• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon Pertumbuhan Beberapa Hasil Persilangan (F1) Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Salinitas Garam (NaCl) Melalui Media Kultur Hara"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Taksonomi tanaman jagung menurut Riwandi, et.al (2014)

diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Subdivisio : Poales (Graminales), Famili : Poaceae, (Graminae), Genus : Zea,

Spesies : Zea mays L. Berdasarkan bentuk dan struktur biji serta endospermnya,

jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Jagung mutiara (Z. mays indurate),

jagung gigi kuda (Z. mays indentata), jagung manis (Z. mays saccharata), jagung

pod (Z. tunicate sturt), jagung berondong (Z. mays everta), jagung pulut (Z.

ceritina Kulesh), jagung QPM (Quality Protein Maize), dan jagung minyak yang

tinggi (High Oil).

Sistem perakaran tanaman jagung merupakan akar serabut dengan 3

macam akar yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Pertumbuhan akar

ini melambat setelah plumula muncul kepermukaan tanah. Akar adventif adalah

akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, selanjutnya

berkembang dari tiap buku secara berurutan ke atas hingga 7 sampai dengan 10

buku yang terdapat di bawah permukaan tanah. Akar adventif berperan dalam

pengambilan air dan unsur hara. Akar udara adalah akar yang muncul pada dua

atau tiga buku di atas permukaan tanah yang berfungsi sebagai penyangga supaya

tanaman jagung tidak mudah rebah. Akar tersebut juga membantu penyerapan

unsur hara dan air (Sarwani, 2008).

Tinggi batang jagung berkisar antara 150 sampai dengan 250 cm yang

terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling berasal dari setiap buku.

(2)

pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina.

Percabangan (batang liar) pada jagung umumnya terbentuk pada pangkal batang.

Batang liar adalah batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun terbawah

dekat permukaan tanah (Riwandi, et.al, 2014).

Jumlah daun jagung bervariasi antara 8 helai sampai dengan 15 helai,

berwarna hijau berbentuk pita tanpa tangkai daun. Daun jagung terdiri atas

kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helai daun yang memanjang seperti pita

dengan ujung meruncing. Pelepah daun berfungsi untuk membungkus batang dan

melindungi buah. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun

relatif lebih banyak dibandingkan dengan tanaman jagung yang tumbuh di daerah

beriklim sedang. Tanaman jagung disebut juga tanaman berumah satu, karena

bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman, tetapi letaknya terpisah.

Bunga jantan dalam bentuk malai terletak di pucuk tanaman, sedangkan bunga

betina pada tongkol yang terletak kira-kira pada pertengahan tinggi batang. Biji

jagung mempunyai bagian kulit buah, daging buah, dan inti buah (Sarwani, 2008).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran

tinggi, lahan sawah atau tegalan. Suhu optimal antara 21-34 °C, pH. Tanah antara

5,6-7,5 dengan ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Ketinggian optimum antara

50-600 m dpl (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009).

Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di

daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Jagung

(3)

atas 800 m dpl pun jagung masih bisa memberikan hasil yang baik pula

(Pratama, 2011).

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah

beriklim sedang hingga sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di

daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. Pada lahan

yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal

yakni sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata (Muis, et.al, 2008).

Tanah

Tanaman jagung menghendaki tempat terbuka dan menyukai cahaya.

Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman jagung dari 0 sampai dengan 1300

m di atas permukaan laut. Temperatur udara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

tanaman jagung adalah 23 – 270C (Riwandi, et.al, 2014).

Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang

khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh

di lahan kering, sawah dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan

terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, Latosol,

dan Grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (Latosol) merupakan

jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan

tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus. PH tanah

yang baik bagi pertumbuhan jagung antara 5,6-7,5. pada pH < 5,5 tanaman jagung

tidak bisa tumbuh maksimum karena keracunan Al. Tanaman jagung

membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik

(4)

Kultur Hara

Kultur Hara adalah bagian dari hidroponik yang tergolong pada jenis

kultur air. Kultur air adalah cara menumbuhkan langsung tanaman dengan

meggunakan hara, dengan menempatkan akar tanaman kedalam larutan hara dan

menyangga bagian tajuk agar tetap tegak. Metode ini menggunakan air sebagai

media tumbuh tanaman. Pada metoda ini tumbuhan ditanam semata-mata dalam

air, yang dilengkapi dengan larutan zat makanan. Wadah/tempat/pot dapat berupa

stoples, tabung kaca, plastik, dan lain-lain yang disesuaikan dengan jenis tanaman

yang akan ditanam dan wadah yang tersedia (Hanum, 2008).

Penanaman di tanah asam dengan kandungan Al tinggi untuk menapis

plasma nutfah padi merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi derajat

toleransi Al tanaman padi. Namun demikian, uji lapang ini membutuhkan areal

yang luas, dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang lama untuk

memperolah data, karena pengamatan dilakukan sampai tanaman dewasa dan

berproduksi. Oleh karena itu perlu suatu metode yang efisien dan cepat yaitu

pengamatan pada fase awal pertumbuhan tanaman atau fase kecambah. Metode

yang biasa digunakan adalah metode kultur hara (Zhang et al., 1999).

Kebutuhan hara untuk pertumbuhan jagung manis diantaranya adalah

nitrogen yang penting dalam meningkatkan pertumbuhan vegetative tanaman

menyatakan bahwa tanaman yang kekurangan unsur nitrogen akan tumbuh lambat

dan kerdil. Kekurangan unsur hara nitrogen mengakibatkan terhambatnya

pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif seperti daun, batang, dan

(5)

Metode kultur hara, banyak peubah yang dapat digunakan sebagai

parameter toleransi, seperti panjang akar relatif (PAR), pemanjangan akar relatif

(relative root elongation = RRE), dan pertumbuhan kembali akar (root re-growth

= RRG), bobot kering akar relatif (BKAR), dan bobot kering tajuk relatif

(BKTR). Peubah PAR dan RRE digunakan untuk mengevaluasi beberapa varietas

sorgum hasil penapisan di lapang. Hasil uji menggunakan metode kultur hara

dengan peubah PAR ini menunjukkan bahwa beberapa varietas sorgum

menampakan hasil yang berbeda antara hasil uji lapang dan kultur hara

(Sirait, 2016).

Pertumbuhan tanaman dengan kultur hara dapat menjadi solusi deteksi

dini terhadap cekaman abiotik, dibandingkan dengan budidaya tanaman di tanah.

Hal ini dikarenakan tanaman tidak akan terkontaminasi dengan tanah, irigasi

tanaman yang dapat di atur secara otomatis, akar dapat diamati dengan jelas, dan

lingkungan zona akar mudah dipantau dan dikontrol (Hershey, 2008).

Pada teknik ini hara disediakan dalam bentuk larutan hara, mengandung

semua unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman agar tercapai

pertumbuhan normal. Nutrisi yang diperlukan tanaman dapat dipenuhi dengan

meramu sendiri berbagai garam kimia, cara ini memerlukan keterampilan dan

pengetahuan khusus. Memang cara inilah yang banyak dipakai di

perusahaan-perusahaan besar, tetapi untuk di tingkat petani hal ini menjadi tidak efektif lagi

mengingat mahalnya harga bahan-bahan kimia saat ini

(Wijayani dan Widodo, 2005).

Menurut penelitian Amnal (2009) menyatakan bahwa varietas yang

(6)

percobaan kultur hara juga mengalami penghambatan yang sama terhadap pada

percobaan dengan menggunakan media tanah. Selain lebih sederhana perlakuan

dengan konsentrasi Fe yang cukup tinggi pada kultur hara dapat dilakukan untuk

mempelajari tingkat keracunan besi dalam waktu yang singkat, biaya yang lebih

rendah, serta dapat melakukan seleksi berbagai varietas dalam waktu bersama.

Sama halnya dengan perlakuan pada NaCl karena pada prinsipnya kultur

merupakan metoda screening awal melihat pertumbuhan tanaman untuk tahap

seleksi.

Cekaman Salinitas (NaCl)

Pemanfaatan lahan marginal, seperti lahan pasang surut, belum

diupayakan secara optimal untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan

pangan nasional. Cekaman lingkungan merupakan factor penghambat

pertumbuhan tanaman. Diantara berbagai cekaman lingkungan, salinitas

merupakan salah satu cekaman yang paling banyak dijumpai. Di Indonesia

terdapat sekitar 39,4 juta hektar tergolong lahan yang salin (Dachlan, et.al, 2013).

Sedangkan, areal pasang surut di Indonesia diperkirakan mencapai 20.11 juta ha,

dengan 0.44 juta ha adalah lahan salin yang merupakan salah satu lahan marginal

yang dapat berpotensi menjadi areal pertanian (Wilujeng, et.al, 2013).

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.

Salinitas air payau menggambarkan kandungan garam dalam suatu air payau.

Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk

garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu:

natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), Klorida (Cl-),

(7)

atau promil (‰) (Yusuf E, 2009). Air di kategorikan sebagai air payau bila

konsentrasi garamnya 0,05 sampai 3% atau menjadi saline bila konsentrsinya 3

sampai 5%. Lebih dari 5% disebut brine (Wesen dan Ratih, 2013).

Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah di daerah perakaran

tanaman, menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan ber kurangnya

ketersediaan unsur kalium bagi tanaman. Salinitas tanah akan menghambat

pembentukan akar-akar baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam

menyerap air karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Keadaan ini

selanjutnya akan menyebabkan terjadinya kekeringan pada tanaman

(Delvian, 2005).

Gangguan serapan hara merupakan salah satu dampak negatif salinitas

yang berakibat pada hambatan pertumbuhan tanaman, baik akibat gangguan pada

homeostasis ion, maupun gangguan terhadap perkembangan akar (Karjunita,

2016) Rambut akar merupakan bagian akar yang berperan penting dalam

penyerapan hara.

Tanah tergolong salin bila mengandung garam dalam jumlah yang cukup

tinggi untuk mengganggu pertumbuhan kebanyakan spesies tanaman. Sesuai

dengan definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory bahwa ekstrak jenuh

(larutan yang diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin

mempunyai nilai DHL (daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih

besar dari 4 deci Siemens/m (ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan persentase

natrium yang dapat dirukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari

(8)

kepada spesies tanaman, tekstur tanah dan kandungan air tanah, serta komposisi

garamnya sendiri.

Walaupun pH tanah salin bisa bervariasi dalam selang yang lebar, namun

kebanyakan mendekati netral atau sedikit alkali. Tanah salin dengan nilai ESP>

15 disebut sebagai tanah salinalkali, mempunyai pH yang tinggi dan cenderung

menjadi sedikit impermiabel terhadap air dan aerasi ketika garam-garam terlarut

mengalami pencucian. Pengukuran kecocokan tanah salin untuk produksi tanaman

dapat dilakukan secara cepat dan sederhana dengan melihat nilai EC. Dari nilai

EC, potensial osmotic dari ekstrak jenuh dapat juga dihitung dengan persamaan

osmotic potensial =EC x 0,036. Karena nilai EC diukur pada ekstrak tanah dalam

keadaan jenuh, konsentrasi garam pada larutan tanah pada kapasitas lapang

sebenarnya mendekati dua kali dari kondisi jenuh, atau bahkan lebih tinggi bila

kadar air tanah turun. Sebagai perbandingan, EC air laut berkisar antara 44-55

dS/m, sedangkan kualitas air irigasi yang baik harus mempunyai EC < 2 dS/m

(Djukri, 2009).

Mekanisme Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Salinitas

Tanaman sampai batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan

osmotik yang tinggi karena tingginya kandungan garam dalam tanah. Titik kritis

kandungan garam bagi tanaman di lapangan adalah jika permukaan air tanah

sedalam 3 m mempunyai kandungan garam lebih dari 3.000 ppm. Sedangkan air

irigasi dengan DHL 1 mmhos.cm-1 akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman

yang peka, dan pada 6-8 mmhos.cm-1 baru akan mempengaruhi pertumbuhan

(9)

Konsentrasi faktor seleksi NaCl yang ditambahkan ke dalam medium yaitu

dengan konsentrasi 0 mM, 50 mM, 150 mM, dan 250 mM pada tanaman padi.

NaCl digunakan sebagai faktor seleksi, karena NaCl merupakan jenis garam yang

sangat mempengaruhi salinitas air laut (Wilujeng et.al, 2013). Sedangkan penulis

menggunakan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm dan 100 ppm. Menurut Djukri (2009)

sesuai dengan definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory bahwa ekstrak

jenuh (larutan yang diekstraksi dari tanah pada kondisi jenuh air) dari tanah salin

mempunyai nilai DHL (daya hantar listrik, EC= electrical conductivity) lebih

besar dari 4 deci Siemens/m (ekivalen dengan 40 mM NaCl) dan persentase

natrium yang dapat ditukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari

15. 1 mM ekivalen dengan 1 mg/L sama dengan 1 ppm (part per million).

Tanaman jagung, padi, kentang, mentimun, dan sorgum adalah tanaman yang

tahan terhadap kegaraman (4-10 dS/m).

Kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan terganggunya

pertumbuhan. NaCl adalah salah satu garam terlarut dalam tanah yang merupakan

unsur esensial untuk pertumbuhan tanaman, tetapi adanya kelebihan larutan garam

dalam tanah dapat mempengaruhi pola pertumbuhan pada tanaman. Respon

tumbuhan terhadap peningkatan konsentrasi NaCl berbeda-beda tergantung jenis

tanaman. Konsentrasi NaCl yang tinggi dapat meningkatkan atau menurunkan

tingkat pertumbuhan pada tanaman (Lovadi, et.al, 2015).

Toleransi tanaman terhadap salinitas dapat dinyatakan dalam berbagai

cara, yaitu: (1) Kemampuan tanaman untuk hidup pada tanah salin; (2) Produksi

yang dihasilkan pada tanah salin; (3) Hasil relatif pada tanah salin dibandingkan

(10)

tanaman tanpa terjadi penurunan hasil; dan (5) Persentase penurunan hasil setiap

unit peningkatan salinitas tanah (Purwani, et.al, 2012).

Salah satu metode untuk menanggulangi permasalahan pada lahan-lahan

marjinal tersebut adalah dengan memanfaatkan tanaman yang toleran terhadap

stress lingkungan. Upaya meningkatkan petumbuhan 3 tanaman dan menetralisir

pengaruh buruk Na+ menjadi semakin penting untuk peningkatan pertumbuhan

tanaman, khususnya budidaya tanaman padi pada lahan rawa-rawa dengan kadar

garam tinggi (Sunadi dan Utama, 2016). Tanaman yang toleran terhadap cekaman

lingkungan mempunyai kemampuan untuk beradaptasi secara morfologi dan

fisiologi.

Dalam penelitian Adillah (2016) pada tanaman hotong media tanam dalam

pot disiram dengan larutan hara (Ohki 1987) dan NaCl 75 mM sebagai cekaman

salinitas. Electrical conductivity (EC) media tanam diukur menggunakan TDS

meter tujuh hari setelah aplikasi larutan hara dan NaCl. Komposisi larutan hara

yang digunakan mengacu pada Ohki (1987), yaitu 0.24 mM NH4NO3, 0.03 mM

(NH4)2SO4, 0.088 mM K2SO4, 0.38 mM KNO3, 1.27 mM Ca(NO3)2.4H2O, 0.27

mM Mg(NO3)2.4H2O, 6.6 μM H3BO3, 5.1 μM MnSO4.4H2O, 0.61 μM

ZnSO4.7H2O, 0.16 μM CuSO4, 0.1 μM Na2Mo4.7H2O, 45 μM FeSO4.7H2

O-EDTA. Dalam sistematika hotong dan jagung masih tergolong ke dalam satu

family yaitu family poaceae/ poales.

Secara umum tanaman akan mempertahankan homeostatis osmotik dan

ionik internal melalui mekanisme; (1) penghindaran atau eksklusi garam untuk

mencegah defisit air internal dan (2) inklusi garam atau toleransi tinggi pada

(11)

serta penghindaran dari konsentrasi garam yang tinggi pada jaringan tanaman.

Eksklusi garam dilakukan oleh tanaman yang mampu mentranslokasikan garam

kembali ke daerah perakaran sehingga konsentrasi garam sangat rendah pada tajuk

sedangkan pada mekanisme inklusi, tanaman menyimpan garam dalam

konsentrasi tinggi pada tajuk.

Eksklusi ion Na+ berlebih dari sitoplasma dan akumulasi ion Na+ dalam

vakuola yang efektif merupakan mekanisme toleransi adaptasi yang utama dalam

menghadapi cekaman salinitas. Respon fisiologi tanaman pada kondisi cekaman

salinitas adalah penyesuaian osmotik melalui regulasi penyerapan K+ dan Na+,

efluks Na+ dan sintesis osmolit kompatibel. Selektivitas transport ion K+ terhadap

Na+ diperlukan untuk menjaga rasio K+/Na+, hal ini dapat tercapai apabila

permeabilitas membran selnya baik. Pengurangan konsentrasi garam dalam sitosol

dilakukan melalui efluks Na+ pada membran plasma dan kompartementasi NaCl

ke dalam vakuola. Peningkatan sintesis prolin diketahui lebih tinggi pada tanaman

lebih toleran terhadap cekaman salinitas (Adillah, 2016).

Gejala awal munculnya kerusakan tanaman yang disebabkan salinitas

tinggi adalah (a) warna daun yang menjadi lebih gelap daripada warna normal

yang hijau-kebiruan, (b) ukuran daun yang lebih kecil dan (c) batang dengan jarak

tangkai daun yang lebih pendek. Jika permasalahannya menjadi lebih parah, daun

akan (a) menjadi kuning (klorosis) dan (b) tepi daun mati mongering terkena

“burning” (terbakar, menjadi kecoklatan) (Anandia et.al, 2014). Tanaman jagung

merupakan tanaman yang sensitif terhadap salinitas. Semakin tinggi salinitas, luas

(12)

jagung berkurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman jagung merupakan

tanaman yang secara relatif tidak toleran terhadap salinitas.

Tanaman jagung merupakan tanaman memiliki toleransi terhadap salinitas

sedang (medium salt tolerance) yang ditandai dengan memiliki nilai konduktivitas

elektrik ECe x 103 = 6. Tanaman jagung tidak tahan terhadap tanah atau air yang

memiliki derajat konduktivitas elektrik yang tinggi (ECe dan ECw). Pada tanaman

jagung, nilai ECe dan ECw masing-masing adalah 3,2 mmhos/cm dan 2,1

mmhos/cm akan menurunkan tingkat produksi tanaman jagung sebesar 10%

Berdasarkan, penelitian Adillah (2016) diperoleh hasil Pengaruh salinitas

terlihat pada terhambatnya laju pertumbuhan tanaman hotong. Aksesi yang

mendapat perlakuan cekaman (75 mM NaCl) memiliki tinggi tajuk yang lebih

rendah dibandingkan dengan perlakuan kontrol (0 mM NaCl). Konsentrasi garam

yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan, terutama pemendekan ruas pada

batang tanaman hotong, proso millet (Panicum miliaceum) dan pearl millet

(Pennisetum glaucum).

Bobot kering akar padi pada penelitian ini mengalami penurunan yang

sangat drastis dari bobot basah akar. Dalam kondisi cekaman garam, ketersediaan

air juga berkurang tetapi laju respirasi tanaman cenderung meningkat. Hal ini

yang kemudian mendorong terjadinya penurunan bobot kering tanaman

(Anandia et.al, 2014).

Modifikasi akar merupakan respon yang menentukan toleransi tanaman

terhadap cekaman salinitas. Konsentrasi NaCl di atas 75 mM menyebabkan

penurunan panjang akar primer, panjang akar lateral dan jumlah akar lateral pada

(13)

dengan rasio Na+/K+ pada tajuk tanaman. Selain arsitektur akar, dampak salinitas

juga dilaporkan mempengaruhi anatomi akar. Respon anatomi akar bervariasi,

tergantung pada spesies tanaman. Cekaman salinitas 200 mM menurunkan jumlah

dan diameter metaxylem pada akar jagung (Zea mays). Sebaliknya, jumlah dan

diameter pembuluh xylem (metaxylem) pada akar bibit Kikuyu (Pennisetum

clandestum Hoechst) dilaporkan meningkat pada kondisi salinitas

(Karjunita, 2016).

Menurut Anandia et. al (2014) bahwa genotipe padi yang tahan garam

memiliki pertumbuhan akar yang lebih panjang, selain itu mampu menggunakan

air secara lebih efisien. Ada dua alasan yang mungkin mendasari terjadinya

pengurangan pertumbuhan akar dalam kondisi cekaman garam. Pertama,

hilangnya tekanan turgor untuk pertumbuhan sel karena potensial osmotik media

tumbuh lebih rendah dibandingkan potensial osmotik di dalam sel. Kedua adanya

kematian sel.

Salinitas mempengaruhi seluruh variabel vegetatif yang diamati kecuali

jumlah anakan. Diameter batang tidak membesar dan jumlah daun yang

dihasilkan lebih sedikit pada aksesi hotong yang mengalami cekaman. Jumlah

anakan tanaman hotong tidak menurun secara signifikan akibat cekaman salinitas

pada penelitian ini. Jumlah anakan hotong bahkan meningkat pada tingkat

salinitas rendah (5.5 dS.m-1). Aksesi hotong mengalami penurunan bobot

brangkasan (tajuk dan akar) basah dan kering lebih dari 50% pada perlakuan 75

mM NaCl dibandingkan perlakuan 0 mM NaCl. Reduksi biomassa daun dan

batang akibat cekaman salinitas juga telah dilaporkan pada tanaman hotong dan

(14)

Secara teori, cekaman garam dapat menghambat pertumbuhan tajuk

sehingga mempengaruhi bobot kering tajuk. Kondisi tercekam garam akan

menyebabkan stomata tertutup, proses fotosintesis terhambat, dan akhirnya

biomassa menurun (Anandia et.al, 2014).

Indeks Sensitivitas Cekaman (ISC)

Berdasarkan nilai ISC, Ridwan et.al., (2015) membagi tingkat

ketahanannya menjadi 3 kelompok. Tanaman dikatakan toleran jika ISC < 0.5,

agak toleran jika 0.5 < ISC < 1, dan rentan jika ISC > 1. Tingkat ketahanan

nomor-nomor tanaman kentang hitam tersebut ditentukan berdasarkan nilai Indeks

Sensitivitas Cekaman (ISC) dengan rumus : ISC = 1−�/��

X/X� . Keterangan: Y: Hasil pada kondisi tercekam, Yp: Hasil pada kondisi tidak tercekam, X: Rerata

hasil pada kondisi tercekam, dan Xp: Rerata hasil pada kondisi tidak tercekam.

Menurut Fischer dan Maurer (1978), dengan persamaan : S = (1- Yis/ Yio) /

(1-Xts/ Xto), dimana S = indeks sensitivitas galur tertentu, Yis = nilai tengah karakter

amatan untuk galur, Yio = nilai tengah karakter amatan untuk galur optimum, Xis =

nilai tengah karakter amatan untuk populasi di tanah masam , Xio = nilai tengah

karakter amatan untuk populasi di tanah optimum.

Semakin tinggi nilai ISC semakin toleran aksesi dan menunjukkan nilai

yang tinggi untuk sifat tersebut. Genotipe yang memiliki nilai lebih besar dari

nilai bs dan lebih besar dari nilai varietas pembanding dipilih sebagai genotipe

yang toleran terhadap cekaman pada stadia kecambah. Terhadap lima tanaman

contoh kompetitif diamati jumlah polong, bobot polong, bobot biji, tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu Andreasen menyebut pengetahuan ini ditujukan kepada target masyarakat melalui pendekatan pendidikan yang pada utamanya memfokuskan kepada pesan, saluran dan

Pembelajaran kontekstual dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari- hari yang di

Ketidakadilan Dalam Peran dan Posisi Perempuan Pada Novel Xue Hua Mi Shan karya Lisa See Ditinjau Dari Pendekatan.. Fenomenologi.Universitas Sumatera

Suyanto, 2003, Strategi Periklanan pada E-Commerce. Perusahaan Top Dunia, Jogjakarta:

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran koperatif tipe GI

bahwa dia adalah seorang gadis, namun Shanbo tidak mengerti arti isyarat

Sistem ini dapat dikembangkan lebih luas lagi dengan. bahasa

Untuk mengetahui perbedaan peningkatan ditinjau dari kemampuan awal matematika (KAM) dan pembelajaran antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran