TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Pohon Kemenyan Toba
Tanaman kemenyan (Styrax sumatranaJ.J.SM) dalam sistematikatumbuhan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Ebeneles
Family : Styraceae
Genus : Styrax
Spesies : Styrax sumatrana J.J.SM (Oetomo, 1974)
Tempat tumbuh kemenyan terdapat pada ketinggian antara 600-2000
mdpl, namun di Tapanuli Utara kemenyan tumbuh baik pada ketinggian
1000-1500 mdpl. Heyne (1987) menambahkan bahwa kemenyan toba mampu tumbuh
baik pada tanah yang kaya humus dengan kelembapan cukup tinggi, berdrainase
baik, curah hujan rata-rata 2000 mm/tahun dengan temperature 180-230°C dan
dapat tumbuh baik pada topografi bergelombang sampai berbukit.
Van Steenis (1953) menyebutkan bahwa secara umum hanya 4 jenis
yangdibudidayakan dan bernilai ekonomi yaitu: kemenyan toba (Styrax
paralleloneurumPERK), kemenyan durame (Styrax benzoine DRYAND),
kemenyan bulu (Styrax benzoinevar. hiliferum) dan kemenyan siam (Styrax
tonkinennsis).Umumnya masyarakat di Tapanuli dan Dairi, Provinsi Sumatera
banyak dikembangkan di Indonesia, namun telah dirintispenguasaan budidayanya
oleh Balai Penelitian Kehutanan Sumatera(BPK Pematanag Siantar).
Morfologi Pohon Kemenyan
Pohon
Kemenyan termasuk pohon besar, tinggi dapat mencapai 20 – 40mdan
diameter batang mencapai 60 – 100 cm. Batang lurus denganpercabangan sedikit.
Kulit beralur tidak terlalu dalam (3 - 7 mm) dengan warna kulit merah anggur
(Jayusman, 2014). Pohon ini terdapat di daerah pegunungan pada ketinggian
600-1000 m di atas permukaan laut (Heyne, 1987).
Daun
Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara spiral. Daun
berbentukoval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun bulat
denganujung runcing. Sebelah atas daun berwarna hijau dan sebelah
bawahberwarna kekuning-kuningan dengan pinggiran daun rata. Panjang
daunmencapai 4 - 15 cm, lebar daun 5 - 7,5 cm, tangkai daun 5 – 13 cm,helai daun
mempunyai nervi 7 - 13 pasang. Warna daun jenis Toba lebihgelap kecoklatan
dan lebih tebal dibandingkan jenis Durame dan Bulu (Jayusman, 2014).
Kemenyan berdaun majemuk, berbentuk bulat telur, tersebar, panjang 8-14
cm, lebar 2-5 cm, tepi rata, ujung meruncing, pangkal tumpul, pertulangan
menyirip, hijau dan berambut (Tjitrosoepomo, 1994).
Bunga
Kemenyan berkelamin dua, dengan tangkai bunga memiliki panjang6-11
cm. Daun mahkota bunga 9 - 12 helai berukuran 2 -3 mm, kelopak dan mahkota
tahun. Waktu berbunga pada bulanNovember sampai Januari (Jayusman, 2014).
Bunga banci, aktinomorf, rangkaian berbentuk malai dan terdapat pada ketiak
daun (Tjitrosoepomo, 1994).
Buah dan biji
Buah Kemenyan berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5 – 3
cm. Biji berukuran 15 - 19 mm, dengan warna coklat keputihan. BijiKemenyan
terdapat di dalam buah dengan kulit buah berukuran 1,75mm – 3,1 mm. Biji
kemenyan toba berwarna coklat tua dan lebih gelapdibandingkan jenis durame
dan bulu (Jayusman, 2014).
Manfaat Kemenyan
Usaha pelestarian tanaman penghasil senyawa bioaktif di Indonesia perlu
mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Kemeyan tumbuh
dengan baik di hutan Sumatera Utara menjadi salah satu sumber penghasilan
masyarakat dibeberapa desa, yang dikenal dengan getah kemeyan. Pemanfaatan
kemenyan telah dikenal luas di Indonesia terutama sebagai bahan obat, baik
sebagai obat tradisional maupun industri rokok, batik dan upacara ritual. Lebih
dari itu tanaman kemenyan sebagai golongan Styrax mengandung senyawa kimia
yang dapat digunakan sebagai obat-obatan. Kemenyan memiliki banyak senyawa
bioaktif seperti asam sinamat dan turunannya yaitu senyawa kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri kosmetik dan obat-obatan.
Tanaman kemenyan prospektif dikembangkan untuk tanaman hutan
rakyat, hutan kemasyarakatan, rehabilitasi, sekat baker, penghara industri pulp,
bangunan rumah dan jembatan serta akarnya mengandung cairan berwarna
kemerah-merahan yang berfungsi sebagai insektisida (Rajagukguk, 2009).
Habitat dan Penyebaran
Burkil (1935) menjelaskan bahwa pohon kemenyan berasal dari
pantaibarat Sumatera, tumbuh secara alami dan telah banyak dibudidayakan.
Steenis (1953) menambahkan bahwa pohon kemenyan banyakditemukan di hutan
alam, hidup berkelompok dan bercampur dengantanaman lain.Pohon kemenyan
menyebar pada berbagai negara meliputi Malaysia,Thailand, Indonesia dan Laos.
Indonesia memiliki daerah sebaran pohon kemenyan di Pulau Sumatera, Pulau
Jawa bagian barat dan KalimantanBarat. Sumatera memiliki sebaran terluas,
terutama daerah Tapanuli danDairi. Diperkirakan hampir 67% dari luas kebun
kemenyan yang adadi Indonesia terdapat di daerah Tapanuli Utara. Pohon
kemenyan menyebar pada berbagai elevasi (60 m – 2100 m). Di daerah
Palembang (Sumatera Selatan) dan Tapanuli Selatan, pohon kemenyan banyak
ditemukan pada daerah dengan ketinggian 60 - 320 mdpl.
Sentra kebun kemenyan di Tapanuli Utara yang dikenalsecara luas
rata-rata berada pada ketinggian lebih dari 600 mdpl. Pohon kemenyan tidak
memerlukan persyaratan yang istimewa. Heyne (1987) menjelaskan pohon
kemenyan mampu tumbuh pada tanah-tanah tinggiyang berpasir, maupun tanah
lempung rendah di hutan alam. Mamputumbuh pada Andosol, Podsolik, Latosol,
Regosol, dan berbagai asosiasimulai tanah bertekstur berat sampai ringan, serta
tanah yang suburhingga kurang subur, tanah berpasir hingga tanah lempung
rendah dihutan alam, namun secara umum pohon kemenyan menghendaki
genangan air, sehingga untuk pertumbuhannya membutuhkantanah yang
porositasnya tinggi (mudah meneruskan/meresapkan air).Tumbuh baik pada
solum tanah yang dalam dengan pH tanah berkisar4 - 7, menghendaki bulan basah
yang tersebar merata sepanjang tahun.
Penanda Molekuler
Penanda molekuler merupakan fragmen sekuen DNA yang berhubungan
dengan bagian genom pembawa gen yang bertanggung jawab terhadap suatu
karakter tertentu (Bagali et al., 2010). Penanda molekuler ini bekerja dengan cara
memberi tanda bagian sekuen DNA yang mengalami polimorfisme dari individu
yang berlainan. Perbedaan tersebut meliputi insersi, delesi, translokasi, duplikasi
dan mutasi titik. Penanda molekuler ini bersifat stabil, dapat terdeteksi pada
semua jaringan tanpa dipengaruhi oleh status pertumbuhan, diferensiasi,
perkembangan maupun sistem pertahanan sel serta dapat diaplikasikan pada
bagian manapun dari genom (intron, ekson maupun daerah regulasi),
dapatmembedakan polimorfisme yang tidak menghasilkan variasi yang nampak
secara fenotip dan tidak dipengaruhi langsung oleh lingkungan (Mondini et al.,
2009).
Teknik molekuler telah diaplikasikan pada gen yang spesifik dalam upaya
meningkatkan pemahaman mengenai aksi gen, peta genetik dan pengembangan
teknologi transfer gen. Teknik molekuler juga memegang peranan penting dalam
studi filogeni dan evolusi suatu jenis serta digunakan dalam meningkatkan
pemahaman mengenai distribusi dan variasi genetik di antara dan antar jenis
(Mondini et al., 2009). Data molekuler yang diperoleh dari hasil analisis
menghasilkan lebih sedikit homoplasi dibandingkan dengan karakter morfologi,
merupakan indikator yang lebih nyata untuk filogeni serta menyediakan lebih
banyak karakter yang obyektif (Pryer et al., 1995).
DNA Kloroplasuntuk Analisis Genetika Populasi
DNA kloroplas merupakan molekul DNA sirkular yang ditemukan pada
kloroplas tanaman (Frankhamet al., 2010), bersifat stabil secara struktur, haploid,
non-rekombinan dan pada sebagian besar tumbuhan diwariskan dari induk betina
(Small et al., 2004). DNA kloroplas juga dapat dimanfaatkan untuk studi populasi
tanaman, deteksi hibridisasi, analisis keanekaragaman genetik maupun
filogeografi populasi tanaman (Mondini et al., 2009). Sekuen DNA kloroplas
banyak digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar jenis pada
Angiospermae dan tumbuhan lainnya, namun lambatnya laju evolusi pada
molekul ini merupakan kekurangan untuk mengetahui hubungan kekerabatan di
dalam jenis (Taberlet et al., 1991).
Intergenic spacer (IGS) trnL-trnF dari genom kloroplas memiliki
variabilitas yang tinggi dan dapat digunakan untuk menganalisis strain yang
berbeda (Guzmán & Vargas, 2005). Penanda kloroplas telah digunakan secara
luas untuk penilaian filogenetik pada tumbuhan. Tingkat evolusi yang rendah dari
DNA kloroplas adalah kelemahan tebesar untuk hubungan antar jenis diantara set
sampel. Di sisi lain,urutan DNA noncoding dari genom kloroplas berkembang
dengan cepat, dan menyajikan sumber berharga untuk studi filogenetik. Karena
daerah noncoding DNA ini adalah hotspot mutasi, tRNA-Leu (trnL) intron, dan
intergenic spacer (IGS) diantara ekson trnL 3’ dan tRNA-Phe
intraspesies. Dengan demikian, konsensus primer digambarkan untuk
daerah-daerah noncoding (Türktaşet al., 2012).
trnL-trnF merupakan daerah yang terbentang dari trnL (UAA) 5’ ekson
hingga trnF (GAA) (Adjie et al., 2008). Gen plastid trnL (UAA) dan trnF (GAA)
merupakan gen pengkode RNA transfer dan di antara kedua gen tersebut terdapat
sekitar 1.000 bp sekuen daerah non-pengkode (intron dari trnL (UAA) dan
intergenic spacer (IGS) dari trnL-trnF (GAA) (Holt et al., 2005).
Daerah non-pengkode tersebut merupakan daerah yang menunjukkan
frekuensi mutasi paling tinggi dan mudah diamplifikasi maupun disekuen secara
langsung karena ukurannya yang tidak terlalu panjang (Taberlet et al., 1991).
Daerah non-pengkode pada genom kloroplas ini dianggap lebih sesuai untuk studi
filogenetik mulai dari tingkatan di dalam jenis hingga antar suku dibanding plastid
non-pengkode lainnya (Tsai et al., 2006). Daerah trnL-trnF (intron dan IGS) ini
dapat menghubungkan banyak sekuen melalui perbandingan basis data di tingkat
marga pada hampir seluruh keturunan tumbuhan darat.
Keterangan : Daerah trnL-trnF yang terbentang dari trnL (UAA) 5’ ekson hingga trnF
(GAA) dan dua daerah non-pengkode diantaranya (intron dan intergenic spacer (IGS))
serta primer universal yang digunakan untuk mengamplifikasi daerah tersebut (c-f)
(Taberlet et al., 1991).
Jumlah populasi yang besarmemungkinkan terbentuknya subpopulasi dan
meningkatkan angka kompetisi. Dampak darisubpopulasi yang dikhawatirkan
adanyainbreeding (perkawinan sedarah) yangmenjadikan populasi lebih rentan
terhadapkepunahan. Kompetisi dapat mengakibatkan perubahanperilaku
(adaptasi) yang memungkinkanterjadinya mutasi pada genotipe sehingggaterjadi
evolusi baik secara mikro maupun makro (Hendra et al., 2013).
Sekuensing merupakan metode yang digunakan untuk menentukan urutan
basa nukleotida (adenine, guanine, cytosine dan thymine). Sekuensing DNA dapat
dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA
lainnya dengan cara membandingkan sekuens target dengan sekuens DNA lain
yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan dalam riset dasar biologi maupun
berbagai bidang terapan seperti DNA barcoding, kedokteran, bioteknologi,
forensik, dan antropologi (Snustad & Simmons, 2003).
Kata Filogenetik (Phyolgenetics) berasal dari bahasa Yunani, phyle dan
phylon yang berarti suku dan ras, serta kata genetikos yang berarti kerabat dari
kelahiran. Filogenetik merupkan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai
bagaimana keterhubungan organisme satu dan yang lainnya dilihat dari nenek
moyang terakhir yang dimilki bersama. Dimana pada nenek moyang tersebut
terdapat sebuah sifat khusus baik secara morfologi ataupun molekular yang masih
dimiliki oleh dua atau lebih organisme tersebut. Lalu saat diturunkan dari nenek
beberapa oganisme sehingga menyebabkan terpisahnya organisme tersebut dari
satu organisme, karena sudah merupakan organisme yang berbeda satu dan
lainnya. Melalui filogenetik, dapat diamati dengan lebih jelas bagaimana evolusi
dapat terjadi, bagaimana alur evolusi itu terjadi pada mahkluk hidup,
bagaimanakedekatan makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya dan banyak
hal lainnya dapat dilihat melalui pendekatan dengan filogenetik ini (Mirabella,
2011).
Untuk menghindari terjadinya interbreeding antar spesies yang berbeda
dari nenek moyangnya, harus ada isolasi. Isolasi yang paling berpengaruh adalah
isolasi geografi dimana kelompok atau populasi terhalang oleh keadaan fisik
lingkungan seperti laut, gunung, gurun pasir, sungai, dan bukit. Isolasi genetik
yang disebabkan oleh satu atau lebih mutasi hanya dapat timbul sesudah
terjadinya isolasi geologi dalam waktu yang lama. Isolasi ini menghasilkan
perbedaan yang nyata antara kedua kelompok populasi. Apabila dua populasi
yang berbeda beradaptasi pada lingkungan yang berbeda, maka masing-masing
populasi akan mengakumulasi perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam kumpulan
gen (perbedaan frekuensi alel dan genotip) (Henuhili, 2008).
Evolusi adalah perubahan struktur genetika populasi, paling sedikit terjadi
pada satu gen lokus. Proses evolusi akan mengakibatkan terjadinya keragaman
genetika pada organisme tidak terkecuali pada pohon hutan. Proses evolusi
tersebut meliputi: mutasi (mutation), migrasi (migration), hanyutan genetika
(genetic drift), seleksi (selection) dan sistem perkawinan (mating system).
konservasionis untuk konservasi genetika sumber daya pohon, dan pemulia
(breeder) sebagai dasar untuk pemuliaan pohon (Finkeldey, 1998).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga September 2016.
Pengambilan sampel dilaksanakan di Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kabupaten Pakpak Bharat, dan di kawasan hutan Batang Toru Blok Barat,
Kabupaten Tapanuli Utara. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium
Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain plastik klip kedap
udara, gunting, tissue, GPS (Global Positioning System), meteran, sarung tangan,
masker, mortar, tabung mikro 1,5 mL dan 0,5 mL, rak tabung, rak tip, mikropipet,
vortex, water bath, sentrifuge, gelas kimia, timbangan, tabung erlenmeyer,
microwave, freezer, satu set alat elektroforesis, parafilm, spin down, mesin PCR
(Polymerase Chain Reaction) PTC-100 Programmable Thermal Cycler,tabung
PCR 0,5 mL, mesin UV transiluminator, mesin sekuenser, kamera digital.
Bahan penelitian untuk analisis keragaman genetik berupa daun
kemenyan toba (StyraxsumatranaJ.J.SM) yang diperoleh dari tiga lokasi geografis
yang berbeda di Sumatera Utara, yaitu Tapanuli Utara, Dairi, dan Humbang
Hasundutan, setiap populasi diambil sebanyak 10 individu, silika gel, aquades,
CTABextraction buffer, Natrium chloride (NaCl), 1 M Tris – HCl (pH 8,0),
TAE encer, etanol, buffer TE, pewarna GelRed, Blue Juice,loading dye, DNA
ladder,Nucleas Free Water (NFW), Green Go Taq, primer trnL-trnF.
Prosedur Penelitian
Sampel Daun
Studikeragamangenetikdan genetika populasi DNA
akandilakukanterhadap kemenyan toba (StyraxsumatranaJ.J.SM). Masing-masing
jenis akan diwakili oleh 10 individu yang diambil dari minimal tiga populasi yang
berbeda. Sehingga total semua sampel yang akan diekstraksi adalah 30 sampel
dari pohon yang berdiameter 11 hingga 40 cm dengan jarak antar pohon minimal
3 meter. Pengambilan sampel meliputi setidaknya 3 populasi berbeda dengan
tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh sebaran geografis dalam variasi
genetik dan strukturisasi populasi pada setiap spesimen. Kemenyan toba atau S.
sumatranadiambil dari populasi yang berasal dariDesa Sosortolong Sihite III,
Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Pardomuan,
Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kabupaten Pakpak Bharat, dan di kawasan
hutan Batang Toru Blok Barat, Kecamatan Adiankoting meliputi desa Banuaji IV,
Kabupaten Tapanuli Utara. Bagian tumbuhan yang dijadikan target adalah daun
dewasa segar. Sampel daun dipotong dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm dan kemudian
dimasukkan ke dalam plastik klip kedap udara yang telah diisisilika gel dengan
perbandingan 1:5, disimpan sampai semua sampel daun dariseluruh populasi
terkumpul.
Ekstraksi DNA
dilakukandenganmetode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) (Aritonang
et al., 2007) denganbeberapamodifikasi ringan pada beberapa tahapan. Sampel
digerus dengan menggunakan mortar hingga berbentuk tepung kemudian
dimasukkan kedalam tabung mikro 1,5 mL. Kemudian ditambahkan buffer
ekstrak 500 µl dan PVP 100 µl, diletakkan diatas vortex agar tepung daun dan
buffer ekstrak tercampur merata. Selanjutnya diinkubasi selama 45 menit sampai
dengan 1 jam di dalam water bath, setiap 15 menit tabung dibolak-balik sebentar
agar tidak terbentuk endapan. Setelah didinginkan ditambahkan chloroform 500 µl
dan fenol 5 µl untuk mendapatkan supernatan, kemudian diaduk lalu
disentrifugasi 10000 rpm selama 10 menit. Setelah itu supernatan dipindahkan ke
dalam tabung mikro yang baru dan ditambahkan chloroform 500 µl dan fenol 10
µl. Larutan diaduk dan kemudia disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10000
rpm selama 10 menit. Dipindahkan kembali supernatan ke tabung mikro yang
baru dan ditambahkan isopropanol 500 µl dan NaCl 300 µl kemudian diinkubasi
dingin selama 1 jam.
Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan yang sama dan dibuang cairan
di dalam tabung dan ditambahkan etanol 70% 300 µl untuk memisahkan DNA
kemenyan dan disentrifugasi kembali. Cairan etanol di dalam tabung dibuang
hingga menyisakan cairan DNA yang menempel pada ujung tabung. Kemudian
tabung dibalik, dikeringkan di atas silica gel ± 15 menit. Ditambahkan larutan
buffer TE 50µl, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 3 menit.
Uji Kualitas DNA
Uji kualitas DNA menggunakan agarose sebagai media dan menggunakan
menggunakan agarose 1% yang dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer,
kemudian dipanaskan didalam microwave selama 2,5 menit hingga larutan jernih.
Setelah itu ditambahkan GelRed® atau pewarna agarose sebanyak 0,5 µl. Agarose
dicetak didalam wadah cetakan elektroforesis dan didinginkan hingga membeku.
Komponen yang dibutuhkan untuk elektroforesis DNA antara lain adalah DNA
kemenyan, DNA leader, dan loading dye (Blue Juice). Loading dye (Blue Juice)
sebagai pewarna DNA diletakkan diatas parafilm sebanyak 1 µl,dan ditambahkan
DNA kemenyan sebanyak 3 µl. Dicampur dan diletakkan ke dalam pallete agarose
(sumur). DNA leader diletakkan di pallete agarose pada ujung sebelah kiri,
dengan catatan letak sumur cetakan pada sumbu negatif agar terjadi aliran energi.
Kemudian di elektroforesis selama 30 menit dan setelah itu agarose PCR
Amplifikasi PCR dilakukandengan volume final sebanyak 16µl,
selanjutnyaamplikondilihatdalam agarose 2%. Pembuatan agarose untuk PCR
sama dengan pembuatan agarose pada uji kualitas DNA. Komposisi PCR produk
dalam satu tabung mikro antara lain DNA sebanyak 2 µl, primer reverse 1µl,
primer forward 1 µl, NFW sebanyak 4 µl, dan Green GoTaq® sebanyak 8 µl.
Produk PCR dalam satu tabung mikro di spin down hingga tercampur merata.
PCR dilakukandenganmenggunakan mesin PCR (Polymerase Chain
Reaction) PTC-100 Programmable Thermal Cycler. Sampel dimasukkan ke
dalam blok PCR dan disusun secara seimbang. Tahap peleburan (denaturasi)
dengan suhu 94°C selama 30 detik, tahap penempelan (annealing) dengan suhu
55°C selama 30 detik, dan tahap pemanjangan (elongasi) dengan suhu 72°C
selama 1 menit. Visusalisai DNA dilakukan dengan mesin UV transiluminator
Sekuensing DNA
DNA kemenyan yang telah teramplifikasi kemudian dikirim ke PT.
Genetika Science di Singapura untuk dilakukan sekuensing.
Analisa Sekuens dan Analisa Data
Sekuen-sekuen yang menunjukan hasil amplifikasi yang jelas dan tidak
rancu selanjutnya dirakit menggunakan software perakitan nukleotida. Pada
penelitian ini perakitan nukleotida lebih jelas nya menggunakan software BioEdit
(Hall, 1999).Sekuen disejajarkan dengan menggunakan software MEGA 5.05
(Tamura et al., 2011) yang terdapat pada menu ClustalW (Larkin et al., 2007)
secara otomatis dan selanjutnya disesuaikan secara manual. Hasil sekuen
dibandingkan dengan database yang terdapat di National Center for
Biotechnology Information (NCBI).
Studi filogenetik dianalisis dengan menggunakan software MEGA 5.05
pada menu Phylogenymenggunakan metode Neighbor-Joining (NJ). Konsistensi
pohon filogenetik NJdiuji dengan metodebootstrap (Felsenstein, 1985) sebanyak
1.000 kali ulangan. Jarak genetik antar sampel dianalisis dengan metode Kimura
2-parameter (K2P) (Kimura, 1980). Untuk studi filogenetik terhadap beberapa
jenis kemenyan dengan primer trnL-trnF dapat diperoleh dari pangkalan data
sekuens-sekuensberbagaijenisStyrax yang sudahterdeposit di NCBI, urutan DNA
kemudian dijajarkan dengan Mega 5.05 menggunakan Align by Musclelalusetelah