• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi saat ini Hak atas Kekayaan Intelektual (yang biasa disingkat HKI) telah berkembang sangat pesat. Sebagai ilmu yang baru, HKI sendiri cukup cepat masuk ke suatu negara. Hal ini dikarenakan banyak manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh dari negara tersebut. Secara umum, ada beberapa manfaat yang diperoleh dari suatu sistem HKI yang baik, yaitu dapat meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi, mendorong perusahaan untuk dapat bersaing secara internasional, dapat membantu komersialisasi investor dan inovasi secara efektif, dapat mengembangkan sosial budaya, dan dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor. Keuntungan yang ditawarkan oleh sistem HKI menjangkau bidang yang sangat luas, tidak hanya di bidang ekonomi dan teknologi, tetapi juga di bidang sosial dan budaya. Hal ini tidak mengherankan mengingat HKI itu sendiri terdiri dari beberapa cabang yang berbeda. Eric H. Smith juga menegaskan bahwa manfaat HKI sangat erat kaitannya dengan ekonomi dan investasi. 1 Menurutnya, pelaksanaan HKI yang baik akan membawa manfaat bagi sebuah negara karena beberapa alasan berikut, diantaranya yaitu:

1. HKI mempercepat terjadinya penanaman modal ke sebuah negara baik domestik maupun asing; dan

1 Tim Lindsey, dkk, 2006, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, PT Alumni, Bandung, hlm. 79.

(2)

2 2. HKI meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik suatu negara.

Merek merupakan salah satu cabang HKI yang menarik untuk dibahas karena di Indonesia sendiri pelanggaran yang paling banyak dalam bidang HKI adalah merek. Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Merek itu sendiri merupakan aset perusahaan yang harus dilindungi, bukan saja karena semuanya itu dihasilkan lewat proses kreatif, melainkan karena semuanya itu merupakan ciri yang dipakai konsumen untuk mengenali suatu produk. Pelaku usaha melekatkan merek tertentu pada produknya hanya bertujuan untuk memberikan tanda saja. Sebuah merek akan lebih bernilai di masyarakat apabila diikuti dengan kualitas barang dan jasa yang baik pula atau dengan kata lain mutunya terjamin, sehingga merek yang telah digunakan dalam perdagangan dapat memberikan kepercayaan terhadap masyarakat karena merasakan akan manfaatnya.

Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial, dan merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut. Merek juga berguna untuk para konsumen. Konsumen membeli produk tertentu (yang terlihat dari mereknya) karena menurut mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi dikarenakan reputasi dari merek tersebut. Oleh karena itu, suatu

(3)

3 merek memiliki peranan penting karena menjadi motif pendorong konsumen dalam memilih suatu produk.

Masyarakat dalam membeli produk tertentu biasanya lebih memilih merek yang sudah terkenal. Sebuah merek dapat menjadi terkenal di masyarakat karena selain iklan yang gencar di berbagai media massa juga dikarenakan reputasi dan kualitas barangnya bagus. Pada umumnya merek-merek yang sudah dikenal di masyarakat dan barangnya tergolong laris di pasaran menjadi incaran pihak lain untuk ditiru. Motivasinya mereka adalah ingin mendompleng ketenaran merek dan ikut serta meraih keuntungan secara tidak wajar. Dengan adanya barang-barang yang sama dengan merek tiruan mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat. Bagi pemilik merek jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi oleh pelaku usaha yang beritikad tidak baik tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya pemilik merek merasa dirugikan karena dapat merusak reputasi atas merek tersebut. Begitu juga bagi konsumen akan kehilangan jaminan berupa kepercayaan atau reputasi atas kualitas barang yang dibelinya. Inilah awal mulanya terjadi sengketa merek terkenal.

Biasanya sengketa merek muncul lantaran beberapa hal, antara lain karena pengusaha tidak segera mendaftarkan mereknya sehingga dimanfaatkan pihak lain, kelalaian Ditjen HKI karena tanpa sengaja mengesahkan suatu pendaftaran merek yang mempunyai kemiripan dengan merek terdaftar lain, ataupun sengketa yang disebabkan adanya pihak beritikad tidak baik yang dengan sengaja mendaftarkan merek-merek terkenal. Hal ini disebabkan karena di dalam

(4)

4 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek) menganut sistem konstitutif yang sebelumnya menganut sistem deklaratif yaitu pemakai pertama yang berhak atas merek. Sedangkan dalam sistem konstitutif bahwa pendaftaran pertamalah yang berhak atas merek dan yang secara eksklusif dapat memakai merek tersebut artinya hak eksklusif dan perlindungan atas merek diberikan karena adanya pendaftaran. Tujuan penggunaan sistem konstitutif ini untuk memperkecil timbulnya perselisihan atas merek antara pemakai merek yang tidak terdaftar dan pemilik merek yang sudah terdaftar. Meskipun telah menggunakan sistem konstitutif, ternyata sengketa merek masih mendominasi di pengadilan niaga. Ini menunjukkan bahwa perubahan sistem tersebut tampaknya tidak begitu banyak mempengaruhi kuantitas pelanggaran merek.

Sebenarnya pengusaha-pengusaha di Indonesia sudah semakin sadar akan pentingnya mendaftarkan merek pada Ditjen HKI, tapi tidak jarang pendaftar dikejutkan dengan penolakan pendaftaran dengan alasan sudah ada pihak lain yang mendahului pendaftaran mereknya. Walaupun secara umum pendaftar pertama akan mendapatkan perlindungan hukum, namun itikad baik dalam suatu pendaftaran merek merupakan syarat yang harus dibuktikan pemenuhannya. Ujung-ujungnya, proses pengadilanlah yang menjadi penentu siapa yang sebenarnya berhak menggunakan merek tersebut. Apalagi untuk tindak pidana di bidang merek dalam UU Merek dengan menggunakan delik aduan yang sangat bergantung pada pengaduan korban. Ini mengalami suatu kemunduran karena kesulitan untuk dapat menekan kuantitas tindak pidana di bidang merek tersebut. Ditambah dengan kecenderungan pemilik merek menganggap cukup

(5)

5 menyelesaikan secara perdata saja, ini terlihat dengan minimnya perkara pidana merek yang masuk ke pengadilan jika dibandingkan dengan perkara perdatanya. Hal ini disebabkan karena pemilik merek itu sendiri berpendapat tidak perlu memperpanjang persoalan karena kalau dilakukan juga tidak menguntungkan secara ekonomi. Padahal tindakan tersebut perlu dilakukan sebagai langkah represif untuk menekan kuantitas pelanggaran merek agar di kemudian hari tidak terjadi lagi.

Dalam praktiknya banyak timbul sengketa mengenai merek terkenal dengan cara pihak yang beritikad tidak baik sengaja mendaftarkan mereknya ke Ditjen HKI untuk mendompleng merek terkenal tersebut. Pelanggaran merek tersebut dilakukan mengingat bahwa pihak yang beritikad tidak baik dapat memperoleh keuntungan yang besar tanpa mengeluarkan biaya besar untuk promosi dalam memperkenalkan produknya tersebut. Hal ini karena konsumen dapat tertipu dengan kemiripan merek tersebut. Pelanggaran tersebut bisa terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pengawasan oleh pemerintah dalam hal ini Ditjen HKI tentang merek terkenal yang telah beredar di masyarakat sehingga menerima pendaftaran merek yang didaftarkan oleh pihak yang beritikad tidak baik. Padahal peraturan perundang-undangan di Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap merek terkenal dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek yaitu Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa

(6)

6 sejenis.2 Selanjutnya di dalam ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Merek disebutkan bahwa:3

“Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

Akan tetapi, hingga saat ini peraturan pemerintah tersebut belum juga dibuat sehingga menimbulkan kekosongan hukum dan dapat menjadi celah bagi pihak lain untuk membonceng keterkenalan suatu merek milik pelaku usaha lain. Di dalam UU Merek pun tidak diatur secara jelas dan tidak menjabarkan definisi dari merek terkenal.

Bahwa merek terkenal tidak dapat didefinisikan, ahli-ahli di bidang merek pun sepakat untuk tidak mau mendefinisikan bahkan sampai sekarang ini. Persoalan menyangkut kepentingan masing-masing negara namun kalau dilihat karakteristik dan ciri-cirinya dapat saja didefinisikan. Sementara itu untuk pembuktian bahwa merek tersebut merupakan merek terkenal dapat dilihat pada pendaftaran di suatu negara, promosi dan pengetahuan masyarakat terhadap merek itu sendiri. Persoalannya kalau melihat merek terkenal maka harus berhati-hati jangan sampai terperosok. Dalam praktik, praktisi atau Penggugat biasanya mendalilkan bahwa ia sudah mendaftarkan mereknya di berbagai negara dan promosi di berbagai negara. Di suatu negara suatu merek bisa dianggap sebagai merek terkenal tetapi di negara lain belum tentu dianggap sebagai merek terkenal. Ciri-ciri adanya pelanggaran bagi suatu merek tertentu melanggar merek terkenal

2

Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

(7)

7 ada beberapa hal yaitu pertamadisebabkan karena UU Merek sangat terbatas dan kedua baru dianggap sebagai suatu sengketa merek apabila merek tersebut serupa atau sama.4

Untuk mencegah pelanggaran suatu merek terkenal diperlukan suatu pemahaman atau pengaturan yang jelas mengenai definisi dan kriteria untuk merek terkenal. Hingga saat ini masih menjadi perdebatan dan polemik mengenai definisi dan kriteria merek terkenal di berbagai kalangan. Padahal ketentuan ini sangat dibutuhkan mengingat sengketa-sengketa merek terkenal sering terjadi. Ketika ada ketentuan tersebut diharapkan dalam mempermudah untuk menyelesaikan sengketa merek terkenal. Apalagi apabila ada ketentuan tersebut dan terjadi sengketa di pengadilan, pihak-pihak yang bersangkutan dapat memperoleh acuan atau pedoman yang jelas dan rinci untuk bisa dikatakan bahwa suatu merek disebut sebagai merek terkenal dan kriteria merek terkenal yang dipergunakan dalam pembuktian di pengadilan. Sedangkan untuk para hakim, dapat dipergunakan sebagai tolak ukur atau petunjuk dalam memutus sengketa merek terkenal agar kedepannya terjadi keseragaman mengenai merek terkenal di kalangan para hakim. Akan tetapi dengan tidak adanya ketentuan baku tersebut, para hakim harus menemukan hukum untuk mengisi kekosongan hukum mengenai merek terkenal. Padahal banyak pihak yang beritikad tidak baik yang memanfaatkan kekosongan hukum tersebut untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar dengan cara membonceng merek terkenal misalnya dalam sengketa

4 Insan Budi Maulana, 2005, Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual), PT Hecca Mitra Utama, Jakarta, hlm. 217.

(8)

8 merek GIANNI VERSACE, CESARE PACIOTTI, BONCAFE,FERRAGAMO, dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penulisan tesis ini akan digali ketentuan baku tentang merek terkenal dan putusan-putusan mengenai sengketa merek terkenal di Indonesia yang telah berkekuatan hukum yang tetap serta yurisprudensinya untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus dibuktikan agar merek tersebut dikatakan sebagai merek terkenal dan seberapa jauh pemahaman penegak hukum terutama para hakim tentang merek terkenal itu sendiri. Oleh karena itu dalam uraian tersebut, penulis akan menganalisis dan mengkaji secara ilmiah dalam penulisan tesis yang berjudul “Kriteria Suatu Merek yang dapat Dikatakan sebagai Merek Terkenal di Indonesia”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana suatu merek dapat dikatakan sebagai merek terkenal?

2. Bagaimana pembuktian suatu merek dikatakan sebagai merek terkenal apabila terjadi sengketa melalui pengadilan di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis kriteria suatu merek yang dapat dikatakan sebagai merek terkenal dan pembuktian terhadap merek yang dikatakan sebagai merek terkenal apabila terjadi sengketa melalui pengadilan di Indonesia. Kriteria merek terkenal digunakan oleh para

(9)

9 hakim dalam memutuskan sengketa pemboncengan merek terkenal berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui bahwa kriteria tersebut dapat dijadikan tolak ukur atau pedoman dalam memutus sengketa-sengketa yang sejenis, sampai saat ini belum terdapat ketentuan baku mengenai kriteria merek terkenal tersebut di Indonesia, dan parameter, serta ketentuan yang digunakan oleh para hakim dalam memutuskan sengketa merek terkenal yang termuat di dalam putusannya.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu hukum di bidang hukum bisnis terutama mengenai HKI khususnya tentang merek. Manfaat teoritis yang lain dari dilakukannya penelitian ini yaitu dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mengenai kriteria merek terkenal baik yang telah diatur di dalam hukum nasional maupun hukum internasional, atau yang hingga saat ini tidak ada pengaturan sama sekali tetapi dapat diperoleh dari putusan-putusan sengketa merek terkenal yang telah berkekuatan hukum yang tetap dan yurisprudensinya, sehingga dapat diketahui bahwa kriteria merek terkenal tersebut dapat dijadikan tolak ukur atau untuk memudahkan dalam pembuktian suatu merek terkenal apabila terjadi sengketa di pengadilan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini dapat dijadikan bahan atau data yang dipergunakan oleh para hakim sebagai tolak ukur dan pedoman ketika sedang

(10)

10 menangani sengketa mengenai merek terkenal yang hingga saat ini belum terdapat ketentuan baku tentang kriteria merek terkenal di Indonesia. Di sisi lain, penelitian ini juga dapat memberi masukan kepada para pihak mengenai pentingnya perlindungan hukum terhadap merek terkenal terutama pemerintah yang berperan untuk mencegah dan mengatasi pemboncengan merek terkenal yang banyak terjadi di Indonesia, sehingga diharapkan investor atau pelaku usaha memperoleh keadilan dan jaminan kepastian hukum ketika menanamkan usahanya tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Kriteria Suatu Merek yang dapat Dikatakan sebagai Merek Terkenal di Indonesia sejauh yang penulis ketahui belum pernah diteliti, tetapi mengenai merek terkenal sudah pernah diteliti oleh Wenny Oktavina, 2011, Perlindungan Hukum terhadap Merek Terkenal Berdasarkan Undang-undang Merek di Indonesia, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta; Rando Purba, 2009, Analisa Yuridis terhadap Pemboncengan Ketenaran Merek Asing Terkenal untuk Barang yang Tidak Sejenis (Kasus Merek Intel Corporation Lawan Intel Jeans), Fakultas Hukum Universitas Indonesia; dan Saky Septiono, 2005, Perlindungan Merek Terkenal Berdasarkan Undang-undang Merek, Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Namun penelitian yang diteliti oleh peneliti-peneliti tersebut hanya secara khusus mengenai bentuk pemboncengan merek terkenal dan perlindungan merek terkenalnya saja, mempunyai perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu dalam hal objek dan perumusan masalahnya. Objek yang akan diteliti oleh penulis

(11)

11 dibahas secara umum dan lebih luas lagi mengenai pengaturan kriteria merek terkenal yang belum ada ketentuan bakunya baik di dalam hukum nasional maupun hukum internasional dibandingkan dengan penelitian yang lain. Penulis juga menganalisis berbagai putusan sengketa merek terkenal yang telah diputus yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan yurisprudensinya di Indonesia untuk mengetahui pertimbangan para hakim tentang kriteria merek terkenal tersebut dan untuk mempermudah dalam hal pembuktian apabila terjadi sengketa merek terkenal. Hal ini dilakukan karena penulis beranggapan tentang kriteria merek terkenal tersebut hingga saat ini masih banyak perdebatan di berbagai kalangan baik penegak hukum maupun akademisi sehingga dengan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh keseragaman. Penelitian ini juga merupakan hasil pemikiran sendiri dan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan penulis pada saat S-1 dahulu.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan melalui penerapan teknik pembelajaran taboo di kelas IV Sekolah

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

Penilaian untuk melihat perubahan yang terjadi pada status gizi subjek penelitian dengan menggunakan parameter IMT, persentase berat otot rangka dengan menggunakan alat BIA juga

Bau pada ekskreta tubuh, seperti urine dan feses dapat disebabkan karena aktivitas mikroba saluran pencernaan yang menghasilkan nitogen volatil (amonia), senyawa amina

DRPP/Kuitansi Nama Kegiatan Hasil Pemeriksaan Berkas Kurang 1 000442 Pembelian parang -Belum dilengkapi tanda. tangan pejabat keuangan - SPBY 2 000443 Biaya Parkir -Belum

Hasil yang diperoleh adalah daya serap siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Bua dalam menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan metode Grafik berada pada

Akuntabilitas merupakan sebuah upaya untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai segala aktivitas atas kinerja yang telah dilakukan oleh suatu entitas kepada

SNV mengembangkan teknologi mengubah limbah menjadi energi untuk industri kecil dan rumah tangga di sektor tahu, singkong, kelapa dan sawit.. SNV memperkenalkan teknologi ini