• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengan Mahasiswa Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dalam Menerapkan Perilaku Caring pada Pasien di Rumah Sakit Pendidikan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengan Mahasiswa Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dalam Menerapkan Perilaku Caring pada Pasien di Rumah Sakit Pendidikan Kota Medan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Caring

1.1. Definisi Caring

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Mayeroff (1872, dalam Morrison & Burnard, 2008) menjelaskan bahwa caring adalah suatu proses yang memberikan kesempatan pada seseorang, baik pemberi asuhan maupun penerima asuhan untuk pertumbuhan pribadi. Aspek utama caring menurut Mayeroff meliputi pengetahuan, pengalaman, kesabaran, kejujuran, rasa percaya, kerendahan hati, harapan dan keberanian. Benner (1984, dalam Potter & Perry, 2009) juga menggambarkan inti dari praktik yang baik adalah caring.

Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenal klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya (Potter & Perry, 2009).

(2)

bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik keperawatan adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991, dalam Potter & Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu cara pemeliharaan hubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki dan tanggung jawab. Teori Swanson berguna dalam memberikan petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif.

Leininger (1991, dalam Blais dkk, 2007) menyatakan bahwa caring penting untuk tumbuh kembang dan kelangsungan hidup manusia. Caring berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi dan cara hidup manusia yang menekankan pada aktivitas yang sehat dan memampukan individu dan kelompok berdasarkan budaya. Perilaku caring mencakup memberi kenyamanan, kasih sayang, perhatian, memfasilitasi koping, empati, memandirikan, fasilitasi, minat, perilaku membantu, cinta, pengasuhan, perilaku protektif, perilaku restoratif, berbagi, perilaku menstimulasi, pertolongan, dukungan, pengawasan, kelembutan, tindakan konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku caring juga meliputi menghormati klien, memberikan sentuhan pada klien, kehadiran dan membina kedekatan dengan klien (Creasia & Parker, 2001).

(3)

melindungi klien sebagai manusia sehingga mempengaruhi kesanggupan klien untuk sembuh (Tomey & Alligood, 2006). Caring melibatkan keterbukaan, komitmen dan hubungan perawat klien yang meliputi keinginan untuk merawat dengan tulus, tanggapan positif, dukungan atau intervensi fisik oleh perawat (Synder, 2011).

Griffin (1983, dalam Morrison & Burnard, 2008) membagi konsep caring ke dalam dua domain utama. Salah satu konsep caring ini berkenaan dengan sikap dan emosi perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai sebuah proses interpersonal essensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu kepada pasien. Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu, menolong dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh pengaruh antara perawat dan pasien.

Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pernyataan diatas adalah caring terdiri atas dua aspek yaitu berupa tindakan nyata perawat dalam

(4)

1.2. Definisi Perilaku Caring

Perilaku caring merupakan suatu sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, artinya memberikan perhatian yang lebih kepada seseorang dan bagaimana seseorang itu bertindak. Perilaku caring sangat penting untuk mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku caring sangat penting dalam pelayanan keperawatan karena akan memberikan kepuasan kepada pasien dan perawat akan lebih memahami konsep caring, khususnya perilaku caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan keperawatan. Seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007 dalam Nurbiyati, 2013).

(5)

1.3. Teori Caring Watson

Watson (2001, dalam Fawcett, 2005) menjelaskan empat komponen dari Theory of Human Caring yaitu:

1. Transpersonal Caring Relationship

Transpersonal Caring Relationship dijelaskan lebih lanjut dalam hal

hubungan atau proses intersubjektif antara perawat dan klien, dimana Watson (1985, dalam Fawcett, 2005) melihatnya baik sebagai ilmu dan seni. Komponen Transpersonal Caring Relationship adalah Self, Phenomenal Field dan Intersubjectivity. Caring yang ideal memerlukan suatu intersubjektivitas, dimana

kedua orang yang terlibat memiliki potensi untuk memungkinkan pemberi perawatan dan menjadi penerima perawatan (Watson, 1989 dalam Fawcett, 2005). 2. Caring Moment/ Caring Occasion

Watson (1996, dalam Fawcett, 2005) menjelaskan Caring Moment adalah momen ketika perawat dan pasien bersatu dalam suatu cara dimana kesempatan untuk perawatan manusia tercipta. Keduanya dengan perbedaan dan keunikan masing-masing memiliki tanggung jawab untuk menyatukan hubungan satu sama lain.

3. Caring (Healing) Consciousness

(6)

individu lainnya. Selain itu, Caring (Healing) Consciousness dikomunikasikan perawat untuk pasien yang dirawatnya.

4. Clinical Caritas Processes

Clinical Caritas Processes merupakan kompotensi caring dalam

keperawatan yang lebih dikenal sebagai representasi nilai, sikap dan perilaku perawat yang menimbulkan perasaan dipedulikan yang dipersepsikan oleh klien. Clinical Caritas Processes merupakan komponen caring yang interaktif di semua

proses dengan pendekatan holistik untuk pemahaman dan mempelajari asuhan keperawatan. Clinical Caritas Processes disini menyatukan tindakan fisik, interaksi, hubungan dan memahami antara perawat dan klien. Watson menggunakan istilah karatif sebagai kontras terhadap faktor kuratif dalam kedokteran konvensional (Watson, 2001 dalam Fawcett, 2005). Perilaku caring yang dilakukan oleh perawat meliputi pengetahuan, tindakan dan dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif serta digunakan dalam praktik keperawatan di beberapa setting klinik yang berbeda. Sepuluh faktor karatif tersebut adalah (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006) :

1) Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistic dan altruistic

(7)

mendahulukan kepentingan klien dari pada kepentingan pribadi, serta memberi waktu pada klien meskipun sedang sibuk.

2) Menanamkan sikap penuh pengharapan atau kepercayaan (Faith-Hope) Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruistic dan humanistic. Perawat membantu klien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan melalui hubungan yang efektif dengan klien dan memfasilitasi klien untuk menerapkan gaya hidup sehat. Perawat juga memotivasi penerimaan klien terhadap pengobatan yang dilakukan dan membantu klien memahami alternatif terapi yang diberikan, memberikan keyakinan akan adanya kekuatan penyembuhan/kekuatan spiritual dan penuh pengharapan.

3) Menumbuhkan sensisitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka terhadap perasaan klien sehingga dapat lebih ikhlas, otentik dan sensitif dalam memberikan asuhan keperawatan, ditandai dengan sikap empati dan mampu menempatkan diri pada posisi klien, ikut merasakan atau prihatin terhadap ungkapan penderitaan yang dikatakan klien serta siap membantu setiap saat, dapat mengendalikan perasaan ketika klien bersikap kasar terhadap perawat serta perawat menyetujui keinginan klien akan sesuatu yang dibutuhkan klien.

4) Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu

(8)

perilaku caring terkait faktor ini seperti mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan klien, memperkenalkan diri kepada klien saat awal kontrak serta membuat kontrak hubungan dan waktu, meyakinkan klien bahwa ia siap menolong setiap saat dibutuhkan dengan tulus dan ikhlas, mengenali keluarga klien, bersikap hangat dan bersahabat, menyediakan waktu bagi klien untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya melalui komunikasi efektif serta menjelaskan prosedur setiap tindakan yang akan dilakukan kepada klien.

5) Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif

Perawat berbagi perasaan dengan klien merupakan hal yang riskan. Perawat harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negatif klien dengan cara memahami ekspresi klien secara emosional maupun intelektual dalam situasi yang berbeda. Manifestasi perilaku caring terkait faktor ini antara lain memotivasi klien untuk mengemukakan perasaan positif maupun negatif, mendengarkan keluhan klien dengan sabar walaupun waktunya lama, mendengarkan keinginan klien untuk sembuh dan apa yang akan dilakukan jika sembuh.

6) Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan

(9)

tersebut, mengabulkan permintaan klien untuk mendapatkan sesuatu karena tahu bila tidak dipenuhi dapat menimbulkan kecemasan serta memenuhi keinginan klien yang berbeda-beda dengan sabar.

7) Meningkatkan proses pembelajaran dalam hubungan interpersonal

Faktor karatif ini merupakan konsep yang penting bagi keperawatan untuk membantu kesembuhan dengan bentuk kepedulian. Perawat memfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan untuk memandirikan klien dalam memenuhi kebutuhan diri dan memberikan pribadi klien kesempatan untuk berkembang. Pasien diharapkan untuk mendapat informasi tentang status kesehatannya.

8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosial dan spiritual yang suportif, protektif dan korektif

(10)

9) Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia

Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial dan interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga klien. Klien harus terpenuhi kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai kebutuhan yang berada di atasnya. Perawat yang bersifat caring selalu berusaha memperlakukan klien sebagai individu dan mencoba mengidentifikasi kebutuhan pasien. Mereka juga mendahulukan kepentingan pasien, dapat dipercaya dan terampil.

10)Mengembangkan kekuatan faktor excistensial phenomenologic

Perawat harus memahami pertumbuhan dan kematangan jiwa klien (fenomenologis) tentang data serta situasi yang membantu pemahaman klien tentang fenomena. Yang dapat dilakukan perawat antara lain mengajarkan perubahan gaya hidup yang sehat kepada klien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan lingkungan yang mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah, mengenalkan pada klien keterampilan koping maupun adaptasi terhadap rasa kehilangan, mengijinkan klien menggunakan kekuatan spiritual untuk melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi klien dan keluarga untuk berserah diri kepada Tuhan, menyiapkan klien dan keluarga saat menghadapi fase berduka.

1.4. Teori Caring Lainnya

1.4.1. Teori Caring MenurutSimon Roach

(11)

1. Compassion (kasih sayang)

Compassion adalah kepekaan terhadap kesulitan dan kepedihan orang lain

dapat berupa membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta memberikan dukungan secara penuh.

2. Competence (kemampuan)

Competence adalah memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, energi dan motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi. Compassion tanpa competence akan terjadi kelalaian klinis, sebaliknya competence tanpa compassion menghasilkan suatu tindakan.

3. Confidence (kepercayaan diri)

Confidence adalah suatu keadaan untuk memelihara hubungan antar manusia dengan penuh percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang meningkatkan kepercayaan tanpa mengabaikan kemampuan orang lain untuk tumbuh dan menyampaikan kebenaran.

4. Concience (suara hati)

Perawat memiliki standar moral yang tumbuh dari sistem nilai humanistik altruistik (peduli kesejahteraan orang lain) yang dianut dan direfleksikan pada tingkah lakunya.

5. Commitment

(12)

1.4.2. Teori Caring Menurut K. M. Swanson

Swanson (1991, dalam Tomey & Alligood, 2006) mendefinisikan caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar mereka merasakan komitmen dan tanggung jawab terhadap dirinya sendirinya. Swanson dalam Middle Theory of Caring mendeskripsikan lima komponen proses caring yaitu:

1. Mengetahui (Knowing)

Knowing berarti berusaha untuk memahami arti suatu kejadian dalam kehidupan pasien, mencegah adanya asumsi, berfokus pada perawatan untuk pasien, mencari tanda-tanda, melakukan pengkajian secara cermat dan melibatkan diri dengan pasien. Perawat memahami peristiwa yang dialami pasien dan arti dari peristiwa tersebut bagi pasien serta mampu menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi pasien.

2. Kehadiran atau Keberadaan (Being With).

Kehadiran berarti menghadirkan emosi saat bersama pasien. Hal ini berarti hadir secara fisik, menyampaikan keberadaan dan berbagi perasaan dengan pasien tanpa membebani pasien.

3. Melakukan (Doing For)

(13)

4. Memungkinkan (Enabling)

Enabling berarti membantu pasien dan memfasilitasi pasien agar dapat merawat dirinya sendiri. Enabling juga berarti membantu pasien untuk melalui masa transisi dalam kehidupan atau melalui peristiwa yang tidak biasa dengan cara berfokus pada kejadian tersebut, menginformasikan, menjelaskan, mendukung dan memberikan feedback.

5. Mempertahankan Kepercayaan (Maintaining Belief)

Proses ini merupakan fondasi caring dan ditunjukkan pada keyakinan terhadap kapasitas seseorang melalui bekerja bersama-sama dan mengenali arti suatu kejadian atau kondisi bagi pasien.

1.5. Manfaat Perilaku Caring

(14)

(2013) menjelaskan caring mempunyai banyak manfaat untuk pasien, seperti ketenangan jiwa, membina rasa percaya dan mengurangi kecemasan pasien sehingga akan membantu kesembuhan dan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, perilaku caring yang ditampilkan oleh seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien.

1.6. Aplikasi Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

(15)

oleh perawat. Hubungan caring yang terbentuk antara klien dan perawat membantu perawat untuk lebih mengenal klien secara individu yang unik sehingga perawat dapat menentukan tindakan keperawatan yang sesuai dan efektif bagi klien (Potter & Perry, 2009).

Aplikasi caring perawat seperti memperkenalkan diri serta membuat kontrak hubungan, memanggil klien dengan namanya, menggunakan sentuhan, mengkaji lebih lanjut keinginan klien, meyakinkan klien bahwa perawat akan membantu klien dalam memberikan asuhan keperawatan, memenuhi kebutuhan dasar klien dengan ikhlas, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan (inform consent), mendengarkan dengan penuh perhatian, bersikap jujur, bersikap empati, dapat mengendalikan perasaan, selalu mendahulukan kepentingan klien, tidak menerima uang dari klien, memberi waktu dan perhatian, bekerja dengan terampil dan cermat berdasarkan ilmu, kompeten dalam melakukan tindakan keperawatan, berespon dengan cepat dan tanggap, mengidentifikasi secara dini perubahan status kesehatan klien, serta memberikan rasa aman dan nyaman (Kozier, 2007).

2. Program Pendidikan Profesi Ners di Indonesia

2.1. Tahap Program Pendidikan Profesi Ners

(16)

maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Nasional, 1983 dalam Nurhidayah, 2011). Untuk menjadi perawat profesional, seorang perawat harus menempuh dua tahap pendidikan keperawatan yaitu tahap pendidikan akademik yang setelah lulus akan bergelar S.Kep dan tahap pendidikan profesi yang setelah lulus akan bergelar Ners (Ns) (Nurhidayah, 2011).

Mahasiswa keperawatan akan memulai program pendidikan profesi keperawatan setelah lulus dari program pendidikan akademik. Program pendidikan profesi keperawatan dilaksanakan selama satu tahun atau dua semester. Di Indonesia, proses program pendidikan profesi keperawatan terdiri dari pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan (PBL) (Nursalam, 2008).

(17)

dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik, menyelesaikan masalah, dan mengembangkan bentuk perawatan baru.

Setelah melalui tahap pendidikan profesi keperawatan diharapkan mahasiswa telah mempunyai sikap, pengetahuan dan keterampilan profesional. Untuk menghasilkan perawat yang profesional, maka program pendidikan profesi keperawatan disusun dengan mempertimbangkan lima aspek yaitu : (1) penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan; (2) kemampuan menyelesaikan masalah secara ilmiah; (3) sikap dan tingkah laku profesional; (4) belajar aktif dan mandiri; (5) pendidikan berada di masyarakat (Nurhidayah, 2011).

Dengan menjalani kelima aspek tersebut diharapkan mahasiswa lulusan program pendidikan profesi keperawatan memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan profesional baik sebagai pemberi asuhan (caregiver), pembela klien (client advocate), penilai kualitas asuhan (quality of evaluator), manajer

(manager), peneliti (researcher), pendidik (educator), maupun konsultan

(consultant) (Nurhidayah, 2011).

2.2. Kompetensi Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners

Nursalam (2008) menjelaskan penataan kompetensi harus mulai dilakukan, baik kompetensi akademik maupun profesional. Menurut International Council of Nursing (ICN), kompetensi bermakna pengetahuan, keterampilan, sikap dan

(18)

Dalam kerangka kerja ICN, kompetensi untuk perawat generalis dikelompokkan menjadi tiga kompetensi utama, yaitu sebagai berikut:

1. Praktik profesional, etik dan legal serta peka budaya 2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan 3. Pengembangan profesional

Berdasarkan Buku Panduan Program Studi Pendidikan Ners Tahap Profesi 2014 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kompetensi lulusan program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang kontinu harus dicapai dalam tahap baik akademik maupun profesi adalah sebagai berikut:

1. Kompetensi Utama

a. Mampu berkomunikasi secara efektif

b. Mampu menerapkan aspek etik dan legal dalam praktik keperawatan c. Mampu melaksanakan asuhan keperawatan profesional di klinik dan komunitas

d. Mampu mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan e. Mampu menjalin hubungan interpersonal

f. Mampu melakukan penelitian sederhana

g. Mampu menjadi advokat bagi klien yang dirawatnya

(19)

2. Kompetensi Pendukung

a. Mampu berpikir kritis menggunakan metodologi keperawatan dan metodologi riset

b. Mampu melaksanakan peran sebagai pemimpin perubahan dalam kerja tim pelayanan keperawatan

c. Mampu mendeseminasikan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

3. Kompetensi Lainnya

Kompetensi lainnya yang dirumuskan untuk membantu meningkatkan daya saing dan menunjukkan ciri khas lulusan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, adalah:

a. Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dalam situasi klinis

b. Mampu berperan serta dalam penerapan holistic caring

(20)

(ICN). SKPI dibuat untuk menjamin dilaksanakannya pelayanan atau asuhan keperawatan yang aman dan berkualitas bagi masyarakat oleh perawat Indonesia.

2.3. Penerapan Perilaku Caring Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners

Perilaku caring juga dilakukan oleh mahasiswa yang sedang melaksanakan program pendidikan profesi ners. Salah satu penerapan perilaku caring mereka adalah kehadiran (Schaefer, 2003). Kehadiran disini meliputi keberadaan mahasiswa profesi ners dalam memberikan waktunya untuk mendengarkan secara aktif dan sensitif terhadap pasien yang mereka rawat. Menjadi sensitif terhadap pasien adalah salah satu dari sepuluh kegiatan caring praktisi perawat (Brunton & Beaman, 2000 dalam Schaefer, 2003). Kehadiran berfungsi sebagai sarana untuk merawat dan sebagai intervensi caring. Perilaku caring mahasiswa program profesi ners tidak terjadi tanpa adanya kehadiran karena mereka tidak meluangkan

waktu untuk “mengetahui pasien”. Perilaku caring lainnya meliputi mendukung

dan memberikan perhatian ke pasien tanpa mengharapkan imbalan apa pun, menunjukkan rasa hormat terhadap pasien, berbicara dengan pasien dan bersikap jujur dengan pasien (Schaefer, 2003).

(21)

3. Studi Fenomenologi

Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung oleh Edmen Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan pengalaman pribadi yang dapat dibagikan atau disampaikan kepada orang lain secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih dapat memahami. Seorang fenomenolog memiliki keyakinan bahwa kebenaran utama tentang realitas didasarkan pada pengalaman hidup seseorang. Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Polit & Beck, 2012).

(22)

penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).

Didalam studi fenomenologi, sumber data utama berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah banyak. Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).

Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisis data. Fenomenologist dalam proses analisis data yang terkenal adalah Collaizi, Giorgi dan Van Kaam. Ketiga tokoh tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Polit & Beck, 2012).

(23)

hasil kedalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin; (g) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir .

Menurut Lincoln & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012) untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness) maka data divalidasi dengan beberapa kriteria, yaitu:

1. Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Credibility termasuk validitas internal. Cara memperoleh tingkat kepercayaan yaitu perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement), ketekunan pengamatan (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks),

dan pengecekan anggota (member checking).

2. Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas eksternal. Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi lain.

3. Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan

(24)

untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak. Teknik terbaik adalah audit trail yaitu meminta dependen atau independen auditor untuk memeriksa aktifitas peneliti. Dependability menurut istilah konvensional disebut reliabilitas atau syarat bagi validitas.

Referensi

Dokumen terkait

Morfologi mikroorganisme dari akar tanaman Kedelai yang terletak disekitar sungai Linggan kurang lebih 4 Km dari tepi pantai Trisik dari medium penumbuhan CM0001 Nutrient Broth

Penelitian ini tidak menggunakan tes awal ( pretest ) tetapi hanya menggunakan tes akhir ( posttest ) karena peneliti hanya ingin melihat uji perbedaan antara

820.869.000,00, yang bertandatangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan ]asa yang diangkat dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala MTsN Kembangsawit

Urban and Regional Planning Department, Faculty of Landscape Architecture and Environmental Technology, Universitas Trisakti, Jakarta, 11440, Indonesia.

Dalam implementasi perancangan alat pendeteksi level ketinggian air dan pemutus korsleting listrik ini terdiri dari beberapa rangkaian yaitu rangkaian

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang cocok dengan

karena memiliki keragaman data yang besar dimana pasien – pasien pada kelompok berat badan tersebut mendapatkan dosis 50,60,80,90,100 mg (hampir setiap dosis. ada) dan

Jika keluaran inverter rendah maka arus akan mengalir dari masukan ke keluaran melalui R sehingga memaksa masukan untuk turun ke logika-0.. Sebaliknya jika keluaran tinggi maka arus