinggi dari subsektor lainnya, namun sedikit lebih kecil dari industri makanan, minuman dan tembakau. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan sektor pertanian dan sektor pariwisata sangatlah tepat bagi perekonomiaan Provinsi Bali mengingat komoditas ini mempunyai koefisien pengganda nilai tambah yang tinggi, bahkan untuk subsektor peternakan dan industri tekstil, pakaian jadi alas kaki dan barang dari kulit mempunyai nilai tertinggi dibandingkan 28 sektor perekonomian lainnya.

Dari aspek pengganda faktor produksi, subsektor pertanian secara keseluruhan, kecuali pada subsektor perkebunan dan subsektor dari sektor pariwisata, memiliki koefisien pengganda kapital yang lebih besar dari koefisien pengganda tenaga kerja. Mengacu pada pemaparan hasil analisis dari Tabel 4.1 dapat diuraikan dengan jelas urutan subsektor yang menempati urutan teratas sampai terbawah apabila dilakukan perankingan. Hasil ranking subsektor berdasarkan koefisien pengganda output bruto, keterkaitan dan nilai tambah disajikan pada Tabel 4.2.

Mengacu pada 10 subsektor yang menempati ranking teratas dapat dinyatakan bahwa pada sektor pertanian ada dua subsektor yang termasuk dalam 10 ranking teratas, yakni seubsektor peternakan (ranking 1) dan subsektor perikanan (ranking 8). Untuk sektor pariwisata ada empat subsektor, yakni subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit (rangking 4), subsektor industri makanan, minuman dan tembakau (ranking 5), subsektor atraksi budaya (ranking 6), dan subsektor restoran dan rumah makan (ranking 7). Selanjutnya, untuk sektor pariwisata ada tiga subsektor yang termasuk dalam 10

(10)

3440 | ILMU dan BUDAYA

subsektor yang menempati ranking teratas, yakni subsektor perdagangan (ranking 2), subsektor jasa pemerintahan umum (ranking 3), dan subsektor industri kayu (ranking 9).

Tabel 4.2. Ranking Sektor Produksi Berdasarakan Koefisien Pengganda Output Bruto, Keterkaitan dan Nilai Tambah di Provinsi Bali Tahun 2007 No Sektor Produksi Output

Keterkaitan

Nilai

tambah Total Ranking Ke

Depan

Ke Belakang

A Pertanian

1 Tanaman bahan makanan 3 3 27 24 57 14

2 Perkebunan 18 21 26 20 85 24

3 Peternakan 1 1 4 9 15 1

4 Kehutanan 28 28 24 7 87 25

5 Perikanan 10 12 15 11 48 8

B Pariwisata

6 Restoran, dan rumah makan 6 6 10 17 39 7

7 Hotel 23 23 16 16 78 23

8 Industri makanan, minuman dan

tembakau 5 5 8 18 36 5

9 Industri tekstil, pakaian jadi, alas

kaki dan barang dari kulit 15 15 2 3 35 4

10 Industri kerajinan dari bahan

galian 26 25 9 6 66 18

11 Industri barang perhiasan 24 24 13 27 88 26

12 Travel biro 22 22 18 14 76 21 13 Atraksi budaya 7 7 19 4 37 6 C Lainnya 14 Perdagangan 2 2 11 5 20 2 15 Pertambangan 27 26 21 2 76 20 16 Industri kayu 16 13 7 12 48 9

17 Industri kertas, barang dari kertas

dan karton 20 18 6 13 57 15

18 Industri kimia, brg dr kimia,

karet dan plastik 17 16 5 15 53 13

19 Bahan bakar minyak 9 8 28 28 73 19

20 Industri karoseri dan alat

angkutan 21 20 23 26 90 27

21 Listrik dan Air minus 13 14 14 10 51 12

22 Bangunan 19 19 3 8 49 10

23 Anghutan umum darat dan

angkutan darat lainnya 12 11 17 22 62 17

24 Angkutan laut antar pulau/negara 25 27 20 19 91 28

25 Angkutan udara 8 9 12 21 50 11

26 Komunikasi, pos, giro 14 17 22 23 76 22

27 Perbankan 4 4 25 25 58 16

28 Jasa Pemerintahan Umum 11 10 1 1 23 3

Dengan memperhatikan temuan temuan di atas maka pembangunan ekonomi di Provinsi Bali dapat menyandarkan prioritas pengembangannya pada sub-subsektor peternakan, tanaman bahan makanan, industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, restoran dan rumah makan dan atraksi budaya. Hal ini tercermin dari rekapitulasi sektor/subsektor yang memiliki koefisien pengganda output, keterkaitan, nilai

(11)

ILMU dan BUDAYA | 3441

tambah dan faktor produksi terbesar di Provinsi Bali Tahun 2007 sebagaimana disajikan pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3. Rekapitulasi Sektor yang Memiliki Koefisien Pengganda Output, Keterkaitan, Nilai Tambah dan Faktor Produksi Terbesar di Provinsi Bali Tahun 2007 Sektor Output Bruto Keterkaitan Nilai Tambah Faktor Produksi Ke Depan Ke Belakang Tenaga Kerja Kapital

Pertanian Peternakan Peternakan Peternakan Kehutanan Peternakan

Tanaman bahan makanan Pariwisata Industri makanan, minuman dan tembakau Industri makanan, minuman dan tembakau Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari

kulit

Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari

kulit

Industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari

kulit

Restoran dan rumah

makan

Lainnya Perdagangan Perdagangan

Jasa pemerintahan umum Jasa pemerintahan umum Jasa pemerintahan umum Perbankan

5. Kesimpulan Dan Implikasi Kebijakan 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata masih memegang peranan yang dominan dalam pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan yang lebih merata dalam perekonomian Provinsi Bali. Namun dalam penyerapan tenaga kerja masih lebih rendah dari sektor pertanian. Walaupun sektor pariwisata masih tetap mendominasi dalam pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan, kontribusi sektor pertanian ini tidak perlu diragukan. Sektor pertanian telah teruji pada masa krisis 1998 sampai pada perbaikan ekonomi pada saat itu, sektor ini sangat berperan untuk mengatasi krisis tersebut.

Secara spesifik dari hasil analisis dalam studi ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Hasil analisis pada pengganda output bruto subsektor yang memiliki koefisien tertinggi, dari sektor pertanian adalah subsektor peternakan, subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Dari sektor pariwisata adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan, dan subsektor atraksi budaya.

2. Hasil analisis pengganda keterkaitan ke depan yang mempunyai nilai lebih dari satu yang tertinggi, dari sektor pertanian adalah subsektor peternakan, subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Kemudian dari sektor pariwisata adalah, subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan serta atraksi budaya.

(12)

3442 | ILMU dan BUDAYA

3. Hasil analisis pengganda keterkaitan ke belakang yang mempunyai nilai lebih dari satu yang tertinggi, dari sektor pertanian yaitu subsektor peternakan, subsektor perikanan dan subsektor kehutanan. Kemudian dari sektor pariwisata, adalah subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor restoran dan rumah makan, serta subsektor industri kerajinan dari bahan galian.

5.2. Implikasi Kebijakan

Pembangunan ekonomi Provinsi Bali tahun 2007 yang ditinjau berdasarkan kegiatan sektoral masih diprioritaskan pada sektor pariwisata. Hal itu pada gilirannya akan memberikan dampak terhadap peran sektor-sektor ekonomi lainnya. Studi ini menunjukkan bahwa dua sektor yang memperlihatkan peran besar di provinsi Bali sampai tahun 2007, sektor pertanian yang mencakup subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. dan sektor pariwisata yang mencakup subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, subsektor industri tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan barang dari kulit, subsektor industri kerajinan dari bahan galian, subsektor industri barang perhiasan, subsektor restoran dan rumah makan, subsektor hotel, subsektor travel biro dan subsektor atraksi budaya.

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa implikasi kebijakan dalam studi ini. Dari aspek makroekonomi, pertama, memberikan stimulus ekonomi berupa suntikan dana dalam menumbuh kembangkan sektor pertanian dan pariwisata melalui investasi pemerintah dan swasta. Untuk menciptakan dan mendorong pihak swasta menginvestasikan dananya perlu diberikan kemudahan dalam bentuk data base, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. Kedua, memberlakukan kebijakan suku bunga pinjaman (kredit) lunak, dengan mendorong pihak perbankan dalam melakukan fungsinya dengan sungguh-sungguh. Ketiga, kebijakan-kebijakan yang nyata seperti kebijakan pupuk, pembinaan, pembibitan, melindungi para petani dari tengkulak dan memberikan perlindungan tentang harga hasil pertanian, serta pemerintah tidak perlu melakukan impor produk-produk hasil pertanian. Kebijakan-kebijakan yang nyata untuk sektor pariwisata terutama subsektor restoran dan rumah makan, subsektor hotel dan subsektor travel biro, dengan kebijakan perpajakan, merasionalisasi struktur regulasi dan insentif.

(13)

ILMU dan BUDAYA | 3443 DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, A. 2000. Impact of Agriculture Trade and Subsidy Policy on The

Macroeconomy , Distribution, and environment in Indonesia: A Strategy for Future Industrial Development. The Developing Economies, 38 (4) 547

– 571.

Adelnan, I. 1995. Institution and Development Strategies. The Selected Esay of

Irma. University of California Press. Barkley.

Adelman, I. and S. Vogel. 1991. The Relevance of ADLI to Sub-Saharan Africa.

Working Paper No. 590. Department of Agricultural and Resource

Economics, University of California, California.

Adisasmita, R. 2008. Pengembangan Wilayah: Konsep dan Teori. Graha Ilmu Yogyakarta, Edisi Pertama.

Alderman, H. and M. Garcia. 1993, Poverty, Household Food Security, and

Nutritional in Rural Pakistan. Research Report 96 International Food

Policy Research Institute, Washington, DC.

Anonim, 1989, : Pola Dasar Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Tahun 1988 -1993 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 9 Tahun 1988 . Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.

Anonim, 2008. Data Kepariwisataan. 2008. Data Perbandingan Pariwisata Bali 1989 dan 2008 Dinas Pariwisata Tingkat I Bali, Nitimandala Renon

Denpasar.

Antara, M. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan terhadap

Kinerja Perekonomian Bali: Pendekatan Social Accounting Matrix.

Desertasi Doktor. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anwar, M.A. 1983. Pertumbuhan Pertanian dilihat dari Pertumbuhan Produk

Domestik Bruto di Indonesia, 1960-1980. Disertasi Doktor. Program

Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Asia - Pacific Economic Cooperation Tourism Working Group. 2002. Best Practice in Tourism Satellite Account Development in APEC member Economies. APEC Secretariat , Alexandra Point, Singapore.

(14)

3444 | ILMU dan BUDAYA

Australian Bureau of Statistics. 1994. Framework for the Collection and

Publication of Tourism Statistics. Australian Bureau of Statistics,

Canberra.

Azis, I. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Hasil Registrasi Penduduk Provinsi Bali. 2008.

Badan Pusat Statistik. Provinsi Bali. 2009. Bali dalam Angka; Survey Kepariwisataan di Bali 2004-2008. Lama Tinggal, Pengeluaran Wisatawan, dan Karakteristik Wisatawan.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali 2009. Bali dalam Angka; Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2004 – 2008.

Badan Pusat Statistik Jakarta. 2003. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2000.

Badan Pusat Statistik Jakarta. 2005. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2005.

Budiharsono, S. 1996. Transformasi Struktural dan Pertumbuhan Ekonomi antar

Daerah di Indonesia, 1969-1987. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Chung – I Li, Jennifer. 2006 : A 1998 Social Accounting Matrix (SAM) For

Thailand, University of North Carolina at Chapel Hill, International Food

Policy Research Institute.

Cohen, S. I. 1989. Multiplier Analysis In Social Accounting Matrix and Input

Output Framework Eviden For Several Countries. In Frontier of

Input-Output Analysis ( Edited by Miller, R.E. Poleske, and A Rose) Oxford University Press. New York, PP 78 – 99.

Cooper , C and J. Fletcher. 1993 Tourism, Principles & Practice Longman Group, Limited, Essex.

Damanik, J. 2010. Merancang Format Baru Pariwisata yang Menyejahterakan Rakyat.

Daryanto, A, Hafizrianda, Y. 2010. Analisis Input-Output & Social Accounting

Matrix, untuk Pembangunan Ekonomi Daerah, Penerbit IPB Press, Cetakan

(15)

ILMU dan BUDAYA | 3445

De Janvry, A. and E. Sadoulet. 1986. Agricultural Growth in Developing

Countries and Agricultural Imports: Econometric and General Equilibrium Analysis. Working Paper No. 424. Department of

Agricultural and Resource Economics, University of California. California.

Department of Culture and Tourism. 2007. Bali Tourism Satellite Account. Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2008. Bali Tourism Statistics.

Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori

Ekonomi Pertumbuhan dan Pembangunan. Pustaka LP3ES, Jakarta.

Ghalib, R. 2005. Ekonomi Regional, edisi pertama, Pustaka Ramadhan, Bandung.

Ginting, R. 2006. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan

Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara: Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Glasson, J. terjemahan Aris Yakub (1990). Pengenalan Perencanaan Wilayah,

Konsep Teori, dan Amalan, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, Kuala Lumpur.

Greenfield,C.C. 1985. A Social Accounting Matrix for Bostwana 1974 – 1975, in

Social Accounting Matrix, A Basic for Planning. Edited by Pyaat and

Round. A World Bank Symposium. PP 126 – 144.

Hall, C.M. 1994. Tourism in the Pacific Rim: Development, Impacts and

Markets. Longman Ausralia Pty Ltd, Melbourne.

Hafizrianda, Y. 2007. Dampak Pembangunan Sektor Pertanian terhadap

Distribusi Pendapatan dan Perekonomian Regional Provinsi Papua: Suatu Analisis Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Disertasi Doktor

Institut Pertanian Bogor, Bogor

Heriawan, R. 2004. Peranan dan Dampak Pariwisata pada Perekonomian

Indonesia . Suatu Pendekatan Model I–O dan Social Accounting Matrix,.

Disertasi Doktor Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hery S. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi Di Sektor Agroindustri terhadap

Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia, dengan Pendekatan Social Accounting Matrix. Disertasi Doktor Institut Pertanian Bogor,

(16)

3446 | ILMU dan BUDAYA

Hayami, Y. and V.W. Ruttan. 1971. Agriculture Development: An International

Perspective. The Johns Hopkins Press, London.

Hoover, E,M. and F. Giarratani. 2002. An Introduction to Regional Economics. Regional Research Institute West Virginia University.

Isard,W, I.J. Azis, M.P. Drennan, R.E. Miller, S. Saltzman and E. Thorbcke. 1998. Methods of Interregional and Regional Analysis. Ashgate, Aldershot.

Ismail, M. 1995. Pertumbuhan dan Pemerataan, Analisis Teori dan Bukti Empirik. Prisma, 24 (1): 3-15.

Jennifer Chung – I Li. 2006. Social Accounting Matrix (SAM) for Thailand, Trade

and Macroeconomics Division International Food Policy Research Institute. University Of North Caroline at Chapel Hill.

Jhingan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Terjemahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kasryno, F. dan J.F. Stepanek. 1985. Dinamika Pembangunan Pedesaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Khan, H.A. and E. Thorbecke. 1989. Macroeconomic Effects of Technology

Choic: Multiplier and Structural Path Analysis Within a SAM Framework. Journal of Policy Modelling, 11(1) : 131-156.

Mankiw, G. 2003. Macroeconomics. Fourth Edition. Worth Publishers, New York.

Nicholson, W. 2000. Intermediate Microeconomics And Its Application, Eight Edition. Harcourt College Publisher, Massachusetts.

Nokkala, M. 2002. Social Accounting Matrix and Sectoral Analysis: The Case of

Agricultural Sector Investment in Zambia. Pakistan-report 10. pdf.

Pyaat , G. and I.J. Round. 1985. Social Accounting Matrix : A Basic For Planning. The World bank, Washington , DC.

Romer, D.1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies, Inc, New York.

Stabler, J, Papatheodorou, A, and Sinclair, M. 2010. The Economics of Tourism, Second Edition, Stimultaneously published in the USA and Canada by Routledge, 270 Madison Avenue, New York, NY 10016.

(17)

ILMU dan BUDAYA | 3447

Stynes J. Daniel. 2003. Economic of Tourism. International Journal.

Sumartono. 1985. Studi Analisis Keterkaitan dan Ketergantungan Sektor

Pertanian dalam Struktur Perekonomian di Indonesia: Tesis Fakultas

Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Thorbecke, E. 1985. The Social Acounting Matrix and Consistency Type

Planning Model, in A World Bank. Symposium Social Accounting Matrix

Model ( Edited by Pyaat, G and J.I. Round). The World Bank, Washington, DC, USA PP. 207- 256.

Thorbecke. E. and H.E. Babcock. 2000. The Use Of Accounting Matrix in

Modelling, Profesor of Economics and Food Economics. Cornell

University, Revised Version.

Todaro, M.P. 2.000. Economic Development. Sevent edition. Pearson Education Limited , New York.

United Nation and World Tourism Organization, Recommendation and Tourism Statistics. New York, 1994.

Wahyu, E.N. 2008. Analisis Sumber Pertumbuhan, Keterkaitan dan Distribusi

Pendapatan dalam Proses Perubahan Struktural Ekonomi. Provinsi Jawa

Barat. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wagner, JE. 1999. Development a Social Accounting Matrix to Examine Tourism

in The Area de Protecao Ambiental de Guaraquecaba, Brazil. Working

Paper No. 58. Southeastern Center for Forest Economics Research. Research Triangle Park, Syracuse.

Wie, T.K. 1981. Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan. Beberapa Pendekatan Alternatif. LP3ES . PP. 3 – 36.

Wood, K. (2005). Pro-Poor Tourism as a Means of Sustainable Development in the Uctubamba Valley. Northern Peru.

World Tourism Organization. 1994. Concepts, Difinitions and Clasifications for

Tourism Statistics. Technical Manual No.1. Collection of Tourism

Expenditure, Madrid, Spain.

____________________ 1995. The General Guidelines for Developing The

tourism Satellite Account (TSA). Measuring of Total Tourism Demand

Volume 1. WTO Departmen of Statistics Economic Measurement of Tourism. Madrid.

(18)

3448 | ILMU dan BUDAYA

_____________________ 1995. Concepts, Definitions and Classifications for

Tourism Statistics. Technical Manual No.1. World Tourism Organization,

Madrid.

Yotopoulus, P.A. and J.B. Nuggent. 1976. Economics of Development: Empirical

Investigation. Harper International Edition, Times Printed Sdn. Bhd,

Singapore.

Gambar

Tabel  4.1,  menyajikan  hasil  analisis  pengganda  output  bruto,  pengganda  keterkaitan  (ke  depan  dan  ke  belakang),  pengganda  nilai  tambah,  dan  pengganda  faktor  produksi  (tenaga  kerja  dan  kapital)
Tabel 4.2.  Ranking Sektor Produksi Berdasarakan Koefisien Pengganda Output  Bruto, Keterkaitan dan Nilai Tambah di Provinsi Bali Tahun 2007
Tabel 4.3.  Rekapitulasi  Sektor  yang  Memiliki  Koefisien  Pengganda  Output,  Keterkaitan,  Nilai  Tambah  dan  Faktor  Produksi  Terbesar  di  Provinsi  Bali  Tahun 2007  Sektor  Output  Bruto  Keterkaitan  Nilai  Tambah  Faktor Produksi Ke  Depan Ke

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia pun kemudian muncul perundang-undangan yang sejalan dengan deklarasi tersebut, yakni: (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan

a) Aspek Hukum Teknis Substansi yang pertama ialah persoalan teknikal atau aspek teknologi (Technology aspect). Tergolong dalam substansi hukum pertama adalah hal-hal

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Musi Rawas yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk peramalan adalah Jaringan Syaraf Tiruan atau biasa disebut dengan Arificial Neural Networks dengan menggunakan

 Penataan kawasan permukiman perkotaan melalui konsolidasi tanah. Rencana pengembangan kawasan permukiman yang terkait dengan pengembangan industri, pertambangan,

Menurut Zethaml dan Bitner (Lupiyoadi, 2014:7) jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang umumnya

Penentuan cadangan disesuaikan dengan metode Illinois terdapat persyaratan yang harus terpenuhi yaitu nilai premi bersih tahunan yang dibayarkan tertanggung lebih besar dari