• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR Analisis Peningkatan Perdagangan Intra ASEAN dalam Rangka Peningkatan Ekspor Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR Analisis Peningkatan Perdagangan Intra ASEAN dalam Rangka Peningkatan Ekspor Indonesia"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

Analisis Peningkatan Perdagangan Intra ASEAN dalam Rangka

Peningkatan Ekspor Indonesia

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional

Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

Kementerian Perdagangan

2016

(2)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga analisis yang berjudul “Analisis Peningkatan Perdagangan Intra ASEAN dalam

Rangka Peningkatan Ekspor Indonesia”, dapat diselesaikan.

Selain itu Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Pengkajian Kerjasama Perdagangan Internasional, BPPP Kemendag dan Kepala Bidang Kerjasama Regional di Pusat Pengkajian Kerjasama Perdagangan Internasional atas arahan dan bimbingan dalam penulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan dan pihak lain yang memberikan bantuan dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Menyadari laporan ini masih banyak kekurangan, diharapkan masukan yang membangun untuk memperbaiki laporan ini dimasa mendatang.

TIM PENGKAJI

(3)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan iii

ABSTRAK

ANALISIS PENINGKATAN PERDAGANGAN INTRA ASEAN DALAM RANGKA PENINGKATAN EKSPOR INDONESIA

Sejak dimulainya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 1993 perdagangan intra ASEAN yang diharapkan tumbuh cepat ternyata berjalan lamban. Sekretaris Jenderal ASEAN mengharapkan perdagangan intra ASEAN dapat meningkat sampai 30 persen pada tahun 2020. Namun berdasarkan data ASEAN Secretariat tahun 2016, perdagangan intra ASEAN mengalami stagnasi dikisaran 20-24 persen selama beberapa kurun waktu terakhir, meskipun hambatan tarif sudah mendekati zero tariff. Hasil analisis gravity model menunjukan bahwa variabel PDB negara eksportir dan importir, kemampuan logistik, dan efektivitas tata kelola pemerintah negara eksportir dan importir berpengaruh positif dan signifikan meningkatkan perdagangan intra ASEAN. Sedangkan jarak dan bahasa komunikasi berpengaruh signifikan menurunkan perdagangan intra ASEAN. Selain itu, berdasarkan hasil analisis Revealed Comparative

Advantage (RCA) dan Intra-Industry Trade (IIT) produk Indonesia yang mampu

meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan memiliki daya saing tinggi adalah produk kendaraan bermotor lainnya. Sedangkan produk yang perlu didorong pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan perdagangan intra ASEAN adalah produk makanan dan minuman olahan serta suku cadang dan aksesoris kendaraan bermotor.

(4)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan iv

DAFTAR ISI

Judul……….i Kata Pengantar………..……….ii Abstrak………...iii Daftar Isi……….…iv Daftar Tabel……….vi Daftar Gambar………..………vii Bab I Pendahuluan……….……….1 1.1 Latar Belakang………..1 1.2 Rumusan Masalah………...…4 1.3 Tujuan Penelitian………...….5

1.4 Output dan Manfaat………5

1.5 Dampak / Manfaat……….….5

1.6 Ruang Lingkup………..5

1.7 Sistematika Penulisan………..6

Bab II Tinjauan Pustaka dan Metodologi Penelitian………...………….7

2.1 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran Penelitian………7

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi……….………7

2.1.2 Dampak Kreasi Perdagangan dari FTA………...………15

2.1.3 Dampak Diversi Perdagangan dari FTA……….16

2.1.4 Gravity Model……….18

2.1.5 Indeks Perdagangan………...…………22

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Terkait Perdagangan Intra Regional………..23

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian………...……24

2.4 Metodologi Penelitian………25

2.4.1 Jenis dan Sumber Data………..……25

(5)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan v

Bab III Pembahasan……….……30

3.1 Analisis Kinerja Perdagangan dan Daya Saing Negara Anggota ASEAN……….……30

3.1.1 Intra-Industry Trade (IIT)………..30

3.1.2 Revealed Comparative Advantage (RCA)………..………36

3.1.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perdagangan ASEAN…...42

Bab IV Penutup………..……….54

4.1 Kesimpulan………..54

4.2 Saran………...……….54

(6)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai IIT Indonesia Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………31

Tabel 3.2 Nilai IIT Malaysia Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………...32

Tabel 3.3 Nilai IIT Singapura Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………33

Tabel 3.4 Nilai IIT Thailand Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………...34

Tabel 3.5 Nilai IIT Filipina Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………..35

Tabel 3.6 Nilai IIT Vietnam Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………....36

Tabel 3.7 Nilai RCA Indonesia Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014……….37

Tabel 3.8 Nilai RCA Malaysia Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………38

Tabel 3.9 Nilai RCA Singapura Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014……….………39

Tabel 3.10 Nilai RCA Thailiand Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014……….…..40

Tabel 3.11 Nilai RCA Filipina Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………....41

Tabel 3.12 Nilai RCA Vietnam Ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014………..42

Tabel 3.13 Hasil Analisis Gravity Model………..………51

Tabel 3.14 Rata-rata Rasio Kesuksesan Integrasi Komoditas yang diperdagangan di Intra ASEAN Berdasarkan Broad Economic Categories (BEC) Selama Periode Tahun 2007-2014………53

(7)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Aliran Investasi Negara Donor ke Negara ASEAN dan Partner Dagangnya…1

Gambar 1.2 Pangsa GDP negara Anggota ASEAN……….…..2

Gambar 1.3 Pangsa Ekspor Intra ASEAN……….3

Gambar 1.4 Pangsa Impor Intra ASEAN………4

Gamabr 2.1 Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional……….………9

Gambar 2.2 Dampak Penciptaan atau Kreasi Perdagangan dari Pembentukan Free Trade Agreement………16

Gambar 2.3 Dampak Diversi Perdagangan Akibat Pembentukan FTA………...18

(8)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai suatu kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara, ASEAN tumbuh menjadi kawasan ekonomi yang kompetitif di dunia. Gross domestic product (GDP) negara ASEAN menempati peringkat ke-7 terbesar di dunia dan terbesar ke-3 di Asia. (Sekretariat ASEAN, 2015). Selain itu ASEAN juga berkembang menjadi salah satu tujuan utama investasi dunia. Hal ini terlihat dari adanya dana investasi asing yang masuk ke ASEAN sebesar 136 juta US$ pada tahun 2014. Dalam bidang perdagangan ASEAN juga mencatat prestasi yang luar biasa dimana dari tahun 2007 sampai dengan 2014 nilai total perdagangan meningkat hampir 1 triliun Dollar Amerika, yang mana share terbesarnya berasal dari perdagangan intra-ASEAN sebesar 24,1 persen.

Dalam hal investasi selama tahun 2012-2014 dari total dana investasi asing yang masuk sebesar 369 milyar US Dollar; 17,4 persen berasal dari ASEAN; kemudian diikuti secara berurutan oleh Uni Eropa sebesar 15,7 persen; Jepang 15,3 persen; Amerika Serikat 8,8 persen, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebesar 5.8 persen (Sekretariat ASEAN, 2015). Sedangkan dalam share perdagangan ASEAN berdasarkan mitra dagang, perdagangan intra ASEAN menduduki share tertinggi dengan persentase 24,1 persen; diikuti oleh RRT sebagai mitra dagang utama ASEAN sebesar 14,5 persen; Uni Eropa sebesar 14,5 persen; Jepang 9,1 persen; dan Amerika Serikat 8,4 persen. Secara detil dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sumber: ASEAN Secretariat (2015)

Gambar 1.1. Aliran Investasi Negara Donor ke Negara ASEAN dan Mitra Dagangnya.

Selama tahun 2011-2015 Indonesia merupakan negara dengan kontribusi terbesar dalam GDP ASEAN dengan total share lebih dari 35 persen, diikuti oleh Thailand diperingkat ke-2 sebesar 16 persen, Malaysia dan Singapura diperingkat ke-3 dan

(9)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 2 ke-4 sebesar 12 persen (IMF, 2016). Pangsa GDP negara anggota ASEAN secara detil dapat dilihat pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2. Pangsa GDP negara Anggota ASEAN

Berdasarkan Gambar 1.2. meskipun GDP Indonesia besar akan tetapi ekspor dan impor Indonesia bukanlah yang terbesar di ASEAN. Impor ASEAN didominasi oleh Singapura, Malaysia, dan Thailand selama kurun waktu tahun 2011-2015. Secara total, nilai perdagangan Indonesia ke ASEAN hanya menduduki peringkat ke-3 dibawah Singapura dan Malaysia. Berdasarkan data IMF pada tahun 2015 ekspor Indonesia ke ASEAN tercatat sebesar 17,15 persen; lebih rendah dibandingkan dengan Singapura dengan total ekspor terbesar ke ASEAN sebesar 24,72 persen; dan Malaysia sebesar 18,14 persen; menduduki peringkat ke-2. Hal yang menarik dalam perkembangan ekspor negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya selama periode 2011-2015 adalah bahwa total persentase ekspor sebagian besar negara mengalami penurunan kecuali Vietnam, Filipina, dan Myanmar. Indonesia mengalami penurunan dari yang sebelumnya pada tahun 2011 sebesar 19,09 persen menjadi 17,15 persen di tahun 2015; Singapura dari 29,07 persen menjadi 19,37 persen menjadi 18,14 persen; sedangkan hal sebaliknya dialami Vietnam yang mengalami peningkatan dari 7,78 persen menjadi 10,12 persen; Filipina dari 5,60 persen menjadi 6,60 persen; dan Myanmar dari 1,89 persen menjadi 2,86 persen (Lihat Gambar 1.3.)

(10)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 3

Sumber: IMF,2016

Gambar 1.3. Pangsa Ekspor Intra ASEAN

Hal yang sama juga terjadi dalam share impor negara ASEAN dari ASEAN dimana Indonesia hanya menempati peringkat ke-4 dibawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Pada tahun 2015 impor Indonesia tercatat sebesar 12,43 persen, sedangkan Singapura sebagai negara pengimpor terbesar sebesar 30,06 persen; Malaysia 23,99 persen; dan Thailand 19,31 persen. Selama periode 2011 – 2015 share impor beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina mengalami penurunan. Indonesia dari semula pada tahun 2011 sebesar 16,27 persen turun menjadi 12,43 persen di tahun 2015, Malaysia dari 26,06 persen menjadi 23,99 persen; dan Filipina dari 4,52 persen menjadi 3,87 persen. Sedangkan beberapa negara seperti Singapura, Thailand, dan Vietnam mengalami kenaikan. Singapura dari semula tahun 2011 sebesar 26,60 persen naik menjadi 30,06 persen; Thailand dari 19,31 persen menjadi 21,41 persen; dan Vietnam dari 1,40 persen menjadi 5,34 persen. Secara detil dapat dilihat pada Gambar 1.4.

(11)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 4

Sumber: IMF,2016

Gambar 1.4. Pangsa Impor Intra ASEAN

Seiring dengan telah diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tanggal 31 Desember 2015, diharapkan perdagangan intra ASEAN dapat tumbuh menjadi 30 persen di tahun 2020 dari yang sebelumnya hanya sekitar 24 persen. Indonesia sebagai negara dengan kontribusi terbesar dalam GDP terbesar di ASEAN diharapkan dapat mempunyai peran yang besar dalam rangka meningkatkan perdagangan intra ASEAN.

Berdasarkan uraian tersebut maka akan dilakukan kajian mengenai “Analisis Peningkatan Perdagangan Intra ASEAN dalam Rangka Peningkatan Ekspor Indonesia”.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka pertanyaan penelitian pada kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kinerja perdagangan intra ASEAN dan posisi daya saing Indonesia di antara negara ASEAN lainnya

b. Faktor-faktor apa yang memengaruhi perdagangan intra ASEAN? c. Seberapa besar kesuksesan kerjasama perdagangan intra ASEAN?

(12)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 5

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menganalisis kinerja perdagangan intra ASEAN dan posisi daya saing Indonesia di antara negara ASEAN lainnya.

b. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan intra ASEAN c. Menganalisis kesuksesan kerjasama perdagangan intra ASEAN

Berdasarkan analisis tersebut diatas akan disusun rekomendasi dan strategi/kebijakan untuk meningkatkan peran Indonesia dalam perdagangan intra ASEAN.

1.4 OUTPUT DAN MANFAAT

Kajian ini akan menghasilkan laporan dan memo kebijakan terkait kebijakan apa saja yang perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan sikap apa yang perlu diambil Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut.

1.5 DAMPAK DAN MANFAAT

Diharapkan hasil dari analisis ini dapat menjadi masukan bagi Direktorat Kerjasama ASEAN dan Kementerian Perdagangan serta stakeholder secara umum dalam upaya meningkatkan peran Indonesia dalam upaya meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan

1.6 RUANG LINGKUP

Analisis ini dilakukan dengan batasan pengkajian sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan untuk menganalisis kinerja perdagangan adalah indeks RCA dan IIT. Indeks RCA dan IIT yang dianalisis dalam kajian ini meliputi komoditas yang masuk kategori BEC (Broad Economic Categories) kecuali komoditas pelumas. BEC merupakan statistik perdagangan internasional yang mengklasifikasikan komoditas yang terdiri makanan (food), industrial supplies,

capital equipment, consumer durable dan consumer non-durables. Basis dari BEC

adalah SITC (Standad International Trade Classification). Data untuk menganalisis kinerja perdagangan diperoleh dari WITS, sedangkan variabel non

(13)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 6 ekonomi seperti indeks controll of corruption, government effectiveness, politicall

stability and absence of violence/terrorism, reguatory quality, dan rule of law

diperoleh dari WDI (Worldwide Governance Indicator).

2. Untuk analisis gravity model data panel, cross section terdiri dari aliran perdagangan (trade flow) ekspor dari 6 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filiphina, dan Vietnam. Studi Okabe menunjukkan anggota ASEAN lainnya seperti Vietnam, Kamboja, dan Myanmar kontribusi total terhadap ekspor dan impor intra ASEAN masih relatif rendah yaitu sekitar sekitar 10.9 persen terhadap ekspor dan 6 persen terhadap impor. Namun demikian untuk kajian ini Vietnam ikut serta dikaji mengingat akhir-akhir ini Vietnam merupakan salah satu negara yang meningkat kontribusinya sebagai penyedia input dalam GVC (Kemendag, 2015). Series tahun dari studi ini selama periode tahun 2006-2014

3. Indeks kesuksesan integrasi perdagangan ASEAN diperoleh dengan membandingkan aliran perdagangan aktual dengan potensial dari gravity model yang diestimasi.

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN , berisikan uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan kajian, output dan manfaat kajian, ruang lingkup kajian dan sistematika laporan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI, berisikan uraian mengenai teori perdagangan internasional dan penelitian terdahulu serta metode analisis yang digunakan dalam kajian.

BAB III ANALISIS, berisikan uraian berupa analisis kualitatif dan hasil analisis

gravity model.

(14)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI PENELITIAN

2.1 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai transaksi dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu negara dengan subjek ekonomi negara lain. Subjek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan internasional terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia dan kemajuan teknologi antar negara (Halwani 2005). Sedangkan menurut Dumairy (1997) perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional: negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

Secara umum, perdagangan internasional terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara lain, sebaliknya impor merupakan barang dan jasa

(15)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 8 yang masuk ke suatu negara. Negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negerinya dapat mengekspor kelebihan produksi tersebut ke negara lain. Akan tetapi, negara yang tidak mampu memproduksi sendiri dapat mengimpor dari negara lain. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan permintaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya kelebihan produksi suatu negara dengan kelebihan permintaan negara lain.

Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan mengekspor komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila harga domestik negara 1 sebelum terjadinya perdagangan internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik negara 2 (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi excess supply di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi excess demand karena konsumsi domestiknya lebih besar dibandingkan dengan produksi domestiknya sehingga harga di negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain, sementara negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi X dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di kedua negara.

(16)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 9

Gambar 2.1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional harga di negara 1 adalah sebesar P1, sedangkan harga di negara 2 adalah sebesar P3. Penawaran di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan permintaan di pasar internasional terjadi jika harga internasional lebih rendah dibandingkan dengan P3. Dengan adanya perdagangan internasional, maka negara 1 akan mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan mengimpor komoditi X sebesar B’E’ pada tingkat harga internasional (P2).

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute

comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David

Ricardo (1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of

Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang

menekankan pada biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan. Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki

0 X Px 0 X Px Negara 2 0 X Px Negara 1 P1 P2 P3 A Ekspor Impor B E E S D A’ B’ E’ Sx Dx Dx Sx

(17)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 10 keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative advantage (labor efficiency) dan production

comparative advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan

(Salvator, 1997):

a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi b. Perdagangan bersifat bebas

c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

d. Biaya produksi konstan

e. Tidak terdapat biaya transportasi f. Tidak ada perubahan teknologi

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor

productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh

manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi realtif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi.

Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan

tercapai jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak

(18)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 11 memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya rendah.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model H-O mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-intensive

goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan tenaga kerja berlebih

akan memproduksi dan mengekspor komoditi padat tenaga kerja

(labor-intensive goods). Menurut teori H-O, suatu negara akan memproduksi dan

mengekspor barang dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki secara melimpah, dan mengimpor barang yang untuk memproduksinya diperlukan faktor produksi yang kurang tersedia (langka) di dalam negeri.

Dalam model H-O kepemilikan faktor (kapital dan tenaga kerja) akan menentukan jenis komoditi yang diproduksi dan diekspor serta komoditi yang harus diimpor oleh satu negara. Perbedaan kepemilikan faktor adalah dasar dari keunggulan komparatif yang dimiliki dua negara untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan. Perbedaan kepemilikan faktor produksi tersebut dihitung berdasarkan rasio antara kapital dengan tenaga kerja di masing-masing negara. Sebagai contoh: negara H dan F masing-masing memiliki 2 faktor produksi: K (kapital) dan L (tenaga kerja), dan setiap negara memproduksi komoditi X dan Y. Negara H dikatakan memiliki kapital melimpah apabila kapital per unit tenaga kerja di

H lebih besar dibandingkan di F, atau H H L K > F F L K . Sebaliknya, F dikatakan memiliki tenaga kerja melimpah apabila tenaga kerja per unit kapitalnya

(19)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 12 lebih besar di bandingkan di H, atau F

F K L > H H K L

. Dengan demikian, dapat dikatakan kapital relatif lebih murah di H sedangkan tenaga kerja relatif lebih murah di F. Selanjutnya apabila untuk menghasilkan komoditi Y diperlukan kapital yang lebih banyak (padat kapital), sedangkan untuk komoditi X diperlukan tenaga kerja yang lebih banyak (padat karya) maka dapat dikatakan H memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi Y, dan F memiliki keunggulan komparatif komoditi X. Menurut model H-O, dengan perbedaan intensitas penggunaan faktor dan perbedaan kepemilikan faktor maka apabila kedua negara melakukan perdagangan, H akan berspesialisasi dalam produksi komoditi Y dan F berspesialisasi dalam produksi komoditi X.

Perdagangan bebas diharapkan secara bertahap akan mengurangi hambatan perdagangan sehingga dapat memacu pertumbuhan volume perdagangan internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kerjasama yang dilakukan antara satu negara dengan negara lainnya atau antara satu negara dengan negara yang membentuk kelompok sehingga terciptanya integrasi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan mereka. Sebagian negara-negara yang berada di seluruh dunia telah melakukan integrasi ekonomi dengan negara lain. Secara umum integrasi yang dilakukan oleh setiap negara bertujuan agar posisi ekonominya di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga setiap negara dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan sudah besar. Selain itu, integrasi ekonomi dapat memperluas akses pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara ke tingkat yang lebih tinggi. Studi Meir (1995) menjelaskan integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu kawasan memiliki beberapa manfaat untuk negara-negara yang tergabung dalam integrasi tersebut, seperti terdorongnya efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong industri lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan yang meningkat akibat adanya perbaikan terms of trade.

(20)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 13 Suatu organisasi terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market,

Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih

negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, ”internal tariff” antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki “external

tariff” sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali

dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994).

(21)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 14 Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi

atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom

Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market

menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat

dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota

European Union menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan

Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi.

Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union

secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari

(22)

negara-Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 15 negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika

British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang.

Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama.

2.1.2. Dampak Kreasi Perdagangan dari FTA

Dampak keseimbangan parsial yang bersifat statis dari pembentukan sebuah perserikatan pabean biasanya dihitung atau diukur berdasarkan besar-kecilnya efek kreasi dan diversi perdagangan yang ditimbulkannya. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan oleh impor yang harganya lebih murah (artinya produksinya lebih efisien) dari negara anggota lainnya. Berdasarkan asumsi sumber daya ekonomi terkerahkan secara penuh (full

employment), maka pembentukan perserikatan pabean yang menciptakan

dampak kreasi akan meningkatkan kesejahteraan negara anggota secara keseluruhan karena hal tersebut mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi yang didasarkan pada keuntungan komparatif. Peningkatan pendapatan itu akan membuat negara anggota FTA dapat memperbesar impornya dari negara-negara lain yang bukan anggota.

Pada Gambar 2.2 Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintan dan kurva penawaran komoditi X di negara 2. Sebelum dibentuknya perserikatan pabean, harga komoditi X yang sudah memperhitungkan tarif adalah Px = 2 dolar. Pada tingkat harga tersebut negara 2 akan mengkonsumsi 50X (GH), dan 20X (GJ) merupakan produksi domestik sedangkan 30X (JH) merupakan impor dari negara 1. Pemerintah negara 2 juga mengumpulkan pendapatan tarif sebanyak 30 dolar (MJHN). Negara 2 ini tidak mengimpor komoditi X dari negara 3, karena jika turut dihitung dengan tarif yang diberlakukannya maka harga komoditi X dari negara 3 itu akan melampaui 2 dolar per unit.

(23)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 16 Setelah negara 2 membentuk FTA bersama negara 1, maka negara 2 itu akan meningkatkan konsumsi komoditi X menjadi 70 unit (AB). 10X (AC) diantaranya merupakan produksi domestik sedangkan 60X (CB) merupakan impor dari negara 1 berdasarkan harga bebas tarif Px = 1 dolar. Pendapatan tarif bagi pemerintah negara 2 hilang, namun kesejahteraan konsumen negara 2 akan meningkat karena akan terjadi transfer keuntungan dari produsen domestik ke konsumen domestik yang nilainya setara dengan bidang AGJC. Hal ini memberikan keuntungan statis netto bagi negara 2 secara keseluruhan sebesar 15 dolar, atau setara dengan penjumlahan dua bidang segitiga CJM dan BHN.

Gambar 2.2. Dampak Penciptaan atau Kreasi Perdagangan dari Pembentukan Free Trade Agreement

Sumber: Salvatore (1997)

2.1.3. Dampak Diversi Perdagangan dari FTA

Diversi perdagangan (trade diversion) terjadi apabila impor yang murah (artinya produksinya lebih efisien) dari negara luar yang bukan merupakan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota. Hal ini terjadi karena adanya perlakuan preferensial bagi sesama negara anggota (tarifnya dihapuskan) sehingga produk dari negara luar non anggota yang sesungguhnya lebih murah

1 - 2 - 3 - 4 - 5 - I 10 I 20 I 30 I 40 I 50 I 60 I 70 I 80 A C G J M N H B W U V E Z X S1 S1 + T SX Dx Px ($)

(24)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 17 menjadi lebih mahal karena ia masih harus menanggung tarif. Diversi perdagangan cenderung menurunkan kesejahteraan, karena ia menggeser kegiatan produksi dari para produsen yang lebih efisien (dari negara-negara yang bukan anggota) kepada para produsen yang bukan efisien (dari sesama anggota). Dengan demikian, dengan diversi perdagangan akan memperburuk alokasi sumber daya internasional dan menjauhkan kegiatan-kegiatan produksi dari pola keunggulan komparatifnya. Secara detil dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Dx dan Sx masing-masing melambangkan kurva permintaan dan kurva penawaran komoditi X di negara 2, sedangkan S1 dan S3 masing-masing merupakan kurva penawaran elastis sempurna dalam kondisi perdagangan bebas untuk negara 1 dan negara 3. Jika negara 2 memberlakukan tarif ad valorem secara non-diskriminatif sebesar 100% terhadap komoditi X, maka ia akan mengimpor 30X (GH) berdasarkan Px = 2 dolar dari negara 1. Namun setelah membentuk perserikatan pabean bersama negara 3 maka negara 2 akan mengimpor 45X (C’B’) berdasarkan Px = 1,5 dolar dari negara 3. Peningkatan kesejahteraan bagi negara 2 yang bersumber dari kreasi perdagangan murni mencapai 3,75 dolar (atau setara dengan penjumlahan dua segitiga). Namun kerugian kesejahteraan akibat adanya diversi perdagangan jauh lebih besar, yakni mencapai 15 dolar (setara dengan luas bidang segi empat MNH’J’). Jadi, adanya diversi perdagangan itu mengakibatkan kerugian kesejahteraan netto bagi negara 2 sebesar 11,25 dolar.

(25)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 18

Gambar 2.3. Dampak Diversi Perdagangan Akibat Pembentukan FTA

Sumber: Salvatore (1997)

2.1.4. Gravity Model

Salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk mengestimasi berapa besar barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah adalah gravity model. Pendekatan model gravity digunakan untuk menganalisis perdagangan bilateral suatu negara dengan negara lain. Model gravitasi pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen (1962) yang didasarkan atas penelitian Isard (1954) dalam Chalagan dan Uprasen (2012) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada Gross National Product (GNP) dan jarak geografis antar negara. Model ini disebut model gravity karena menggunakan perumusan yang sama dengan model gravitasi Newton, dimana interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing. Salah satu keunggulan empiris yang dicapai oleh model ini dalam ekonomi internasional, model ini bekerja dengan baik ketika perdagangan bilateral diregresikan pada GDP. Anderson (1979) yang membangun suatu teori untuk gravity equation berdasarkan product differentiation dan fungsi produksi CES dan dilanjutkan oleh Bergstrand (1985, 1989). Sedangkan kontribusi Deardorf (1998) adalah

1 - 2 - 3 - 4 - 5 - I 10 I 20 I 30 I 40 I 50 I 60 I 70 I 80 C’ G J M N H E X S1 S1 + T SX Dx Px ($) 1,5 - H’ B’ S3 I 15 G’ J’

(26)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 19 ide bahwa gravity equation dapat diturunkan tidak hanya berdasarkan HO model tetapi juga berdasarkan pendekatan differentiation product. Selanjutnya model gravity dari Anderson dan Van Wincoop (2003) adalah sebagai berikut:

... ………(2.1)

diturunkan secara teoritik dalam bentuk log-linear gravity model sebagai berikut:

ln xij ln yi ln yj (1)lnij (1)lni (1)lnj ....

(2.2)

Dimana xij = aliran perdagangan bilateral antara Negara i dan j

y , i yj = GDP Negara i dan j

= elastisitas konstan dari subtitusi antara semua

komoditi

i

, j = composite price indices negara i dan j ij

= iceberg trade costs

Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa volume aliran perdagangan antar 2 mitra dagang ditentukan oleh ukuran perekonomian (yang direpresentasikan oleh GDP), perbedaan tingkat harga, iceberg trade cost, dan nilai elastisitas konstan dari subtitusi antara semua komoditi. Beberapa penelitian yang menggunakan Gravity Equation antara lain penelitian Chow dan Zietlow (1995) telah menggunakan Gravity Equation untuk memecahkan masalah kesamaan budaya dan stabilitas politik. Kajian Lovasy (1941), Linders Hypothesis (Linder, 1961) adalah salah satu dari penjelasan yang sangat penting mengenai pola perdagangan dunia dengan produk yang berbeda. Berdasarkan hipotesis ini, volume perdagangan adalah fungsi dari: a country’s wealth, yang diukur dengan GDP per kapita. Kemudian besarnya perbedaan pendapatan per kapita. Hipotesis ini telah diuji oleh Peridy (2005), Marques dan Metcalf (2005) dan Philippidis dan Sanjuan (2006, 2007).

(27)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 20 Secara umum perdagangan dalam penelitian ini dibentuk oleh variabel yang mengukur size suatu negara seperti GDP, GDP per kapita riil dan populasi. Areethamsirikul (2006) meneliti perdagangan intra-ASEAN menggunakan model gravity dengan memasukkan variabel ekonomi yang mencakup GDP dan GDP per kapita. GDP per kapita negara pengekspor maupun pengimpor umumnya memiliki pengaruh positif terhadap permintaan impor suatu negara. Analisis model gravity juga digunakan oleh O’Chalagan dan Uprasen (2012) untuk menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada Gross National Product (GNP) dan jarak geografis antar negara. GDP per kapita negara pengekspor maupun pengimpor umumnya berpengaruh positif pada permintaan impor suatu negara. Menurut Fitzsimons et al. (1999), peningkatan GDP per kapita negara pengekspor akan menyebabkan peningkatan kemampuan produksi negara tersebut, sedangkan peningkatan GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan konsumsi negara tesebut sehingga permintaan untuk impor pun mengalami peningkatan.

Selain GDP dan GDP per kapita, jarak merupakan faktor geografis yang menjadi variabel utama dalam gravity model untuk aliran perdagangan. Jarak memberikan pengaruh dalam masalah biaya transportasi dalam perdagangan. Beberapa spesifikasi gravity model dari produk EGs list menggunakan jarak geografi, dan spesifikasi model lainnya menggunakan jarak ekonomi. Menurut Siahaan (2008), variabel jarak maupun jarak ekonomi dapat berpengaruh negatif dan positif. Apabila jarak berpengaruh negatif maka faktor jarak geografis menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan GDP dalam memengaruhi perdagangan. Hal ini disebabkan jarak dapat meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Namun, jarak ekonomi dapat berpengaruh positif karena faktor GDP menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan dengan jarak geografis. Di samping itu, dalam penelitian Manik (2012), jarak ekonomi secara signifikan berpengaruh positif terhadap impor disebabkan adanya komisi perdagangan dari suatu transaksi. Adanya komisi transaksi yang diberikan kepada perantara (broker) akan memengaruhi transaksi

(28)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 21 perdagangan internasional. Hal ini disebabkan, semakin tinggi nilai perdagangannya, maka semakin tinggi juga komisi transaksi yang diterima oleh perantara.

Variabel ekonomi lainnya yang mempengaruhi perdagangan bilateral adalah nilai tukar dan CPI. Nilai tukar merupakan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Menurut Mankiw (2000), nilai tukar riil diperoleh dengan mengalikan nilai tukar nominal dan rasio tingkat harga. Oleh sebab itu, nilai tukar riil dapat menunjukkan harga relatif barang di kedua negara. Jika nilai tukar negara pengekspor terhadap negara pengimpor mengalami peningkatan (depresiasi), maka hal ini akan meningkatkan ekspor negara pengekspor tersebut ke negara pengimpor. Sedangkan, jika nilai tukar negara pengimpor terhadap negara pengekspor mengalami depresiasi, maka hal ini akan menurunkan insentif untuk melakukan impor karena harga produk negara pengimpor tersebut lebih kompetitif.

Penelitian Retnowati (2007) yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perdagangan intra-industri antara negara-negara ASEAN-5 pada periode 2001-2005 menemukan bahwa variabel GDP per kapita dua negara, perbedaan GDP antar negara, fluktuasi nilai tukar, dan nilai tukar berpengaruh secara signifikan. Sedangkan, jarak antar negara dan perbedaan GDP per kapita tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

Selain variabel ekonomi, terdapat pula variabel non-ekonomi yang memiliki pengaruh terhadap perdagangan suatu negara seperti, kualitas pelabuhan, stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan. Penelitian Walsh (2007) dengan model gravity memasukkan variabel non ekonomi untuk menganalisis perdagangan impor sektor jasa yang meliputi total service

imports, travel service, transport services, government service, dan commercial services di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa variabel GDP

per kapita negara pengekspor dan pengimpor serta bahasa adalah variabel yang paling berpengaruh dalam perdagangan impor antar negara. Pada penelitian ini juga, jarak ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap

(29)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 22 aliran perdagangan. Penelitian Zahidi (2012) dengan model gravity untuk menganalisis dampak `fasilitasi perdagangan terhadap perdagangan di kawasan ASEAN+3 menggunakan variabel non ekonomi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel efisiensi prosedur kepabeanan, GDP per kapita riil negara pengekspor dan pengimpor, nilai tukar riil memberikan dampak baik terhadap arus perdagangan impor, baik pada sektor pertanian barang mentah maupun sektor manufaktur. Sedangkan, jarak ekonomi berdampak negatif terhadap arus perdagangan di negara-negara kawasan ASEAN+3.

Penelitian yang menggunakan model gravity untuk menganalisis EGs list dilakukan oleh Hayakawa dan Nabeshimas (2013) berjudul “Estimating

Environmental Goods Trade Liberalization in APEC”. Hayakawa dan

Nabeshima§ (2013) menguji dampak penurunan tarif EGs list pada arus perdagangan dalam APEC dan dunia. Hasil penelitiannya menunjukkan, secara rata-rata, eliminasi tarif pada barang produk EGs list dalam APEC akan meningkatkan perdagangan EGs list sebesar 0,144 persen. Dampak ini sedikit lebih besar daripada eliminasi produk manufaktur yang lain dalam APEC sebesar 0,124 persen.

2.1.5. Indeks Perdagangan

 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Beberapa literatur menggunakan beberapa tehnik untuk mengukur kelemahan dan keunggulan perdagangan suatu negara salah satu yang paling banyak digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) yang dikembangkan oleh Balassa (1965). Indeks RCA Balassa pada dasarnya mengukur pangsa (share) ekspor suatu negara yang dinormalkan dengan ekspor pada industri atau produk yang sama dalam satu kelompok negara.

 Trade Intensity Index (TII)

Untuk melakukan monitoring terhadap trade flows dan patterns dapat digunakan formula index sederhana yaitu trade intensity (brown 1949 dan Kojima 1962). Trade intensity (TI) menggambarkan perdagangan bilateral dua negara dalam kaitannya dengan total perdagangan internasional di

(30)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 23 dunia dan share-nya terhadap perdagangan di dunia. Formula TI digunakan untuk melakukan analisa perdagangan dua negara, menilai perubahan dalam perdagangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Yamazawa, 1971) selain itu TI juga dapat melakukan analisa perdagangan intensif dalam intra

trade atau extra trade di dalam suatu kawasan/region ( Iaprade, 2004)

Indeks ini mengukur apakah ini nilai perdagangan antara kedua negara lebih besar (atau lebih kecil) dari yang diharapkan, berdasarkan kepentingan mereka terhadap perdagangan dunia. Intensitas perdagangan diukur sebagai pangsa negara pengekspor terhadap ekspor dunia dari komoditas tertentu ke negara mitra, dibagi dengan pangsa negara pengekspor dari total ekspor dunia.

2.2 TINJAUAN PENELITIAN TERDAHULU TERKAIT PERDAGANGAN INTRA REGIONAL

Penelitian mengenai perdagangan intra-regional telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya oleh Okabe dan Urata (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Okabe dan Urata (2013) dengan analisis gravity model menunjukkan bahwa efek trade creation adalah positif dan signifikan pada keduanya baik dalam impor maupun ekspor. Hasil penelitiannya juga menunjukkan elastisitas dari penurunan tarif impor lebih besar daripada ekspor. Lebih lanjut Okabe dan Urata (2013) menemukan bahwa dampak AFTA terhadap anggota AFTA secara individual menunjukkan efek trade creation dari eliminasi tarif dibawah skema CEPT relatif kecil dan terbatas hanya pada sejumlah produk untuk anggota AFTA baru seperti Kamboja, Myanmar dan Vietnam dibandingkan dengan anggota ASEAN yang sudah lama.

Penelitian yang dilakukan oleh Ruhul Salim dan Shahriar Kabir mencoba melihat faktor apa saja yang dapat meningkatkan perdagangan intra regional. Penelitian ini juga berupaya mengukur tingkat kesuksesan suatu kerjasama ekonomi dengan menggunakan Integration Success Index, yaitu dengan melihat estimasi dari rasio perdagangan aktual dengan potensi perdagangan yang dimiliki oleh suatu kawasan. Rasio kesuksesan anggota ASEAN menunjukkan nilai positif dan nilainnya bervariasi antara 1.56 sampai dengan 8.71 selama periode tahun 2003-2008. Hasil penelitian

(31)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 24 juga menunjukkan gap antara perdagangan aktual dangan perdagangan potensial mengalami peningkatan.

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Seiring telah diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tanggal 31 Desember 2015, perdagangan intra ASEAN diharapkan dapat tumbuh menjadi 30 persen di tahun 2020 dari yang sebelumnya hanya sekitar 24 persen. Indonesia sebagai negara dengan kontribusi terbesar dalam GDP terbesar di ASEAN diharapkan dapat mempunyai peran yang besar dalam rangka meningkatkan perdagangan intra ASEAN.

Terkait dengan hal tersebut maka kajian ini memiliki tujuan (1) menganalisis kinerja perdagangan intra ASEAN dan posisi daya saing Indonesia di antara negara ASEAN lainnya, (2) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kinerja perdagangan intra ASEAN, serta (3) Mengestimasi kesuksesan perdagangan intra ASEAN. Secara detil alur pikir penelitian kajian ini dapat dilihat pada Gambar

(32)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 25

2.4 METODOLOGI PENELITIAN 2.4.1 JENIS DAN SUMBER DATA

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari ASEAN, Eurostat, World Trade Organization (WTO), Trademap, WDI-Worldbank, dan Word Economic Forum (WEF) dan CEPII. Klasifikasi komoditas adalah berdasarkan BEC. BEC merupakan statistik perdagangan internasional yang mengklasifikasikan komoditas yang terdiri makanan (food) (BEC 1), industrial supplies (BEC 2), capital

equipment (BEC 4), transport equipment and parts and accessories thereof (BEC 5), dan consumer goods (BEC 6). Basis dari BEC adalah SITC (Standad International Trade

Classification). Lingkup penelitian ini meliputi keseluruhan kategori berdasarkan BEC kecuali kode BEC-3 Fuels and Lubricants. Data untuk menganalisis kinerja perdagangan diperoleh dari WITS, sedangkan variabel non ekonomi seperti indeks controll of

corruption, government effectiveness, politicall stability and absence of violence/terrorism, reguatory quality, dan rule of law diperoleh dari WDI (Worldwide

Governance Indicator).

2.4.2 METODE ANALISIS

Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, kami menggunakan dua metode, yaitu: 1. Analisis Deskriptif

Analisis pendahuluan mengenai latar belakang dan gambaran ekonomi makro ASEAN, Uni Eropa, NAFTA, dan MERCOSUR dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan beberapa variabel utama seperti: size ekonomi (GDP rill dan GDP per kapita), neraca perdagangan, serta investasi.

2. Indeks Perdagangan

Indeks perdagangan (RCA dan TII ) pada analisis ini digunakan untuk menganalisis fenomena perdagangan intra ASEAN. Dengan demikian diharapkan dapat diketahui kinerja produk-produk yang diperdagangkan antar negara ASEAN.

A. RCA (Revealed Comparative Advantage)

(33)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 26           

k k wj k wj k k ij k ij X X X X RCA / / ... ... 2.1

Dimana X menunjukkan ekspor, k menyatakan klasifikasi komoditi, i menyatakan negara pengeskpor, j negara tujuan ekspor, dan w menyatakan dunia. Perlu dicatat bahwa negara mitra j dapat berupa bentuk ekonomi lainnya untuk menghitung RCA bilateral atau untuk menghitung RCA dalam lingkup regional maupun global. Nilai RCA antara 1 dan batas tak hingga menyatakan bahwa suatu produk dari negara i memiliki daya saing di negara j. Sedangkan nilai RCA kurang dari satu sampai batas nol menyatakan bahwa suatu produk tidak memiliki daya saing di negara j. Karena kisaran indeks tersebut tidak bisa dibandingkan antara dua sisi (antara indeks yang lebih dari satu dan kurang dari satu), maka indeks RCA dimodifikasi sedemikian sehingga indeks tersebut simetris pada batas nilai satu dengan menggunakan formula berikut ini:

1 1    RCA RCA RSCA ... 2.2

Dengan formula tersebut nilai indeks RCA yang lebih dari satu akan memiliki indeks RSCA bernilai positif, sedangkan RCA yang bernilai kurang dari satu akan memiliki indeks RSCA negatif.

B. TII (Trade Intensity Index)

Formula untuk menghitung Trade Intensity Index adalah sebagai berikut:

k ww k iw k wj k ij X X X X TII   2.3

Dimana X menunjukkan ekspor, k menunjukkan kelompok komoditas ekspor, i menunjukkan negara ekspor, j menunjukkan negara impor, dan w mengacu pada dunia. Indeks intensitas perdagangan berkisar dari nilai nol hingga tak terhingga. Nilai yang lebih besar dari satu menyimpulkan bahwa terdapat perdagangan yang intens antara Negara pengekspor dan negara mitra jika dibandingkan dengan perdagangan mereka dengan seluruh dunia.

(34)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 27 3. Gravity Model

Analisis gravity model pada analisis ini menggunakan rujukan konstruksi persamaan pada penelitian Salim dan Kabir (2008) dimana untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan intra regional ASEAN dan Uni Eropa menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dimana :

= Total Perdagangan bilateral (ekspor + impor)

ijt GDP ln = GDP eksportir it GDP ln = GDP importir

LnDist = Jarak antara kedua negara

CU = Dummy Currency Union

CLB = Dummy Common Land Border atau perbatasan

CL = Dummy Common Language

eit = Error

Dalam penelitian ini ukuran ekonomi pada persamaan impor jasa transportasi laut dan udara diproksi dengan PDB importir dan eksportir. Tingginya PDB negara importir mengindikasikan tingginya tingkat permintaan untuk jasa transportasi laut dan udara (yang diproduksi oleh domestik maupun impor), sedangkan tingginya PDB negara eksportir secara positif berhubungan dengan kemampuan untuk mengekspor lebih banyak jasa.

Jarak yang digunakan adalah jarak geografi. Jarak antara negara eksportir dan importir memiliki dampak negatif pada perdagangan barang, namun berdasarkan review dari literatur terdahulu hasil empiris untuk kasus sektor jasa bersifat ambigu (Walsh, 2006; Callaghan dan Uprasen, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan sektor jasa relatif sedikit dipengaruhi oleh jarak daripada barang manufaktur maupun pertanian karena karakteristiknya yang intangible.

Sedangkan variabel jarak, continent, comlang_off (common languages off yaitu jika bahasa nasional digunakan oleh 20 persen populasi dari Negara tersebut), dan comlang_etno (common languages etnic yaitu jika satu bahasa digunakan sedikitnya 9 persen dari populasi) diperoleh dari CEPII’s distance database (http://www.cepii.fr/anglaisgraph/bdd/distance.htm).

it ij

jt it

it

ijt GDPy GDP dist CU CLB e

x   1ln  2 ln  3ln  45

ln      

ijt

Y

(35)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 28 Pengolahan data gravity model dilakukan dengan regresi data panel menggunakan bantuan software Microsoft Office Excel, STATA dan Eviews . Data panel menggunakan kombinasi data cross section dan time series. Implikasi yang diperoleh dari kombinasi tersebut adalah model data panel lebih efisien karena jumlah observasi lebih banyak. Disamping itu, penggunaan model data panel dapat mengurangi efek bias. Menurut Baltagi (2005), terdapat beberapa keunggulan dari data panel, yaitu: (1) mampu mengontrol heterogenitas individu, (2) memberikan lebih banyak informasi dan variasi, (3) mengurangi kolinearitas antar variable, (4) meningkatkan degree of

freedom sehingga lebih efisien, (5) lebih baik untuk study of dynamic adjustments, (6)

mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section dan time series murni, dan (7) dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Namun demikian, analisis data panel memiliki beberapa keterbatasan yaitu: (1) disain dari survey panel, pengumpulan serta manajemen data, (2) gangguan dalam kesalahan pengamatan (measurement errors) karena respon yang tidak sesuai, (3) selektivitas yang meliputi self selectivity.

Dalam analisis data panel terdapat tiga macam pendekatan, yaitu Pooled Least

Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Masing-masing

analisis data panel diuraikan sebagai berikut: (1) Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi

intercept dan koefisien slope yang konstan antarwaktu dan cross section (Common Effect). Pada dasarnya, PLS merupakan metode yang meminimumkan jumlah error

kuadrat sama seperti OLS, tetapi data yang digunakan bukan data time series saja atau

cross section saja melainkan data panel yang diterapkan dalam bentuk pooled. Model

yang digunakan yaitu yit αi + Xitβ + uit ; di mana αi bersifat konstan untuk semua

observasi, atau αi = α.

Kelemahan PLS adalah dugaan parameter β akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda, (2) Fixed Effect Model muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki korelasi dengan Xit

atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep, yaitu: Untuk one way komponen error: yit αi + λi + Xitβ + uit; sedangkan Untuk two way komponen error: yit

(36)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 29

αi + λi + µt + Xitβ + uit, dan terakhir (3) Random Effect Model muncul ketika antara efek

individu dan regresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error. Untuk one way error component: yit αi

+ Xitβ + uit + λi; sedangkan untuk two way error component: yit αi + Xitβ + uit + λi + µt

Pemilihan metode estimasi untuk menentukan model pendekatan terbaik dalam pengolahan data panel dapat dilakukan melalui Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM. Uji Chow atau Uji F-statistic adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan menggunakan model PLS atau FEM. Sedangkan Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih untuk menggunakan FEM atau REM. Terakhir uji LM (Breusch-Pagan) adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih model PLS atau REM.

Jika model yang dipilih berdasarkan uji Hausman adalah REM maka estimasi dari model diasumsikan best linear unbiased estimator (BLUE) dan tidak perlu dilakukan pengujian terhadap 3 asumsi utama model BLUE (non multicolinearity, homokedasticity, dan non autocorrelation). Hal ini dikarenakan 2 alasan yaitu: (1) sifat data panel adalah bebas dari gejala multikolinearitas, dan (2) REM adalah model generalized least square (GLS) sehingga apabila estimasi menggunakan GLS secara otomatis akan terbebas dari gejala autokorelasi, dan bahkan terbebas dari gejala heterokedastisitas yang disebabkan variasi sisaannya yang konstan (Gujarati, 2004).

(37)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 30 BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Analisis Kinerja Perdagangan dan Daya Saing Negara Anggota ASEAN 3.1.1. Intra Industry Trade

Pola perdagangan antar negara intra ASEAN diidentifikasi melalui keterkaitan perdagangan. Nilai dari IIT (Intra Industry Trade) masing-masing komoditi untuk menganalisis tingkat integrasi dan keterkaitan perdagangan antara negara ASEAN. Integrasi yang tinggi menunjukkan keterkaitan yang erat di antara negara-negara tersebut. Komoditi yang akan disajikan dalam pembahasan adalah komoditi berdasarkan BEC (Broad Economic Categories). Data tersebut menggunakan data ekspor dan impor BEC tahun 2007 sampai 2014. Data nilai ekspor dan impor yang akan digunakan untuk melihat aliran perdagangan antara intra ASEAN bersumber dari WITS Nilai IIT yang tinggi (indeks = 1) menunjukkan adanya keterkaitan yang bersifat dua arah (two-way trade) dimana masing-masing negara ASEAN melakukan ekspor dan impor. Sementara itu, nilai IIT yang kecil (indeks = 0) menunjukkan adanya keterkaitan yang bersifat satu arah (one-way trade) dimana masing-masing negara ASEAN hanya berperan sebagai negara eksportir atau importir saja.

Intra Industry Trade Indonesia ke Negara ASEAN

Tabel 3.1. menunjukkan nilai IIT Indonesia ke negara ASEAN selama periode tahun 2007-2014. Secara keseluruhan, nilai IIT Indonesia ke negara ASEAN berada dibawah nilai indek = 1 walaupun hampir sebagian besar berada pada nilai diatas 0.5 moderately

strong integration. Hal ini mengimplikasikan perdagangan Indonesia ke negara-negara

ASEAN memiliki keterkaitan yang bersifat mengarah pada two-way trade walaupun belum optimal karena belum mencapai nilai 1. Komoditas yang cenderung meningkat keterkaitan two-way trade dalam periode tahun 2007-2014 adalah komoditas BEC-2

(Industrial supplies not elsewhere specified) baik BEC-21 maupun BEC-22 dan BEC-5 (Transport equipment and parts and accessories) pada kategori BEC-51 dan BEC-53,

sedangkan BEC-52 cenderung menurun pada akhir tahun 2013 dan 2014. Diantara BEC lainnya BEC-22 (Industrial supplies not elsewhere specified kategori prosesing) memiliki indeks IIT tertinggi.

(38)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 31 Sedangkan komoditas BEC yang memiliki keterkaitan two way trade semakin menurun adalah komoditas BEC-1 (Food and beverages) terutama yang primary (BEC-12) dan BEC-4 (Capital goods and parts) terutama Capital goods (BEC-41). BEC-1 khususnya primary (BEC-21) termasuk didalamnya sektor primer dalam perekonomian seperti pertanian dalam arti sempit, kehutanan, perikanan, dan industry ekstraaktif. IIT BEC-21 yang rendah mengimplikasikan bahwa Indonesia hanya berperan sebagai pengekspor atau pengimpor. Dibandingkan dengan BEC-21, BEC-22 relatif memiliki nilai IIT yang lebih tinggi. BEC-22 dibagi menjadi 2, yaitu “mainly for industry” (atau

intermediate goods) dan “mainly for household consumption”. Sebagai contoh komoditas

yang masuk dalam kategori BEC-22 adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan

intermediate good bagi industry roti, namun juga bisa dikonsumsi langsung oleh rumah

tangga.

Bila dibandingkan dengan Malaysia pada tahun terakhir tahun 2014, hanya BEC-5 yang lebih tinggi dari ASEAN diantara kategori BEC lainnya. Secara detil dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai IIT Indonesia ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014

Kode BEC

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 (Food and beverages) 0,968 0,689 0,707 0,796 0,981 0,811 0,686 0,705 2 (Industrial supplies not

elsewhere specified) 0,673 0,881 0,834 0,883 0,894 0,994 0,989 0,989 4 (Capital goods and parts) 0,661 0,752 0,788 0,826 0,818 0,759 0,753 0,669 5 (Transport equipment and

parts and accessories) 0,895 0,743 0,754 0,738 0,697 0,762 0,846 0,942 6 (Consumer goods not

elsewhere specified) 0,583 0,831 0,771 0,737 0,751 0,767 0,785 0,705 11 (-- Primary) 0,515 0,367 0,441 0,410 0,627 0,613 0,357 0,496 12 (-- Processed) 0,821 0,875 0,915 0,996 0,855 0,867 0,799 0,764 21 (-- Primary) 0,542 0,733 0,675 0,774 0,805 0,964 0,916 0,779 22 (-- Processed) 0,687 0,894 0,848 0,891 0,901 0,996 0,984 0,998 41 (-- Capital goods) 0,824 0,800 0,785 0,879 0,803 0,727 0,685 0,562 42 (-- Parts and accessories) 0,480 0,718 0,790 0,773 0,834 0,796 0,832 0,790 51 (-- Passenger motor cars) 0,702 0,726 0,728 0,630 0,649 0,763 0,831 0,856 52 (-- Other) 0,752 0,735 0,565 0,504 0,476 0,585 0,821 0,796 53 (-- Parts and accessories) 0,969 0,753 0,964 0,884 0,820 0,837 0,862 0,895

(39)

Puska KPI, BPPP, Kementerian Perdagangan 32

Intra Industry Trade Malaysia ke Negara ASEAN

Secara keseluruhan, nilai IIT Malaysia ke negara ASEAN berada dibawah nilai indeks = 1, Seperti halnya Indonesia hampir sebagian besar berada pada kisaran strong

moderately integration (diatas 0,5) kecuali BEC-21 (Industrial supplies not elsewhere specifies kategori primary) dan BEC-51 (Transport equipment and parts and accessories kategori passangers motor cars) walaupun nilainya pada tahun 2014 meningkat hampir

mendekati nilai indeks 1, Hal ini mengindikasikan BEC-51 Malaysia semakin mengarah pada two-way trade, Pada tahun 2014, BEC-1, BEC-2, BEC-4 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tahun 2013 sedangkan BEC 5 (Transport equipment and parts and

accessories) mengalami kenaikan, Sedangkan BEC-6 (Consumer goods not elsewhere specified) konstan tidak mengalami kenaikan maupun penurunan dari tahun

sebelumnya, Secara detil, perkembangan IIT setiap komoditas BEC di Malaysia dapat dilihat pada Tabel 3,2,

Tabel 3,2, Nilai IIT Malaysia ke Negara ASEAN, Tahun 2007-2014

Kode BEC

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 (Food and beverages) 0,908 0,954 0,884 0,833 0,821 0,916 0,847 0,792

2 (Industrial supplies not

elsewhere specified) 0,983 0,935 0,967 0,985 0,960 0,986 0,978 0,955

4 (Capital goods and parts) 0,821 0,763 0,769 0,872 0,879 0,856 0,810 0,809

5 (Transport equipment and

parts and accessories) 0,820 0,736 0,749 0,587 0,662 0,595 0,584 0,637

6 (Consumer goods not

elsewhere specified) 0,638 0,745 0,679 0,631 0,643 0,676 0,711 0,711 11 (-- Primary) 0,636 0,622 0,738 0,725 0,831 0,946 0,963 0,878 12 (-- Processed) 0,691 0,777 0,734 0,669 0,732 0,886 0,792 0,769 21 (-- Primary) 0,377 0,349 0,428 0,364 0,388 0,426 0,304 0,338 22 (-- Processed) 0,924 0,860 0,896 0,944 0,970 0,902 0,885 0,883 41 (-- Capital goods) 0,845 0,775 0,782 0,799 0,839 0,850 0,842 0,858

42 (-- Parts and accessories) 0,813 0,758 0,765 0,896 0,895 0,858 0,796 0,787

51 (-- Passenger motor cars) 0,361 0,237 0,283 0,307 0,449 0,544 0,733 0,943

52 (-- Other) 0,946 0,818 0,740 0,349 0,484 0,509 0,288 0,561

53 (-- Parts and accessories) 0,839 0,807 0,818 0,738 0,764 0,637 0,672 0,599

Intra Industry Trade Singapura ke Negara ASEAN

Berdasarkan Tabel 3,3,, nilai IIT tertinggi Singapura didominasi oleh kode BEC-1 dan BEC-6, Pada kedua kategori produk BEC ini, Singapura memiliki strong moderately

Gambar

Gambar  1.1.  Aliran  Investasi  Negara  Donor  ke  Negara  ASEAN  dan  Mitra  Dagangnya
Gambar 1.2. Pangsa GDP negara Anggota ASEAN
Gambar 1.3. Pangsa Ekspor Intra ASEAN
Gambar 1.4. Pangsa Impor Intra ASEAN
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis di atas memberikan informasi bahwa kebijakan yang diperlukan adalah melakukan penyesuaian kebijakan pola pengembangan padi, jagung, dan kedelai yang cukup

Dengan menggunakan solusi SAP, Indofood dapat menganalisis transaksi data secara mendetail, untuk melihat perubahan pola yang terjadi dalam minat

Tinjauan Yuridis Terhadap Pengecualian Jaminan Kesehatan Bpjs Bagi Penderita Gangguan Kesehatan Akibat Wabah Penyakit Maupun Bencana Alam: Suatu Kajian Berdasarkan

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan mengenai hubungan antara bentuk tindak tutur direktif dengan kesantunan pada tindak tutur direktif perintah maupun tindak tutur direktif

Hasil peneitian menunjukan bahwa: (1) pengaruh partisipasi siswa dominan pada kategori berpartisipasi dengan persentase 66%, (2) keberhasilan remedial dominan pada

Forum Pemilik Cintaku Setelah Allah Rasul Part Nov , Forum Pemilik Cintaku Setelah Allah Rasul Panelis Dr Farhan Hadi Ustazah Fatimah Syarha Oktober IPG Forum Pemilik Cintaku

Prosedur kerja antara kedua sistem tersebut diatas tidak jauhberbeda, hanya saja pada sistem yang diusulkan dengan komputerisasi sehingga prosedur kerja dilakukan