• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan organisasi sehari-hari baik itu bersifat interen maupun kegiatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kegiatan organisasi sehari-hari baik itu bersifat interen maupun kegiatan yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan

Ketersediaan informasi bagi organisasi merupakan suatu hal yang mutlak, karena dengan adanya sumber informasi yang utuh dan legalitasnya terjamin, seyogyanya dapat menjadi daya dukung yang optimal dalam penyelenggaraan kegiatan organisasi sehari-hari baik itu bersifat interen maupun kegiatan yang bersifat ekstern atau berhubungan dengan instansi lain sesuai tugas pokok dan fungsinya. Informasi merupakan kebutuhan mendasar yang secara realita kehadirannya tidak dapat dipisahkan dari poros aktivitas berkehidupan, baik itu lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan, pasti membutuhkan sumber informasi yang terpercaya dan memiliki keabsahan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam berbagai fungsi kegiatan dimulai dari proses perencanaan, evaluasi sampai dengan tahap pengambilan keputusan.

Prosedur kerja sehari-hari tanpa menghadirkan sumber informasi sebagai elemen pendukung maka akan menyebabkan organisasi mengalami kendala dengan terhambatnya kinerja dan tata kelola. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan bahwa:

Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam

(2)

berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.1

Dinamika perkembangan organisasi sangat tergantung pada tersedianya sumber informasi yang bisa diandalkan, selaras dengan pernyataan tersebut bahwa pada dasarnya penyediaan sumber informasi yang lengkap, akurat serta autentik merupakan suatukeniscayaan, sebab dengan adanya informasi maka akan memberi kelancaran dalam kegiatan operasional baik yang menyangkut fungsi fasilitatif maupun fungsi substantib. Untuk mengelola manajemen diperlukan informasi yang teliti, tepat dan cepat. Demikianlah kecenderungan di abad informasi ini, berkembang pesat dan penuh liku-liku persaingan dan maju mundurnya sangat tergantung pada informasi. Salah satu informasi yang sangat penting bagi sektor bisnis yakni rekaman dari kegiatan bisnis itu sendiri, rekaman itu terdapat pada arsip.2

Secara garis besar definisi arsip yang dirisalahkan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan pada pasal 1 bahwa arsip adalah:

Rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan

1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 1 ayat 1

2 Zulkifli Amsyah, Manajemen Kearsipan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. xi.

(3)

perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.3

Menurut definisi di atas, perspektif tentang arsip bisa dinilai secara universal, bahwa arsip merupakan informasi terekam dalam berbagai macam format dan media sesuai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Arsip memiliki arti penting bagi kelangsungan peradaban yang secara konkret arsip tidak hanya mendukung kelancaran manajemen suatu institusi semata namun lebih dari itu bila ditarik dari sisi yang lebih luas lagi arsip sebagai pilar akuntabilitas dan memori kolektif yang pada hakikatnya menyimpan nilai-nilai strategis bagi keberlangsungan hidup masyarakat, bangsa dan negara.

Terciptanya sebuah arsip pasti melalui serangkaian proses kegiatan didalam organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya yang mana arsip harus melewati fase-fase yang diistilahkan sebagai daur hidup arsip yakni arsip dinamis aktif, arsip dinamis inaktif dan arsip statis. Berdasarkan fungsinya arsip dibedakan menjadi dua yakni arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis adalah arsip yang dipergunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaran kehidupan kebangsaaan pada umumnya atau dipergunakan secara langsung dalam penyelengaraan administrasi negara, kemudian arsip dinamis dapat dirinci menjadi arsip dinamis aktif dan arsip dinamis inaktif. Kemudian arsip statis adalah arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara. Arsip

3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang

(4)

statis ini merupakan pertanggungjawaban Nasional bagi kegiatan pemerintah dan nilai gunanya penting untuk generasi yang akan datang.4

Arsip mempunyai sifat unik karena mempunyai sumber informasi yang mengandung nilai guna primer (bagi pencipta arsip) dan juga nilai sekunder (bagi publik). Dalam konteks arsip dinamis, arsip merupakan sumber informasi kredibel yang diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi yang mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai pusat ingatan dari aktivitas yang telah dilakukan oleh organisasi.

Seiring meningkatnya pekerjaan yang semakin kompleks didalam organisasi, maka akan membawa kecenderungan bertambahnya kebutuhan akan sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dalam berproses ke tahap pencapaian tujuan suatu organisasi. Untuk mewujudkan sebuah organisasi yang memiliki tata kerja yang baik sekiranya perlu membangun manajeman kearsipan yang terkonsep secara baik serta dalam penerapannya harus berpedoman pada standar kearsipan agar arsip-arsip yang dimiliki organisasi bisa terjaga baik fisik maupun informasinya, kemudian ketika arsip dibutuhkan akan cepat dan tepat dalam penemuan kembali.

Dalam ranah arsip statis, khasanah arsip statis dapat digunakan sebagai sumber penelitian karena berisikan ilmu pengetahuan (knowledge) serta terdapat sumber informasi penting, bila ditarik dari aspek historis arsip statis menyimpan

4 Sedarmayanti, Tata Kearsipan dengan Memanfaatkan Teknologi Modern (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm.33.

(5)

peristiwa bersejarah perjalanan bangsa dari masa ke masa dan menjadikannya sebagai pelajaran terbaik dimasa kini dan juga masa depan. Sehingga arsip merupakan informasi yang direkam atau terekam yang otentisitas, kredibilitas, legalitas dan integritasnya bisa dihandalkan. Oleh karenanya arsip harus dijaga dari unsur perusakan (tampering), pengubahan (alteration), pemalsuan (falsification), korupsi (corruption), dan penghapusan (deletion).5

Dewasa ini paradigma terkait arsip tidak lagi dipandang sebatas hasil samping dari kegiatan administrasi rutin semata, namun arsip lebih tepatnya disebut sebagai informasi terekam yang mengandung sumber kebuktian serta merupakan aset berharga bagi organisasi. Organisasi diindikasikan bonafide bisa dilihat dari kelengkapan arsip-arsip yang dimiliki dan sistem pengarsipannya yang sudah sesuai standar kearsipan. Kehadiran arsip bagi organisasi suatu elemen yang paling urgen,

sebab arsip bagi organisasi diperlukan kehadirannya sebagai alat dasar manajemen, adapun fungsi manajemen adalah planning, organizing, actualing dan controlling.6

Kemajuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh terhadap terciptanya berbagai format dan bentuk arsip di setiap instansi. Adapun format dan bentuk arsip dibagi menjadi dua yakni arsip konvensional dan arsip bentuk khusus. Terkait arsip bentuk khusus disini, menurut David Roberts dalam buku Keeping Archives, bahwa arsip bentuk khusus terdiri

5 Joko Utomo “Arsip Sebagai Simpul Pemersatu Bangsa” dalam Jurnal

Kearsipan Vol. 7/ANRI/12/2012 (Jakarta: ANRI, 2012), hlm.2.

6 Boedi Martono, Organisasi Kearsipan Tugas dan Fungsinya (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1994), hlm. 21.

(6)

dari foto, rekaman suara, peta dan gambar, ephemera, objek, karya seni, publikasi dan arsip elektronik.7

Arsip gambar pemugaran salah satu arsip bentuk khusus yang dalam kegiatan pengolahannya harus dilaksanakan secara baik dan benar sesuai kaidah kearsipan sehingga fisik serta informasinya bisa terjaga. Arsip gambar pemugaran tergolong dalam arsip kearsitekturan karena berisikan gambar konstruksi bangunan cagar budaya dan peta topografi. Berkenaan dengan penjagaan fisik dan informasi arsip gambar pemugaran, salah satu metode penjagaan fisik dan informasi yang efektif ialah dengan cara digitalisasi arsip. Dalam paparan aspek teoritis ditunjukkan pentingnya alih media elektronik (digitalisasi) sebagai salah satu instrumen dalam preservasi (pemeliharaan). 8 Terdapat elemen penting dalam alih media elektronik atau digitalisasi, diantaranya: spesifikasi pemindaian, metadata, pemeliharaan arsip elektronik atau digital, migrasi arsip elektronik, pemeliharaan dan pemusnahan arsip elektronik.9 Jadi pada dasarnya kegiatan digitalisasi arsip yaitu mengubah format arsip yang awal mulanya bermedia tekstual lalu dimigrasikan kedalam format digital dengan menggunakan teknologi pemindaian (scanning).

7 David Roberts, “Managing Records in Special Formats”, dalam Judith Ellis (ed.), Keeping Archives Second Edition (Melbourne: Australian Society of Archivist, 1993), hlm 385-417.

8 Machmoed Effendie dkk, Panduan Umum Digitalisasi Arsip (Yogyakarta: Arsip, 2010), hlm. 6.

(7)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta pada bagian Unit Kerja Pemugaran menghasilkan arsip gambar pemugaran dalam menjalankan tugas pokok dan fungisnya. Adapun tupoksi unit kerja pemugaran itu sendiri cenderung ke arah teknis seperti melakukan upload data ukur dilapangan yang dalam pelaksanaannya membutuhkan data-data teknis yang menyangkut kegiatan teknisnya seperti arsip gambar pemugaran. Konteks, konten, dan struktur yang terdapat pada arsip gambar pemugaran mempunyai variasi yang beragam yakni berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagaimana kita ketahui bahwa arsip gambar pemugaran termasuk dalam golongan arsip substantib yang menjadi icon di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta karena instansi tersebut tupoksi utamanya yaitu pengelola cagar budaya bergerak maupun tidak bergerak di Provinsi DIY.

Arsip gambar pemugaran sangat diperlukan kehadirannya, sebab jika sewaktu-waktu terjadi bencana baik yang disebabkan dari faktor alam maupun ulah manusia yang tidak bertanggungjawab yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur cagar budaya maka arsip gambar pemugaran bisa dijadikan pedoman guna melakukan pemugaran situs purbakala setelah terjadi bencana. Arsip gambar pemugaran berisi nilai informasi tinggi tentang sejarah, seni, dan nilai budaya yang berguna untuk riset, berkenaan dengan hal tersebut bahwa arsip gambar pemugaran masa simpannya berjangka panjang dan masuk dalam kategori arsip vital. Pengertian arsip vital itu sendiri adalah arsip dinamis yang esensial untuk kelangsungan hidup organisasi, arsip dinamis ini tidak dapat tergantikan, karena

(8)

memberikan status legal, keuangan, dan kepemilikan. Arsip vital ini penyimpanannya memerlukan perhatian khusus, tidak hanya satu tempat namun memerlukan tempat yang aman dari bahaya bencana apapun.10 Terkait dengan hal tersebut, arsip gambar pemugaran yang dikategorikan sebagai arsip vital idealnya dilakukan alih format elektronik yang dalam prosesnya tidak hanya digitalisasi saja melainkan harus mengikuti tata cara sesuai kaidah kearsipan sehingga tidak merusak fisik arsip dan informasi arsip asli, harus memperhatikan teknologi yang digunakan, prosedur penyimpanan arsip pasca digitalisasi dan aspek penting selanjutnya yakni harus memperhatikan dari segi legalitas arsip digital, sehingga arsip digital bisa dijadikan bukti otentik dipengadilan jika sewaktu-waktu terjadi permasalahan.

Berdasarkan pokok pikiran yang disampaikan pada latarbelakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak dikaji sebagai berikut.

1. Apa sarana prasarana dan sumber daya pendukung dalam kegiatan digitalisasi arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

2. Bagaimana prosedur teknis digitalisasi arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

10 Suhardo Surotani, Perlindungan Arsip Vital (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.16.

(9)

3. Bagaimana proses penyimpanan arsip gambar pemugaran pasca ditansformasikan ke dalam format digital di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

4. Bagaimana proses penemuan kembali arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

5. Bagaimana legalitas arsip gambar pemugaran format digital di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

6. Apa kendala yang dihadapi dalam kegiatan digitalisasi arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta?

B. Keaslian Tugas Akhir

Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta pernah dipakai praktik kerja lapangan oleh mahasiswa prodi kearsipan UGM. Untuk yang mengambil tema arsip bentuk khusus terdapat pada tahun 2003 oleh Yuli Puji Astuti dkk., dengan judul “Pengelolaan Arsip Kearsitekturan Terkait dengan Temu Balik di Kelompok Kerja Pemugaran Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bogem,Sleman, Yogyakarta”. 11Adapun pokok bahasannya ialah pengelolaan arsip kearsitekturan secara keseluruhan dimulai dari gambaran jenis arsip yang dikelola, proses penciptaannya, pengunaan dan pemeliharaan, penyimpanan, temu balik, penyusutan, pengamanan dan layanan informasi. Terkait laporan tugas akhir Yuli Puji Astusi dkk. tersebut belum ada proses digitalisasi, sebab pada sub bahasan tentang temu balik arsip

11Yuli Puji Astuti dkk., “Pengelolaan Arsip Kearsitekturan Terkait dengan Temu Balik di Kelompok Kerja Pemugaran Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bogem,Sleman, Yogyakarta”, Laporan Tugas Akhir Program Studi Kearsipan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003.

(10)

kearsitekturan disebutkan bahwa dalam memasukkan data informasi arsip kearsitekturan ke dalam komputer belum disertai dengan scan dokumennya sehingga hal tersebut menandakan pada tahun 2003 belum dilakukan proses migrasi arsip kearsitekturan ke media digital. Kemudian untuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam pengelolaan arsip kearsitekturan diantaranya: almari graphiteque

atau almari vertikal, almari kayu, pita graphiteque (alat untuk menggantung arsip gambar pada almari vertikal), daftar inventaris meliputi: buku induk, daftar klasifikasi gambar kabupaten, buku bon peminjaman arsip, buku cetak gambar, buku bon peminjaman peralatan, label, ruang penyimpanan arsip berukuran 3×6 m yang memuat ± 5000 arsip.

Sedangkan yang menjadi fokus bahasan pada tugas akhir ini ialah digitalisasi arsip gambar pemugaran dengan Judul “Digitalisasi Arsip Gambar Pemugaran: Upaya Penjaga Karya Adiluhung Nenek Moyang Bangsa di Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pada dasarnya arsip gambar pemugaran dengan arsip kearsitekturan ialah sama karena arsip kearsitekturan bagian dari arsip gambar pemugaran, selain itu arsip gambar pemugaran konten, konteks dan struktur informasinya beraneka macam meliputi arsip gambar insitu, arsip gambar konstruksi, arsip gambar pengukuran, arsip gambar perencanaan pemugaran, arsip gambar purna pugar, arsip peta topografi dan peta kontur. Adapun perbedaan yang paling mendasar antara laporan tugas akhir yang ditulis oleh Yuli Puji Astuti dkk dengan laporan tugas akhir ini terdapat pada pengelolaan arsip kearsitekturan berbasis manual dan digitalisasi arsip gambar pemugaran.

(11)

C. Tujuan dan Manfaat 1. Tujuan

Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan praktik kerja lapangan di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, adalah sebagai berikut. a. Untuk mendeskripsikan sarana prasarana dan sumber daya yang digunakan dalam proses digitalisasi arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.

b. Untuk mendeskripsikan prosedur digitalisasi arsip gambar pemugaran di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.

c. Untuk mendeskripsikan penyimpanan arsip gambar pemugaran pasca digitalisasi di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.

d. Untuk mendeskripsikan proses temu balik arsip gambar pemugaran dalam bentuk digital dan juga tekstual di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.

e. Untuk mendeskripsikan legalitas hukum yang terdapat pada arsip digital di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.

f. Untuk mendeskripsikan kendala yang dialami oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta dalam mendigitalisasikan arsip gambar pemugaran dan mencari solusi terbaik terkait permasalahan yang terjadi.

(12)

2. Manfaat

Adapun manfaat dari kegiatan praktik kerja lapangan di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta adalah, pertama untuk mengasah keterampilan terkait teknis praktis dibidang kearsipan dalam hal ini terkait dengan konteks judul tugas akhir yaitu digitalisasi arsip, kedua secara teoritis yakni untuk mengembangkan keilmuan dibidang ilmu kearsipan dalam kerangka berfikir yang utuh. Ketiga ialah memberikan solusi terhadap kendala yang dihadapi oleh Unit Kerja Pemugaran dalam mendigitalisasikan arsip gambar pemugaran dan Unit Kerja Dokumentasi dalam melakukan proses scanning.

D. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam kerangka berfikir yang utuh dari laporan tugas akhir yang berjudul “Digitalisasi Arsip Gambar Pemugaran: Upaya Penjaga Karya Adiluhung Nenek Moyang Bangsa di Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY”, seyogyanya perlu disusun sistematika penulisan sebagai penjelasan terhadap laporan secara menyeluruh. Laporan tugas akhir ini terdiri dari empat bab, walaupun setiap bab berbeda konteks bahasan namun setiap bab memiliki kolerasi sehingga terpadu menjadi satu kesatuan yang utuh sesuai tema.

Bab pertama adalah Pendahuluan, pada bab satu ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama yaitu latar belakang dan permasalahan. Dalam latar belakang dan permasalahan dijelaskan tentang pentingnya kehadiran arsip bagi kelancaran tata kelola instansi dan dijelaskan metode penjagaan fisik dan informasi pada arsip dengan melakukan metode digitalisasi. Kemudian sub bab kedua yaitu keaslian

(13)

tugas akhir yang membahas tentang perbedaan antara laporan tugas akhir yang akan ditulis dengan laporan tugas akhir sebelumnya, dalam hal ini keaslian menjadi hal penting sehingga tidak terjadi kesamaan tema penulisan dan juga tempat praktik kerja lapangan. Sub bab ketiga yaitu tujuan dan manfaat, tujuan merupakan hasil yang hendak dicapai dalam penelitian dan manfaat dari pelaksanaan penelitian baik manfaat bagi diri sendiri, instansi tempat praktik kerja lapangan, dan umum. Selanjutnya sub bab keempat yaitu sistematika penulisan yang merupakan gambaran secara menyeluruh terkait konteks laporan tugas akhir.

Bab kedua berisi dua sub bab yaitu tinjauan pustaka dan metode pengumpulan data. Sub bab pertama ialah tinjauan pustaka yang menjelaskan tentang kata kunci sesuai judul tugas akhir, adapun kata kunci yang digunakan dalam kajian ini ditinjau dari dua kata kunci yang saling berkolerasi yaitu pertama tinjauan tentang digitalisasi arsip dan kedua tinjauan tentang arsip gambar pemugaran. Kemudian sub bab kedua ialah metode pengumpulan data yang merupakan jenis metode yang digunakan untuk memperoleh data-data konkret yaitu studi pustaka, observasi-partisipasi dan wawancara. Pertama studi pustaka adalah mencari sumber rujukan, mempelajari serta melakukan pengkajian terhadap buku-buku yang paling relevan dengan tema tugas akhir. Kedua observasi-pastisipasi adalah melakukan praktik kerja lapangan di instansi yang menjadi sasaran penelitian dan ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendigitalisasian arsip gambar pemugaran. Ketiga wawancara adalah kegiatan tanya jawab kepada narasumber baik di lakukan secara formal dan informal, wawancara ini bertujuan untuk menanyakan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, sehingga

(14)

wawancara bisa menjadi pelengkap sumber data yang diperoleh dari studi pustaka dan observasi-partisipasi.

Bab ketiga adalah pembahasan yang terdiri dari tiga sub bab kajian. Sub bab pertama menjelaskan gambaran umum organisasi yang terdiri dari sub-sub bab. Sub-sub bab pertama menjelaskan mengenai sejarah berdirinya, menjelaskan sejarah nama awal organisasi sebelum menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY. Kemudian sub-sub bab kedua yaitu tentang visi dan misi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Sub-sub bab ketiga berisi struktur organisasi yang menjelaskan jabatan struktural di Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Sub-sub bab keempat yaitu tugas pokok dan fungsi dari Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY. Selanjutnya sub-sub bab lima menjelaskan tentang sistem pengorganisasian arsip secara umum di Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, adapun pengorganisasian arsip di Balai Pelestarian Cagar Budaya menggunakan sistem sentralisasi dan juga sistem desentralisasi. Sub bab kedua berisi tentang pengelolaan arsip di Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY yang menjelaskan tentang jenis arsip apa saja yang dikelola, berapa volume arsip yang tercipta, menjelaskan tentang kondisi sarana dan prasana, kondisi arsip dan sistem pengelolaannya. Sub bab ketiga yaitu sesuai substansi tema laporan tugas akhir. Sub bab ini terdiri dari enam sub-sub bab. Sub-sub bab pertama menjelaskan tentang sarana prasarana dan sumber daya pendukung dalam pelaksanaan digitalisasi arsip gambar, adapun sarana prasarana dan sumber daya tersebut ialah ruangan, peralatan hardware dan

software, kualitas arsip baik fisik dan kandungan informasinya dan ketersediaan sumber daya manusia. Lalu sub-sub bab kedua berisi tahapan teknis pemindaian

(15)

arsip gambar kalkir menjadi arsip format digital dimulai dari tahapan persiapan, proses scanning arsip gambar, editing, dan saving. Sub-sub ketiga berisi tentang proses penyimpanan arsip gambar pasca digitalisasi, baik penyimpanan fisik arsip gambar pemugaran di lemari graphiteque pada ruang simpan unit kerja pemugaran dan penyimpanan arsip gambar digital di database komputer. Sub-sub bab keempat yaitu tahapan temu kembali arsip gambar pemugaran baik konvensional maupun arsip gambar yang sudah dialihmediakan ke dalam format digital, temu kembali arsip gambar tersebut dilakukan secara manual dan dengan komputer. Sub-sub bab ke lima yaitu terkait legalitas dari arsip gambar format digital, yang menjelaskan tentang bagimana proses legalisasi arsip gambar digital. Sub-sub terakhir yaitu kendala dalam proses digitalisasi arsip gambar pemugaran, yang menjelaskan secara rinci tentang masalah yang terjadi dalam kegiatan mendigitalisasikan arsip gambar.

Bab keempat adalah penutup, bab empat ini terdiri dari dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran. Sub bab kesimpulan berisi jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan pada pokok kajian. Sub bab kedua yaitu saran yang berisi tentang masukan atas kendala yang dihadapi instansi ketika melaksanakan digitalisasi arsip gambar pemugaran, diharapkan dengan saran tersebut akan menghasilkan sebuah ide baru atas kendala yang terjadi dan mencari jalan keluarnya demi kebaikan hari ini, nanti dan masa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

1 21 Normalisasi Dan Pembuatan Talud Anak Sungai Kedukan Bungaran Panca Usaha Menuju RSUD Bari Kecamatan SU I..

Berdasarkan definisi tersebut, maka yang dimaksud dengan perilaku konsumen dalam kajian ini adalah suatu studi mengenai proses pembuatan keputusan beli atas suatu produk dan

UML (Unified Modeling Language) adalah sebuah bahasa untuk menetukan, visualisasi, kontruksi, dan mendokumentasikan artifact (bagian dari informasi yang digunakan atau

Gambar 4.10 Grafik perbandingan perubahan volume terhadap lama perendaman antara kayu karet dan kayu bengkirai coating pada.

Dari 39 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Analisis Real dengan metode inkuiri dapat diketahui nilai kemampuan berpikir kritis matematis yang di atas 65 diraih oleh 8

(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang

Setelah dilakukan pengujian pada penelitian “Rancang Bangun Sistem Monitoring Tegangan, Arus Dan Temperatur Pada Sistem Pencatu Daya Listrik Di Teknik Elektro Berbasis