• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Gangguan Rasa Rasa Nyaman Nyeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Asuhan Keperawatan Pada Tn.A Dengan Gangguan Rasa Rasa Nyaman Nyeri"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. KONSEP DASAR NYERI 1. Defenisi Nyeri

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya

orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan

tersebut ( Long. 1996). Secara umum, nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan

tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo.1992).

Nyeri (pain) adalah suatu konsep yang komplek untuk didefenisikan dan

dipahami. Melzack dan Casey (1968) mengemukakan bahwa nyeri bukan hanya

suatu pengalaman sensori belaka tetapi juga berkaitan dengan motivasi dan

komponen afektif individunya.

Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan kronis. Nyeri akut biasanya

berlangsung secara singkat, misalnya nyeri pada patah tulang atau pembedahan

abdomen. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan gejala-gejala

antara lain : perspirasi meningkat, percepatan jantung dan tekanan darah meningkat,

dan palor. Respon seseorang terhadap nyeri bervariasi. Nyeri kronis berkembang

lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan pasien sering sulit mengingat

sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

Nyeri juga dinyatakan sebagai nyeri somatogenik atau psikogenik. Nyeri

somatogenik merupakan nyeri secara fisik, sedangkan nyeri psikogenik merupakan

nyeri psikis atau mental.

2. Sifat nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi yunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat

individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,

sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atu pada fungsi ego seorang

individu (Mahon, 1994). Menurut McCaffery (1980) :” nyeri adalah segala sesuatu

(2)

mengatakan bahwa ia merasa nyeri.” Mahon menemukan empat atribut pasti untuk

pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan

suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (1994). Nyeri

melelahkan dan menuntut energy seseorang.

Nyeri dapat menganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna

kehidupan (Mahon. 1994). Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, seperti dengan

menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah. Walaupun tipe nyeri tertentu

menimbulkan tanda dan gejala yang dapat diprediksi, seringkali perawat hanya

mengkaji nyeri dengan mengacu pada kata-kata dan perilaku klien. Hanya klien yang

mengetahui apakah terdapat nyeri dan seperti apa nyeri tersebut.

Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi

nyeri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Misalnya,

seseorang yang kakinya terkilir menghindari aktivitas mengangkat barang yang

member beban penuh pada kakinya untuk mencegah cedera lebih lanjut. Nyeri

merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi

pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy dan McVicar, 1992).

Nyeri mengarah pada penyebab ketidakmampuan. Seiring dengan

peningkatan usia harapan hidup, lebih banyak orang mengalami penyakit kronik,

dengan nyeri merupakan suatu gejala yang umum.

3. Fisiologi Nyeri

Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum

sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga derajat

mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia

tubuh dan transmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus

penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri

memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan

akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat

(3)

nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan korteks serebral.

Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas

nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta

asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair. 1990).

4. Klasifikasi Nyeri

Nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu (1) nyeri akut dan (2) nyeri

kronis (Berger. 1992). Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman

sensori, persepsi dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa

detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu

penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh

karena prosedur terapeutik (Lewis. 1983). Nyeri akut biasanya mempunyai

mempunyai awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik.

Nyeri akut mengindikasikan nahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jadi

kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya

menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri akut umumnya terjadi

kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau penyakit

yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau memerlukan

pengobatan (Smeltzer & Bare. 2001).

Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus yang

berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai

awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respons terhadapa pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang menderita nyeri

kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga bahwa ujung ujung

saraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi mampu untuk

memberikan sensasi nyeri, atau ujung-ujung saraf yang normalnya hanya

mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri menjadi mampu mentransmisikan

stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri (Smeltzer

(4)

5. Teori Nyeri

Dari beberapa hasil penelitian, mekanisme respons nyeri yang tepat masih

merupakan misteri. Namun ada tiga teori yang dikemukakan, yaitu specificity theory,

pattern theory, dan gate control theory.

a. Teori Spesificity

Teori specificity menyatakan bahwa ada ujung saraf spesifik di tubuh yang

menerima rangsangan hanya dari rangsangan nyeri. Ketika reseptor nyeri

menerima stimulus, sebuah impuls ditransmisikan di sepanjang jalur nyeri

spesifik kemudian diterjemahkan di pusat nyeri, yaitu talamus (Berger. 1992;

Lewis. 1983).

b. Teori Dasar

Teori dasar mengasumsikan bahwa tipe teretentu dari stimulus pasa reseptor

yang nonspesifik akan menyampaikan sekumpulan impuls ke jalur neuron

untuk menghasilkan dasar yang diinterpretasikan oleh otak sebagai nyeri.

Rangsangan ini digabungkan dalam akar dorsal sumsum tulang belakang

untuk menghasilkan intensitas tertentu dari rangsangan nyeri (Berger. 1992;

Lewis. 1983).

c. Teori Gate-Control

Teori ini dikemukakan oleh Melzack & Wall (1965). Teori ini

menggambarkan bagaimana neuron akar dorsal dari sumsum tulang belakang

berperan sebagai gerbang yang mengatur penyampaian impuls nyeri ke otak

(Berger. 1992; Lewis. 1983).

Menurut Melzack & Wall (1965 dalam Berger. 1992), teori Gate-Control

mengasumsikan bahwa akar dorsal dari sumsum tulang belakang yang dikenal

sebagai substansi gelatinosa berperan sebagai pintu gerbang yang dapat

meningkatkan atau menurunkan rangsang nyeri dari saraf perifer ke otak.

(5)

kecil. Peningkatan aktivitas serabut saraf kecil akan membuka gerbang, dan

menyebabkan sensasi nyeri sampai ke otak. Sebaliknya, peningkatan aktivitas

serabut saraf besar akan menutup pintu gerbang sehingga sensasi nyeri tidak

sampai ke otak. Melzack & Wall (1965 dalam Berger. 1992) juga

menggambarkan pengaruh kognitif terhadap persepsi nyeri. Umur,

kecemsaan, pengalaman nyeri sebelumnya, perhatian, harapan, jenis

kelamain, latar belakang budaya, status sosial ekonomi, semuanya

mempunyai pengaruh terhadap persepsi nyeri (Berger. 1992). Persepsi nyeri

merupakan interpretasi individu terhadap stimulus nyeri, dimulai ketika

individu pertama sekali merasakan nyeri (Berger. 1992).

6. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor

fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai pengalaman

yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri adalah

sebagai berikut:

a. Faktor Fisiologi

Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) umur, (2) jenis

kelamin, (3) kelelahan, (4) gen dan (5) fungsi neurologi. Umur mempengaruhi

persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan

nyeri dibandingkan dengan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat

mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai

perbendaharaan kata yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri

secara verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua maupun perawat.

Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks, karena mereka

umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan gejala yang sering sama sengan

bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu, perawat harus teliti melihat di mana sumber

nyeri yang dirasakan pasien (Taylor. 1997; Potter & Perry. 2009).

Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

(6)

saja yang merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan

yang mempengaruhi jenis kelamin (misalnya menganggap bahwa seorang anak

laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan

boleh mengangis dalam situasi yang sama).

Toleransi nyeri sejak lama telah menjdi subjek penelitian yang melibatkan

pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi yterhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor

biokimia dan merupakan faktor yang unik bagi setiap individu, tanpa memperhatikan

jenis kelmain (Potter & Perry. 2005).

Begitu juga dengan kelelahan, kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa

kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan

koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita

penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka

persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang

setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap diabandingkan pada akhir

hari yang melelahkan (Potter & Perry. 2005).

Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetic yang

diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau menurunkan

sensitifitas nyeri. Genetic mempunyai kemungkinan untuk dapat menentukan ambang

batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang terhadap nyeri (Potter & Perry. 2009).

Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman nyeri seseorang. Ada

beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari nyeri (seperti cedera spinal

cord, neuropati perifer, atau penyakit neurologi) sebagai efek kewaspadaan dan

respons pasien (Potter & Perry. 2009).

b. Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) perhatian, (2)

pengalaman nyeri sebelumnya, dan (3) keluarga dan dukungan keluarga. Peningkatan

perhatian dihubungkan dengan peningkatan nyeri (Carrol & Seers. 1998 dalam Potter

(7)

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri

yang meningkat., sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan

respons nyeri yang menurun (Gil. 1990). Konsep ini merupakan salah satu konsep

yang perawat terapkan diberbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi,

teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase.

Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri

individu dan kepekaanya terhadap nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu

berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa

yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode

nyeri tanpa pernah sembuh dan menderita nyeri yang berat, maka ansietas dan bahkan

rasa takut dapat muncul. Sebaliknya apabila individu mengalami nyeri dengan jenis

yang berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan,

akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.

Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan

untuk menghilangkan nyeri (Potter & Perry. 2005).

Seorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota keluarga

atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau melindunginya. Wlaupun nyeri

masih ada, kehadiran keluarga atau teman-teman dapat mengurangi rasa nyeri yang

dirasakan (Potter & Perry. 2009). Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga

atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat

dibandingkan dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan

orang-orang terdekatnya (Mubarak & Chayatin. 2007).

c. Faktor Spiritual

Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang

dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dia

(8)

d. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) kecemasan dan

(2) koping individu. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap

nyeri. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau

peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu

yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan

mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi

nyeri mereka (Mubarak & Chayatin. 2007). Wall 7 Melzack (1999 dalam Potter &

Perry. 2009) mengemukakan bahwa stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem

limbik dipercayai dapat mengontrol emosi , slah satunya adalah kecemasan.

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali

meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan

ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil. 1990).

Sulit untuk memisahkan dua sensasi. Paice (1991) melaporkan suatu bukti bahwa

stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan

emosi seseorang, khususnya ansietas. sistem limbik dapat memproses reaksi emosi

terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.

Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi

nyeri sedang hingga berat daripad individu yang memiliki status emosional yang

kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali

mengalami kesulitan mengontrol lingkungan perawatan diri dapat menimbulkan

tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali

menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian (Potter & Perry. 2005).

Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan nyeri.

Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa bahwa diri mereka

sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri. Sebaliknya, seseorang yang

mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih merasa bahwa faktor-faktor lain di

dalam hidupnya seperti perawat merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap

nyeri yang dirasakanya. Oleh karena itu, koping apsien sangat penting untuk

(9)

e. Faktor Budaya

Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari (1) makna nyeri dan (2)

suku. Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara

dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan

nyeri dengan berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu

kehilangan, hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin

akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri

akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang

dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry. 2005).

Begitu juga dengan kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai budaya

mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang

diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri ( Calvillo dan Flaskerud. 1991).

7. Efek Membahayakan dari Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2001), efek membahayakan dari nyeri dibedakan

berdasarkan klasifikasi nyeri, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut

mempunyai efek membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya.

Selain merasa ketidaknyamanan dan mengganggu, nyeri akut yang tidak reda dapat

mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan

immunologik (Benedetti dkk; Yeager dkk. 1987, 1984 dikutip dari Smeltzer & Bare,

2001). Pasien dengan nyeri hebat dan stes yang berkaitan dengan nyeri dapat tidak

mampu untuk nafas dalam dan mengalami penigkatan nyeri dan mobilitas menurun.

Nyeri kronis mempunyai efek yang membahayakan seperti supresi fungsi

imun berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan tumor. Nyeri

kronis juga sering mengakibatkan depresi dan ketidakmampuan. Pasien mungkin

tidak mampu untuk melanjutkan aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal.

(10)

fisik sampai tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian

atau makan.

8. Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi

nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keteranagan pasien digunakan untuk

menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien

dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.

Hayward (1975) mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer)

dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk

keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat).

Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling

menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat

dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya

subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi,

jumlah distraksi, tingkat aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat

dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori.

Tabel 2.1 Skala nyeri menurut Hayward

Skala Keterangan

0

1-3

4-6

7-9

10

Tidak nyeri

Nyeri ringan

Nyeri sedang

Sangat nyeri, tetapi masih dapat

dikontrol dengan aktivitas yang biasa

dilakukan

(11)

Sedangkan skala nyeri McGill (McGill scale) mengukur intensitas nyeri dengan

menggunakan liam angka, yaitu :

0 = tidak nyeri

1= Nyeri ringan

2= Nyeri sedang

3= Nyeri berat

4= Nyeri sangat berat

5= Nyeri hebat

Selain kedua skala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-Baker FACES

Rating Scale yang ditujukan untuk klien tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya

melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara

verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan berkomunikasi.

Gambar 2.1 Skala FACES

PROSES KEPERAWATAN DAN NYERI 1. Pengkajian Nyeri

Walaupun tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana nyeri dirasakan oleh

klien, perawat harus mengerti tentang nyeri dan menggunakan pendekatan dalam

pengkajian nyeri, termasuk deskripsi verbal tentang nyeri. Klien merupakan penilai

terbaik dari nyeri yang dialaminya. Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi : data

subjektif dan data objektif.

a. Data Subjektif

1. Intensitas (skala) nyeri

Klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal,

(12)

samapai 10. Di man 0 mengindikasikan adanya nyeri, dan 10

mengindikasikan nyeri yang sangat hebat.

2. Karakteristik nyeri, termasuk area nyeri yang dirasakan, durasi (menit, jam,

hari, bulan), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan

berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri), dan kualitas (seperti

ditusuk, terbakar, sakit, nyeri seperti ditekan).

3. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya gerakan, kurang bergerak,

pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa yang dipercaya

pasien dapat membantu mengatasi nyerinya.

4. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya tidur, nafsu

makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan

aktivitas-aktivitas santai.

5. Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai maslah yang

luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan

perubahan citra diri (Smeltzer & Bare. 2001).

b. Data Objektif

Data objektif didapatkan dengan mengobservasi respons pasien

terhadap nyeri. Menurut Taylor (1997), respons pasien terhadap nyeri

berbeda-beda, dapat dikategorikan sebagai (1) respons perilaku, (2) respons

fisiologik, dan (3) respons afektif.

Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal,

perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain,

atau perubahan respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering

ditemukan dan kebanyakan diantaranya dapat diobservasi. Klien yang

mengalami nyeri akan menangis, merapatkan gigi, mengepalkan tangan,

melompat dari satu sisi ke sisi lain, memegang area nyeri, gerakan terbatas,

menyeringai, mengerang, pernyataan verbal dengan kata-kata. Perilaku ini

beragam dari waktu ke waktu (Berger. 1992).

Respons fisiologik antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan

(13)

dilatasi pu[il, berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah (Berger. 1992).

Respons fisiologik ini dapat digunakan sebagai pengganti untuk laporan

verbal dari nyeri pada klien tidak sadar (Smeltzer & Bare. 2001).

Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan,

tidak punya harapan, dan depresi juga terjadi pada klien yang mengalami nyei.

Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri akut dan frekuensi dari nyeri

tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering diasosiasikan sebagai

nyeri kronis (Taylor. 1997).

Untuk klien yang mengalami nyeri kronik, cara pengkajian yang paling baik

adalah dengan memfokuskan pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif,

perilaku dari pengalaman nyeri dan pada riwayat nyeri tersebut atau konteks nyeri

tersebut (NIH. 1986; McGuire. 1992).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut NANDA yang dapat terjadi pada masalah nyeri

adalah :

1. Ansietas yang berhubungan dengan :

- Nyeri yang tidak hilang

2. Nyeri yang berhubungan dengan:

- Cedera fisik atau trauma

- Penurunan suplai darah ke jaringan

- Proses melahirkan normal

3. Nyeri kronik yang berhubungan dengan:

- Jaringan parut

- kontrol nyeri yang tidak adekuat

4. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:

- Nyeri maligna kronik

5. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan:

(14)

6. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan:

- Nyeri musculoskeletal

- Nyeri insisi

7. Resiko cedera yang berhubungan dengan :

- Penurunan resepsi nyeri

8. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan:

- Nyeri muskuloskeletal

9. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan :

- Nyeri artritis panggul

10.Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan :

- Nyeri panggung bagian bawah

Saat menuliskan pernyataan diagnostik, perawat harus menyebutkan

lokasinya (mis., nyeri pada pergelangan tangan kanan). Lebih lanjut, karena nyeri

dapat mempengaruhi banyak aspek pada fungsi individu, kondisi tersebut dapat pula

menjadi etiologi untuk diagnosis keperawatan lain.

3. Perencanaan Tujuan:

1. Klien mengatakan merasa sehat dan nyaman

2. Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri

3. Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini

4. Klien menjelaskan faktor-faktor penyebab merasa nyeri

5. Klien menggunakan terapi yang diberikan di rumah dengan aman.

Rencana Tindakan:

1. Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi nyeri (ketidakpercayaan) orang lain,

kurang pengetahuan, keletihan, kehidupan yang monoton).

2. Kurangi atau hilangkan faktor yang dapat meningkatkan nyeri.

(15)

- Sampaikan penerimaan Anda atas respon klien terhadap nyeri

- Akui nyeri yang klien rasakan

- Jelaskan pada klien bahwa pengkajian nyeri dilakukan karena ingin memahami

nyeri yang klien rasakan dengan baik (bukan untuk emastikan bahwa nyeri

benar-benar terjadi)

- Jelaskan tentang konsep nyeri sebagai pengalaman yang sifatnya pribadi.

- Diskusikan alas an mengapa klien dapat mengalami peningkatan atau

penurunan nyeri (mis., keletihan [paningkatan] atau adanaya distraksi

[penurunan]).

- Dorong keluarga untuk memberikan perhatiannya, juga pada saat nyeri sedang

terjadi.

Kurang pengetahuan

- Jelaskan mengenai penyebab nyeri kepada klien, jika penyebabnya diketahui

- Jelaskan lamanya nyeri akan berlangsung, jika diketahui secara pasti

- Jelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dan prosedur yang akan dilakukan

secara rinci dengan menyebutkan ketidaknyamanan dan sensasi yang akan

dirasakan.

Keletihan

- Tentukan penyebab keletihan (sedative, analgetik, gangguan tidur)

- Jelaskan bahwa nyeri dapat mendukung terjadinya stress, yang akan

meningkatkan keletihan)

- Berikan kesempatan klien untuk istirahat pada siang hari, dengan waktu tidur

yang tidak terganggu pada malam hari (harus istirahat saat nyeri berkurang)

- Konsultasikan dengan dokter untuk meningkatkan dosis obat pereda nyeri pada

waktu tidur

Kehidupan yang monoton

- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai manfaat terapeutik dari

(16)

- Jelaskan bahwa distraksi biasanya akan meningkatkan toleransi nyeri dan

menurunkan intensitas nyeri, tetapi setelah distraksi selesai, kewaspadaan klien

terhadap nyeri dan keletihan akan meningkat.

- Variasi lingkungan jika memungkinkan

- Ajarkan beberapa metode distraksi selama periode nyeri akut (mis., menghitung

gambar, bernapas secara berirama, mendengarkan musik dan meningkatkan

volume bila nyeri meningkat)

3. Kolaborasikan bersama klien untuk menentukan metode mana yang dapat

digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri.

- Pertimbangkan hal berikut sebelum memilih metode pereda nyeri yang spesifik,

yakni kemauan klien untuk berpartisipasi (motivasi), kemampuann

berpartisipasi (ketangkasan, penurunan sensorik), hal-hal yang disukai,

dukungan orang terdekat, kontraindikasi (alergi, masalah kesehatan), biaya yang

dibutuhkan, tingkat kerumitan, tindkan pencegahan, dan kenyamanan.

- Jelaskan berbagai metode pereda nyeri (mis., aplikasi panas atau aplikasi

dingin) berikut kewaspadaan yang diperlukan.

4. Beri pereda nyeri yang optimal bersama analgesik yang diresepkan

5. Kaji respons klien terhadap obat-obatan pereda nyeri

6. Bantu keluarga berespons positif terhadap pengalaman nyeri klien

7. Kaji penegtahuan keluarga dan responsnya terhadap nyeri.

- Beri klien kesempatan untuk mendiskusikan ketakutan, kemarahan, dan rasa

frustasinya secara pribadi.

- Libatkan keluarga dalam sejumlah prosedur untuk menurunkan nyeri.

8. Berikan informasi kepada klien setelah nyeri hilang atau berkurang

9. Dorong klien untuk mendiskusikan nyeri yang dialami

10.Beri pujian untuk kesabaran klien dan sampaikan padanya bahwa ia telah

mengatasi nyeri dengan baik, tanpa memperhatikan perilaku yang ditujukan klien.

11.Lakukan penyuluhan kesehatan, serta indikasi

- Diskusikan bersama klien dan keluarga mengenai metode nyeri noninvasif

(17)

- Ajarkan berbagai teknik pilihan pada klien dan keluarga

4.Implementasi

Tindakan Peredaan Nyeri Nonfarmakologis 1. Distraksi

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara

mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal lain sehingga klien akan lupa terhadap

nyeri yang dialami. Misalnya seorang klien sehabis operasi mungkin tidak merasakan

nyeri sewaktu melihat pertandingan sepakbola di televise. Cara bagaimana distraksi

dapat mengurangi nyeri, dapat dijelaskan dengan teori Gate Control. Pada spina cord,

sel-sel reseptor yang menerima stimuli nyeri peripheral dihambat oleh stimulus dari

serabut-serabut saraf yang lain. Karena pesanm-pesan nyeri menjadi lebih lambat

daripada pesan-pesan diversional maka pintu spinal cord yang mengontrol jumlah

input ke otak menutup dan pasien merasa nyerinya berkurang (Cummings 1981:62).

Beberapa teknik distraksi antara lain: bernafas secara pelan-pelan, masase

sambil bernafas pelan-pelan, mendengar lagu sambil menepuk-nepukkan jari-jari atau

kaki, atau membayangkan hal-hal yang inah sambil tutup mata.

2. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.

Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman

atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Ada tiga hal utama yang diperlukan

dalam relaksasi yaitu posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang.

Posisi tubuh disokong (mis., bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan

otot-otot tidak tertarik (mis.,tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan

pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan misalnya

melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan wajah

(18)

Steward (1976:959) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut:

1. Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara

2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor

dan merasakan betapa nyaman hal tersebut

3. Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal

4. Klien bernafas menarik nafas dlam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan

membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Minta klien untuk

mengkonsentrasikan pikiran klien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat

5. Klien mengulang langkah 4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan,

perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain

6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara pelan-pelan. Bila

nyeri menjadi hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

Efek Relaksasi:

- Penurunan nadi, tekanan darah, dan pernafasan

- Penurunan konsumsi oksigen

- Penurunan ketegangan otot

- Penurunan kecapatan metabolisme

- \peningkatan kesadaran global

- Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan

- Tidak ada perubahan posisi yang volunteer

- Perasaan damai dan sejahtera

- Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam

3. Hipnosis Diri

Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti

positif. Suatu pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri

dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Individu memasuki keadaan rileks

dengan menggunakan berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang

(19)

diri sama seperti dengan melamun . konsentrasi yang intensif mengurangi ketakutan

dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.

4. Stimulasi Kulit

Stimulasi kulit dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres dingin,

kompres hangat/panas, masase, dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS).

Kompres dingin dapat memperlambat impuls-impuls motorik menuju otot-otot pada

area yang nyeri. Kompres dingin dan panas dapat menghilangkan nyeri dan

meningkatkan proses penyembuhan. Pilihan dengan terapi panas dengan terapi dingin

bervariasi menurut kondisi klien. Misalnya, panas lembab menghilangkan kekakuan

pada pagi hari akibat artritis, tetapi kompres dingi mengurangi nyeri akut dan sendi

yang mengalami peradangan akibat penyakit tersebut (Ceccio. 1990).

Masase dengan menggunakan es dan kompres menggunakan kantong es

merupakan dua jenis terapi dingin yang sangat efektif untuk menghilangkan nyeri.

Masase menggunakan es dilakukan dengan menggunakan sebuah balok es yang besar

atau sebuah cangkir kertas berukuran kecil, yang disisi dengan air dan dibekukan (air

keluar dari cangkir saat beku untuk menciptakan permukaan es yang lembut untuk

masase). Kompres dingi dapat dilakukan di dekat lokasi nyeri, di sisi tubuh yang

berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau di lokasi yang terletak

antara otak dan lokasi nyeri. Hal ini memakan waktu 5 sampai 10 menit untuk

kompres dingin. Pengompresan di dekat lokasi aktual nyeri cenderung member hasil

yang terbaik. Seorang klien merasakan sensasi dingin, terbakar, dan sakit serta baal.

Apabila klien merasa baal, maka es harus diangkat.

Suatu bentuk lain stimulasi kutaneus yang kadang kala disebut stimulasi yang

berlawanan (counterstimulation), yaitu stimulasi saraf elektrik transkutaneus

(transcutaneous electrical nerve stimulation, TENS), dilakukan dengan stimulasi pada

kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda

luar. Terapi ini dilakukan berdasarkan resep dokter. Unit TENS terdiri dari

transmitter bertenaga baterai, kabel timah, dan elektroda. Elektroda dipasang

langsung pada atau lokasi nyeri. Rambut atau bahan-bahan yang digunakan untuk

(20)

transmitter dan menimbulkan sensasi kesemutan atau sensasi dengung. Klien dapat

menyesuaikan intensitas dan kualitas stimulasi kulit. Sensasi kesemutan dapat

dibiarkan sampai nyeri hilang. TENS efektif untuk mengontrol nyeri pascabedah dan

mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi (mis., mengangkat drain

dan membersihkan serta kembali membungkus luka bedah) (Hargreaves dan Lander.

1989).

B. Terapi Nyeri Farmakologis 1. Analgesik

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter

masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri karena

informasi obat yang tidak benar.

Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamsi

nonsteroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiate, dan (3) obat tambahan

(adjuvant) atau koanalgesik.

Tabel 2.2 Analgesik dan Indikasi Terapi

Kategori Obat Indikasi

Analgesik Non-narkotik Asetaminofen (Tylenol)

Asam asetilsalisilat (Aspirin)

Nyeri pasca operasi ringan

Demam

NSAID

Ibuprofen (Motrin, Nuprin)

Naproksen (Naprosyn)

Indometasin (Indocin)

Tolmetin (Tolectin)

Piroksikam (Feldene)

Keterolak (Toradol)

Dismonore

Nyeri kepala vaskular

Artritis Reumatoid

Cidera atletik jaringan lunak

Gout

(21)

Nyeri traumatik berat

Analgesik Narkotik Meperidin (Demerol)

Metilmorfin (Kodein)

Morfin sulfat

Fentanil (Sublimaze)

Butofanol (Stadol)

Hidromorfon HCL (Dilaudid)

Nyeri kanker (kecuali meperidin)

Infark Miokard

Adjuvan

Amitriptilin (Elavil)

Hidroksin ( Vistaril)

Klorpromazin (Thorazine)

Diazepam (Valium)

Cemas

Depresi

Mual

Muntah

5.Evaluasi

Kriteria hasil untuk perawatan dengan gangguan nyeri tergantung pada diagnosa keperawatan.

Beberapa kriteria yang dianjurkan adalah:

1. Tidak merasakan nyeri post operatif

2. Dapat melakakukan latihan bernafas dan batuk tanpa mengeluh nyeri

3. Dapat melakukan aktivitas kerja tanpa nyeri punggung

4. Dapat berjalan ke ujung ruangan dan kembali lagi tanpa gangguan

5. Melakukan latihan relaksasi sesuai dengan yang dijadwalkan

(22)

B. Asuhan keperawatan kasus BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 44 Tahun

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pegawai sewasta

Alamat : Jl.Hijrah Gosong Telaga Medan

Tanggal Masuk RS : 16 Juni 2013

No. Register : 00.56.34.33

Ruangan/kamar : Ra4

Golongan darah : -

Tanggal pengkajian : 18 Juni 2013

Tanggal operasi : 17 Juni 2013

Diagonsa Medis : Head Injury

I. KELUHAN UTAMA

Pada saat dikaji pasien mengatakan nyeri diseluruh bagian kepala.

II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya :Kecelakaan lalu lintas

2. Hal – hal yang memperbaiki keadaan :

Pasien mengatakan hal yang dapat mengurangi gejala penyakitnya

adalah dengan cara istirahat dan diberi obat-obatan, sedangkan hal-hal

(23)

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan :

Pasien mengatakan nyeri yang sangat di kepala skala 7

2. Bagaimana dilihat :

Terlihat pasien meringis kesakitan dan sering memegang kepala

dibagian yang cedera

C. Region

1. Dimana lokasinya :

Bagiaan frontalis sampai ke temporalis

2. Apakah menyebar :

Pasien mengatakan gejala yang dirasakan hampir keseluruh bagian

kepala.

D. Saverity :

Nyeri yang dialami sangat mengganggu aktivitas pasien

E. Time :

Nyeri mulai dirasakan pasien setelah dilakukan operasi

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami :

Cuma demam biasa

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Membeli obat yang dijual di apotik

C. Pernah dirawat/operasi :

Tidak pernah dirawat dan belum pernah dioperasi sebelumnya

D. Lamanya dirawat :

Tidak pernah

E. Alergi :

(24)

F. Imunisasi :

Ibu pasien mengatakan status imunisasinya tidak lengkap tapi ibu pasien

tidak tahu status imunisasi apa yang tidak lengkap.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

A. Orang tua :

Kedua orang tua pasien masih hidup

B. Saudara Kandung :

Tidak ada riwayat penyakit

C. Penyakit keturunan yang ada : Tidak ada penyakit keturunan

D. Anggota keluarga yang meninggal : -

E. Penyebab meninggal :

-

V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya :

Pasien merasa sedih dengan apa yang terjadi dan berharap cepat sembuh

B. Konsep diri

- Gambaran diri :

Pasien menyukai seluruh tubuh nya

- Ideal diri :

Pasien berharap agar cepat sembuh

- Harga diri :

Pasien merasa bahagia karena keluarganya selalu disampingnya

- Peran diri :

Pasien sebagai seorang suami

- Identitas :

(25)

C. Keadaan emosi : Pasien tampak gelisah

D. Hubungan sosial

- Orang yang berarti :

Pasien mengatakan orang yang berarti bagi nya keluarga

- Hubungan dengan keluarga :

Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik

- Hubungan dengan orang lain :

Pasien mengatakan hubungan dengan orang lain baik.

- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

E. Spiritual :

- Nilai dan keyakinan :

Percaya dengan ajaran agama islam

- Keigatan ibadah :

Sholat (Os melakukan ibadah di tempat tidur)

VI. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum

Pasien mengalami penurunan kesadaran dan gelisah

B. Tanda-tanda vital

- Suhu tubuh : 37,6◦C

- Tekanan darah : 130/80 mmHg

- Nadi : 86x/menit

- Pernapasan : 24x/menit

- Skala nyeri : 7

- Tinggi badan : 167 cm

(26)

C. Pemeriksaan head to toe Kepala

- Bentuk : simetris dan oval

- Ubun- ubun : tepat ditengah

- Kulit kepala : kecoklatan dan bersih

Rambut

- Penyebaran dan keadaan rambut : merata, hitam keputih-putihan

- Bau : Tidak bau Cuma hanya bau keringat

- Warna kulit : kecoklatan

Wajah

- Warna kulit : sawo matang

- Struktur : oval, simetris

Mata

- Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap , normal, simetris.

- Palpebra : tidak prosis

- Konjungtiva dan sklera : konjuntiva(tidak anems) dan

sklera(tidak icterus)

- Pupil : ishokor

- Cornea dan iris : tidak ada pembengkakan dan edema

- Visus : visus terlihat bening

- Tekanan bola mata : tidak dikaji

Hidung

- Tulang hidung dan posisi septum nasi: normal dan simetris

- Lubang hidung : normal, simetris dan terdapat rambut hidung

- Cuping hidung : tidak perdapat pernafasan cuping idung

Telinga

- Bentuk telinga : normal, simetris

- Ukuran telinga : normal

(27)

- Ketajaman pendengaran : pasien dapat mendengar dengan

baik

Mulut dan faring

- Keadaan bibir : mukosa kering dan pucat

- Keadaan gusi dan gigi : gigi tampak kekuningan dan tidak ada bolong

- Keadaan lidah : cukup bersih

- Orofaring : tidak dikaji

Leher

- Posisi trachea : normal, simetris, tegak lurus terhadap dada

- Thyroid : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid

- Suara : normal

- Kelenjar limfe : -

- Vena jugularis : Tidak ada distensi vena jugularis.

- Denyut nadi karotis : -

Pemeriksaan integumen

- Kebersihan : Bersih

- Kehangatan : Akral hangat

- Warna : Kecoklatan, sawo matang

- Turgor : < 2 detik

- Kelembaban : kering

- Kelainan pada kulit : Tidak da kelainan pada kulit

Pemeriksaan thoraks/dada

- Inspeksi thoraks : normal

- Pernafasan

Frekuensi : 24x/menit

Irama : teratur

- Tanda kesulitan bernafas : tidak ada

Pemeriksaan paru

- Palpasi getaran suara : merata, teraba keseluruh tangan

(28)

- Auskultasi (suara nafas,suara ucapan,suara tambahan)

Pemeriksaan jantung

- Inspeksi : tidak ada pembengkakan

- Palpasi : tidak ada kelainan

- Perkusi : dullness

- Auskultasi : bunyi jantung ( lup-dup) dan frekuensi

(86x/menit)

Pemeriksaan abdomen

- Inspeksi (bentuk, benjolan) : simetris, tidak ada benjolan

- Auskultasi : peristaltik usus 8x/menit, tidak ada

suara tambahan

Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

- Genitalia( rambut pubis, lubang uretra ) : terdapat rambut pubis,

normal

- Anus dan perineum ( lubang anus , kelainan anus, perineum ) :

normal

Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas - Kesimetrisan otot : otot simetris ka/ki

- Kekuatan otot : 1

- Edema : terdapat edema pada ex. Bwah

Pemeriksaan neurologi - Nervus Olfaktoris/N I

Mampu mengidentifikasi bau dengan baik

- Nervus Optikus/ N I

Mampu membaca hingga jarak 1 meter

- Nervus Okulomotoris/N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI Mampu menggerakkan bola mata dengan baik

- Nervus Trigeminus/N V

(29)

- Nervus Fasialis/N VII

Mampu menggerakan otot wajah

- Nervus Vestibulocochlearis/N VIII Cukup mampu mendengar dengan baik

- Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X Mampu menelan, mengunyah dan membuka mulut

- Nervus Asesorius/N XI

Mampu mengangkat bahu dan menoleh ka\ki

- Nervus Hipoglossus/N XII

Mampu mengulurkan/menggerakkan lidah

Fungsi motorik

Pasien harus dibantu ketika berjalan

Funsi sensorik

- Identifikasi sentuhan ringan

Mampu merasakan sentuhan ringan dengan objek kapas

- Tes tajam-tumpul

Mampu merasakan benda tajam dan tumpul dengan objek spuit dan

tutup pulpen

- Tes panas-dingin

Mampu membedakan panas dingin dengan objek air panas dan dingin

Refleks

- Reflek Bisep

Baik

- Relek Trisep

Baik

- Reflek Brachioradialis

Baik

- Reflek Patelar

(30)

- Reflek Tendon achiles

Baik

- Reflek Plantar

Baik

VII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Pola makan dan minum

- Frekuensi makan/hari : 3x/hari

- Nafsu/ selera makan : Nafsu makan pasien terganggu

- Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri ulu hati

- Alergi : tidak ada alergi pada makanan

- Mual dan muntah : Pasien mual dan muntah saat makan

- Waktu pemberian makan : pagi(07.00), siang(12.00), sore(18.00)

- Jumlah dan jenis makanan : Porsi normal, M2( bubur )

- Waktu pemberian cairan/minum : pasien di infus untuk memenuhi

cairan tubuh

- Masalah makan dan minum : masalah kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

B. Perawatan diri / personal hygiene

- Kebersihan tubuh : pasien sering dilap badannya oleh

keluarganya

- Kebersihan gigi dan mulut : gigi pasien tampak kekuningan dan

mulut tampak kering

(31)

C. Pola kegiatan/aktivitas

Kegiatan Mandiri Sebahagian Total

Mandi 

Makan 

BAB 

BAK 

Ganti pakaian 

- Pasien ibadah di tempat tidur,meminta agar diberikan kesembuhan

D. Pola eliminasi 1. BAB

- Pola BAB : 1-2x/hari

- Karakter feses : encer, kuning, berbau khas

- Riwayat pendarahan : -

- BAB terakhir : -

- Diare : tidak ada riwayat diare

- Penggunaan laksatif : tidak

2. BAK

- Pola BAK : Tn A memakai kateter,

- Karakter urine : kuning, berbau khas

- Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak

- Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada riwayat penyakit

- Penggunaan diuretik : tidak

- Upaya mengatasi masalah : Tidak ada masalah

(32)

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1

2

DS:Skala nyeri 7

DO:Lemah,

gelisah,wajah meringis

DS:Pasien tidak selera

makan dan mual

muntah

DO:Mukosa

pucat,kering

Pasien telihat lemah

makan sedikit ½ porsi

Head injury

Cedera otak

sekunder

Operasi pada luka

Respon biologis

PTIK(hematom dan

udema)

Gelisah,wajah

meringis

Nyeri

Haed injury

Cedera otak sekuder

Peningkatan tekanan

intrakranial

Peningkatan sekresi

asam lambung

Gangguan rasa nyaman

nyeri

Masukan nutrisi kurang

(33)

3

4

DS:Tidur tidak

nyenyak sering terjaga

DO:Mata cekung

TD:130/80 mmhg

DS:Pasien mengeluh

nyeri

DO:temperatu 37,03oC

Ada tanda-tanda

infeksi diareal luka

Mual muntah

Asupan nutrisi

kurang

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

Head injury

Pembedahan kepala

Penurunan

kesadaran

Nyeri

Gangguan pola tidur

Head injury

Pembedahan

dikepala

Ada luka jahitan

Resiko infeks

Ganguan pola tidur

(34)

MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri

2. Masukan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Gangguan pola tidur

4. Resiko infeksi pada luka

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)

1. Nyeri berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan : pasien

mengatakan nyeri di seluruh bagian kepala, pasien mengatakan kepala terasa

pusing, wajah pasien meringis, pasien gelisah, tanda-tanda vital : TD : 130/80

mmHg, RR : 24x/i, Puls : 86x/i, Temp : 36,80C, luka lecet dibagian frontal 2,5

cm, bibir bengkaki,dan skala nyeri 7 (berat).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan

muntah ditandai dengan : pasien mengatakan mual dan muntah, pasien

mengatakan susah menelan, pasien tidak mau memakan diet yang disediakan.

3. Gngguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka jahitan ditandai

dengan,wajah meringis,gelisah.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan kulit

(35)

PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL Hari/

tanggal

No. Dx Perencanaan Keperawatan

Rabu/ 19 Juni 2013

1. Tujuan dan Kriteria Hasil:

- Pasien akan menunjukkan tekhnik relaksasi secara

invidual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.

- Pasien akan mempertahankan nyeri pada 5 atau kurang.

- Pasien akan mengenali factor penyebab dan

menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.

- Pasien akan melaporkan nyeri pada penyedia perawatan

kesehatan.

intervensi Rasional

1. Lakukan pengkajian nyeri

yang komprehensif

meliputi lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas,

intensitas atau keparahan

nyeri atau factor

presipitasinya.

2. Berikan informasi tentang

nyeri, seperti penyebab

nyeri, seberapa lama akan

berlangsung dan antisipasi

ketidaknyamanan dari

prosedur.

3. Gunakan tindakan

Membantu dalam

mengidentifikasi derajat

ketidaknyamanan dan

kebutuhan untuk/keefektifan

Analgesik. Jumlah jaringan,

otot dan system limfatik

diangkat dapat

mempengaruhi jumlah nyeri

yang dialami.

Pasien yang mendpat

penjelasan tentang nyeri,

akan lebih sedikit

mengalami stress

dibandingkan dengan pasien

yang tidak mendapatkan

penjelasan.

(36)

pengendalian nyeri

sebelum menjadi berat

4. Ajarkan penggunaan

tekhnik nonfarmakologi

(mis. Umpan balik

biologis, hypnosis,

relaksasi, imajinasi

terbimbing, terapi music,

distraksi, kompres hangat/

dingin, dan masase)

sebelum, setelah dan jika

memungkinkan, selama

aktivitas yang

menyakitkan; sebelum

nyeri terjadi atau

meningkat; dan selama

penggunaan tindakan

pengurangan nyeri yang

lain.

5. Berikan tindakan

kenyamanan dasar dan

aktivitas terapeutik.

6. Laporkan pada dokter jika

nyeri masih menunjukkan

tahap awal, baiknya berikan

langsung therapy awal

pengendalian nyeri (Mis.

Napas dalam)

Penggunaan metode pereda

nyeri nonfarmakologi dapat

meningkatkan efek

terapeutik pada obat-obat

pereda nyeri.

Dapat menurunkan

ketidaknyamanan terhadap

luka operasi.

(37)

Kamis / 20 juni 2013

2

tindakan tidak berhasil

atau jika keluhan saat ini

merupakan perubahan

yang bermakna dari

pengalaman nyeri pasien

di masa lalu.

7. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi tindakan

memenuhi kebtuhan rasa

nyaman yang telah

berhasil dilakukannya

seperti distraksi, relaksasi,

atau kompres hangat/

dingin.

8. Kendalikan factor

lingkungan yang dapat

mempengaruhi respon

pasien terhadap

ketidaknyamanan

9. Bantu pasien dalam

menemukan posisi yang

nyaman.

10.Pantau tanda-tanda vital.

pemberian analgesic untuk

mendukung proses

pengurangan nyeri.

Akan mempermudah proses

perawatan selanjutnya.

Menurunkan reaksi terhadap

stimulasi dari luar dan

meningkatkan istirahat atau

realsasi.

Membantu menurunkan

ketidaknyamanan lebih

lanjut.

Nyeri yang berlanjut akan

berdampak pada

peningkatan tanda-tanda

vital.

Tujuan dan Kriteria Hasil :

(38)

Jum‘at 21 juni 2013

Sabtu 22 juni 2013

3

4

Meningkatkan nafsu makan

- Tidak ada mual dan muntah

Intervensi Rasional

1.Kaji status nutrisi secara

kontinnue

2.Dokumentasikan masukan

makanan selama 24 jam

3.Kolaborasi dengan ahli giz

1.Memberi kesempatan

mengobsevasi

penyimbangan

2.Mengindetifikasikan

kebutuhan nutrisi

3.Menambah nafsu makan

Klien dapat titur dengan nyenyak denagan kiteria hasil:

- Klien bisa tidur dengan pulas

- Klien tidak gelisah

- Klien tidak meringis kesakitan

Intervensi Rasional

1.Mengkaji pola tirur klien

2.Jelaskan pada klien penting

nya tidur di malam hari

3.Batasi lingkungan yang bising

1.Tidur malam ± 8 jam

2.Klien dapat menerti

pentingnya istirahat

3.Mengurangi kegaduhan

dan memberikan suasana

nyaman

Setelah diberikan asuhan keperwatan klien bebas dari infeksi.

Dengan kriteria hasil :

- Bebas dari tanda–tanda infeksi

(39)

meningkat serta fungsiolisa.

- Tanda – tanda vital dalam batas normal

Intervensi Rasional

1. Berikan pengertian dan

motivasi tentang infeksi

2. Kaji tanda – tanda infeksi

3. Monitor reukosit dan LED

4. Dorongan untuk nutrisi yang

optimal

5. Berikan perawatan luka

dengan teknik aseptic dan anti

septic

6. Bila perlu berikan antibiotik

sesuai advis.

1.Perawatan mandiri seperti

menjaga luka dari hal yang

septic tercipta bila klien

memiliki pengertian yang

optimal

Hipertemi, kemerahan,

purulent,

2. menunjukan indikasi

infeksi.

3. Leukositosis dan LED

yang meningkat

menunjukan indikasi

infeksi.

4.Mempertahankan status

nutrisi serta mendukung

system immune

5. Perawatan luka yang

tidak benar akan

menimbulkan pertumbuhan

mikroorganisme

6. Mencegah atau

membunuh pertumbuhan

(40)

PELAKSANAAN KEPERAWATAN Hari/

Tanggal

No. Dx Implementasi Keperawatan Evaluasi

(SOAP)

Rabu/

19 Juni

2013

1 1. Melakukan pengkajian nyeri

yang komprehensif meliputi

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas

atau keparahan nyeri.

2. memberikan informasi

tentang nyeri, seperti

penyebab nyeri, seberapa

lama akan berlangsung dan

antisipasi ketidaknyamanan

dari prosedur.

3. melakukan tindakan

pengendalian nyeri sebelum

menjadi berat.

4. Meberikan pengajaran

terhadap penggunaan

tekhnik nonfarmakologi

sebelum, setelah dan jika

memungkinkan, selama

aktivitas yang menyakitkan;

sebelum nyeri terjadi atau

meningkat; dan selama

penggunaan tindakan

pengurangan nyeri yang

lain.

S= Pasien mengeluh

kesakitan

O= Skala nyeri : 7

Posisi nyaman :

supinasi

Pasien mendapatkan

informasi tentang nyeri

Pasien belum

mendapatkan tindakan

pengendalian nyeri

TD: 120/80mmHg

HR: 78x/i

RR: 24x/i

Temp: 36,50C

A= Masalah teratasi

sebagian

(41)

5. Memberikan tindakan

kenyamanan dasar dan

aktivitas terapeutik.

6. melaporkan pada dokter jika

tindakan tidak berhasil agar

pasien mendapat tindakan

medis selanjutnya.

7. Membantu pasien untuk

mengidentifikasi tindakan

memenuhi kebtuhan rasa

nyaman yang telah berhasil

dilakukannya seperti

distraksi, relaksasi, atau

kompres hangat/ dingin.

8. memberikan lingkungan yang

dapat mengurangi respon

pasien terhadap

ketidaknyamanan

9. membantu pasien dalam

menemukan posisi yang

nyaman.

10.Melakukan pemantauan

Gambar

Tabel 2.1 Skala nyeri menurut Hayward
Gambar 2.1 Skala FACES
Tabel 2.2 Analgesik dan Indikasi Terapi

Referensi

Dokumen terkait

production 36–53 weeks of age four females roosting closely together for about 14 days and four females roosting far apart from each other were taken out from each flock and

Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dari suatu kombinasi bisnis, sejak tanggal akuisisi dialokasikan kepada setiap Unit Penghasil Kas (“UPK”) dari

Mahasiswa memenuhi semua komponen penilaian dan menyelesaikan tugas dengan sangat baik serta mampu memaparkan materi praktikum dan tugas individu sesuai dengan topik yang telah

Ideally, oracles will be self-verifying, allowing automated tests to make an initial assessment of test pass or failure, however, be careful to mitigate the risks inherent

Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dari suatu kombinasi bisnis, sejak tanggal akuisisi dialokasikan kepada setiap Unit Penghasil Kas

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran dan Evaluasi Kualifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Di Lingkup

Oleh karena itu, dalam penelitian ini diusulkan bagaimana merancang sebuah media informasi yang layak, mudah diakses dan aman digunakan untuk pertukaran informasi dan

Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tentang lembaga keuangan syariah, lingkungan sosial dan promotional mix secara parsial dan simultan