• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Tiang pancang adalah salah satu bagian dari konstruksi yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah.

Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, 1991).

Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja.

Penggunaan tiang pancang umumnya digunakan :

1. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

(2)

2. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan.

3. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

4. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

5. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

6. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air melaui air dan kedalam tanah.

2.2. Defenisi Tanah

Tanah, pada kondisi alam, terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan dibelakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah

(3)

lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang diantara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol (Hardiyatmo, 1996).

2.3. Switchyard

Switchyard atau Substation atau dikenal juga dengan Gardu Induk adalah suatu instalasi yang terdiri dari susunan dan rangkaian sejumlah instalasi listrik mulai dari TET (Tegangan Ekstra Tinggi), TT (Tegangan Tinggi) dan TM (Tegangan Menengah) yang dipasang untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik. Switcthyard secara spesifik berfungsi untuk mentransformasi tenaga listrik dari tegangan tinggi ke tegangan tinggi lainnya atau dari tegangan tinggi ke tegangan menengah, Pengukuran dan pengawasan operasi serta pengaturan dari pengamanan dari sistem tenaga listrik.

Bebrapa fungsi gardu induk adalah mentransformasikan daya listrik :

 Dari tegangan ekstra tinggi ke tegangan tinggi (500 KV/150 KV).  Dari tegangan tinggi ke tegangan yang lebih rendah (150 KV/ 70 KV).  Dari tegangan tinggi ke tegangan menengah (150 / 20 KV, 70 / 20 KV).

(4)

Pengaturan pelayanan beban ke gardu induk-gardu induk lain melalui tegangan tinggi dan ke gardu distribusi-gardu distribusi, setelah melalui proses penurunan tegangan melalui penyulang-penyulang (feeder- feeder) tegangan menengah yang ada di gardu induk.

Berdasarkan besaran tegangannya, terdiri dari :

 Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 275 KV, 500 KV.

 Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 KV dan 70 KV.

 Dalam pembahasan ini difokuskan pada masalah gardu induk yang pada umumnya terpasang di Indonesia, pembahasannya bersifat praktis (terapan) sesuai konsttruksi yang terpasang di lapangan.

Adapun gardu induk yang digunakan ada proyek ini adalah gardu induk transmisi yaitu gardu induk yang mendapat daya dari saluran transmisi untuk kemudian menyalurkannya ke daerah beban (industri, kota, dan sebagainya).

Berdasarkan penempatan peralatannya proyek ini merupakan gardu induk pasangan luar (out door substation) yaitu semua peralatannya berada diluar gedung atau ruang terbuka. Alat control serta alat ukur berada dalam ruangan atau gedung, ini memerlukan tanah yang begitu luas namun biaya kontruksinya lebih murah dan pendinginannya murah.

Namun disamping itu, adapun yang beberapa hal yang sangat dipertimbangkan dalam perncanaan pada pembangunan switchyard antara lain adalah :

 Tidak adanya pondasi slof diantara poor atau pile cap yang berdekatan sehingga kurangnya kesetabilan antara level tiang.

(5)

 Tidak diijinkan adanya penurunan (settlement) tiang yang dapat merusak struktur tower di area switchyard pada jangka waktu yang lama.

 Keadaan tanah yang berada pada pinggir pantai yang umumnya sedikit kurang stabil, sehingga diperlukan faktor keamanan yang besar pada saat perencanaan.

2.4. Pondasi Dalam

Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

a. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.1d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

b. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.1e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, 1991)

Gambar 2.1 Macam-macam tipe pondasi dalam : (a) Pondasi sumuran, (b) Pondasi

(6)

2.5. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang berdasarkan pemakaian bahan beton dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

2.5.1. Pondasi tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991) yaitu:

a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.2).

(7)

Gambar 2.2 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.3). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.3 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, 1991) c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada

(8)

1 Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

2 Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

(9)

2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

b. Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.6. Alat Pancang Tiang

Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan.

A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang. Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil.

(10)

B. Pemukul Aksi Tunggal (single-acting hammer)

Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.4a).

(a) (b)

Gambar 2.4 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer).

C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.4b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.4c).

(11)

(c) (d)

Gambar 2.4 (c) Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, 2002)

E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi dan dapat dilihat pada Gambar 2.4d.

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang

Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut : A. Pekerjaan Persiapan

1. Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dipancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

2. Pengangkatan tiang pancang harus diangkat dengan hati-hati guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

(12)

3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.

5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai.

Proses penyambungan tiang :

a. Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

b. Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

c. Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat

7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama.

B. Proses Pemancangan

1. Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

2. Tiang di angkat dan didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang. 3. Ujung bawah tiang didudukkan tepat diatas patok pancang yang ditentukan.

(13)

4. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

5. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

C. Metode pengangkatan tiang pancang

1. Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan )

Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang. Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama.

Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar berikut.

(14)

D i a g r a m M o m e n D i a g r a m L i n t a n g + + + -K e p a l a t i a n g p e r m u k a a n t a n a h u j u n g t i a n g K a b e l b a j a p e n g a n k a t 1 3 L 2 3 L Gamb ar 2.5 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan

2. Pengangkatan dengan satu tumpuan

Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan.

(15)

Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

D. Quality Control 1. Kondisi fisik tiang

a. Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b. Umur beton telah memenuhi syarat

c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan 2. Penetrasi

Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

3. Final set

Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

(a) (b) (c)

Gambar 2.7 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c) Calendering/final set

(16)

2.8. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ... (2. 1)

dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

Qs = Kapasitas tahanan kulit.

qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.

f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. As = Luas kulit tiang pancang.

(17)

Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode

Aoki dan De Alencar.

Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai berikut :

qb = b ca F base q ( ) ... (2. 2) dimana :

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D

dibawah ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung

pada tipe tanah.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

F = qc (side) s s F  ... (2. 3) dimana :

qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada lapisan sepanjang tiang.

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs

diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor empirik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999 )

Tipe Tiang Pancang Fb Fs

Tiang Bor 3,5 7,0

Baja 1,75 3,5

(18)

Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsak1999 )

Tipe Tanah αs

(%) Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung

berpasir 2,4 Pasir kelanauan 2,0 Pasir berlanau

dengan lempung 2,8 Lempung berpasir dengan lanau 2,8 Pasir kelanauan dengan lempung 2,4 Lanau 3,0 Lempung berlanau dengan pasir 3,0 Pasir berlempung dengan lanau 2,8 Lanau berlempung dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung 3,4 Lempung 6,0

Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0

persen dan nilai αs untuk lempung = 1,4 persen

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Mayerhof.

Daya dukung ultimate pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K11) ... (2. 4)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

(19)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin = 5 3 11 JHLxK xA qc c ... (2. 5) dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat. K11 = Keliling tiang.

2.9. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil SPT

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

τ = c + σ tan  ...……...………..…..…(2.6) dimana :

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)  = Sudut geser tanah (º)

Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

(20)

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

15

12 

N

 ... (2.7) 2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :

27 3 . 0   N  ... (2.8) Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Table 2.3 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)

Tanah tidak kohesif Harga N <10 10 – 30 30 - 50 >50 Berat isi γ kN/m3 12 – 16 14 – 18 16 - 20 18 – 23 Tanah kohesif Harga N <4 4 – 15 16 - 25 >25 Berat isi γ kN/m3 14 – 18 16 – 18 16 - 18 >20

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir.

(21)

Hasil uji SPT yang diperoleh dari lapangan perlu dilakukan koreksi. Pada data uji SPT terdapat dua jenis koreksi, yaitu koreksi efisiensi alat (cara pengujian) dan koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman).

1. Skempton, 1986, mengembangkan koreksi nilai SPT sebagai berikut :

N60 = 60 , 0 . . .CB CS CR Em ... (2.9) dimana :

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Em = Hammer eficiency (Tabel 2.4). CB = Koreksi diameter bor (Tabel 2.6).

CS = Koreksi sampler (Tabel 2.6).

CR = Koreksi panjang tali (Tabel 2.6).

N = Harga SPT lapangan.

2. Koreksi tegangan overburden efektif (kedalaman) sebagai berikut :

N’60 = CN . N60 ... (2.10)

Pasir halus normal konsolidasi : CN =

r v  ' 1 2 

Pasir kasar normal konsolidasi : CN =

r v  ' 2 3 

Pasir over konsolidasi : CN =

r v  ' 7 , 0 7 , 1  dimana :

N’60 = Nilai SPT terkoreksi cara pengujian dan regangan overburden.

(22)

σr = Reference stress = 100 kPa.

N60 = Nilai koreksi SPT terhadap cara pengujian.

Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

Country Hammer Type Hammer Release Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Argentina Donut Cathead 0.45

Brazil Pin weight Hand dropped 0.72

China Automatic Donut Donut Trip Hand dropped Cathead 0.60 0.55 0.50 Lanjutan Tabel 2.4 SPT hammer efficiencies ( Clayton, 1990)

Country Hammer Type Hammer Release Mechanism

Hammer Effeciency, Em

Colombia Donut Cathead 0.50

Japan Donut Donut Tombi trigger Cathead 2 turns + Special release 0.78-0.85 0.65-0.67 UK Automatic Trip 0.73 USA Safety Donut 2 turns on cathead 2 turns on cathead 0.55-0.60 0.45

Venezuela Donut Cathead 0.43

Tabel 2.6 Borehole, Sampler and Rod correction factors (Skempton, 1986)

Factor Equipment Variables Value

Borehole diameter factor, CB 2.5-4.5 in (65-115 mm) 6 in (150 mm) 8 in (200 mm) 1.00 1.05 1.15 Sampling methode factor,

CS

Standard sampler

Sampler without liner (not recommended)

1.00 1.20 Rod lenght factor,

CR 10-13 ft (3-4 m) 13-20 ft (4-6 m) 20-30 ft (6-10 m) > 30 ft (> 10 m) 0.75 0.85 0.95 1.00

(23)

Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data uji SPT, ditentukan dengan perumusan sebagai berikut :

1. Kekuatan ujung tiang (end bearing), (Meyerhof, 1976).

Untuk tanah pasir dan kerikil :

Qp = 40 . N-SPT . L D . Ap < 400 . N-SPT . Ap ... (2.11) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = 2 N-SPT . p. L

Kekuatan ujung tiang (end bearing) untuk tanah kohesif plastis :

Qp = 9 . Cu . Ap ... (2.12) Untuk tahanan geser selimut tiang adalah:

Qs = α . cu . p . Li

Cu = N-SPT . 2/3 . 10

Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang Cu = Kohesi Undrained

p = keliling tiang

Li = panjang lapisan tanah

2. Kekuatan Lekatan (skin friction), (Meyerhof, 1976).

Untuk pondasi tiang tipe large displacement (driven pile) :

fs =

50

r

N60 ... (2.13)

Untuk pondasi tiang tipe small displacement (bored pile) :

fs = 100 r

N60 ... (2.14) Psu = As . fs ... (2.15)

(24)

dimana :

fs = Tahanan satuan skin friction, kN/m2.

N60 = Nilai SPT N60.

As = Luas selimut tiang.

Pus = Kapasitas daya dukung gesekan (skin friction), kN.

Untuk tahanan geser selimut tiang pancang pada tanah non-kohesif : Qs = 2 . N-SPT . p . Li ... (2.16) dimana :

Li = Panjang lapisan tanah, m. p = Keliling tiang, m.

2.10. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Kalendering

Untuk perencanaan daya dukung tiang pancang dari hasil calendering ada tiga metode yang digunakan, yaitu metode Danish Formula, metode HilleyFormula dan metode modified New ENR.

Formula Danish banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode Danish Formula adalah:

Pu = 5 . 0 2       Ep x A x L x E x S E x   ... (2.17) dimana :

(25)

η = Effisiensi alat pancang.

E = Energi alat pancang yang digunakan.

S = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan. A = Luas penampang tiang pancang.

Ep = Modulus elastis tiang

Tabel 2.7 Effisiensi jenis alat pancang (Teknik Pondasi 2, Hardiyatmo, Hary Christady, 2003)

Jenis Alat Pancang Effisiensi

Pemukul jatuh (drop hammer) 0.75 - 1.00 Pemukul aksi tunggal (single acting hammer) 0.75 - 0.85

Pemukul aksi double (double acting hammer) 0.85 Pemukul diesel (diesel hammer) 0.85 - 1.00

Tabel 2.8 Karakteristik alat pancang diesel hammer (Buku Katalog KOBE Diesel Hammer)

Type

Tenaga Hammer Jlh.

Pukulan Permenit

Berat Balok Besi Panjang

kN-m Kip-ft Kg-cm kN Kips Kg K 150 379.9 280 3872940 45 - 60 147.2 33.11 15014.4 K 60 143.2 105.6 1460640 42 - 60 58.7 13.2 5987.4 K 45 123.5 91.1 1259700 39 - 60 44 9.9 4480 K 35 96 70.8 979200 39 - 60 34.3 7.7 3498.6 K 25 68.8 50.7 701760 39 - 60 24.5 5.5 2499

(26)

Tabel 2.9 Nilai-nilai k 1 (Chellis, 1961)

Bahan Tiang

Nilai k1 (mm), untuk tegangan

akibat pukulan pemancangan di kepala tiang

3.5

MPa 7Mpa 10.5MPa 14Mpa

Tiang baja atau pipa langsung pada kepala

tiang 0 0 0 0

Tiang langsung pada kepala tiang 1.3 2.5 3.8 5 Tiang beton pracetak dengan 75 – 110 mm

bantalan didalam cap 3 6 9 12.5

Baja tertutup cap yang berisi bantalan kayu

untukl tiang baja H atau tiang pipa 1 2 3 4

Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat baja

10 mm 0.5 1 1.5 2

Tabel 2.10 Nilai Efisiensi eh (Bowles, 1991)

Type Efisiensi (eh)

Pemukul Jatuh (Drop Hammer) 0.75 – 1.0

Pemukul Aksi Tunggal (Single Acting Hammer) 0.75 – 0.85

Pemukul Aksi Dobel (Double Acting Hammer) 0.85

Pemukul Diesel (Diesel Hammer) 0.85 – 1.0

Tabel 2.11 Koefisien restitusi n (Bowles, 1991)

Material N

Broomed wood 0

Tiang kayu padat pada tiang 0.25

Bantalan kayu padat pada tiang 0.32

Bantalan kayu padat pada alas tiang 0.40

Landasan baja pada baja pada tiang baja atau beton 0.50

(27)

Metode modified New ENR juga banyak digunakan untuk menentukan apakah suatu tiang pancang tunggal telah mencapai daya dukung yang cukup pada kedalaman tertentu, walaupun pada prakteknya kedalaman dan daya dukung tiang telah ditentukan sebelumnya. Kapasitas daya dukung tiang berdasarkan metode modified New ENR adalah :

Qu = ...( 2.18)

Dimana:

E = Effisiensi hammer

C = 0.254 cm untuk unit S dan h dalam cm Wp = Berat tiang

WR = Berat hammer

n = koef. Restitusi antara ram dan pile cap h = tinggi jatuh

WR x h = Energi palu

SF yang direkomendasikan = 3

Cara pengambilan grafik data kalendering hasil pemancangan tiang adalah:

1. Kertas grafik ditempelkan pada dinding tiang pemancang sebelum tiang tertanam keseluruhan dan proses pemancangan belum selesai.

2. Kemudian alat tulis diletakkan diatas sokongan kayu dengan tujuan agar alat tulis tidak bergerak pada saat penggambaran grafik penurunan tiang kekertas grafik ketika berlangsung pemancangan tiang.

3. Pengambilan data ini diambil pada saat kira-kira penurunan tiang pancang mulai stabil

(28)

4. Hasil kalendering pemancangan tiang yang diambil pada 10 pukulan terakhir, kemudian dirata-ratakan sehingga diperoleh penetrasi titik perpukulan (s).

Metode Gates juga sering dipergunakan dalam perhitungan daya dukung tiang karena formula ini sederhana dan dapat dipergunakan dilapangan dengan cepat. Metode ini digunakan dengan rumus :

Pu = a eh.Eb(blogs ... (2.19) Pijin = SF Pu ... (2.20) dimana :

Pu = Kapasitas daya dukung ultimate tiang.

Pijin = Daya dukung ijin tiang pancang.

a = Konstanta. b = Konstanta. eh = Effisien baru. Eb = Energi alat pancang

s = Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari kalendering dilapangan. SF = Faktor keamanan (3-6) untuk metode ini.

2.11. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dari Hasil Loading Test

Loading test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statis. Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan. Pada umumnya uji beban tiang dilaksanakan untuk maksud-maksud sebagai berikut :

(29)

1. Untuk menentukan grafik hubungan beban dan penurunan, terutama pada pembebanan di sekitar beban rencana yan g diharapkan.

2. Sebagai percobaan guna menyakinkan bahwa keruntuhan pondasi tidak akan terjadi sebelum beban yang ditentukan tercapai.

3. Untuk menentukan kapasitas utimit dan untuk mengecek data hasil hitungan kapasitas tiang yang diperoleh dari rumus-rumus.

2.11.1 Penurunan Diizinkan

Penurunan yang diizinkan dari suatu bangunan bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi jenis, tinggi, kekakuan, dan fungsi bangunan, serta besar dan kecepatan penurunan serta distribusinya. Jika penurunan berjalan lambat, semakin besar kemungkinan struktur untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan yang terjadi tanpa adanya kerusakan strukturnya oleh pengaruh rangkak (creep). Oleh karena itu, dengan alasan tersebut, kriteria penurunan pondasi pada tanah pasir dan pada tanah lempung berbeda.

Karena penurunan maksimum dapat diprediksi dengan ketetapan yang memadai, umumnya dapat diadakan hubungan antara penurunan diizinkan dengan penurunan maksimum. Dimana syarat perbandingan penurunan yang aman yaitu :

Stotal≤ Sizin

Sizin = 10 % . D ... (2.21)

dimana :

(30)

2.11.2 Letak titik pengujian

Tiang yang sebaiknya terletak pada lokasi di dekat titik tiang pancang saat penyelidikan tanah dilakukan, dimana karakteristiknya telah diketahui dan pada lokasi yang mewakili kondisi tanah paling jelek di lokasi rencana bangunan. (Hardiyatmo, 2002)

2.11.3 Sistem pembebanan

Terdapat beberap macam sistem pembebanan yang dapat digunakan dalam pelaksannan pengujian tiang, antara lain :

1. suatu landasan (platform) yang dibebani dengan beban yang berat dibangun diatas tiang uji (gambar 2.10).cara ini mengandung resiko ketidakseimbangan beban yang dapat menimbulkan kecelakaan yang serius.

Gambar 2.19 Susunan sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan yang terletak diatas tiang (Hardiyatmo, 2002)

2. Gelagar reaksi yang dibebani dengan beban berat, dibangun melintasi tiang yang diuji. Sebuah dongkrak hidrolik (hydrolic jack) yang berfungsi untuk memberikan gaya ke bawah dan pengukur besar beban (load gauge atau proving ring) diletakkan diantara kepala tiang dan gelagar reaksi. Untuk memperkecil pengaruh pendukung gelagar reaksi terhadap penurunan tiang,

(31)

pendukung gelagar disarankan berjarak lebih besar 1,25 m dari ujung tiang (gambar 2.11).

Gambar 2.19 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh penahan diatas tiang (Hardiyatmo, 2002).

3. gelagar reaksi diikat pada tiang-tiang angker yang dibangun di kedua sisi tiang. Dongkrak hidrolik dan alat pengukur besar gaya diletakkan diantara gelagar reaksi dan kepala tiang (gambar 2.12). Tiang angker harus berjarak paling sedikit 3 kali diameter tiang yang diuji, diukur dari masing-masing sumbunya dan harus lebih besar dari 2 m. Jika tiang uji berupa tiang yang membesar ujungnya, jarak sumbu angker ke sumbu tiang harus 2 kali diameter atau 4 kali diameter badan tiang, dipilih mana yang lebih besar dari keduanya.

(32)

Gambar 2.20 Sistem pembebanan dengan reaksi dongkrak hidrolik ditahan oleh tiang angker (Hardiyatmo, 2002)

Pada cara (2) dan (3), disarankan untuk menggunakan proving ring atau alat pengukur beban yang lain. Jika tidak, beban dapat diukur langsung tekanan cair di dalam dongkrak, dimana tekanannya harus telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan mesin yang biasa digunakan untuk penujian (testing machine).

2.11.4 Pengukuran penurunan

Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap sebuah sebuah titik referensi yang tetap atau dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang. Arloji pengukur dipasang pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker (fondasi) yang kokoh, yang tidak dipengaruhi oleh penurunan tiang (Gambar 2.13)

(33)

2.11.5 Macam-macam pengujian

Pengujian tiang yang sering dilakukan adalah pengujian dengan beban desak, walaupun pengujian beban tarik dan beban lateral juga kadang-kadang dilaksanakan Terdapat 4 macam metode pengujian, yaitu :

1. Slow Maintained Test Load Method) (SM Test)

Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), terdiri dari bebarapa langkah sebagai berikut :

a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25 %, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175% dan 200%) hingga 200% beban rencana. b. Setiap penambahan beban harus mempertahakan laju penurunan harus

lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam). c. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam

d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu 1 jam

e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban,

f. Lalu tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain

Metode ini dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya.

(34)

2. Quick Maintained Load Test Method (QM Test)

Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika serikat, pengelola jalan raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri dari bebarapa langkah berikut :

a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban desain).

b. pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit

c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking kontinue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.

d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit Metode ini lebih cepat dan ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode cepat.

3. Constant rate of Penetration Test Method (CRP Test)

Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika Serikat, dan ASTND1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama :

a. Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/memit (1,25 mm/menit). b. Gaya yang dibutuhkan untuk mrncapai penetrasi akan dicatat.

c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-75 mm).

Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.

(35)

4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test)

Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut :

a. Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.

b. Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan pelepasan beban dalam siklus 20 kali.

c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan seperti langakah (b).

d. Lanjutkan hingga kegagalan tercapai.

Metode ini adalah membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas proyek khusus dimana beban siklus dianggap sangat penting.

2.11.6 Perhitungan Daya Dukung Tiang

 Metode davisson (1972)

Metode Davisson banyak digunakan untuk mengitung beban ultimate. Kegagalan beban didefenisikan sebagai beban yang mendorong untuk membentuk sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter tiang (Hardiyatmo, 2002). Hubungan ini dituliskan sebagai berikut :

X = 0,15 + (D/120) ... (2.22) Sf = Δ +0,15+(D/120) ...(2.23)

(36)

Seperti yang terlihat pada gambar 2.6, bahwa garis tekanan elastis pada tiang dapat ddiperoleh dari persamaan deformasielastis dari suatu tiang, yang mana diperoleh dari persamaan elastis :

Δ = ... (2.24) Dimana :

Sf = penurunan pada posisi kegagalan D = diameter tiang

Q = panjang tiang

E = modulus elastisitas dari tiang A = luas tiang

Adapun prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:

1.Gambarkan kurva beban-penurunan.

2. Tentukan penurunan elastis, Δ = (Qva)L/AE dari tiang dimana Qva adalah beban yang digunakan, L adalah panjang tiang, A adalah luas potongan melintang tiang, dan E adalah modulus elastisistas tiang.

3.Gambarkan sebuah garis OA berdasarkan persamaan diatas dan gambarkan sebuah garis BC yang sejajar dengan OA pada jarak sejauh x = 0.15 + D/120 in, dimana D adalah diameter tiang (inchi).

4.Beban ultimate ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban-penurunan (titik C)

(37)

Gambar 13: Interpretasi Uji Pembebanan Metode Davisson (1972)

 Metode Mazurkiewicz

Metode Mazurkiewicz ini juga sering digunakan untuk menghitung beban ultimate. Pada metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45º pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash, S; dan Sharma, H. 1990).

Adapun prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:

1. Plot kurva beban-penurunan.

2. Pilih sejumlah penurunan dan gambarkan garis vertikal yang memotong kurva.

Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan ini pada kurva sampai memotong sumbu beban.

3. Dari perpotongan masing-masing kurva, gambar garis 45º sampai memotong garis beban selanjutnya.

(38)

4. Perpotongan ini jatuh kira-kira pada garis lurus.

5. Titik yang didapat oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu vertikal (beban) adalah beban ultimate.

Gambar 14 : Interpretasi Uji Pembebanan Metode Mazurkiewicz (1972)

2.12 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Daya dukung kelompok tiang sangat bergantung pada penentuan bentuk pola dari susunan tiang pancang kelompok dan jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya.

Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka intensitas tekanan bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika cukup besar sering kali tidak praktis karena poer di cor di atas kelompok tiang pancang (pile group) sebagai dasar kolom untuk menyebarkan beban pada beberapa tiang pancang dalam kelompok tersebut.

(39)

(a)

(b)

Gambar 2.15 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk dinding pondasi ( Bowles, 1991)

Jarak antar tiang dalam kelompok yang diisyaratkan oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. adalah:

S ≥ 2,5 D

S ≤ 3,0 D

(40)

dimana :

S = Jarak masing-masing tiang dalam kelompok (spacing) D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.17) akan menyebabkan :

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

(41)

2.12.1 Analisa Gaya yang Bekerja Pada Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang mempunyai bentuk yang sebenarnya sama, hanya berbeda didalam meneruskan gaya – gaya yang bekerja ke tanah dasar pondasi. Penerusan gaya – gaya ke tanah dasar pondasi melalui tiang, yakni beban diteruskan melalui ujung tiang lekatan atau gesek pada dinding tiang. Bila kapasitas dukung rendah, maka bangunan akan terperosok turun, sedangkan bila kapasitas dukung tiang terlalu besar, maka bangunan tersebut kurang ekonomis.

2.12.2 Kelompok tiang pancang yang menerima beban normal sentris

Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah :

Gambar 2.18 Beban mormal sentris pada kelompok tiang pancang

Sumber : Sardjono, 1988 N = n V ... (2. 25) dimana :

(42)

n = banyaknya tiang pancang

2.12.3Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang

bekerja pada dua arah

Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.20 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y

Sumber : Sardjono, 1988

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut : Qi = .2 .2 y y M x x M n V y i x i     ... (2. 26) Dimana :

P1 =Beban yang diterima satu tiang pancang (ton)

= Jumlah beban vertikal (ton)

N = Jumlah tiang pancang

(43)

My = Momen yang bekerja pada kelompok tiang searah sumbu y (tm)

Xi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah X (m) Yi = Jarak tiang pancang terhadap titik berat tiang kelompok pada arah Y (m)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah x (m2)

= Jumlah kuadrat tiang pancang pada arah y (m2)

2.13. Tiang Mendukung Beban Lateral dengan Metode Broms (Tiang dalam Tanah Granuler)

Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Broms (1964) menganggap sebagai berikut :

1. Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang, diabaikan.

2. Distribusi tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan sama dengan 3 kali tekanan tanah pasif Rankine.

3. Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimit atau tahanan lateral ultimit.

4. Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang diperhitungkan.

Tahanan tanah ultimit (pu) sama dengan 3 kali tekanan pasif Rankine adalah didasarkan pada bukti empiris yang diperoleh dari membandingkan hasil pengamatan dan hitungan beban ultimit yang dilakukan oleh Broms.hasil ini menunjukkan bahwa pengambilan factor pengali 3 dalam beberapa hal mungkin terlalu hati-hati, karna nilai banding rata-rata antara hasil hitungan dan beban ultimit hasil pengujian tiang adalah kira-kira 2/3. Dengan anggapan tersebut, distribusi tekanan tekanan tanah dapat

(44)

pu = 3 po Kp ………...……….………... (2.27) dimana:

po = tekanan overburden efektif

Kp = (1 + sin φ”)/(1 – sin φ’) = tg2 (45°+φ/2) φ’ = sudut gesek dalam efektif

Gaya lateral ultimit untuk tiang ujung bebas, dengan mengambil momen terhadap ujung bawah,

Hu=

 

L e K dL p  3 2 1  ………..…...….……… (2.28)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah, di mana:

Hu= (3/2) γ d Kp f ……… ……...……..…… (2.29) dan f = 0,82  p u dK H .………...……….. (2.30)

sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan :

Mmak = Hu (e +2f/3) ..………... ………...…… (2.31)

Jika pada persamaan (2.28), diperoleh Hu yang bila disubstitusikan kedalam persamaan (2.31) menghasilkan Mmak>My, maka tiang akan berkelakuan seperti tiang panjang. Kemudian besarny Hu dapat dihitung dari persamaan – persamaan (2.29) dan (2.30), yaitu dengan mengambil Mmak =My. persamaan – persamaan untuk menghitung

Hudalam tinjauan tiang panjang yang diplot dalam grafik hubungan Hu/(Kpγd3) dan My

(45)

volume tanah (γ) yang dipakai adalah berat volume apung (γ’).

(a) (b)

Gambar 2.21 Tiang ujung bebas pada tanah granuler: (a) Tiang pendek, (b) Tiang panjang (Broms, 1964)

Pada tiang ujung jepit, asumsi tahanan momen pada kepala tiang paling sedikit sama dengan My akan dipakai lagi. Model keruntuhan untuk tiang – tiang pendek, sedang dan tiang panjang, secara pendekatan diperlihatkan dalam gambar 2.23 untuk tiang ujung jepit yang kaku, keruntuhan tiang berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh:

(46)

(a) tiang ujung pendek

(b) Tiang panjang

Gambar 2.22 Tahanan Lateral ultimit tiang dalam tanah granuler

Persamaan (2.32) diplot dalam bentuk grafik ditunjukkan dalam gambar 2.22. gambar tersebut hanya berlaku jika momen negative yang bekerja pada kepala tiang lebih kecil dari tahanan momen tiang (My). Momen (negatif) yang terjadi pada kepala tiang, dihitung dengan persamaan:

(47)

Jika Mmak>My, maka keruntuhan tiang dapat digarapkan akan berbentuk seperti

yang ditunjukan dalam gambar 2.23b. Dengan memperhatikan keseimbangan horizontal tiang pada gambar 2.22b ini, dapat diperoleh:

F = (3/2) γ dL2 Kp - Hu ………..…….……..………. (2.34)

Dengan mengambil momen terhadap kepala tiang (pada permukaan tanah) dan dengan mensubstitusikan F pada persamaan (2.28), maka dapat diperoleh (untuk

Mmak>My) :

My = (1/2) γ dL3 Kp - HuL ……….…….. (2.35)

Harga My dalam perhitungan pondasi tiang menahan gaya lateral merupakan momen maksimum yang mampu ditahan tiang (ultimate bending moment). Dalam tabel 2.12 yang merupakan spesifikasi pondasi tiang dari pabrik.

(48)

Perhatikan, persamaan (2.35) hanya dipakai jika momen maksimum pada k edalaman f lebih kecil daripada My, jarak f dihitung dari persamaan (2.29). kasus yang

lain, jika tiang berkelakuan seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.23b (momen maksimum mencapai My di dua lokasi), Hu dapat diperoleh dari persamaan :

Hu = 3 2 2 f y e M  ………...……… (2.36)

dengan f dapat diperoleh dari persamaan (2.28).

Dari persamaan (2.36), dapat diplot grafik yang ditunjukan dalam gambar 2.22b. Beberapa pengujian yang dilakukan Broms (1964) untuk mengecek ketepatan ketepatan persamaan – persamaan yang diusulkan, menunjukan bhwa untuk tanah granuler (c = 0), nilai banding antara momen lentur hasil pengamatan pengujian menunjukan angka – angka diantara 0,54 – 1,61, dengan nilai rata – rata 0,93.

(49)

(b) Tiang panjang

Gambar 2.23 Tiang ujung jepit dalam tanah granuler (a) Tiang pendek (b) Tiang panjang (Broms, 1964)

Gaya Horizontal pada masing masing tiang

n H

…….………...……… (2.37)

Defleksi lateral untuk tiang ujung jepit

yo =

 

35

25 93 , 0 p p h E I n H ……..………. (2.38)

yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m)

nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau

kering = 2425 kN/m3)

Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2)

Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4)

Untuk tiang dalam tanah granuler (pasir, kerikil), defleksi tiang akibat beban lateral, dikaitkan dengan besaran tak berdimensi αL dengan

(50)

α = 5 1         p p h I E n …...………..… (2.39)

2.14 Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang

Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya.

Menurut Coduto (1983), effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:

1. Jumlah tiang, panjang, diameter, dan terutama jarak antara as tiang. 2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan dukung ujung). 3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.

4. Macam tanah dan Urutan pemasangan tiang.

5. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan tanah.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qa ... (2.40) dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan. Eg = Efisiensi kelompok tiang.

(51)

n = Jumlah tiang dalam kelompok. Qa = Beban maksimum tiang tunggal.

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut adalah sebagai berikut :

 Metode Converse - Labarre

Eg =

' . . 90 ' . 1 ' . 1 ' 1 n m n m m n    ………...……..……… (2.41) dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang. m = Jumlah baris tiang.

n' = Jumlah tiang dalam satu baris. θ = Arc tg d/s, dalam derajat.

s = Jarak pusat ke pusat tiang (lihat Gambar 2.28) d = Diameter tiang

 Metode Los Angeles Group

Eg = 1- ... (2.42)

Dimana :

(52)

m = Jumlah baris tiang

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris s = Jumlah pusat ke pusat tiang d = Diameter tiang

Gambar 2.28 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang

Sumber : Hardiyatmo, 2002

2.15 Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan;

2. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja;

(53)

3. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi;

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi;

Sehubungan dengan alasan butir (3) dari hasil banyak pengujian - pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 12 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5.

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu)

dibagi dengan faktor aman (F) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada jenis tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut:

Qa = 5 , 2 u Q …...………...………….………….…….(2.43)

Beberapa peneliti menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : Qa = 5 , 1 3 s b Q Q  ………...……….….……..(2.44)

Penggunaan faktor keamanan 1,5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang

harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar tahanan

(54)

adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan.

Gambar

Gambar 2.1   Macam-macam tipe pondasi dalam : (a) Pondasi sumuran, (b) Pondasi
Gambar 2.2  Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)  b.  Precast Prestressed Concrete Pile
Gambar 2.4   Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer),  (b) Pemukul aksi double (double acting hammer)
Gambar 2.6 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

llehilr hiuryak). i)leh kiu-ena HSR drur [{AF black tncurprtnyai sifat kckerasan yatrl lebih tingg5 dari karet alam yaitu tiap 100 phr tISR diperkiralian

Sedangkan dalam penelitian ini yaitu meneliti tentang pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan petugas pajak dan sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

Dalam suatu penelitian dapat dilakukan dengan langkah-langkah yaitu memperoleh data dan mengolahnya sesuai dengan perencanaan seperti melakukan proyeksi sampai

Neoplasma yang pertumbuhannya lambat, gejala klinis, antara lain nyeri kepala, akan muncul perlahan-lahan, apalagi bila topis neoplasma di daerah otak yang tidak

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winahyu, dkk (2016), menunjukkan bahwa perilaku seksual berisiko dipengaruhi oleh status pernikahan, ketersediaan transaksi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarakan beberapa hal, antara lain: (1) para guru sebaiknya mengembangkan inovasi pembelajaran berdasarkan kebutuhan siswa

Analisis debit sub DAS Tapung dilakukan menggunakan program SWAT, pada kondisi awal simulasi ini digunakan nilai parameter – parameter yang ditentukan oleh

Adalah tidak mungkin untuk membawa semua kebutuhan dalam tas siaga, maka—belajar dari negeri Jepang—setiap rumah harus memiliki “bunker persediaan” atau tempat aman untuk menyimpan