Maka, dirinya mengapresiasi sejumlah pimpinan daerah yang mendukung penuh program PMU ini dengan ikut menanggung biaya operasional sekolah menengah. Dukungan pemerintah daerah terutama dalam hal pembiayaan sangat diperlukan mengingat kemampuan finansial pemerintah pusat terbatas. “Kita juga mendorong pemerintah daerah untuk ikut mengalokasikan bantuan bagi siswa menengah. Ada beberapa provinsi yang sudah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan
menengah, seperti Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Tentu kita apresiasi hal ini,” tambah Mendikbud.
Anggaran PMU
Hamid menuturkan, demi
menyukseskan program percepatan pencapaian target APK 97 persen, anggaran PMU pada tahun 2020 ini
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dimulai dengan Rp 5 triliun pada 2011, kemudian meningkat Rp 8 triliun di tahun 2012. Sementara pada 2013 ini, anggaran PMU mencapai Rp 11 triliun, termasuk di dalamnya Rp 4 triliun untuk BOS sekolah menengah. Tahun depan, anggaran diharapkan naik lagi menjadi Rp 16 triliun ditambah dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 4 triliun, sehingga total mencapai Rp 20 triliun. PMU, tambah Hamid, mendorong seluruh lulusan SMP sederajat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK/MA, sehingga nantinya angkatan kerja minimal berpendidikan setingkat sekolah menengah. Hal ini perlu difasilitasi dengan menyiapkan infrastruktur sekolahnya. Selama tiga tahun ke belakang ini, Kemdikbud telah
membangun USB dan RKB dengan jumlah yang cukup besar.
Tahun ini saja dibangun 230-an unit sekolah baru, sementara RKB yang dibangun sekitar 5.000-an. Jumlah ini memang berkurang dibanding tahun lalu yang mencapai 11.000-an RKB. “Bahkan tahun sebelumnya lagi RKB yang dibangun mencapai 16.000-an. Pembangunan USB dan RKB selama tiga tahun itu untuk menampung sebanyak 1,3 juta siswa baru,” tambah Hamid.
Dijelaskan pula bahwa setelah peluncuran PMU ini, pembangunan USB dan RKB tidak berhenti. Setiap tahun pihaknya merencanakan membangun 500 USB dengan perincian 300 USB untuk SMK dan 200 USB untuk SMA. Sementara RKB yang dibangun setiap tahunnya direncanakan mencapai 10.000 unit dengan perincian 6.000 unit untuk SMK dan 4.000 unit untuk SMA. “Semua ini dilakukan mulai tahun 2014 mendatang,” imbuhnya. Pihaknya sengaja memperbanyak jumlah USB dan RKB SMK untuk menyiapkan para lulusan SMP/MTs siap bekerja. Hamid menilai, tidak sedikit lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Padahal selama tiga tahun menempuh pendidikan di SMA, mereka disiapkan untuk dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. “Daripada mereka ambil SMA, tetapi tidak melanjutkan, kita dorong saja mereka untuk masuk SMK, agar mereka punya kesempatan lebih besar untuk bekerja,” ujar Hamid.
Ia berharap program PMU berjalan dengan baik, sehingga target pencapaian APK pendidikan menengah 97 persen pada 2020 dapat tercapai. “Dengan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari semua pemangku kepentingan, program PMU diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan target dan cita-cita membentuk generasi emas 100 tahun Indonesia merdeka benar-benar dapat kita wujudkan,” imbuh Hamid. (Ratih)
Siswa-siswi SMKN 10 Bandung, belajar memainkan alat musik tradisional. Menumbuhkan cinta Tanah Air.
Mengejar
Jatuh Tempo
Pendidikan
untuk Semua
terdapat sejumlah target PUS yang membutuhkan perhatian khusus. Salah satu yang ia soroti adalah perluasan akses PAUD. Target Angka Partisipasi Kasar (APK), atau keikutsertaan anak-anak usia dini pada lembaga PAUD dipatok sebesar 75 persen pada tahun 2015. Namun, hingga akhir 2011 angkanya masih berada di level 34,54 persen. “APK PAUD cenderung meningkat setiap tahun. Namun masih terdapat tingkat variasi APK yang tinggi antar provinsi. Provinsi Papua menempati tingkat APK terendah,” sebutnya pada persamuhan Rakor PUS di Solo beberapa waktu lalu. Berdasarkan data Direktorat Jenderal PAUDNI Kemdikbud, APK PAUD memang terus menanjak. Tahun 2007 silam, angkanya masih berada di level 24,36 persen.Kekhawatiran Nina tentang variasi APK tiap provinsi memang bukan tanpa dasar. Terdapat sejumlah
D
akkar terlihat gempita pada 13 tahun lalu. Perwakilan 164 negara berdiskusi membahas tantangan dan sengkarut pendidikan di seluruh dunia. Di ibukota Senegal tersebut, tercetus kesepakatan dalam mewujudkan pendidikan untuk semua (PUS) atau Education for All (EFA). Terdapat enam tujuan pokok dalam PUS, yaitu perluasan akses pendidikan anak usia dini (PAUD), peningkatan layanan pendidikan dasar, kecakapan hidup (life skills), keaksaraan, mengikis kesenjangan jender, serta peningkatan mutu pendidikan. Keenam indikator ini memiliki tenggat yang dibagi dalam tiga tahap. Pertama, tahun 2001-2004. Kedua, tahun 2005-2009, dan tahap terakhir 2010-2015. Artinya, waktu yang dimiliki 164 negara, termasuk Indonesia, tinggal tersisa dua tahun. Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Nina Sardjunani, mengungkapkan bahwa“Indonesia, sebagai salah
satu negara anggota
UNESCO, telah menyepakati
sejumlah target Education
for All (EFA) dalam Deklarasi
Dakkar tahun 2010. Kini,
tenggat target tersebut sudah
di depan mata. Beberapa
hal telah kita lampaui, namun
sejumlah lainnya belum
memenuhi harapan”.
provinsi yang memiliki APK PAUD di atas rata-rata, misalnya Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencapai 58,58 persen pada tahun 2011. Namun banyak provinsi yang memiliki rapor merah. Salah satunya Papua, dengan APK sebesar 18,10 persen.
PAUD di Desa
Namun demikian Direktur Jenderal PAUDNI, Lydia Freyani Hawadi, optimis pemerintah Indonesia dapat mencapai seluruh target PUS. Terdapat sejumlah strategi untuk mencapainya. Untuk memacu APK PAUD, Direktorat Jenderal PAUDNI telah menggelar sejumlah program, salah satunya adalah program satu desa, satu PAUD. Melalui program ini, desa-desa yang belum memiliki PAUD akan memperoleh bantuan dana dari pemerintah.
Pada tahun 2013, Direktorat Jenderal PAUDNI mengalokasikan bantuan untuk 1.491 rintisan PAUD baru sebesar masing-masing Rp 45 juta. “Kami juga mempererat kerja sama dengan pemerintah daerah, perusahaan swasta, BUMN, dan organisasi mitra untuk mengembangkan PAUD,” tegasnya. Sedangkan untuk pendidikan dasar, Kemdikbud terus berupaya meningkatkan alokasi anggaran pada sektor tersebut, sekaligus memperbaiki rasio antara guru dan murid SD. Sehingga kualitas pembelajaran pun meningkat. Alhasil, angka putus sekolah pun beringsut turun.
Target Aksara
Sejumlah capaian pemerintah Indonesia dalam PUS sudah cukup menggembirakan. Terutama untuk peningkatan akses pendidikan dasar, dan pemberantasan buta aksara. Kedua tujuan pokok ini sudah mengancik target yang ada dalam PUS (lihat tabel). UNESCO bahkan terkesan dengan strategi pengentasan buta aksara. Indonesia meramu pola pembelajaran keaksaraan dengan pelatihan kecakapan hidup, diantaranya melalui program penggalakan keaksaraan usaha mandiri (KUM).
Atas keberhasilan Indonesia,
UNESCO menyematkan Penghargaan Aksara King Sejong. Penghargaan ini diberikan atas program pendidikan keaksaraan yang diintegrasikan dengan pengenalan kewirausahaan dan pembinaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di ruang publik, seperti pasar dan tempat ibadah, serta pembinaan tutor secara berkala. Penghargaan ini bukan prestasi biasa, tetapi sekaligus pengakuan internasional terhadap program-program pendidikan masyarakat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.Indonesia dinilai sukses melayani seluruh lapisan masyarakat, menjamin layanan pendidikan untuk semua orang.
Namun Bappenas mengingatkan bahwa target PUS pada tahun 2015 sangat bergantung pada peran pemerintah daerah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah pusat tidak mungkin seorang diri memacu target tersebut. Selain itu, perlu akselerasi seluruh program PUS.
Pendidikan Berkelanjutan
Salah satu konsep penting yang juga terkait dengan PUS adalah Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan atau Education forSumber: direktorat Jenderal PAUDNI 2012
Sustainable Development (ESD).
Konsep ini telah diterapkan beberapa tahun terakhir di regional ASEAN dan sejumlah negara maju di Amerika dan Eropa. Indonesia, Jepang, dan Thailand adalah dua negara yang telah mencoba menerapkan konsep ini melalui program Sekolah Hijau. Minoru Mori, Guru Besar Osaka Kyoiku University menuturkan bahwa kurikulum pendidikan sekolah memang sejatinya diintegrasikan dengan pendidikan lingkungan. Sehingga timbul kesadaran para murid untuk menyayangi lingkungan mereka sejak dini. “ESD merupakan salah satu prinsip belajar sepanjang hayat. Konsep ini perlu diterapkan pada seluruh jalur pendidikan secara berkelanjutan,” tegasnya di Osaka belum lama ini.
ESD pada dasarnya merupakan suatu konsep yang mengusung visi baru pendidikan, yakni memperdayakan manusia semua umur untuk turut bertanggung jawab mencipta masa depan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pola pembelajaran yang didengungkanUNESCO yakni:
learning to be, learning how to know, learning how to do/act, learning to live together, dan learning to transform. (Yohan Rubiyanto, Pembantu Pimpinan pada Dirjen PAUDNI)
pemerintah daerah yang masih kurang.
Selain itu, permasahan sumber daya
manusia yang in charge dalam program
PUS kerap berganti atau diwakilkan.
“Kami berharap program dapat in line
antara pusat dan daerah. Diharapkan
juga dengan ada rapat koordinasi ini
kita dapat membuat strategi untuk
meningkatkan EDI,” ujar Direktur
Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini,
Nonformal, dan Informal (Ditjen
PAUDNI), Lydia Freyani Hawadi, yang
juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana
Harian Forum Koordinasi PUS.
Ia memberikan beberapa masukan
terkait dengan peningkatan pencapain
I
ndeks pendidikan untuk semua
(Indeks PUS) atau the education
for all development index (EDI)
menunjukkan, Indonesia menempati
peringkat 64 dari 120 negara pada
tahun 2012. Terdapat kenaikan
peringkat pada tahun sebelumnya.
Pada tahun 2011, Indonesia memiliki
peringkat 69 dari 127 negara. Indonesia
diharapkan tetap memiliki prestasi baik,
mengingat tren grafik capain PUS terus
meningkat.
Guna lebih meningkatkan lagi indeks
tersebut, pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud), melakukan
berbagai upaya. Misalnya melanjutkan
sosialisasi program kegiatan
melalui koordinasi nasional seperti
penyempurnaan Forum Koordinasi
Nasional (Forkonas) PUS; penyusunan,
penerbitan, dan penyebarluasan naskah
best practice dan naskah success
story PUS; penyusunan laporan PUS
dan laporan EDI tingkat provinsi dan
nasional; mengikuti pertemuan PUS
tingkat regional dan internasional; dan
kegiatan lainnya yang relevan.
Namun demikian, peningkatan indeks
PUS tersebut dinilai sangat lamban.
Hal ini karena masih ada permasalahan
dalam menjalankan program PUS, di
antaranya koordinasi pemerintah
pusat-daerah, termasuk dukungan anggaran
Indeks PUS Indonesia Naik
Pendidikan Untuk Semua (PUS) harus menjadi kebutuhan pemerintah pusat dan daerah. Oleh karena
itu, perlu saling berbagi pengalaman dan terobosan masing-masing provinsi guna percepatan
pencapaian target pemerataan pendidikan. Indeks PUS memang cenderung naik, namun masih perlu
PUS, khususnya dalam menyiapkan
presentasi pada tingkat nasional.
Pertama, seperti yang dilakukan
provinsi Maluku dan Bali yang sudah
mempunyai metode pengumpulan
data yang bagus, maka bisa dijadikan
pembelajaran buat provinsi lainnya.
“Karena itu sangat perlu juga
memperhatikan detil data sekunder
dan primer, dapat bekerja sama dengan
BPS,” sarannya dalam Rapat Koordinasi
Nasional (Rakornas) PUS tahun 2013, di
Solo, Rabu (22/5).
Perlu juga menyajikan keberhasilan
dan target-target PUS. “Kenyataannya
ternyata banyak provinsi yang
mencapai lebih tinggi dari angka yang
ditargetkan,” ungkap Lydia Freyani yang
akrab dengan sapaan Reni ini.
Ia juga menyarankan untuk
memberikan penjelasan lebih detil
mengenai keterlibatan mitra PAUD,
peran BUNDA PAUD, ataupun dari
sisi anggarannta. “Misalnya perlu
dijabarkan perannya BUNDA PAUD lebih
detil, keterlibatan langsung, sehingga
bisa dijadikan contoh provinsi lain,”
tambahnya.
Reni juga menilai akan lebih baik
dan efektif untuk menggunakan
filosofi lokal dan kearifan lokal dalam
menyukseskan program-program
pendidikan. Menurut Reni, ada
unsur-unsur budaya yang sebenarnya sangat
bisa digali seperti melalui Bahasa lokal.
Contoh yang sangat baik untuk adalah
upaya pemerintah Sulawesi Utara
menyosialisasikan PUS menggunakan
bahasa daerah “Torang Semua Musti
Tau Babaca” (Semua orang harus bisa
membaca).
Pembangunan Milenium
Dalam Rakornas tersebut, Deputi
bidang SDM dan Kebudayaan
Bappenas, Nina Sardjunani,
menyatakan bahwa EFA/PUS berperan
sangat strategis untuk menjadi salah
satu cara menyampaikan kepada publik
mengenai pembangunan pendidikan
di Indonesia. EFA juga mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan tujuan
pembangunan milenium (millenium
development goals).
“Kita perlu memastikan EFA harus
diteruskan.Kita telah mampu
meningkatkan APK PAUD kira-kira 10
persen dalam empat tahun terakhir.
Tetapi apakah ini sudah cukup untuk
sasaran EFA? Jawabannya adalah
belum!,” jelasnya. Hal ini, sambung
Nina, dikarenakan target APK PAUD 75
persen dalam EFA belum tentu bisa
tercapai pada 2015. Untuk itu, perlu
dibuat regular board karena waktu
mencapai target EFA itu hanya tinggal
dua tahun.
Khusus untuk tujuan pendidikan dasar,
Nina menilai sasarannya terlalu mudah
untuk Indonesia. “Jadi kita bisa terus
memfokuskan proporsi lulusan SD dan
transition rate dari kelas 6 ke 7. Yang
harus dilakukan Indonesia, adalah
memastikan anak lulus tahun ke-6 dan
melanjutkan lulus sampai tahun ke- 12,”
jelasnya.
Hal ini menjadi perhatian karena
terjadi penurunan partisipasi anak usia
sekolah dasar terutama bagi penduduk
miskin. “Mudah-mudahan dengan BSM
yang semakin luas penerimanya dapat
menurunkan tingkat putus sekolah,”
harap Nina.
Kemudian, Indonesia juga memiliki
beberapa tantangan, di antaranya
memastikan akses pendidikan bisa
diberikan secara merata. “Pada 2015
dunia harus menyampaikan isu besar
pencapaian akses,” ujarnya.
Selanjutnya, kualitas pendidikan
harus dikejar, melalui penguatan dan
perbaikan kurikulum. Sementara itu,
isu gender semakin kurang terdengar
akibat masih kurangnya komitmen
bersama baik tingkat lokal maupun
nasional.
Ia menyarankan hal-hal yang perlu
dipikirkan untuk pencapaian PUS
2015. Pertama adalah perlunya
meningkatkan akses pendidikan yang
merata pada anak, terutama pada
jenjang menengah. PUS harus dinaikkan
menjadi tidak lagi tingkat SMP, tapi
juga pada tingkat SMA. Tidak hanya itu,
Pemerintah juga harus terus berupaya
meningkatkan kualitas pendidikan
menengah yang diiringi dengan
menurunkan perbedaan kualitas antar
provinsi. (Arifah)
Siswi SD Bertingkat Kupang sedang beristirahat. Mereka optimis melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
FOT
ini selalu dievaluasi menyangkut efektivitas penyaluran dan prestasi mahasiswa. Bila mahasiswa sudah lulus, evaluasi akan ditambah dengan apakah mahasiswa Bidikmisi bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah.
Program Ditjen Dikti lainnya berupa skema afirmasi terhadap Papua, Papua Barat, dan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang dinamakan ADIK. Dahulu afirmasi ini hanya diperuntukkan bagi Papua, dengan penambahan Papua Barat dan daerah 3T, para mahasiswa dari daerah yang memperoleh afirmasi ini juga dibiayai seperti Bidikmisi dan kuliah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
Selain itu, pemerintah juga membantu mahasiswa miskin dengan program uang kuliah tunggal. Dengan uang kuliah tunggal ini, biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa hanya SPP. Uang gedung, uang praktikum, dan lain-lain, sudah tidak membayar lagi. Dalam uang kuliah tunggal ini, ada 10 persen mahasiswa miskin yang mendapat keringanan dalam membayar uang kuliah. Mereka dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama Para mahasiswa yang miskin yang ditetapkan lima
F
akta membuktikan, pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat penting sebagai elevator sosial. Dilihat dari return ofinvestment, pendidikan tinggi paling
tinggi skornya, karena biaya yang dikeluarkan di perguruan tinggi akan berdampak lebih besar terhadap penghasilan jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada pendidikan di bawahnya. Untuk memerdekakan masyarakat dari belenggu kemiskinan, pendidikan tinggi adalah cara yang paling tepat. Maka, pemerintah mengambil langkah untuk melepaskan anak-anak dari kemiskinan dengan cara membantu anak-anak yang kemampuan akademis yang bagus tetapi mereka tidak mempunyai biaya untuk menjalani pendidikan tinggi. Untuk membantu mahasiswa miskin, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mempunyai bermacam-macam program untuk membantu masyarakat miskin. Yang paling bermanfaat bagi masyarakat adalah Bidikmisi, dimana pemerintah tidak hanya memberikan beasiswa tetapi juga biaya hidup bagi mahasiswa dari masyarakat miskin. Ditjen Dikti meminta agar perguruan tinggi negeri
lebih banyak lagi memperuntukkan Bidikmisi kepada mahasiswa jurusan favorit seperti kedokteran, teknik, dan akutansi, sehingga begitu lulus mudah memperoleh pekerjaan dan segera memutus rantai kemiskinan. Selama ini banyak beasiswa yang diberikan untuk masyarakat miskin tetapi mereka tetap tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi, karena tidak adanya biaya hidup. Bidikmisi ini memberikan biaya hidup sebesar Rp 600.000 per bulan dan membayarkan Rp 400.000 per bulan untuk SPP kepada perguruan tinggi. Penerima Bidikmisi ini tentunya mereka juga memiliki prestasi sangat bagus, karena mereka telah lolos seleksi yang sangat ketat. Hanya mahasiswa yang mempunyai prestasi akademik baguslah yang bisa memperoleh beasiswa tersebut, bahkan di antaranya ada yang mempunyai Indeks Prestasi (IP) 4. Penerima beasiswa Bidikmisi mempunyai rata-rata IP di atas 3 dan banyak yang IP-nya 3,5-3,75. Hal ini membuktikan, bahwa kelompok mahasiswa penerima Bidikmisi ini kemampuan akademiknya lebih daripada kebanyakan mahasiswa. Setiap tahun, program bidikmisi
Akses
Pendidikan Tinggi
yang Berkeadilan
Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang
bisa memerdekakan masyarakat dari kemiskinan. Dalam hal
ini, pendidikan berfungsi sebagai elevator sosial yang dapat
meningkatkan status sosial dan taraf hidup seseorang.
Oleh Patdono Suwignyo
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
persen setiap perguruan tinggi negeri, mereka hanya membayar maksimal Rp 500.000 per semester. Sedangkan kelompok kedua, lima persen mahasiswa miskin berikutnya, uang kuliah tunggalnya antara Rp 500.000,00-Rp 1 juta.
Selebihnya Dikti memberikan keleluasaan untuk menentukan besarnya biaya. Mahasiswa miskin yang memperoleh keringanan pembayaran uang kuliah tunggal ini bukan merupakan penerima bidikmisi dan afirmasi pendidikan.
Universitas Terbuka
Perguruan tinggi yang boleh melakukan pendidikan jarak jauh hanya Universitas Terbuka (UT), di Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, yang diperbolehkan adalah pendidikan di luar domisili, yaitu perguruan membuka kampus di luar kampus utamanya dengan fasilitas, kualitas pendidikan, dan kualitas dosennya sama persis dengan kampus induknya. Pendidikan jarak jauh dilarang, kecuali yang dilakukan oleh UT. UT memang diperuntukkan untuk masyarakat yang berada di daerah terpencil yang mengalami kesulitan menempuh pendidikan secara normal. UT sangat bermanfaat untuk masyarakat yang di daerahnya tidak ada perguruan tinggi.UT juga memberikan perhatian kepada guru-guru yang berada di daerah 3T. Para guru ini digratiskan untuk mengambil pendidikan S-1, S-2 dan S-3 dengan dibiayai oleh Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Masing-masing perguruan tinggi negeri mendapat BOPTN. UT Mendapatkan BOPTN sebesar Rp 20 miliar yang diminta untuk dipergunakan membiayai para guru dari daerah 3T untuk kuliah di UT. UT lebih fleksibel dalam menjangkau mahasiswa di daerah 3T. Hal ini karena mahasiswa bisa belajar dengan menggunakan modul dan pada periode tertentu berkumpul mendapatkan tutorial di tempat tertentu tanpa harus membangun kampus.
Dikti memberikan perhatian kepada daerah 3T, karena di daerah tersebut kekurangan guru. Untuk mengatasi hal itu, sarjana yang baru lulus diminta mengajar di daerah 3T selama 1 tahun. Para sarjana 3T kemudian ditawarkan untuk tetap mengajar di daerah tersebut. Hebatnya, banyak generasi muda yang ikut dalam program Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM3T) sangat senang untuk ditempatkan pada daerah-daerah tersebut.
Hipotesis yang menyatakan bahwa generasi muda sekarang manja dan hanya gemar bersenang-senang
ternyata tidak benar. Ini adalah pertanda yang baik, karena hampir setiap tahun sekitar 3000 sarjana-sarjana baru menjadi peserta SM3T. Pendidikan tinggi itu mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun kemerdekaan manusia, karena di perguruan tinggi mahasiswa diberi kebebasan untuk mengaktualisasikan diri. Kegiatan-kegiatan yang ada di perguruan tinggi baik kurikuler maupun ekstra kurikuler sangat banyak. Di perguruan tinggi juga ada otonomi akademik, sehingga insan di perguruan tinggi termasuk mahasiswa, mempunyai kebebasan untuk mengaktualisasikan diri di bidang akademik.
Universitas mempunyai otonomi untuk mendesain kurikulum mereka, namun sebaiknya juga membangun jiwa kebangsaan, toleransi, semangat inovasi, kerja keras, dan jujur di kalangan mahasiswa. Di Dikti ada program pendidikan anti korupsi, yang diharapkan bisa disebarkan kepada dosen dan mahasiswa. Sebagian besar koruptor itu adalah lulusan perguruan tinggi sehingga bila pendidikan anti korupsi ini bisa mengubah perilaku dan pola pikir, akan sangat baik untuk Indonesia. Sesudah lulus kuliah, kita berharap, mereka lebih mencintai Indonesia dan lebih berbakti kepada negara lantaran mempunyai jiwa nasionalis yang kuat. Dengan nasionalisme yang tinggi mereka mempunyai kemauan untuk berkorban demi kepentingan negara dan bangsa.
Para lulusan perguruan tinggi ini dapat memberikan darma baktinya kepada bangsa dan negara dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan profesinya. Apakah mereka nantinya berprofesi sebagai pegawai, profesional, wirausaha, mereka tetap mempunyai jiwa nasionalisme, kebangsaan yang kuat, mempunyai semangat untuk membangun bangsa Indonesia. (Ditulis ulang oleh Arifah
dan Nopendhi dari wawancara di Jakarta, 1 Agustus 2013)
Pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat strategis dalam membangun kemerdekaan manusia, karena mahasiswa diberi kebebasan untuk mengaktualisasikan diri.
FOT