• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi Pembelajaran

Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang meliputi mengajar siswa tentang bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Pembelajaran strategi lebih menekankan pada kognitif, sehingga pembelajaran ini dapat disebut dengan strategi kognitif. Strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi kegiatan guru dan anak didik dalam proses belajar mengajar yang didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Sanjaya, 2009). Strategi pembelajaran dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

a. Strategi Mengulang (Rehearsal)

Strategi mengulang terdiri dari strategi mengulang sederhana (rote rehearsal) dengan cara mengulang-ulang dan strategi mengulang kompleks dengan cara menggaris bawahi ide-ide utama (under lining) dan membuat catatan pinggir (marginal note).

b. Strategi Elaborasi

Elaborasi adalah proses penambahan rincian sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian (Nur, 2000). Strategi ini dapat dibedakan menjadi: 1). Notetaking (pembuatan catatan); pembuatan catatan membantu

(2)

siswa dalam mempelajari informasi secara ringkas dan padat untuk menghafal atau pengulangan. Metode ini digunakan pada bahan ajar kompleks, bahan ajar konseptual dimana tugas yang penting adalah mengidentifikasi ide-ide utama. Membuat catatan memerlukan proses mental maka lebih efektif daripada hanya sekedar menyalin apa yang dibaca; 2) Analogi yaitu perbandingan-perbandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan antara ciri-ciri pokok sesuatu benda atau ide-ide, selain itu seluruh cirinya berbeda, seperti sistem kerja otak dengan komputer; dan 3) Metode PQ4R adalah preview, question, read, reflect, recite dan review. Prosedur PQ4R memusatkan siswa pada pengorganisasian informasi bermakna dan melibatkan siswa pada strategi-strategi yang efektif.

c. Strategi Organisasi

Strategi Organisasi bertujuan membantu siswa meningkatkan kebermaknaan materi baru, terutama dilakukan dengan mengenakan struktur-struktur peng-organisasian baru pada materi-materi tersebut. Strategi organisasi mengidentifikasi ide-ide atau fakta-fakta kunci dari sekumpulan informasi yang lebih besar. Strategi ini meliputi: 1). Pembuatan Kerangka (Outlining); dalam pembuatan kerangka garis besar, siswa belajar menghubungkan berbagai macam topik atau ide dengan beberapa ide utama, 2). Pemetaan (mapping) biasa disebut pemetaan konsep di dalam pembuatannya dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atas suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain, 3) Mnemonics; berhubungan dengan teknik-teknik atau strategi-strategi

(3)

untuk membantu ingatan dengan membantu membentuk assosiasi yang secara alamiah tidak ada. Suatu mnemonics membantu untuk mengorganisasikan informasi yang mencapai memori kerja dalam pola yang dikenal sedemikian rupa sehingga informasi tersebut lebih mudah dicocokkan dengan pola skema di memori jangka panjang. Contoh mnemonics yaitu: a) Chunking (pemotongan), b) Akronim (singkatan), c) Kata berkait (Link-work): suatu mnemonics untuk belajar kosa kata bahasa asing.

d. Strategi Metakognitif

Metakognitif adalah pengetahuan seseorang tentang pembelajaran diri sendiri atau berfikir tentang kemampuannya untuk menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan benar (Arends, 1997). Metakognitif mempunyai dua komponen yaitu: 1) pengetahuan tentang kognitif yang terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seorang pebelajar tentang proses berfikirnya sendiri dan pengetahuan tentang berbagai strategi

belajar untuk digunakan dalam suatu situasi pembelajaran tertentu, 2) mekanisme pengendalian diri seperti pengendalian dan monitoring

kognitif.

2.2 Teori Belajar Bermakna

Menurut Ausubel dalam Dahar (1988) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau

(4)

materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.

Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam

(5)

struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep-konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.

Ausubel dalam Dahar (1988) mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna (meaningful) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Ausubel dalam Dahar (1988) juga menyatakan bahwa agar belajar bermakna terjadi dengan baik dibutuhkan beberapa syarat yaitu: (1). Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial, (2). Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. Dikatakan lebih lanjut oleh Ausubel dalam Dahar (1989) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu: (a) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat, (b) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, (c) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

(6)

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung, menjadi lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

2.3 Teori Konstruktivisme

Konstruksi berarti membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan Teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar untuk mencari kebutuhannya dan keinginannya dengan bantuan fasilitasi orang lain.

Dapat ditarik ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri pengetahuan atau hal lain

(7)

yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. 5. Teori ini lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar yaitu:

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.

c. Siswa aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah dalam berpikir.

d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.

e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.

f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan. g. Mencari dan menilai pendapat siswa.

(8)

Dari sekian uraian prinsip-prinsip Konstruktivisme dapat disimpulkan guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa melainkan siswa harus membangun pengetahuannya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar menyadari serta menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

Kelebihan Teori Konstruktivisme yaitu:

1. Berfikir, dalam proses membina pengetahuan baru, siswa berfikir untuk menyelesaikan masalah, menemukan ide, dan membuat keputusan.

2. Faham, siswa terlibat secara langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.

3. Ingat, karena siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Melalui pendekatan ini siswa memperoleh sendiri pemahaman mereka, sehingga lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.

4. Kemahiran sosial, diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam proses belajar mengajar.

5. Aktif, karena siswa terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan baik, maka mereka akan aktif belajar dalam memperoleh pengetahuan baru.

(9)

Proses belajar dari pandangan Teori kontruktivisme dibahas dari aspek-aspek proses belajar, siswa, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.

1. Proses belajar kontruktivistik dipandang dari pendekatan kognitif merupakan proses belajar secara konseptual bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah (dari guru ke siswa) melainkan siswa belajar berdasarkan pengalamannya melalui proses berpikir yang dibantu guru untuk memperoleh pengetahuan.

2. Peranan siswa, dimana siswa harus aktif melakukan kegiatan berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang harus dapat menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi berlangsungnya proses belajar. Namun yang akhirnya menentukan adalah niat belajar siswa itu sendiri.

3. Peranan guru, dalam hal ini guru berperan membantu memfasilitasi agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.

4. Sarana belajar, berperan seperti bahan ajar, media pembelajaran, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu berlangsungnya proses pembelajaran.

5. Evaluasi, memberikan informasi kepada guru sejauh mana keberhasilan proses belajar dilakukan oleh siswa sehingga pemahaman siswa dapat terukur.

(10)

2.4 Pendekatan Induktif

Pendekatan induktif adalah pendekatan yang melibatkan aktifitas mengumpulkan dan menafsirkan maklumat-maklumat kemudian membuat generalisasi dan kesimpulannya. Maksudnya menggunakan pendekatan yang mengemukakan contoh yang khusus kepada siswa kemudian siswa akan berpikir dan akan membuat generalisasi atau kesimpulan umum yang berkaitan dengan contoh tersebut. Pendekatan induktif dimana guru memberikan contoh dan menguji siswa tentang pemahaman mereka, kemudian guru mencoba membuat hal yang sama dengan contoh hanya berbeda dalam situasi yang lain.

Di dalam pengajaran induktif ini guru mengemukakan beberapa contoh yang khusus untuk membimbing siswa memperhatikan, mengkaji, dan mengenal dengan pasti prinsip atau fakta penting yang terkandung dalam setiap contoh. Dengan cara ini siswa mudah mengingat dan paham dengan isi pengajaran guru karena siswa membuat kesimpulan umum sendiri.

Pendekatan induktif mempunyai 5 jenis yang digunakan oleh para guru selama proses pembelajaran dilakukan, yaitu:

1. Pendekatan generalisasi, membuat suatu generalisasi adalah suatu teori yang digunakan karena mudah dipahami dan diaplikasikan.

2. Pendekatan prinsip hasil ujicoba, pendekatan ini merupakan kaidah supaya siswa membentuk satu prinsip hasil dari ujicoba yang dilakukan.

3. Pendekatan membentuk hukum dari pernyataan-pernyataan tertentu, maksudnya adalah melalui pernyataan yang diberikan oleh guru, siswa dapat

(11)

memahami contoh tersebut bahkan digunakan dalam contoh lain yang sesuai.

4. Pendekatan suatu teorema, melalui aktifitas induktif siswa dapat membuat kesimpulan umum hasil dari pemahaman mereka.

5. Pendekatan mendapatkan satu teori hasil dari satu pemikiran.

Guru perlu memahami dan mematuhi prinsip-prinsip penggunaan strategi pengajaran induktif, sehingga sebelum memulai aktifitas pengajaran dan pembelajaran secara induktif guru menyediakan contoh-contoh khusus yang sesuai untuk membantu siswa membuat rumusan yang jelas. Di samping itu, contoh-contoh tersebut harus disesuaikan untuk membimbing siswa membuat kesimpulan yang berkenan. Guru tidak harus memberi penjelasan atau menguraikan isi pelajaran tetapi siswa dibimbing melalui contoh-contoh khusus yang diberikan guru untuk mendapat kesimpulan sendiri. Jenis contoh yang diberikan haruslah diragamkan, tetapi mengandung ciri yang sama untuk memudahkan siswa mengenal dengan pasti contoh itu dengan lebih mudah. Alat bantu mengajar berupa contoh-contoh khusus disediakan agar siswa mendapatkan kesimpulan yang diinginkan. Proses pengajaran dan pembelajaran berdasarkan kaidah induktif harus mengikuti urutan yang tepat yaitu dari contoh-contoh yang spesifik untuk memperoleh kesimpulan yang umum.

2.5 Intertekstual Ilmu Kimia

Halliday dan Hasan (Wu, 2003) mengemukakan bahwa teks adalah percakapan atau tulisan bahkan media apa saja yang dapat mengekspresikan apa

(12)

yang ada dalam pikiran kita. Oleh karena itu, representasi kimia yang terdiri dari level yang berbeda-beda (makroskopik, mikroskopik, dan simbolik), pengalaman sehari-hari dan kejadian dalam kelas dipandang sebagai suatu teks. Siswa mengkoordinasikan representasi kimia yang berbeda sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Keterkaitan antara representasi, pengalaman sehari-hari, dan kejadian dalam kelas dapat dikatakan sebagai hubungan intertekstual.

Semiotik sosial mengartikan teks tidak terbentuk secara instan melainkan terbentuk dengan menghubungkan teks yang satu dengan teks yang lain yang sama atau relevan. Sesuai yang dikatakan Lemke (Wu, 2003) “sesuatu dapat bermakna jika dibandingkan dengan sesuatu hal yang memiliki latar belakang sama”.

Proses sentral dalam mengartikan teks yaitu dengan membuat hubungan diantara teks-teks yang berbeda. Oleh karena itu, representasi kimia dapat menjadikan siswa lebih mengerti ketika dikaitkan dengan teks relevan yang telah diketahui atau pengalaman yang mereka miliki. Maka intertekstual dapat menjadi sumber kognitif atau strategi pembelajaran bagi siswa untuk membangun representasi baru.

Proses kimia pada tingkatan makroskopik dapat dilihat dan lebih mudah dipahami, namun dalam kurikulum dari keadaan nyata yang didesain dalam kegiatan laboratorium. Dimana siswa mengikuti prosedur yang telah diberikan, bukan memberikan pengalaman proses inkuiri ilmiah. Hal ini membuat

(13)

kebanyakan siswa tidak mampu menerapkan pengetahuan ilmiah yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan sehari-hari.

Interaksi sosial merupakan aspek penting dalam aplikasi intertekstual ilmu kimia. Siswa dapat membangun pemahaman kimianya tidak hanya berdasarkan makna individualnya saja, tetapi dari makna sosial juga (Wu, 2003). Guru berperan penting dalam menciptakan interaksi sosial yang menunjang hubungan representasi kimia pada level makroskopik, mikroskopik, dan simbolik terhadap pengalaman sehari-hari. Menurut Kozma, interaksi sosial dapat membuat siswa secara konseptual bergerak maju dan mundur diantara level makroskopik, mikroskopik, dan simbolik, dan memiliki kesempatan kognitif untuk berinteraksi dengan representasi lain yang bermakna (Wu, 2003).

2.6 Representasi Ilmu Kimia

Peneliti dan pendidik dalam bidang kimia telah mengkaji adanya tiga level dalam representasi ilmu kimia yaitu: makroskopik, mikroskopik, dan simbolik (Gabel, Samuel, dan Hunn 1987, dalam Wu, J. S. Krajcik, E. Soloway, 2003). Representasi ilmu kimia level makroskopik berkenaan dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dengan alat indera, misalnya perubahan materi. Representasi level mikroskopik berkenaan dengan bagaimana fenomena yang tidak dapat diamati dengan alat indera, misalnya partikel dan sifatnya. Representasi level simbolik berkenaan dengan tanda ataupun

(14)

bentuk lainnya yang digunakan untuk menggambarkan hasil pengamatan, misalnya lambang unsur, rumus kimia, dan struktur kimia.

Peristiwa pelarutan gula dalam air merupakan salah satu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Pada level makroskopik dapat terlihat bahwa gula melarut dalam air mula-mula banyak dan akhirnya menghilang (dapat dilihat dengan panca indera). Level mikroskopik pada peristiwa pelarutan gula yang merupakan fenomena yang tidak terlihat dengan panca indera yaitu ketika molekul gula terhidrasi oleh molekul air. Level simbolik yang mempresentasikan fenomena kimia dalam bentuk persamaan reaksi.

C6H12O6 (s) + H2O (l) C6H12O6 (aq)

Pemahaman mikroskopik dan simbolik dirasakan sulit bagi siswa disebabkan representasi keduanya bersifat abstrak, sedangkan pemahaman siswa umumnya berdasarkan pada sesuatu yang dapat diindera (Wu, Krajcik, dan Soloway, 2003). Jadi untuk memperbaiki hal ini, Jhonstone menyarankan bahwa penekanan terhadap tiga level dan hubungan antar level akan memudahkan siswa untuk memahami konsep dengan lebih baik.

2.7 Deskripsi Materi Kesetimbangan Kimia

A. Reaksi Dapat Balik

Pada dasarnya hampir semua reaksi kimia merupakan reaksi yang dapat balik (reaksi reversible). Reaksi kimia yang dapat balik artinya zat-zat pereaksi bereaksi membentuk produk dan produk dapat bereaksi kembali membentuk

(15)

zat-zat pereaksi. Reaksi dapat balik adalah reaksi yang berlangsung dalam dua arah yaitu ke arah produk maupun reaktan. Reaksi dapat balik dituliskan persamaan reaksinya dengan menggunakan tanda panah dua arah disebut reaksi bolak-balik ( ).

Dalam laboratorium beberapa hasil reaksi dapat langsung direaksikan menjadi pereaksi kembali. Contohnya pemanasan padatan tembaga sulfat hidrat (CuSO4.5H2O) yang berwarna biru menghasilkan padatan tembaga sulfat anhidrat (CuSO4) yang berwarna putih dan uap air (H2O). Persamaan reaksinya dituliskan sebagai berikut:

CuSO4.5H2O (s) CuSO4 (s) + 5 H2O (g) biru putih

Reaksi sebaliknya dapat diperoleh dengan menambahkan air pada tembaga sulfat anhidrat atau dengan membiarkannya di udara terbuka sehingga bereaksi dengan uap air yang ada di udara. Persamaan reaksinya dituliskan sebagai berikut:

CuSO4 (s) + 5 H2O (g) CuSO4.5H2O (s)

putih biru

Persamaan reaksi keseluruhan dapat ditulis:

CuSO4.5H2O (s) CuSO4 (s) + 5 H2O (g)

biru putih

(16)

B. Keadaan Kesetimbangan Kimia

Reaksi kesetimbangan merupakan reaksi dapat balik, contohnya reaksi antara larutan FeCl3 dengan larutan KSCN dengan persamaan reaksi:

Fe3+ (aq) + SCN-(aq) Fe(SCN)2+ (aq) kuning pucat tidak berwarna merah

Larutan FeCl3 yang berwarna kuning pucat direaksikan dengan larutan KSCN yang tidak berwarna menghasilkan larutan Fe(SCN)2+ yang berwarna merah. Pada awal larutan dicampurkan terbentuk warna merah yang semakin pekat, jika larutan Fe(SCN)2+ dibiarkan dalam waktu yang lama, warna merah larutan pada suatu kondisi intensitas warna merah tetap (reaksi seolah-olah berhenti), sehingga tidak terdapat perubahan yang dapat diamati.

Dalam sistem kimia, suatu keadaan dengan intensitas warna merah tetap (reaksi seolah-olah berhenti) dan tidak terdapat perubahan yang dapat diamati terhadap waktu pada suhu tertentu, artinya konsentrasi masing-masing spesi dalam sistem reaksi mencapai setimbang yang proporsional dengan laju yang sama ke arah produk maupun reaktan. Pada keadaan ini dikatakan sebagai reaksi kesetimbangan.

Pada keadaan kesetimbangan, terdapat spesi-spesi produk (spesi Fe3+ dan spesi SCN-) dan reaktan (spesi Fe(SCN)2+). Hal ini dapat dibuktikan dengan penambahan konsentrasi larutan KSCN (spesi SCN-) ke dalam larutan menyebabkan warna merah pada larutan semakin pekat. Warna merah yang semakin pekat menunjukkan terbentuknya spesi Fe(SCN)2+ dari spesi Fe3+ dalam

(17)

larutan yang bereaksi dengan spesi SCN- dari penambahan larutan KSCN, artinya bahwa di dalam larutan masih terdapat spesi Fe3+. Penambahan konsentrasi larutan FeCl3 (spesi Fe3+) ke dalam larutan menyebabkan warna merah pada larutan semakin pekat. Warna merah yang semakin pekat menunjukkan terbentuknya spesi Fe(SCN)2+ dari spesi SCN- dalam larutan yang bereaksi dengan spesi Fe3+ dari penambahan larutan FeCl3, artinya bahwa di dalam larutan masih terdapat spesi SCN-.

Pada keadaan kesetimbangan, dicapai suatu keadaan yang mantap (steady) secara kinetik. Dalam keadaan kesetimbangan, laju reaktan membentuk produk sama dengan laju produk membentuk reaktan. Pada keadaan tersebut, reaksi ke arah reaktan berlangsung secara bersamaan dengan reaksi ke arah produk dan memiliki laju yang sama ke arah keduanya, sehingga konsentrasi masing-masing zat tidak berubah (reaksi seolah-olah berhenti) dan tidak terdapat perubahan yang dapat diamati terhadap waktu pada suhu tertentu.

Kesetimbangan yang perubahannya berlangsung secara sinambung dalam sistem mikroskopik, sedangkan sistem makroskopiknya tidak terdapat perubahan yang dapat diamati. Artinya, secara molekuler terjadi reaksi antar reaktan membentuk produk, dan sebaliknya, terjadi reaksi antar produk membentuk reaktan dengan laju yang sama. Tetapi tampilan parameter fisis sistem secara keseluruhan tidak mengalami perubahan. Keadaan reaksi yang demikian diidentifikasi sebagai kesetimbangan dinamis.

(18)

Keadaan tersebut dapat dianalogikan dengan orang yang berjalan di tangga eskalator dalam arah berlawanan. Tangga terus bergerak ke bawah, sementara orang tersebut terus berjalan ke atas dengan kecepatan yang sama dengan eskalator. Akibatnya, orang tersebut seperti berjalan di tempat (artinya tidak berubah). Molekulernya pergerakan tangga dan pergerakan orang, sedangkan makroskopiknya adalah kedudukan orang relatif terhadap kedudukan tangga, tidak berubah.

C. Kesetimbangan Homogen dan Heterogen

Berdasarkan fasa reaktan dan produk suatu reaksi, kesetimbangan dapat dibedakan menjadi kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen adalah sistem kesetimbangan yang semua spesinya berada pada fasa yang sama. Contohnya sebagai berikut:

2 NO2 (g) N2O4 (g)

H2 (g) + I2 (g) 2 HI (g)

Kesetimbangan heterogen adalah sistem kesetimbangan yang mengandung spesi lebih dari satu fasa. Contohnya sebagai berikut:

CaCO3 (s) CaO (s) + CO2 (g)

(19)

D. Pergeseran Kesetimbangan Berdasarkan Asas Le Châtelier

Pada tahun 1884, Henri Louis Le Châtelier (1850-1936) berhasil menyimpulkan pengaruh faktor luar terhadap kesetimbangan. Kesimpulan Le Châtelier dikenal sebagai asas Le Châtelier, sebagai berikut : Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut. Secara singkat, asas Le Châtelier dapat disimpulkan sebagai berikut.

Reaksi kesetimbangan bergantung pada faktor luar yang mempengaruhi proses reaksi. Suatu sistem kesetimbangan akan tetap mempertahankan posisi kesetimbangannya jika terdapat perubahan yang mengakibatkan terjadinya pergeseran reaksi kesetimbangan, dengan cara melakukan pergeseran ke arah produk atau ke arah reaktan. Terdapat beberapa faktor luar yang mempengaruhi terjadinya pergeseran reaksi kesetimbangan yaitu: konsentrasi, volume, tekanan, dan suhu.

a. Pengaruh Konsentrasi

Suatu sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan dapat diganggu, apabila kepada sistem itu dilakukan penambahan atau pengurangan salah satu reaktan atau produk. Contoh, untuk sistem kesetimbangan:

Fe3+ (aq) + SCN- (aq) Fe(SCN)2+ (aq) kuning pucat tidak berwarna merah

(20)

Jika spesi Fe3+ ditambahkan ke dalam sistem kesetimbangan, maka sistem berusaha mereduksi gangguan tersebut sekecil mungkin dengan cara spesi Fe3+ yang ditambahkan bereaksi dengan sejumlah tertentu spesi SCN- yang terdapat dalam larutan membentuk spesi Fe(SCN)2+. Akibatnya posisi kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan spesi Fe(SCN)2+ atau produk (kanan). Reaksi pembentukan spesi Fe(SCN)2+ akan berlangsung hingga terbentuk suatu keadaan kesetimbangan baru yang memiliki komposisi berbeda dengan kesetimbangan sebelum diganggu. Dalam hal ini konsentrasi Fe(SCN)2+ lebih besar dari sebelum penambahan spesi Fe3+.

Jika spesi SCN- ditambahkan ke dalam sistem kesetimbangan, maka sistem berusaha mereduksi gangguan tersebut sekecil mungkin dengan cara spesi SCN- yang ditambahkan bereaksi dengan sejumlah tertentu spesi Fe3+ yang terdapat dalam larutan membentuk spesi Fe(SCN)2+. Akibatnya posisi kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan spesi Fe(SCN)2+ atau produk (kanan). Reaksi pembentukan spesi Fe(SCN)2+ akan berlangsung hingga terbentuk suatu keadaan kesetimbangan baru yang memiliki komposisi berbeda dengan kesetimbangan sebelum diganggu. Dalam hal ini konsentrasi Fe(SCN)2+ lebih besar dari sebelum penambahan spesi SCN-.

Penambahan H2C2O4 ke dalam sistem kesetimbangan berarti penambahan spesi oksalat, C2O42-, yang terikat kuat dengan spesi Fe3+ dalam larutan membentuk spesi Fe(C2O4)33-. Dalam sistem reaksi spesi Fe3+ jumlahnya berkurang, maka sistem berusaha mereduksi gangguan dengan cara menguraikan

(21)

sejumlah Fe(SCN)2+ menjadi ion Fe3+ dan SCN-. Akibat dari gangguan penambahan spesi C2O42-, posisi kesetimbangan bergeser ke arah reaktan (kiri).

Penambahan atau pengurangan zat atau sejumlah zat yang terlibat dalam kesetimbangan kimia akan berakibat sebagai berikut:

1) Pada penambahan reaktan atau produk ke dalam campuran reaksi yang

berada dalam keadaan kesetimbangan, posisi kesetimbangan akan bergeser ke arah yang berlawanan dengan posisi zat yang ditambahkan.

2) Pada pengurangan reaktan atau produk, posisi kesetimbangan akan bergeser

ke arah zat yang dikeluarkan dari sistem kesetimbangan.

b. Pengaruh Tekanan dan Volume

Pada suhu tetap, perubahan volume sistem menyebabkan tekanan sistem berubah, begitu juga tekanan parsial komponen di dalam sistem. Oleh karena itu, peningkatan tekanan luar sistem akan mengubah volume sistem menjadi lebih kecil. Reaksi yang melibatkan fasa gas sangat tanggap terhadap perubahan tekanan luar tersebut. Hal ini disebabkan oleh sifat kedapatmampatan gas yang tinggi. Contohnya pada reaksi kesetimbangan berikut:

2 NO2 (g) N2O4 (g)

coklat tak berwarna

Jika sistem di atas berada dalam keadaan kesetimbangan dan secara tiba-tiba tekanannya dinaikkan dengan cara mengecilkan volume wadah, maka sistem akan merespon sedemikian rupa sehingga pengaruh tekanan sekecil mungkin.

(22)

Diketahui bahwa tekanan gas disebabkan tumbukan molekul-molekul gas terhadap dinding wadah. Besarnya tekanan berbanding lurus dengan jumlah molekul. Makin banyak jumlah molekul makin tinggi tekanan yang ditimbulkannya. Jika pada sistem tersebut volumenya dimampatkan menjadi setengah dari volume semula pada suhu tetap, maka tekanan total menjadi lebih besar dari tekanan sebelumnya. Akibatnya sistem reaksi tidak lagi berada pada posisi kesetimbangan.

Untuk menstabilkan kembali keadaan kesetimbangan, sistem berusaha mereduksi sekecil mungkin pengaruh kenaikan tekanan dengan cara menurunkan jumlah molekul. Pada reaksi di atas, peningkatan tekanan menyebabkan gas-gas berusaha memperkecil jumlah molekul dengan menggeser posisi kesetimbangan ke arah hasil reaksi (koefisien reaksi yang lebih kecil). Hal ini menunjukkan bahwa tekanan sistem yang lebih besar akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah jumlah molekul yang sedikit.

Jika sistem yang berada dalam keadaan kesetimbangan, tiba-tiba tekanannya diturunkan dengan cara memperbesarkan volume wadah, reaksi tidak lagi berada pada posisi kesetimbangan. Sistem akan mereduksi sekecil mungkin pengaruh penurunan tekanan dengan cara menaikkan jumlah molekul. Penurunan tekanan menyebabkan gas-gas berusaha memperbesar jumlah molekul dengan menggeser posisi kesetimbangan ke arah reaktan (koefisien reaksi yang lebih besar). Hal ini menunjukkan bahwa tekanan sistem lebih kecil maka posisi kesetimbangan bergeser ke arah jumlah molekul yang banyak.

(23)

Sehingga dapat disimpulkan bahwa:

1) Penurunan volume atau peningkatan tekanan campuran gas yang terdapat

dalam kesetimbangan kimia akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah jumlah molekul gas yang paling sedikit.

2) Peningkatan volume atau penurunan tekanan campuran gas yang terdapat dalam kesetimbangan kimia akan menggeser posisi kesetimbangan ke arah jumlah molekul gas yang paling banyak.

Pada reaksi yang lain, jika koefisien reaktan sama dengan koefisien produk, pengubahan tekanan dengan cara mengubah volumenya atau sebaliknya, tidak akan mempengaruhi jumlah molekul yang ada dalam campuran reaksi kesetimbangan, tidak ada cara untuk menggeser posisi kesetimbangan. Dengan kata lain, keadaan kesetimbangan dari sistem dengan koefisien reaktan sama dengan koefisien produk tidak terganggu oleh adanya pengaruh tekanan luar. Contoh untuk sistem kesetimbangan seperti ini misalnya:

2 HI (g) H2 (g) + I2 (g)

c. Pengaruh Suhu

Pengaruh perubahan suhu terhadap sistem reaksi yang membentuk kesetimbangan berkaitan erat dengan sifat termokimia dari reaksi itu. Contohnya, reaksi kesetimbangan antara N2O4 (g) dan NO2 (g).

2 NO2 (g) N2O4 (g) ∆H negatif coklat tak berwarna

(24)

Gas NO2 adalah gas berwarna coklat sedangkan gas N2O4 tak berwarna, pada suhu kamar warna campuran sistem reaksi adalah coklat. Jika suhu campuran reaksi pada keadaan setimbang diturunkan dengan menempatkan campuran reaksi ke dalam penangas es, maka kalor dikeluarkan dari dalam sistem. Akibatnya sistem melakukan perubahan dengan cara mengganti kalor yang telah keluar dengan cara menggeser posisi kesetimbangan ke arah yang melepaskan kalor. Dalam hal ini, kesetimbangan bergeser ke arah kanan atau ke arah eksoterm. Kesetimbangan baru terbentuk dengan konsentrasi N2O4 (g) yang terbentuk lebih besar dari semula dan konsentrasi NO2 (g) menjadi lebih kecil dari semula. Warna coklat dari sistem reaksi kesetimbangan berubah menjadi lebih pudar, menunjukkan bahwa sistem reaksi bergeser ke arah pembentukan N2O4 yang tak berwarna.

Apabila suhu campuran reaksi pada keadaan setimbang dinaikkan dengan menempatkan campuran reaksi ke dalam penangas air panas, maka kalor masuk ke dalam sistem. Akibatnya sistem melakukan perubahan dengan cara menggeser posisi kesetimbangan ke arah yang menerima kalor. Dalam hal ini, kesetimbangan bergeser ke arah kiri atau ke arah endoterm. Kesetimbangan baru terbentuk dengan konsentrasi NO2 (g) yang terbentuk lebih besar dari semula dan konsentrasi N2O4 (g) menjadi lebih kecil dari semula. Warna coklat dari sistem reaksi kesetimbangan berubah menjadi lebih pekat, menunjukkan bahwa sistem reaksi bergeser ke arah pembentukan NO2 yang berwarna coklat.

(25)

Oleh karena itu, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Penurunan suhu menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke arah perubahan

yang eksoterm.

2) Peningkatan suhu menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser ke arah

perubahan endoterm.

d. Pengaruh Katalis

Katalis memperbesar laju reaksi dengan menurunkan energi pengaktifan untuk kedua arah reaksi, yaitu reaksi ke arah produk maupun reaksi ke arah reaktan. Suatu reaksi yang memerlukan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk mencapai kesetimbangan, dapat dicapai dalam beberapa menit dengan hadirnya suatu katalis. Penambahan katalis dalam reaksi kesetimbangan tidak menggeser reaksi kesetimbangan karena katalis hanya berfungsi untuk mempercepat pencapaian keadaan setimbang. Katalis tidak mengubah komposisi kesetimbangan. Dengan ataupun tanpa katalis, komposisi saat keadaan kesetimbangan akan tetap sama.

Referensi

Dokumen terkait

Pustakawan dan Guru Pustakawan Perpustakaan Sekolah harus dapat memahami secara baik apa yang menjadi tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan pada Sekolah Dasar, Sekolah

Dalam kerangka ini, maka pertanyaan yang mengmuka adalah kondisi seperti apa yang 

Rata-rata dalam 1 kemasan berisi 20 lembar dengan harga dalam rentang antara Rp10.000,- hingga Rp30.000,-, Akan tetapi, untuk bisnis ini sebaiknya Anda tidak perlu membeli yang

Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM yaitu sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pengaruh dalam penerimaan pemerintah di Jawa Timur, untuk mengetahui variabel bebas mana yang berpengaruh paling

Surat berharga yang dijual dengan janji dibeli kembali (repo ) Tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repo ) LAPORAN KEUANGAN NERACA BANK POS

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi Her- 2/Neu, skor Gleason dan kejadian metastasis tulang pada adenokarsinoma prostat